Anda di halaman 1dari 27

Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi

1. The Leadership Pipeline


Oleh: Ram Charan, Steve Drotter, dan Jim Noel
2. Execution: The Discipline of Getting Things Done
Oleh: Larry Bossidy dan Ram Charan

Ariesta Okke Sukmi (1506699314)


Muhammad Daniel Kurniawan (1506699951)
Rholly Satria Nugroho (1506773356)
Tri Mukhlison Anugrah (1506700221)
Yovita Pricilla (1506700322)

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
THE LEADERSHIP PIPELINE
Oleh: Ram Charan, Steve Drotter dan Jim Noel
CHAPTER 1
An Overview
Setiap perusahaan membutuhkan sosok leader di setiap levelnya. Mulai dari level
paling bawah hingga level paling atas. Namun organisasi dihadapkan dengan dilema antara
merekrut leader dari eksternal organisasi dengan mengembangkan potensi karyawan internal
dari perusahaan. Pertanyaan yang dapat muncul dari pernyataan ini adalah “Apakah karyawan
frontliner nantinya bisa menjadi kader manajer perusahaan di masa yang akan datang?”.
Perusahaan tentunya dapat merealisasikan hal ini jika perusahaan mampu mengembangkan
potensi yang ada pada karyawan itu sendiri. Pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan
dapat berupa skill, experiences dan complex assignment.
Berikut Pipeline Model yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk
mengembangkan potensi dari karyawannya:

 Passage One – from managing self to managing others


 Passage Two – from managing others to managing managers
 Passage Three – from managing managers to functional manager
 Passage Four – from functional manager to business manager
 Passage Five – from business manager to group manager
 Passage Six – from group manager to enterprise manager (CEO)
Pada model Pipeline ini terdapat beberapa passage yang menunjukkan tingkat level
dan keberagaman kepemimpinan yang berbeda. Dan pada setiap passage membutuhkan skill,
value dan time application yang berbeda-beda.

Skill Competence
Value Character
Time Application Commitment

CHAPTER 2
Passage One: From Managing Self to Managing Others
Managing Self
Skill:
a. Individual Mastery
b. Technical

Value:
a. Individual Contributor
b. High Quality Technical Work
c. Individual Success

Time Application
a. Day to day business
b. Meeting due date

Karyawan baru pada perusahaan biasanya menghabiskan tahun-tahun awalnya di


perusahaan sebagai individual contributor, dimana skill yang dimilikinya adalah technical
skill. Kontribusi yang diberikan kepada perusahaan sebatas mengerjakan assignment yang
telah ditugaskan kepadanya dengan jangka waktu yang ditetapkan. Namun skill individual ini
masih dapat dikembangkan dan diasah sehingga karyawan ini dapat memberikan kontribusi
yang lebih bagi perusahaan. Selain itu, jika dia dapat menghasilkan hasil yang baik dan
mampu menunjukkan kemampuan untuk bekerja sama yang baik dalam perusahaan, maka
karyawan ini berhak untuk dipromosikan dan akan diberikan tanggung jawab yang lebih.
Managing Others
Skill :
a. Planning
b. Delegation
c. Controlling
d. Coaching

Value:
a. Getting thing through others
b. Managerial work & discipline
c. Success unit

Time Application
a. Annual Plan
b. Sharing time to subordinate

Jika karyawan tersebut telah dipromosikan, maka dia telah masuk kepada passage one
dimana perannya sudah bukan sebagai individual contributor, melainkan sebagai manajer.
Masa transisi ini bukanlah hal yang mudah bagi manajer baru tersebut. Sebagai manager baru,
dibutuhkan skill planning, delegating, controlling, dan coaching. Achievement yang
dilakukannya sudah bukan individual success melainkan unit success. Manajer baru harus
mampu merancang rencana kerja dan assignment untuk para bawahannya. Setelah dirancang,
dia harus memiliki skill untuk mendelegasikan tugas yang telah dia rancang kepada
bawahannya. Dalam hal ini dibutuh kemampuan penyampaian yang baik agar bawahan dapat
menerima tugas dengan baik juga.
Selanjutkan manajer harus memiliki skill controlling untuk memastikan para bawahan
melakukan pekerjaan dengan baik dan tepat sasaran. Dalam hal ini manajer harus memahami
standar perusahaan agar kualitas pekerjaan dapat sesuai dengan yang diharapkan perusahaan.
Di samping itu manajer harus memiliki skill coaching untuk melatih dan mengembangkan
potensi karyawan agar dapat memberikan kontribusi yang lebih bagi perusahaan.

CHAPTER THREE
Passage Two: From Managing Others to Managing Managers
Manage Managers
Skill:
a. Delegating
b. Performance Management
c. Resource Reallocation to Unit
d. Build Strong Team

Value:
a. Support others and sensitive to power
b. Know how to deliver negative feedback

Time Application:
a. Short Term
b. Unit Contribution

Tahap ini sangat berbeda dari tahap sebelumnya dimana pada tahap passage one, para
manager masih mengedepankan individual task dalam pekerjaannya. Namun pada tahap
passage two ini, terjadi transisi kedua yang mengharuskan manager melepaskan perannya
sebagai individual contributor dan hanya bekerja mengelola bawahannya. Pada transisi ini
manager dari manager harus memilih orang yang tepat untuk mengisi posisi yang dia
tinggalkan sebelumnya. Tentunya manager ini harus bisa menilai potensi dan kompetensi
yang dimiliki oleh bawahannya untuk dijadikan manager bawahannya. Manager akan
menugaskan pekerjaan manajerial dan kepemimpinan kepada orang yang menurutnya tepat
dan memantau setiap progress yang dilakukan oleh manager bawahannya. Di samping itu
pemberian coaching juga menjadi sarana untuk mengarahkan kemampuan bawahannya untuk
menjadi manager.
Kesalahan yang umumnya terjadi pada para manager adalah mereka cenderung sering
melakukan skip pada passage one. Mereka cenderung memilih orang yang kurang tepat dalam
mengisi posisi yang ditinggalkannya. Kesalahannya adalah mereka lebih memilih orang yang
mengedepankan technical work dibandingkan dengan managerial work. Kedua tipe ini
memiliki value yang berbeda, namun value yang cocok adalah value yang dianut oleh orang
yang mengedepankan managerial work. Di sinilah para manager ditantang untuk dapat
menilai, memilih dan mengarahkan bawahannya untuk menjadi manager.

CHAPTER 4
Passage Three: From Managing Manager to Functional Manager
Functional Manager
Skill:
a. All previous skill
b. Communicate with multi-layered group

Value:
a. Think multiple perspective
b. Delegate and trust others

Time Application:
a. Long term plan
b. Functional strategy

Terdapat perbedaan yang signifikan antara managing manager dengan manager


fungsional. Sebagai manager fungsional, untuk berkomunikasi dengan para individual
contributor harus lah melalui dua level manajemen, yaitu dengan para manager dari para
manager dan juga manager dibawahnya. Hal ini mengharuskan seorang manager fungsional
untuk mampu mengembangkan skill komunikasinya karena sudah bekerja dengan multi
group. Selain itu tantangan yang dihadapi oleh para manager fungsional adalah menghadapai
area tugas yang berada di luar pengalamannya. Disini manajer fungsional dituntuk untuk
mempelajari area baru dan asing dari pekerjaan sebelumnya dan dari situasi ini akan terbentuk
skill dalam memahami area baru tersebut. Di samping itu manager fungsional harus menjadi
team player, dimana dia akan bekerja sama dengan manager fungsional lainnya dan bersaing
untuk mendapatkan sumber daya yang diperlukan untuk kebutuhan bisnis. Kematangan dalam
manajerial sangatlah dibutuhkan pada posisi ini.
Dalam aplikasi waktu, seorang manager fungsional harus berpartisipasi dalam rapat
bisnis perusahaan serta melaporkan dan mempertanggungjawabkan laporan yang telah dibuat
oleh bawahannya. Laporan tersebut memuat segala tugas yang telah dihimpun dari berbagai
bidang fungsional. Terdapat beberapa kegagalan yang umumnya dilakukan oleh manager
fungsional:
a. Gagal untuk melakukan transisi dari pekerjaan yang technical menjadi strategic.
b. Ketidakmampuan untuk mengelola value dari pekerjaan
c. Kurang dewasa dalam memimpin orang lain

