Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FIQH

SHALAT SUNNAH RAWATIB

KELOMPOK 4 :

Andi Ryan Putra Muliadi (2220203884202009)

Muh firman (2220203884202026)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE

2023

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................1

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................4

BAB II...........................................................................................................................5

PEMBAHASAN............................................................................................................5

A. Defenisi Shalat Sunnah Rawatib........................................................................5

B. Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib....................................................................6

C. Macam- macam Shalat Sunna Rawatib..............................................................8

D. Hukum Shalat Sunnah Rawatib..........................................................................8

E. Waktu dan tempat yang afdal untuk pelaksanaan sholat sunnah rawatib.........10

BAB III........................................................................................................................14

PENUTUP...................................................................................................................14

A. Kesimpulan.......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita sebagai umat muslim diwajibkan mendirikan sholat, karena sholat itu
tiang agama. Sholat itu merupakan penopang yang akan menentukan berdiri atau
tidaknya agama dalam diri masing – masing ummat muslim.
Sholat itu sendiri terbagi menjadi dua macam, yang pertama sholat wajib
yakni sholat yang diwajibkan bagi setiap muslim untuk mendirikannya. Yang kedua
sholat sunnah yakni sholat yang hukumnya sunnah.sholat sunnah pun dibagi menjadi
dua macam yakni sholat sunnah mu’akat dan ghairu mu’akad. Mu’akad artinya
dianjurkan, jadi sholat sunnah itu ada yang dianjurkan untuk ummat muslim
melaksanakannya, ada juga sholat sunnah yang tidak dianjurkan melaksanakannya,
tapi sebagaimana hukumnya sunnah bila dikerjakan berpahala ditinggalkan tidak apa-
apa. Walau demikian kita sebagai ummat muslim tentu ingin meningkat amalan
ibadah dan ketakwaan kita.1

Sebagaimana yang kita ketahui sebagai umat muslim shalat ialah tiang agama
yang merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim. Shalat yang wajib yaitu shalat
fardhu yang terdiri dari shalat isya’, subuh, dzuhur, ashar, dan magrib. Untuk
mengiringi shalat wajib tersebut ada shalat sunnah rawatib yang dilaksanakan
sesudah dan sebelum shalat wajib. Shalat sunnah rawatib dilakukan untuk menambah
atau menyempurnakan shalat wajib yang mungkin terdapat kekurangan-kekurangan.

Shalat sunnah rawatib terdapat dua jenis yaitu shalat sunnah yang dilakukan
sebelum shalat wajib dinamakan qobliyah, sedangkan sholat sunnah yang dilakukan
setelah shalat wajib yaitu ba’diyah. Shalat sunnah rawatib dibagi menjadi dua macam
yaitu shalat sunnah rawatib muakad dan ghairu muakad. Shalat sunnah rawatib
muakad merupakan shalat sunnah rawatib yang diutamakan atau dipentingkan karena
Rasullullah senantiasa selalu melakukannya, sedangkan shalat sunnah rawatib ghairu
muakad adalah shalat sunnah rawatib yang tidak terlalu dipentingkan namun baik bila
dilakukan.

1
Bambang Riyanto.1984. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Yayasan
Badan Penerbit Gajah Mada.
Terdapat kemanfaatan dan keuntungan yang berlimpah apabila dapat
melaksanakan shalat sunnah rawatib secara kontinyu atau berkelanjutan. Allah
senantiasa mengasihi hamba-hamba yang taat.2

Sholat sunnah terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis sholat sunnah yang
biasa di kerjakan sendirian : sholat rawatib, sholat dhuha, sholat tahajjud, sholat
istiharah, sholat tasbih, sholat hajat, sholat taubat, sholat wudhu, sholata tahiyyatul
masjid, sholat muthlak, dan sholat safar. Sedangkan sholat sunnah yang dilakukan
secara berjamaa: sholat tarawih, sholat witir, sholat hari raya, sholat istisqa, dan
sholat gerhana.3

Sholat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengiri sholat wajib. Ada
yang dinamakan sholat sunnah qobliyah (sebelum ) dan ba’diyah (sesudah ).

Sholat sunnah rawatib disariatkan untuk menyempurnakan sholat fardu.


Karena sholat adalah amal ibadah penentu dari amal ibadah yang lain dihadapan
Allah swt nanti Rasulullah saw pernah bersabda:4

“AWWALU MAA YUHAASABU `ALAIHIL `ABDU YAUMAL


QIYAAMATI ASH SHALAATU FA IN SHALUHAT SHALUHA SAAIRU
`AMALIHI WA IN FASADA SAA-IRU `AMALIHII”

Artinya :

“Awal mula amalan yang yang dihisap atas seorang hampa pada hari kiamat
nanti adalah sholat, maka apabila sholat itu baiklah seluruh amalannya, dan apabila
Sholat itu jelek, maka jelek pulalah seluruh amalannya.” (Hadits riwayat Imam
Thobronie)

2
Bambang Riyanto.1984. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Yayasan
Badan Penerbit Gajah Mada.
3
Cohen, Morris R, dan Ernest Nagel. 1939. An Introduction to Logic and Scientific Method. New York:
Harcourt, Brace & Co
4
Tim Bina Karya Guru, Bina Fikih untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas III, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 2.
Keutamaan sholat sunnah secara singkat adalah untuk menyempurnakan
kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi pada sholat fardu, disamping itu juga
untuk menambah tabungan amal nanti di akhirat serta menambah kebaikan bagi diri
si pelakunya. Karena dengan senantiasa mengerjakan ibadah-ibadah yang sunnah
maka dengan sendirinya ibadah yang fardu pun akan terlaksana dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Berdsarkan uraian tersebut diatas maka penulis mengangkat beberapa
persoalan sebagai berikut :

1. Apa pengertian sholat sunnah rawatib?

2. Apa saja keutamaan sholat sunnah rawatib?

3. Apa macam-macam sholat sunnah rawatib?

4. Apa hukum sholat sunnah rawatib?

5. Kapan sajakah waktu dan tempat yang afdal untuk pelaksanaan sholat sunnah
rawatib?

6. Bagaimanakah pelaksanaan sholat sunnah rawatib pada umumnya?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Shalat Sunnah Rawatib


Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib. Ada
yang dinamakan shalat sunnah qobliyah (sebelum) dan shalat sunnah ba'diyah
(sesudah).

Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah


disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib
diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal itu
dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib.5

Shalat sunah rawatib adalah shalat yang mengiringi solat wajib lima waktu
dalam sehari yang bisa dikerjakan pada saat sebelum sholat dan setelah solat. Fungsi
salat sunat rawatib adalah menambah serta menyempurnakan kekurangan dari shalat
wajib. Rawatib berasal daripada perkataan ‘raatib‘ yang bermaksud berterusan. Shalat
Sunat Rawatib dilakukan beriringan secara berterusan sebelum dan sesudah shalat
fardlu lima waktu yaitu ada dua puluh dua rakaat, terdiri dari sepuluh rakaat muakkad
(kuat/penting) dan dua belas rakaat ghairu muakkad (kurang penting).

Shalat Rawatib adalah shalat sunnat yang dilakukan sebelum atau sesudah
shalat lima waktu. Shalat yang dilakukan sebelumnya disebut shalat qabliyah,
sedangkan yang dilakukan sesudahnya disebut shalat ba’diyah.6

Sholat sunnat rawatib ini terbagi kepada dua bagian, yaitu sunnat muakkad
dan sunnat ghairu muakkad. Shalat sunnat rawatib muakkad amat besar kemuliaannya

5
Ali Imran, Fiqih, (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2011), 39
6
Ahmad Thib Raya Dana Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam Islam, (Bogor:
Pernada Media, 2003), 174.
dan dijanjikan ganjaran yang besar apabila menunaikannya. Shalat sunat rawatib
ghairu muakkad kurang sedikit kemuliaannya berbanding dengan shalat sunat
muakkad.