CHAPTER 5
Passage Four: From Functional Manager to Business Manager
Business Manager
Skill:
a. Managing complexity
b. Communicate with multi discipline group

Value:
a. Value all function
b. Think multiple perspective differently
c. Delegate and trust others

Time Application:
a. Long term plan
b. Business strategy

Pada tahap ini sebagai seorang manager bisnis, dia dapat melihat hasil dari usahanya
beserta tim pada hasil nilai perusahaan di pasar. Dengan ini manager bisnis akan merasa
tertantang untuk terus meningkatkan performa perusahaan agar menjadi leader di pasar. Hal
ini membuat manager bisnis mengalami perubahan yang besar dalam skill, work value, dan
time application. Para manager bisnis dituntut untuk berpikir lebih strategic dan sangat
menguasai berbagai bidang fungsional dalam perusahaan serta mampu untuk
mengintegrasikan bidang-bidang fungsional tersebut.
Pada level manager bisnis, selain menghadapi tanggung jawab yang baru dan kurang
familiar, dia akan dihadapkan pada kondisi untuk bekerja dengan tipe-tipe orang yang lebih
luas. Keterampilan untuk mengelola berbagai macam orang sangat dibutuhkan pada kondisi
ini. Selain itu, manager bisnis juga harus mampu menganalisis tujuan jangka panjang dari
perusahaan serta kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai tujuang tersebut.

CHAPTER 6
From Business Manager to Group Manager
 Asumsinya bahwa jika seseorang mampu menjalankan suatu bisnis dengan lancar,
maka seseorang tersebut seharusnya juga mampu melakukan hal yang sama pada dua
atau lebih bisnis secara bersamaan.
 Pada setiap level kepemimpinan akan berbeda pula proses menghargai kesuksesan
bisnis yang dijalankan.
 Seorang Business Manager harus mampu, bagaimana ia menghargai keberhasilan
bisnis yang dilakukan olehnya sendiri.
 Sedangkan Seorang Group Manager harus mampu, bagaimana ia menghargai
keberhasilan bisnis yang dilakukan oleh orang lain atau bawahannya sendiri.
 Seorang Group Manager harus mampu berkoordinasi dan berkomunikasi yang baik
dengan para bawahnnya (Business Manager). Dan sekaligus menghargai kinerja yang
mereka lakukan terhadap kelangsungan bisnis yang dijalankan.
 Pada posisi Group Manager seseorang harus mampu berpikir secara holistic dalam
menyelesaikan suatu permasalahan sekaligus melibatkan perspective-nya terhadap isu-
isu permasalahan yang dihadapi dalam bisnisnya dengan mempertimbangkan segala
aspek kemungkinan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut.
 Pada perusahaan yang kecil biasanya tidak terdapat posisi Group Manager. Dan
biasanya posisi Group Manager tersebut dirangkap oleh seorang CEO pada
perusahaan yang lebih besar.

CHAPTER 7
From Group Manager to Enterprise Manager
 Seorang Enterprise Manager lebih berfokus kepada value dibandingkan dengan skill.
 Dimana peranan value dalam hal ini lebih berupa bagaimana seorang leader harus
mempunyai pemikiran visioner untuk jangka panjangnya sekaligus mengembangkan
mekanisme operasi untuk mengetahui kelancaran bisnisnya dan mengarahkan step by
step performansi bisnisnya agar selaras dengan strategi jangka panjangnya.
 Berikut tugas-tugas dari seorang Enterprise Manager dari sisi eksternal:
o Mampu mengembangkan external sensitivity.
o Mampu mengelola eksternal konstituensinya.
o Mampu menyikapi perubahan eksternal yang terjadi secara signifikan.
o Mampu menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi secara proaktif.
 Di antara keempat tugas tersebut seorang Enterprise Manager (CEO) harus mampu
memprioritaskan dan berfokus pada salah satu tugasnya. Apabila permasalah yang
terjadi sesuai dengan konteks tugas yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
terdapatnya sesuatu hal yang mendasar tetapi tidak disadari oleh para CEO pada
pergeseran tanggung jawabnya dari strategi perusahaan ke pola pemikirannya yang
visioner dan dari operasional perusahaan ke global perspective-nya.
 Berikut tugas-tugas dari seorang Enterprise Manager dari sisi internal:
o Mampu membentuk suatu team yang ambisius dalam bekerja dan high
achieving target.
o Mampu membangun personal relationship antar pegawainya sehingga mampu
menempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan kriteria pegawainya.
o Mampu menginspirasi para pegawainya yang bekerja melalui kemampuannya
dalam hal berkomunikasi. Sehingga dapat tercipta working environment yang
nyaman dan berdampak pada tingkat produktivitas para pegawainya.
 Untuk menjadi seorang Enterprise Manager. Seseorang harus mampu menjalankan
serangkaian pengalaman di berbagai macam bidang pada waktu yang cukup lama.
Tujuannya agar mereka mampu belajar dan berlatih pada skill tertentu. Sehingga pada
posisi Enterprise Manager lebih berfokus kepada value karena dianggap skill mereka
telah terlatih semua.

CHAPTER 8
Diagnostics – Identifying Pipeline Problems and Possibilities
 Model pipeline kepemimpinan dapat digunakan untuk mendiagnosis dan memecahkan
permasalahan yang terjadi pada suatu organisasi yang berhubungan dengan pipeline
kepemimpinan.
 Dengan model pipeline kepemimpinan tersebut sebuah organisasi mampu
mempermudah menyelesaikan permasalahan di setiap jenjang level kepemimpinan
secara tepat dan sekaligus menentukan standar keterampilan, aplikasi waktu, dan nilai-
nilai yang tepat di setiap level kepemimpinan.
 Tujuan menggunakan model pipeline kepemimpinan ini, agar mempermudah penilaian
untuk dijadikan acuan standar nilai suatu individu (key performance indicator). Dalam
menentukan apakah individu tersebut layak menjadi seorang pemimpin di masa kini
atau masa mendatang.
 Diagnosis model pipeline kepemimpinan ini dapat digunakan pada berbagai macam
bidang group:
o Pada bidang group bisnis dapat digunakan sebagai tools untuk menetukan
apakah mereka sudah bekerja pada level, tugas, dan tujuan yang tepat.
o Pada bidang group human resource dapat digunakan untuk menganalisa
apakah sekelompok pekerja tersebut sudah berada pada level yang tepat dan
sekaligus untuk menetukan pemimpin yang cukup kompeten di dalam group
tersebut.
o Pada bidang organisasi dapat digunakan untuk memeriksa seluruh pipeline
kepemimpinan. Dengan tujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di
setiap jenjang level kepemimpinan.
 Namun dari sekian banyak kegunaan dari fungsi diagnosis pada model pipeline
kepemimpinan ini. Hal yang paling mendasar dari fungsi diagnosis ini adalah untuk
menentukan calon pemimpin yang cukup kompeten dan berpengalaman dalam setiap level
kepemimpinannya. Tujuannya agar orang yang dipimpinnya tidak mengalami demotivated
sehingga organisasi tersebut dapat going concern.

CHAPTER 9
Performance Improvement: Clarifying Roles and Creating Performance Standards
 Fungsi pengklarifikasian peranan pada posisi pemimpin adalah untuk menetukan
target performansi standar pada setiap level kepemimpinannya agar mempermudah
para pekerjanya dalam meningkatkan performanya.
 Model pipeline kepemimpinan menyediakan cara yang efektif dan cepat dalam
menentukan klarifikasi peranan kepemimpinan:
o Dapat digunakan untuk mengidentifikasi level suatu pekerjaan tertentu untuk
ditempatkan.
o Dapat digunakan untuk berkomunikasi kepada atasan untuk mengetahui target
performansi standar pada setiap level, aplikasi waktunya, dan tuntutan nilai-
nilai pekerjaanya.
o Dapat digunakan para atasan dan bawahan untuk mengetahui apabila terjadi
kesenjangan jabatan dan overlap pada posisi yang saling berdekatan. Sehingga
memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan korektif yang sesuai untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
 Suatu standar harus mencakup keseluruhan bagian performansi yang dibutuhkan:
o Operasional
o Pelanggan
o Manajemen dan kepemimpinan
 Hubungan internal dan eksternal
 Tanggung jawab social
 Kompetensi teknis individu
 Kategori dari standar performansi dari sisi kebutuhannya:
o Full-performance
o Not yet full performance
o Exceptional performance
o Inappropriate performance
 Tahapan untuk menjadi seorang leader dalam menyelesaikan permasalahan
kesenjangan jabatan:
1. Terjadi kesenjangan jabatan karena seorang leader tidak mampu menguasai
skill leadership-nya, aplikasi waktunya, dan tuntutan nilai-nilai pekerjaanya
(Not yet full performance).
2. Seorang leader akan berusaha memperbaiki kekurangannya dengan cara
berlatih mengatasi kekurangannya dan diberikan pengalaman sesuai bidang
yang di-handle (Full performance).
3. Ketika seorang leader sudah mampu menggatasi kekurangnnya. Maka
seorang leader tersebut akan bertambah lagi tanggung jawabnya dan sekaligus
mampu mengimplementasikan kapasitas berlebihnya (Exceptional
performance).
4. Pada titik tersebut, exceptional performance harus berpindah ke titik yang
lebih menantang atau ke next level of leadership.
5. Perpindahan titik tersebut akan menyebabkan terjadi kesenjangan jabatan
yang baru. Sehingga leader tersebut harus memulainya lagi dari langkah
awalnya tersebut.

CHAPTER 10
Succession Planning
 Fungsi dari perencanaan yang bertahap ini adalah untuk menentukan bahwa posisi-
posisi yang terdapat pada model pipeline kepemimpinan diisi oleh individu yang
berkompetensi dan berpengalaman pada bidangnya masing-masing baik untuk masa
sekarang maupun masa mendatang.
 Berikut 5 langkah perencanaan bertahap yang akan mampu memfasilitasi dengan baik:
o Menyesuaikan model yang sesuai dengan kebutuhan pada tahapan organisasi.
o Menyesuaikan standar-standar untuk performansi dan potensi para pekerja di
dalam perusahaan.
o Mendokumentasikan dan mengkomunikasikan standar-standar yang telah
dibuat ke seluruh bagian internal maupun eksternal perusahaan.
o Mengevaluasi para pekerjanya dengan menggunakan matriks potensial dan
performansi. Tujuannya untuk mengetahui apakah standar yang dibuat telah
layak.
o Melakukan review progress dan rencana dari standar performansi pada setiap
elemen pipeline kepemimpinan secara rutin dan menyeluruh.

CHAPTER 11
Identifying Potential Pipeline Failures
 Pipeline kepemimpinan dapat mengalami kegagalan, berikut penyebabnya:
o Pemilihan orang yang kurang tepat pada posisi pekerjaan yang ada.
o Tidak adanya insiatif untuk memperbaiki performansi para pekerjanya.
o Manager yang tidak peduli terhadap para bawahannya dan tidak terdapatnya
evaluasi terhadap manager.
o Job definition yang kurang jelas.

EXECUTION: THE DISCIPLINE OF GETTING THINGS DONE


Oleh: Larry Bossidy dan Ram Charan

PART I: WHY EXECUTION IS NEEDED

Beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan telah menciptakan gebrakan dalam ide-
ide bisnis seperti revolusi, penemuan baru, pemikiran baru, target yang berani, dan lainnya.
Ide-ide tersebut dapat menghasilkan dampak besar bagi dunia bisnis, namun akan menjadi
tidak berguna jika tidak dapat diimplementasikan dalam bentuk langkah-langkah nyata.
Eksekusi merupakan langkah yang hilang antara ide awal dan hasil akhir. Hal ini
merupakan contoh pekerjaan penting dari seorang pemimpin karena eksekusi memiliki
pengaruh terhadap strategi dan target perusahaan.
Pada era sebelumnya, bisnis berjalan dengan eksekusi yang kurang baik karena alasan
waktu. Tapi seiring dengan berjalannya waktu kesuksesan tidak lagi dinilai dengan target
waktu tertentu. Hal ini disebabkan karena saham perusahaan dapat mengalami kenaikan atau
penurunan yang besar bahkan sebelum perusahaan menyadari hal tersebut.
Pada era sekarang, langkah nyata atau eksekusi diuji beberapa kali dalam setahun.
Hal ini dilakukan agar para analis dapat melihat apakah perusahaan mengalami kemajuan
pada setiap stepnya. Jika tidak, penurunan yang mereka alami dapat menyebabkan kehilangan
nilai saham dalam jumlah sangat besar. Perbedaan yang terlihat dari sebuah perusahaan
dengan kompetitornya hanyalah kemampuan dalam melaksanakan eksekusi dari sebuah ide
besar.
Ketidakmampuan untuk melakukan langkah penting seperti eksekusi adalah
hambatan besar menuju sukses dan merupakan sumber kekecewaan yang biasanya disalahkan
kepada alasan lain. Selama ini eksekusi dianggap sebagai hal kecil yang jika terlaksana
dengan baik, orang-orang bahkan tidak menyadarinya.
Eksekusi pada dasarnya merupakan tingkah laku dan teknik yang berjalan bersamaan
yang perlu dikuasai oleh setiap perusahaan agar memiliki competitive advantage. Namun
perlu diingat, selain menguasai eksekusi, diperlukan pula kedisplinan dalam
implementasinya. Tidak hanya perusahaan besar namun perusahaan kecil pun harus sadar
bahwa eksekusi dan kedisiplinan dalam mengimplementasikannya adalah langkah utama
menuju sukses.