Tujuan diperintahkannya salat sunah rawatib adalah menambah atau


menyempurnakan kekurangan yang mungkin terdapat pada salat-salat fardu. Apabila
kita akan melakukan salat sunah rawatib, disunahkan melaksanakannya dengan
berpindah tempat dari tempat melakukan salat fardu.7

B. Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib


Dari Ummu Habibah r.a Istri Rasulullah Saw dia berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َم ا ِم ْن َع ْبٍد ُم ْس ِلٍم ُيَص ِّلى ِهَّلِل ُك َّل َيْو ٍم ِثْنَتْى َع ْش َر َة َر ْك َع ًة َتَطُّو ًعا َغْيَر َفِريَضٍة ِإَّال َبَنى ُهَّللا َلُه َبْيًتا ِفى اْلَج َّنِة َأْو ِإَّال ُبِنَى َلُه‬
‫ َقاَلْت ُأُّم َح ِبيَبَة َفَم ا َبِر ْح ُت ُأَص ِّليِهَّن َبْعُد‬.‫َبْيٌت ِفى اْلَج َّنِة‬

“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena
Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan
baginya sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu
‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan
shalat-shalat tersebut.” HSR Muslim no. 728).

Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang yang
menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dengan melaksanakannya secara kontinyu,
sebagaimana yang dipahami dan dikerjakan oleh Ummu Habibah r.a, perawi hadits di
atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama [Lihat misalnya kitab Faidhul
Qadiir (6/166)].8

Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada waktunya
karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia boleh

7
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 61.
8
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 65
mengqadha (menggantinya) di waktu lain. Ini ditunjukkan dalam banyak hadits
shahih. [Lihat kitab Bughyatul Mutathawwi’ (hal. 29, 33-34)]

Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk selalu mengikhlaskan amal ibadah
kepada Alah Ta’ala semata-mata.

Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang dikerjakan secara
kontinyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang
paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun
sedikit.” HSR al-Bukhari no. 6099 dan Muslim no. 783)

Semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan mengamalkan


petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah yang menjadikan
mereka lebih utama dalam agama dibandingkan generasi yang datang setelah mereka.
Yang lebih utama dari shalat rawatib adalah shalat sunnah fajar (shalat sunnah
qobliyah shubuh). ‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,9

“Dua rakaat sunnah fajar (subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR.
Muslim no. 725)

Juga dalam hadits ‘Aisyah yang lainnya, beliau berkata,

‫َلْم َيُك ْن الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َع َلى َش ْي ٍء ِم ْن الَّنَو اِف ِل َأَش َّد ِم ْن ُه َتَع اُه ًدا َع َلى َر ْك َع َتْي اْلَفْج ِر أخرج…ه‬
‫الشيخان‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah
yang kontinuitasnya (kesinambungannya) melebihi dua rakaat (shalat rawatib)
Shubuh.” (HR. Bukhari no. 1169 dan Muslim no. 724)

Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di
antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
9
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 69.
pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam
keadaan safar.

Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan


rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan
empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”. (HR. Ahmad 6/325,
Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no.
1160)

C. Macam- macam Shalat Sunna Rawatib


1. Sunnah Muakkad
 2 rakaat sebelum subuh
 2 rakaat sebelum dzuhur
 2 rakaat sesudah dzuhur
 2 rakaat sesudah maghrib
 2 rakaat sesudah isya
2. Sunnah Ghoiru Muakkad
 2 atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar
 2 rakaat sebelum shalat Maghrib
 2 rakaat sebelum shalat Isya10

D. Hukum Shalat Sunnah Rawatib


Tidak semua shalat fardhu lima waktu boleh diikuti dengan shalat sunnah
rawatib (ba’diyah). Shalat Shubuh dan shalat Ashar merupakan shalat fardhu yang
tidak boleh diikuti dengan shalat sunnah rawatib ba’diyah, sesuai dengan hadits
berikut ini.