The Discipline of Execution


Pada tahun 2000, 40 CEOs dari 200 perusahaan yang tercatat dalam Fortune’s 500
kehilangan pekerjaannya. Disaat 20% dari pemimpin bisnis paling terkemuka di USA
kehilangan pekerjaannya, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi sesuatu yang salah.
Apakah masalahnya? Saat suatu perusahaan gagal untuk menepati janjinya,
penjelasan tersering dikarenakan strategi yang digunakan oleh CEO salah. Akan tetapi strategi
sendiri belum tentu selalu menjadi penyebab kegagalan tersebut. Terkadang strategi gagal
karena tidak dilaksanakan atau dieksekusi secara maksimal. Untuk mengerti eksekusi yang
tepat, terdapat tiga poin penting yang harus selalu diingat,
Point pertama adalah bahwa eksekusi adalah suatu disiplin dan hal tersebut menjadi
bagian dari strategi. Jangan salah mengartikan pelaksanaan adalah suatu taktik. Eksekusi
adalah proses sistematis yang membahas secara seksama mengenai bagaimana dan apa, dalam
memberikan pertanyaan, gigih dalam pelaksanaan, dan memastikan akuntabilitas.
Hal tersebut terdiri dari beberapa aktivitas termasuk:
 Memberikan asumsi terhadap lingkungan bisnis
 Menilai kapabilitas organisasi
 Menghubungkan strategi oprasional kepada para pekerja yang akan
mengimplementasikan strategi tersebut
 Menyinkronisasikan beberapa disipilin dari berbagai macam orang
 Menghubungkan penghargaan dan hasil yang didapat
Hal ini juga termasuk mekanisme untuk mengubah asumsi sebagai suatu perubahan
lingkungan untuk dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi tantangan
dari strategi ambisius.
Inti dari eksekusi terdapat dalam tiga proses yaitu, proses manusia, proses strategi,
dan proses operasi. Perusahaan atau bisnis dapat menggunakan proses ini sebagai suatu
kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Ketiga proses ini perlu dipahami
caranya dan penerapannya, tidak dapat diterapkan dengan cara dihafal dan terburu-buru.
Setiap pemimpin diharapkan mampu memahami dan menerapkan ketiga proses ini dalam
pekerjaannya sehari-hari.
Poin kedua adalah eksekusi merupakan pekerjaan penting bagi seorang
pemimpin. Sebuah organisasi atau perusahaan dapat melakukan eksekusi dengan baik apabila
pemimpinnya mengerahkan segala kemampuannya bagi perusahaan.
Memimpin lebih dari sekedar berpikir lebih dan menginspirasi orang lain dengan
target tertentu. Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaannya
sesuai target bersamaan dengan menjalankan tiga proses dalam eksekusi. Tiga proses ini dapat
dijalankan seperti memilih asisten pemimpin, menyusun arah strategi, dan melakukan proses
operasional. Ketiga proses ini tidak dapat didelegasikan kepada orang lain seberapa pun
ukuran perusahaan tersebut.
Poin selanjutnya adalah eksekusi harus menjadi elemen inti dalam budaya
perusahaan. Eksekusi tidak dapat diimplementasikan hanya seadanya saja, setiap karyawan
harus paham dan melakukan eksekusi secara disiplin sehingga lama kelamaan eksekusi akan
menjadi bagian dari kebiasaan mereka.
Pemimpin yang telah melaksanakan eksekusi akan terus berusaha mencari jarak yang
terjadi antara target dengan hasil akhir dan antara laba dengan pemilihan karyawan yang
melakukan promosi. Setelah mengetahui hambatan dan alasan terjadinya jarak tersebut,
pemimpin akan berusaha untuk mempersempit jarak tersebut serta menaikkan target
perusahaan.
Eksekusi tidak dapat berjalan jika hanya beberapa orang saja yang
mengimplementasikan. Eksekusi harus menjadi budaya dalam organisasi perusahaan dimana
setiap individu ikut mempraktikannya. Jika hal ini terwujud, itu merupakan kesuksesan bagi
seorang pemimpin dalam menjalankan pekerjaannya.

PART II: THE BUILDING BLOCKS OF EXECUTION

Building Block #1 : The Leader’s Seven Essential Behaviors


Sebelumnya kita sudah membahas mengenai tiga proses inti dari eksekusi : (1) proses
manusia, (2) proses strategi, dan (3) proses operasi. Sebelum kita membahas lebih lanjut
mengenai ketiga proses tersebut, kita perlu membahas tiga hambatan dalam melaksanakan
ketiga proses tersebut. Tiga hambatan tersebut adalah (1) Kepemimpinan, (2) Membangun
kerangka untuk perubahan budaya, dan (3) Memilih orang yang tepat untuk pekerjaan yang
tepat.
Kepemimpinan. Seorang pemimpin yang efektif dan mengimplementasikan eksekusi
dengan baik biasanya memiliki tujuh sifat yang sama. Sifat-sifat tersebut adalah :
1. Know your people and your business.
Seorang pemimpin harus mengenal karyawan dan bisnisnya seperti dirinya sendiri.
Pada perusahaan yang tidak menjalankan eksekusi, pemimpinnya tidak terlibat
langsung dalam kegiatan per harinya. Mereka mendapatkan laporan harian namun
laporan tersebut tentu sudah dipilih atau difilter oleh karyawannya. Hal ini
menyebabkan pemimpin tersebut tidak mengenal perusahaan serta karyawannya
secara mendalam.
Menjadi seorang pemimpin yang terlibat secara langsung pada setiap harinya, dapat
menimbulkan hubungan personal dengan para karyawan. Hubungan personal ini jelas
dapat membantu membentuk intuisi dalam membimbing para karyawan dan
membawa perusahaan kearah yang lebih baik.
2. Insist on realism.
Realisme adalah kunci utama pada eksekusi, sayangnya banyak perusahaan dimana
karyawannya menghindarinya. Realism atau kenyataan dapat membuat keadaan
kurang nyaman karena tidak sesuai dengan harapan. Bagaimana cara agar setiap
individu dapat mengedepankan kenyataan? Cukup dengan menjadi individu yang
menerima kenyataan. Dengan demikian, realism dapat menjadi budaya dalam sebuah
perusahaan.
3. Set clear goals and priorities.
Pemimpin yang menjalankan eksekusi fokus pada satu atau dua prioritas yang sangat
jelas. Mengapa hanya sedikit prioritas yang difokuskan?
 Dengan jumlah prioritas yang tidak banyak, karyawan dapat fokus dengan
lebih baik sehingga menghasilkan hasil yang lebih baik pula.
 Karyawan membutuhkan beberapa prioritas dengan arahan yang jelas untuk
dapat menjalankan eksekusi dengan baik
Perlu diingat pula, seorang pemimpin yang menjalankan eksekusi berbicara dengan
singkat, jelas, dan padat. Mereka mengerti bagaimana cara untuk menyederhanakan
sesuatu sehingga orang lain dapat mengerti, mengevaluasi, dan bertindak berdasarkan
hal tersebut.
4. Follow through.
Tiga cara sederhana untuk menjalankan proses follow through dengan baik :
 Jangan berharap bahwa karyawan atau rekan kerja Anda akan menerima ide
kalian begitu saja. Melainkan cari tau alasan mereka mengapa menolaknya
dan berusaha mengerti sudut pAndang mereka.
 Menciptakan sebuah mekanisme dimana setiap orang mengerti apa yang
harus mereka lakukan. Apat yang dilakukan sebulan sekali sudah cukup
apabila rapat tersebut dihadiri oleh CEOs dan para petinggi sehingga tujuan
yang ingin dicapai jelas terpapar.
 Sebagai seorang CEO atau pemimpin, Anda perlu memastikan bahwa setiap
karyawan perlu memiliki inisiatif terhadap masalah tertentu dan tetap
mengacu pada mekanisme follow through.
5. Reward the doers.
Beri penghargaan pada karyawan yang telah berhasil mencapai performa tertentu.
Banyak perusahaan memAndang penghargaan sebagai hal yang tidak dibutuhkan,
sehingga karyawan kurang termotivasi untuk mencapai target. Penghargaan dapat
diberikan berupa pujian, bonus, atau bahkan kepemilikan saham.
Penghargaan dan penghormatan terhadap karyawan dengan performa yang baik
merupakan bagian dari proses eksekusi. Untuk memulai menjadikan eksekusi menjadi
suatu budaya di perusahaan, Anda dapat memulai dari hal kecil seperti ini.
6. Expand people’s capabilities through coaching.
Sebagai seorang pemimpin, Anda pasti memiliki banyak ilmu dan pengalaman yang
mumpuni. Salah satu tugas Anda adalah meneruskan ilmu dan cerita pengalaman
tersebut kepada karyawan Anda. Dengan ini, Anda akan dapat merasakan hasil secara
langsung dan mendapatkan penghargaan dikemudian hari pada saat karyawan Anda
ikut berhasil.
Cara paling efektif untuk membimbing karyawan Anda adalah dengan mengamati
cara mereka bekerja dan memberi kritik serta saran berdasarkan hal tersebut. Saran
Anda sebaiknya berupa contoh nyata yang dapat diaplikasikan dan apa saja hal-hal
yang perlu diubah oleh karyawan Anda dalam menjalankan pekerjaannya.
7. Know yourself.
Mengenal diri Anda sendiri merupakan hal penting pada proses eksekusi. Dengan
mengenal baik diri Anda sendiri, Anda dapat mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan Anda dengan tepat, etelah itu Anda dapat mengembangkan kelebihan
Anda dan mengoreksi kekurangan Anda.
Anda perlu memberi penilaian yang jujur terhadap diri Anda sendiri, sehingga apa
yang akan Anda sampaikan pada karyawan ataupun rekan kerja dapat sampai dengan
baik.
Seorang pemimpin dapat menerima kritik dan saran akan dirinya sendiri dan
berusaha mengolah kritik tersebut untuk membuat dirinya menjadi lebih baik. Pemimpin
terbaik tidak berasal dari karyawan paling brilian atau karyawan yang paling mengerti tentang
bisnis tersebut, melainkan seorang individu yang memiliki kepercayaan diri sebagai seorang
pemimpin sehingga dapat tercermin dari performa yang baik.

Building Block #2 : Creating the Framework for Cultural Change


Ketika bisnis tidak berjalan dengan baik, para pemimpinnya sering berpikir tentang
bagaimana mengubah budaya perusahaan. Hal ini bisa benar bahwa perangkat lunak sebuah
organisasi, yaitu nilai-nilai yang ada dan perilaku SDM setidaknya sama pentingnya dengan
hal-hal yang sulit, seperti struktur organisasi dan membuat perubahan strategi. Hardware
sebuah komputer menjadi tidak berguna tanpa perangkat lunak yang tepat. Demikian pula,
dalam suatu organisasi perangkat keras (strategi dan struktur organisasi) tidak berguna tanpa
software (keyakinan dan perilaku).
Kebanyakan upaya untuk melakukan perubahan culture menemui kegagalan karena
tidak dikaitkan dengan peningkatan hasil bisnis. Untuk mengubah budaya perusahaan
diperlukan seperangkat mekanisme operasi sosial yang akan mengubah keyakinan dan
perilaku orang yang secara langsung terkait dengan pegawai pada bottom-line.
Tidak diperlukan banyak teori yang kompleks atau survei karyawan menggunakan
kerangka ini. Sebaliknya, diperlukan perubahan perilaku masyarakat sehingga mereka
mencapai hasil yang diinginkan. Pertama, mengatakan kepada orang dengan jelas apa hasil
yang akan dicari. Berikutnya, membahas bagaimana cara untuk mendapatkan hasil tersebut.
Maka kita dapat memberikan reward kepada orang yang dapat mencapai target.
Jika pegawai memiliki kinerja yang tidak sesuai ekspektasi, sebagai pimpinan perlu
memberikan lebih pembinaan, menarik imbalan, memberi mereka pekerjaan lain, atau
membiarkan mereka untuk pergi. Ketika Anda melakukan hal-hal ini, Anda menciptakan
budaya mendapatkan hal yang dilakukan. Ada empat kunci untuk menciptakan jenis perilaku
yang mendukung eksekusi-driven budaya, di antaranya sebagai berikut.
1. Kunci pertama adalah untuk menghubungkan imbalan dengan performa kerja. Hal ini
merupakan alat yang penting untuk mengubah tingkah laku. Sebuah kultur bisnis
didefinisikan dengan cara apa yang membuat dihargai dan diberikan reward. Hal ini
memberitahukan bahwa apa yang dihargai, dan mencoba untuk membuat karir
mereka sendiri lebih sukses, di situlah mereka akan berkonsentrasi. Jika perusahaan
memberikan imbalan dan mempromosikan orang karena telah menjalankan eksekusi,
budaya akan berubah.
2. Kunci kedua adalah mengembangkan perangkat lunak sosial eksekusi atau social
software of execution. Seperti komputer, perusahaan memiliki baik hardware maupun
software. Hardware organisasi mencakup hal-hal seperti strategi dan struktur
perusahaan. Sedangkan software sosial mencakup nilai-nilai, keyakinan, dan norma-
norma tingkah laku. Sama seperti komputer hardware tidak berguna tanpa software,
hardware dari bisnis tidak dapat melakukan tanpa adanya software keyakinan dan
perilaku.
Perangkat lunak sosial eksekusi bergantung pada mekanisme operasi sosial. Aktivitas
berupa pertemuan formal atau informal, presentasi, atau forum lainnya. Dua elemen
tersebut membuat mekanisme operasi sosial bekerja:
 Pertama, mereka integratif, pemotongan batas-batas tradisional di perusahaan.
Mereka menciptakan informasi baru mengalir dan bekerja saling
berhubungan. Mereka membiarkan orang-orang yang biasanya tidak memiliki
banyak kontak satu sama lain bertukar pAndangan, berbagi informasi dan ide-
ide, dan belajar untuk memahami perusahaan mereka secara keseluruhan.
 Kedua, mekanisme operasi sosial yang mana keyakinan dan perilaku dari
perangkat lunak sosial dipraktekkan secara konsisten dan tanpa henti. Mereka
menyebarkan keyakinan dan perilaku pemimpin. Pemimpin lain belajar untuk
membawa keyakinan dan perilaku mereka sendiri ke pertemuan tingkat yang
lebih rendah, dan untuk menggunakannya dalam memberikan coaching dan
feedback.
3. Kunci ketiga untuk menciptakan budaya eksekusi adalah menyadari arti pentingnya
dialog yang kuat. Kuat dialog membuat sebuah organisasi efektif dalam pengumpulan
informasi, pemahaman informasi, dan membentuk kembali untuk menghasilkan
keputusan. Hal ini menumbuhkan kreativitas dan akhirnya dapat menciptakan
keunggulan kompetitif perusahaan.
Dialog yang kuat dimulai ketika orang masuk ke diskusi dengan pikiran terbuka.
Mereka tidak terjebak oleh prasangka atau dipersenjatai dengan agenda pribadi.
Mereka ingin mendengarkan informasi baru dan memilih alternatif terbaik, sehingga
mereka mendengarkan semua sisi perdebatan dan membuat mereka sendiri kontribusi.
Akhirnya, dialog yang kuat berakhir dengan penutupan. Pada akhir pertemuan, orang
setuju tentang apa yang setiap orang harus lakukan dan kapan. Mereka sudah
berkomitmen untuk itu dalam sebuah forum terbuka, dan mereka bertanggung jawab
untuk hasilnya. Bagaimana Anda mendapatkan orang-orang untuk berlatih dialog
yang kuat ketika mereka terbiasa dengan permainan dan melakukan dialog yang
klasik? Dimulai dari atas, dengan dialog dengan pemimpin. Jika dia berlatih dialog
yang kuat, orang lain akan mengambil isyarat.
4. Kunci keempat dan terakhir adalah menciptakan jenis perilaku yang mendukung
budaya eksekusi dan untuk memahami bahwa pemimpin mendapatkan perilakunya
dimana mereka menunjukkan dan memberikan toleransi.
Untuk membangun budaya, Pemimpin harus menciptakan dan memperkuat perangkat
lunak sosial dengan perilaku yang diinginkan dan dialog yang kuat. Dia harus melakuka
mekanisme operasi sosial tanpa henti. Sebagai contoh, beberapa pemimpin menggunakan
panggilan konferensi biasa sebagai mekanisme operasi untuk mendorong perubahan dalam
budaya dengan memaksa realisme baru saat dialog dan pembuatan keputusan perusahaan
pada top leader. Perilaku pemimpin akan dapat memperkuat keyakinan dan perilaku dimana
pegawai perlu untuk belajar.
Akan tetapi, pemimpin tidak bisa berada dimana-mana. Setelah ia membangun
budaya dan model perilaku yang benar, hal selanjutnya yang dia bisa lakukan adalah untuk
memastikan bahwa ia memiliki orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat untuk
mengeksekusi.
Building Block #3 : The Job No Leader Should Delegate–Having the Right People in the
Right Place
Kita baru saja berbicara tentang kepemimpinan dan perubahan budaya, dua dari tiga
bangunan blok eksekusi. Sekarang kita mengalihkan perhatian kita ke blok bangunan ketiga
dan terakhir. Ini adalah hal yang paling penting dalam pekerjaan yang pemimpin lakukan:
memilih dan mengevaluasi orang. Jika Anda melihat bisnis itu secara konsisten sukses,
Anda akan menemukan bahwa para pemimpinnya fokus dan terus-menerus pada seleksi
orang.
Akal sehat mengatakan kepada kita orang yang tepat harus di pekerjaan yang tepat.
Namun, sering sekali hal yang kita temui tidak demikian. Apakah hal yang menyumbang
ketidaksesuaian yang dapat terlihat setiap hari? Para pemimpin mungkin tidak cukup tahu
tentang orang yang mereka tunjuk. Mereka mungkin memilih orang-orang dengan siapa
mereka merasa nyaman, daripada orang lain yang memiliki keterampilan yang lebih baik
untuk pekerjaan itu.
Atau mereka mungkin tidak memiliki keberanian untuk melakukan diskriminasi
antara performer yang kuat dan lemah dan mengambil tindakan yang diperlukan. Semua
skenario ini mencerminkan satu kelemahan yang mendasar: Para pemimpin yang membuat
kesalahan tidak berkomitmen secara pribadi untuk people process dan sangat terlibat di
dalamnya.
Untuk menghindari masalah tersebut, Bossidy percaya bahwa pemimpin perlu
melakukan 40% dari waktu mereka dan terlibat secara emosional untuk memilih, menilai, dan
mengembangkan masyarakat. Komitmen pribadi ini memakan waktu dan penuh dengan
emosional dan air mata dalam memberikan umpan balik, melakukan dialog, dan mengekspos
penilaian Anda kepada orang lain. Tapi dasar dari perusahaan yang besar adalah cara
perusahaan dalam mengembangkan pegawainya. Jika Anda menghabiskan jumlah waktu dan
energi yang sama dalam mengembangkan orang sebagaimana Anda lakukan pada anggaran,
perencanaan strategis, dan pengawasan keuangan imbalannya akan datang adalah
competitive advantage yang berkelanjutan.
Semua ini menimbulkan pertanyaan: Tipe orang seperti apa yang Anda cari? Dalam
berbagai cara, jawaban dari pertanyaan ini tampak sederhana. CEO dan eksekutif senior
lainnya terlalu sering tergoda oleh pendidikan dan kualitas intelektual kandidat yang mereka
mewawancarai. Mereka menilai sejauh apa kandidat memiliki visi dan artikulasi yang jelas.
Mereka tidak meminta pertanyaan yang paling penting: Seberapa baik orang ini dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan baik ?
Jika Anda ingin membangun sebuah perusahaan yang memiliki disiplin eksekusi yang
baik, Anda harus memilih “doer” bukannya “talker”. Tipe orang yang Anda cari untuk
memegang peran kepemimpinan harus memiliki empat karakteristik kunci. Mari kita periksa
masing-masing karakteristik ini:
 Pertama, pemimpin memahami bagaimana untuk menyemangati orang. Ini tidak sama
dengan inspirasi melalui retorika. Terlalu banyak pemimpin berpikir mereka dapat
membuat energi dengan memberikan semangat pembicaraan. Para pemimpin yang
mewujudkan visi menjadi kenyataan adalah orang-orang yang membangun dan
mempertahankan momentum bawahan. Mereka membawanya sampai ke tahap yang
lebih rendah (down to earth), berfokus pada prestasi jangka pendek untuk mencapai
tujuan yang lebih besar.
 Kedua, pemimpin yang menentukan pada isu-isu yang sulit. Ketegasan adalah
kemampuan untuk membuat keputusan yang sulit dengan cepat serta bertindak
dengan baik. Kebanyakan perusahaan diisi dengan orang-orang yang menari di sekitar
keputusan tanpa pernah membuat keputusan. Beberapa pemimpin hanya tidak
memiliki ketabahan emosional yang tangguh untuk menghadapi tantangan. Ketika
mereka tidak memilikinya, semua orang dalam bisnis tahu mereka bimbang,
menunda-nunda, dan menghindari kenyataan.
 Ketiga, pemimpin menyelesaikan pekerjaannya melalui orang lain. Ini adalah
keterampilan mendasar kepemimpinan. Namun, pemimpin yang kurang terampil
menghalangi bawahannya dari inisiatif dan kreativitas. Mereka adalah
micromanagers dimana pemimpin yang tidak bisa percaya kepada orang lain untuk
bisa melakukannya dengan benar karena mereka tidak tahu bagaimana untuk
memantau kinerja mereka.
Pemimpin lain berbuat salah di arah yang berlawanan dan meninggalkan orang-orang
mereka, melempar bola sepenuhnya ke mereka. Kemudian, ketika hal-hal tidak dapat
dicapai sesuai harapan, mereka frustrasi. Kedua jenis tipe kepemimpinan dapat
mengurangi kemampuan organisasi mereka.
 Keempat, pemimpin ikut melaksanakan. Melaksanakan adalah lAndasan dari
eksekusi, dan setiap pemimpin yang baik mengeksekusinya dengan spirit. Dengan
ikut melakukannya, maka bawahan dapat melakukan hal untuk, dan sesuai dengan
jadwal yang disepakati.
Anda tidak akan dapat mengidentifikasi karakteristik orang-orang dengan melakukan
wawancara secara tradisional. Wawancara tersebut tidak berguna untuk menilai kualitas
pemimpin yang mengeksekusi. Terlalu sering, mereka fokus pada kronologi karir individu
dan tugas yang telah mereka kerjakan. Pewawancara jarang menggali pengalaman orang
tersebut untuk melihat bagaimana dia benar-benar melakukan dalam pekerjaan sebelumnya.