Dari Abi Said Al-Khudri ra. Berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda, “Tidak ada sholat setelah sholat shubuh hingga matahari terbit. Dan tidak

10
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 20
ada sholat sesudah sholat Ashar hingga matahari terbenam.” (HR. Bukhari dan
Muslim).11

Dengan demikian jelas, bahwa hukum shalat sunnah rawatib ba’diyah pada
shalat Shubuh dan shalat Ashar adalah Haram.

 Hukum Meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib Bila Sudah Dikumandangkan


Iqamah

Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila sudah dikumandangkan iqamah, maka tidak ada lagi shalat selain shalat
wajib.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 710)

Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Sarjis R.A. bahwa ada laki_laki datang ke
masjid Rasulullah saw pada saat shalat shubuh, lalu shalat 2 rakaat di samping
masjid, kemudian bersama Rasulullah saw ia masuk ke dalam masjid untuk shalat
berjama’ah. Selesai salam, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Fulan, dengan shalat
yang mana engkau menganggap (yang wajib), dengan shalatmu sendirian tadi, atau
dengan shalatmu bersama kami?” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim di dalam
kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 712)

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa seseorang muslim bila mendengar


iqamah, maka tidak lagi diperbolehkan untuk melakukan shalat sunnah, baik itu
shalat sunnah rawatib, seperti shalat sunnah shubuh, zhuhur, ashar atau yang lainnya,
di dalam atau di luar masjid, baik ia dalam keadaan khawatir ketinggalan rakaat
pertama atau tidak khawatir.12

11
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 71
12
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 75
Karena kalau ia sibuk menjalankan ibadah sunnah, maka ia akan ketinggalan
takbiratul ihram bersama imam dan sebagian hal yang dapat menjadi pelengkap yang
wajib. Ada juga hikmah lain, yaitu larangan untuk menyelisihi para imam.”

Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat sunnah itu tidak perlu
dihentikan bila sudah dikumandangkan iqamah, namun diteruskan saja dengan
ringkas, yang berdasarkan keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat
Muhammad ayat 33 sebagai berikut :

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah
kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu." (QS. Muhammad (47): 33)

sehingga yang khusus dapat menjadi penentu arti bagi yang umum, dan tidak akan
bertentangan dengannya, sebagaimana yang dapat dimaklumi dari ilmu ushul fiqih
dan ilmu mushtalahul hadits. Akan tetapi apabila dikumandangkan iqamah, sementara
ia sudah ruku’ di rakaat kedua, atau bahkan sudah sujud, atau sudah sampai pada
tahiyat akhir, sesungguhnya tidak ada salahnya bila ia meneruskannya, kecuali
apabila shalat wajibnya sudah hampir habis, dan hanya tersisa kurang dari 1 rakaat
saja. Dengan demikian, meneruskan shalat ketika shalat wajib tinggal kurang dari 1
rakaat, berarti bertentangan dengan hadits-hadits tersebut.”13

E. Waktu dan tempat yang afdal untuk pelaksanaan sholat sunnah rawatib
1. Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya
dimulai dari masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu dikerjakan, dan
sholat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya sholat fardhu hingga
berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)

2. Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib

13
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 80
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan
jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)

As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah


seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya….
meskipun di Mekkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah
dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat nabi
shallallahu a’alihi wasallam bersabda sementara beliau berada di Madinah…..
Ironisnya manusia sekarang lebih mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di
masjidil haram, dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin
3/295)

3. Pelaksanaan Sholat Sunnah Rawatib pada Umumnya

Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya rasulullah shallallahu


‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (‫قل يا‬
‫ )أيها الكافرون‬dan surat Al Ikhlas (‫)قل هو هللا أحد‬.” (HR. Muslim no. 726)

Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan


kepadanya: “Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat
sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (‫( )قولوا آمنا باهلل وما أنزل إلينا‬QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (‫( )آمنا باهلل واشهد بأنا مسلمون‬QS. Ali
Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)

Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib

Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surat pada sholat
sunnah sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (‫ )قل يا أيها الكافرون‬dan surat Al Ikhlas (‫قل هو‬
‫)هللا أحد‬. (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih,
Ibnu Majah no. 1166

Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib

Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam


bersabda: “Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat,
tidak ada tebusan kecuali hal itu”. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi
sholat fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu
Taimiyah 23/90)

Mengqodho’ Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang:

Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengqodho’


sholat ba’diyah dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus,
karena apabila beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum
mengqodho’ diwaktu-waktu terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun
dilakukan terus-menerus pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul
Ma’ad 1/308)

Waktu Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh:

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum sholat
subuh, maka sholatlah setelah matahari terbit”. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan
oleh Al-albani)

Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat
ditegakkan dan sholat subuh dikerjakan hingga selesai, kemudian nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang
mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh
dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan
sholat sebelum subuh, rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”. (HR. At-
Tirmidzi). Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR. At-tirmidzi no. 422,
Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)

As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang


masuk masjid mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka sholatlah bersama
mereka. Baginya dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum subuh setelah selesai
sholat subuh, tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik
setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)

Pengurutan Ketika Mengqodho’:14

As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam sholat itu


terdapat rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat rawatib qobliyahnya terlewatkan,
maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah, contoh:
Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati
imam sedang mengerjakan sholat dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah selesai,
yang pertamakali dikerjakan adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian
empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)

Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan


mengqodho’ sholat rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat sunnah yang
sangat dianjurkan (muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan sangat
banyak, maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib
(fardhu), karena mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang

14
Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015
utama, sebagaimana “Ketika rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang
tertinggal pada perang Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan
tidak ada riwayat bahwasannya rasulullah mengerjakan sholat rawatib diantara sholat-
sholat fardhu tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat yang terlewatkan, maka
yang utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya
bersama sholat rawatib”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 238)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat sunnah rawatib merupakan shalat sunnah yang dilakukan sebelum dan
sesudah shalat fadhu. Terdapat dua jenis shalat sunnah rawatib yaitu sebelum shalat
fardhu disebut dengan qobliyah dan setelah shalat fardhu dinamakan ba’diyah.
Terdapat dua macam pula jenis shalat sunnah rawatib yaitu muakad dan ghairu
muakad, yang dimaksud muakad sendiri adalah shalat sunnah rawatib yang sangat
dianjurkan dan dipentingkan untuk melaksanakannya karena Rasullullah saw sering
melakukannya, yang dimaksud ghairu muakad adalah shalat sunnah rawatib yang
tidak terlalu dipentingkan untuk melakukannya karena Rasullullah saw jarang
melakukannya.

Shalat sunnah rawatib memiliki tujuan untuk menyempurnakan shalt fardhu


yang mungkin memiliki kekurangan, shalat sunnah rawatib apabila sering dilakukan
secara kontinyu atau berkelanjutan akan menjadikan kita semakin dekat dengan Allah
swt dan diberikan kelancaran dalam segala hal.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Riyanto.1984. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Kedua.
Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada.
Cohen, Morris R, dan Ernest Nagel. 1939. An Introduction to Logic and Scientific
Method. New York: Harcourt, Brace & Co

Roestiyah. 1986. Masalah Pengajaran sebagai Suatu Sistem.Jakarta: PT. Bina


Aksara

Shalih Ibnu Muhammad Abu Bin Hasbullah, 2011. Buku Saku Panduan Praktis
Shalat Sunnah Rawatib. Bogor: Pustaka Ibnu Umar

Cohen, Morris R, dan Ernest Nagel. 1939. An Introduction to Logic and Scientific
Method. New York: Harcourt, Brace & Co

Tim Bina Karya Guru, Bina Fikih untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas III, (Jakarta:
Erlangga, 2009), h. 2.

Ali Imran, Fiqih, (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2011), 39

Ahmad Thib Raya Dana Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam

Abdul Hamid Dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2015), 61.

Anda mungkin juga menyukai