Sebaliknya, Bossidy mengajukan pertanyaan berikut ini:


 Bagaimana dia menetapkan prioritas?
 Apakah dia melibatkan orang lain dalam membuat keputusan ?
 Bisakah dia dibenarkan mengambil kesempatan untuk alasan keuangan yang lebih
baik, atau dia hanya berpindah dari posisi ke posisi, satu langkah di depan bencana?
Terdapat terlalu banyak contoh orang yang memiliki torehan sebuah catatan yang
mengagumkan record dengan mengorbankan orang lain dan kemudian meninggalkan
organisasi menjadi lemah. Mereka melompat dari kapal pada waktu yang tepat, dan
penerusnya harus membersihkan kekacauan. Bahkan ketika pewawancara memeriksa
referensi, mereka sering gagal untuk mendapatkan gambaran kinerja dan ketrampilan yang
benar dari seseorang. Ketika Bossidy melakukan wawancara seorang kandidat untuk posisi
eksekutif, karakter pertama yang dia cari adalah energi dan antusiasme dalam mengeksekusi.
Apakah calon bersemangat dengan melakukan eksekusi? Apakah dia memiliki energi untuk
melakukan segala sesuatu, dimulai dari sekolah? Bossidy tidak peduli jika dia pergi ke
Princeton, dia ingin tahu apa yang dia capai di sana.
Bossidy juga mempertimbangkan apa yang ingin kandidat bicarakan. Apakah ia
berbicara tentang sensasi dalam melakukan hal-hal yang dilakukan, atau apakah ia terus
berbicara tentang strategi dan filsafat? Apakah dia merinci kendala yang ia hadapi? Apakah
dia menjelaskan peran yang ditugaskan oleh orang lain terhadapnya? Bossidy secara pribadi
mengecek referensi calon yang ia wawancarai, bukannya mendelegasikan pekerjaan kepada
Divisi SDM. Ia percaya bahwa Anda tidak bisa menghabiskan terlalu banyak waktu untuk
merekrut dan mengembangkan orang yang tepat untuk perusahaan Anda.
Pertanyaan yang dia tanyakan berbeda dari kebanyakan referensi wawancara karena dia
berfokus pada energi kandidat, prestasi, dan kemauan untuk menambah jam kerja untuk
menyelesaikan sesuatu. Ia meminta jenis pertanyaan yang sama bahwa ia bertanya selama
wawancara, termasuk:
 Bagaimana dia mengatur prioritas ?
 Kualitas ketrampilan apa yang membuat dia dikenal ?
 Apakah dia termasuk orang yang mengambil keputusan?
 Apakah etos kerjanya?
Jenis-jenis pertanyaan tersebut dapat mengelaborasi potensi nyata seseorang. Tidak
ada yang rumit tentang proses mendapatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Ini
hanya masalah bagaimana menjadi sistematis dan konsisten dalam mewawancarai dan
mengecek referensi.

PART III: THE THREE CORE OF PROCESSES OF EXECUTION

The People Process: Making the Link with Strategy and Operations
Terdapat tiga building block yang baru saja dibahas dan penting untuk eksekusi. Jika
Anda memiliki pemimpin dengan perilaku yang benar, budaya yang menghargai eksekusi,
dan sistem untuk menempatkan orang tepat di pekerjaan yang tepat, merupakan fondasi
perusahaan untuk melakukan eksekusi secara efektif. Tapi apa yang Anda lakukan setelah
terdapat pondasi yang kuat di perusahaan? Dalam bagian akhir ini, kita akan membahas tiga
inti proses eksekusi: the people process, the strategy process, and the operations process.
Kami akan mulai dengan the people process, yang merupakan bagian paling penting.
Setelah semuaya itu, perusahaan membuat penilaian tentang bagaimana pasar berubah,
membuat strategi berdasarkan pada penilaian, dan menerjemahkan strategi dalam realitas
operasional. Sederhananya, jika Anda tidak mendapatkan the people process dengan benar,
Anda tidak akan pernah memenuhi potensi bisnis Anda.
Sebuah people process yang kuat mencapai tiga tujuan:
 Pertama, mengevaluasi individu secara akurat dan dalam.
 Kedua, menyediakan kerangka kerja untuk mengidentifikasi dan mengembangkan
bakat kepemimpinan.
 Ketiga, mengisi leadership pipelines sebagai basis yang kuat untuk rencana sukses.
Untuk mencapai tujuan tersebut, people process terdiri dari empat komponen,
sebagai berikut.
Komponen pertama adalah menghubungkan orang dengan strategi dan kegiatan
operasional. Sebagian besar, proses keberhasilan seseorang terletak pada hubungan dengan
tonggak strategis pada jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, serta target rencana
operasi. Pemimpin bisnis membuat linkage dengan menempatkan orang yang tepat di tempat
yang tepat untuk mengeksekusi strategi bisnis. Apakah mereka memperluas pasar ke luar
negeri atau meluncurkan produk baru di pasar domestik, pemimpin harus bertanya, "Siapakah
orang-orang yang akan mengeksekusi strategi, dan dapatkah mereka melakukannya?
Menilai pemimpin Anda terus-menerus dan memutuskan apa yang masing-masing
pemimpin Anda perlu lakukan untuk menjadi siap untuk mengambil tanggung jawab yang
lebih besar. Dialog yang menghasilkan penilaian akan mengungkapkan kecukupan leadership
pipelines dari segi kualitas dan kuantitas. Tidak ada yang lebih penting dari competitive
advantage sebuah organisasi.
Bahkan proses orang terbaik tidak selalu mendapatkan orang yang tepat pada
pekerjaan yang tepat, dan tidak dapat mengubah orang menjadi pemain yang baik. Itulah
mengapa perlu untuk menyertakan komponen ketiga dari people process, yaitu berurusan
dengan nonperformers.
Kadang-kadang manajer dipromosikan karena kemampuan mereka dan kebutuhan
untuk dimasukkan ke dalam pekerjaan yang lebih rendah. Lainnya hanya karena harus pindah
keluar. Pengujian people process adalah seberapa baik membedakan antara kedua tipe orang,
dan seberapa baik pemimpin menangani tindakan menyakitkan yang harus mereka ambil.
Tidak peduli seberapa jauh kesuksesan seseorang, setiap promosi adalah keputusan baru.
Anda tidak dapat menerima begitu saja bahwa dia akan berhasil dalam pekerjaan berikutnya.
Orang bermasalah pada dasarnya adalah mereka yang tidak mencapai target. Mereka tidak
mencapai target dari tanggung jawab yang diberikan kepada mereka. Atau mungkin mereka
gagal dalam latihan kepemimpinan yang diharapkan dari mereka. Ada banyak cara dimana
orang bisa gagal.
Apapun alasannya, kadang-kadang Anda harus membiarkan orang pergi. Tapi yang
harus Anda lakukan adalah mengambil langkah konstruktif yang Anda bisa lakukan. Bossidy
menyarankan bahwa alih-alih mengatakan seseorang dipecat karena ia tidak mendapatkan
hasil yang baik, Anda bisa berkata siapa yang disalahkan. Mengakui bahwa Anda tidak
mungkin menjelaskan pekerjaan sesuai yang seharusnya dimiliki, dan bahwa ia tidak
menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Memberitahu orang bahwa meskipun Anda harus
membuat perubahan, Anda ingin melakukannya dengan cara yang memungkinkan dia untuk
menjaga martabatnya. Anda dapat menawarkan gaji tahunan, kesempatan untuk
mengundurkan diri daripada diberhentikan, dan jujur tapi adil penilaian ketika panggilan
pimpinan baru untuk referensi.
Komponen keempat dan terakhir dari people process adalah menghubungkan human
resources dengan hasil bisnis. Sumber Daya Manusia adalah aset paling penting, namun
perannya harus terintegrasi ke dalam proses bisnis. Hal ini juga harus terkait dengan strategi
dan kegiatan operasi. Dalam peran barunya, Divisi SDM menjadi recruitmen toriented dan
jauh lebih optimal kekuatannya untuk memajukan organisasi daripada di fungsi staffing.
Orang yang tepat berada di pekerjaan yang tepat ketika informasi tentang individu
dikumpulkan terus-menerus dan pemimpin tahu orang-orang, bagaimana mereka bekerja
sama, dan apakah mereka memberikan hasil yang baik. Ini adalah konsistensi praktek yang
mengembangkan keahlian dalam menilai dan memilih orang yang tepat. The people process
dimulai dengan penilaian satu per satu, tapi ketika dikembangkan dan dipraktekkan sebagai
proses secara total menjadi sangat efektif sebagai alat eksekusi.

The Strategy Process: Making the Link with People and Operations
Core kedua dari tiga core proses eksekusi adalah strategy process. Tujuan dasar dari
setiap strategi cukup sederhana, yakni untuk (1) win customer’s preference dan (2) create
sustainable competitive advantage, serta mendapatkan keuntungan untuk shareholders. Hal
ini sekaligus mempertegas apa tujuan bisnis itu sendiri. Lalu, mengapa banyak kita jumpai
strategi bisnis yang tidak berhasil?
Sedikit prang yang mengerti bahwa proses perencanaan strategis yang baik juga
memerlukan perhatian sepenuhnya mengenai bagaimana cara mengeksekusi strategi tersebut.
Substansi dan detail harus berasal dari orang-orang yang (1) berperan cukup erat dalam
action atau tindakan eksekusi dan (2) mengerti market, sumber daya, serta kelebihan dan
kelemahan mereka.
Perencanaan strategis yang kontemporer harus merupakan suatu action plan yang bisa
diAndalkan oleh leaders untuk mencapai tujuan bisnisnya. Untuk itu, Anda harus
mempertanyakan apakah dan bagaimana berbagai action dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan. Dalam proses pengembangan rencana, dimulai dari proses mengidentifikasi dan
menentukan critical issues di balik strategi tersebut. Contohnya, bagaimana posisi bisnis
Anda dalam konteks lingkungan yang kompetititf, termasuk SWOT (strengths, weaknesses,
opportunities, dan threats) dalam market? Seberapa baik asumsi yang akan berdampak pada
rencana? Apakah Anda memiliki kapasitas organisasi untuk mengekseskusi rencana tersebut?
Dapatkah Anda mengadaptasi rencana untuk mengubah lingkungan bisnis?
Supaya realistis dalam strategi tersebut, Anda harus menghubungkan strategy process
ke people process. Apakah Anda memiliki orang yang tepat di tempat dimana strategi tersebut
dieksekusi? Jika tidak, bagaimana cara Anda mendapatkan orang-orang tersebut?
Suatu strategi tidaklah harus kompleks, namun merupakan elemen sederhana. Strategi
yang efektif harus dibangun dan dimiliki oleh orang-orang yang berperan dalam proses
eksekusi strategi tersebut. Mereka tahu bagaimana lingkungan bisnis dan kemampuan
organisasi.
Rencana strategis yang kuat harus dapat menjawab sembilan pertanyaan sebagai
berikut.
1. Apakah penilaian dari lingkungan eksternal?
Setiap bisnis beroperasi dengan perubahan politik, sosial, dan konteks
makroekonomi, sehingga rencana strategis secara eksplisit harus memuat asumsi
terhadap lingkungan eksternal tersebut. Hal ini harus dimengerti dengan baik oleh
para pemimpin dalam unit bisnis. Mereka harus mempelajari mulai dari tren
demografi dan ekonomi, serta perubahan peraturan, hingga teknologi baru, aliansi
antar kompetitor, penyebab naik/turunnya permintaan suatu produk, dan lain-lain.
2. Seberapa baik Anda paham terhadap customers eksisting dan market?
Orang-orang biasanya cenderung melihat bisnis dari dalam ke luar. Mereka fokus ke
bagaimana membuat dan menjual suatu produk, serta kurang sadar terhadap
kebutuhan dan buying behavior dari customers. Untuk itu, diperlukan waktu lebih
untuk memahami orang-orang spesifik yang membuat suatu keputusan pembelian
(purchasing desicions) dan bagaimana buying behaviors mereka.
3. Apa cara terbaik untuk mengembangkan bisnis yang menguntungkan, dan apa saja
hambatan dalam pertumbuhan bisnis?
Pertanyaan ini memicu timbulnya pertanyaan lain sebagai berikut.
 Apakah bisnis Anda perlu mengembangkan produk baru?
 Apakah channels baru diperlukan?
 Apakah perlu untuk membuat bisnis lain?
 Bagaimana cost tersebut dibandingkan dengan kompetitor?
Salah satu tool sederhana yang banyak digunakan perusaan consumer goods untuk
menganalisa peluang pertumbuhan bisnis adalah pemetaan market segment.
Contohnya, pemetaan sederhana mengenai market segment dari pena mewah A.T.
Cross, dapat mengidentifikasi tiga tipe customers:
 Customer yang ingin membeli pena untuk dirinya sendiri.
 Customer yang membeli pena sebagai hadiah untuk orang lain.
 Customer berupa korporasi yang membeli ribuan pena dengan logo, sebagai
hadiah.
Pada dasarnya, produk dari tiap market segment adalah sama. Yang berbeda adalah
strateginya karena perusahaan harus mempertimbangkan kompetitor yang berbeda,
channels, dan harga.
4. Siapa kompetitor yang harus diwaspadai?
Dalam bisnis, terkadang Anda melupakan munculnya kompetitor baru. Contohnya,
Staples, OfficeMax, dan Office Depot terlalu fokus berkompetisi satu sama lain.
Mereka tidak melihat Wal-Mart telah menembus pasar dengan menawarkan diskon
peralatan kantor sehingga akhirnya mereka kehilangan market share.
5. Bisakah suatu bisnis mengeksekusi strategi?
Sebagai leader, Anda tidak mengeksekusi strategi, namun memberikan ide sesuai
kapabilitas Anda. Anda juga harus mendengarkan customers dan suppliers.
6. Apa saja hambatan yang mempengaruhi eksekusi suatu rencana?
Tanpa adanya hambatan, leader dapat menyimpulkan bahwa strategi yang dieksekusi
sudah tepat. Rencana strategis yang baik adalah yang mampu beradaptasi. Review
secara periodik dapat membantu dalam memahami apa yang terjadi dan apa saja yang
diperlukan dalam proses selanjutnya.
7. Apakah short term dan long term seimbang?
Menyeimbangkn short term dan long term adalah bagian penting dalam perencanaan
strategis. Kebanyakan perencanaan tidak mempertimbangkan apa yang perusahaan
harus lakukan di antara waktu ketika rencana tersebut dibuat dengan waktu ketika
rencana akan berhasil secara maksimal. Suatu rencana yang tidak mempertimbangkan
near-term issues of costs, produktivitas, and people, akan beresiko dan cenderung
mustahil untuk dilakukan.
8. Apakah saja critical issues yang dihadapi dalam bisnis?
Dalam rencana strategis, critical issues perlu difokuskan mulai saat awal perencanaan
hingga ketika review strategi. Banyak bisnis berantakan karena kurang fokus terhadap
critical issues.
9. Bagaimana suatu bisnis akan menghasilkan uang/keuntungan secara berkelanjutan?
Setiap strategi harus mempersiapkan bagaimana bisnis akan menghasilkan uang, baik
saat ini maupun di masa depan. Strategi memerlukan pertimbangan aspek: drivers of
cash, margin velocity, revenue growth, market share, dan competitive advantage.

How to Conduct a Strategy Review


Strategy review merupakan mekanisme operasi sosial yang utama, dalam strategy
process, dengan pengaturan yang tepat. Ini adalah hal terakhir yang dilakukan sebelum
sebuah rencana dapat diterapkan. Strategy review harus inklusif dan interaktif. Ini juga harus
mengandung banyak pertimbangan seperti execution culture, dengan semua orang yang
berkaitan dapat memberikan pendapat dan pemikirannya.
Review haruslah kreatif, bukan hanya sebagai pengolahan data. Orang-orang yang
berkaitan harus berdiskusi dan menjelaskan pertanggungjawaban tentang bagiannya dalam
suatu perencanaan bisnis. Seorang leader harus memastikan bahwa semua orang sudah paham
apa hasil dan akibat dari review tersebut.
Melalui strategy review, seorang leader dapat belajar tentang bagaimana orang-orang
dalam bisnis dan bagaimana mengembangkan mereka. Anda akan menemukan cara
bagaimana bagaimana kapabilitas berpikir strategis mereka, baik secara individual maupun
tim. Di akhir review, Anda akan mendapatkan perspektif yang baik mengenai bagaimana
peran mereka dan evaluasi potensi mereka untuk promosi jabatan. Anda akan memiliki
kesempatan untuk melakukan memberikan coaching.
Pada akhir diskusi, terdapat empat pertanyaan kunci yang harus terjawab, yaitu
sebagai berikut.
 Apakah strategi masuk akal dan realistis?
 Apakah strategi konsisten secara internal?
 Apakah strategi mampu menyocokkan critical issues dan asumsi?
 Apakah orang-orang yang berkaitan mampu berkomitmen?
Ketika semua orang merasa nyaman dengan rencana tersebut, terdapat lima
pertanyaan kritis yang harus diselesaikan. Anda akan menyadari bahwa beberapa pertanyaan
tersebut mirip dengan pertanyaan saat penyusunan rencana strategis. Beberapa pertanyaan
kunci harus ditelaah kembali sebelum dilakukan eksekusi. Kelima pertanyaan kunci tersebut
adalah sebagai berikut.
1. How well-versed is each business unit team about the competition?
2. How strong is the organizational capability to execute the strategy?
3. Is the plan scattered or sharply focused?
4. Are we choosing the right ideas?
5. Are the linkages with people and operations clear?
Cara terbaik untuk bertindak pada akhir strategy review adalah dengan menulis surat
kepada setiap leader untuk memperkuat dan mengonfirmasi persetujuan yang sudah Anda
buat. Dengan demikian, di kemudian hari Anda dapat mempergunakannya sebagai dasar
untuk melakukan progress review. Surat tersebut harus mencakup perkembangan dan produk
baru, serta harus membangun koneksi antara (1) strategy, (2) people, dan (3) operations.

The Operations Process: Making the Link with Strategy and People
Proses yang ketiga adalah operation process. Ini adalah proses dimana semua bagian
dari organisasi berhubungan, dan dimana terbentuk koneksi antara strategy process dan
people process. Proses ini mengubah long-term output menjadi short-term target.
Sebuah operating plan mencakup program yang akan diselesaikan dalam satu tahun
untuk mencapai objectivitas yang diinginkan, seperti earnings, sales, margins, dan cash flow.
Asumsi dimana operating plan berasal terhubung dengan keadaan yang sebenarnya terjadi
dan menjadi perdebatan antara finance people and line leaders yang harus melakukan
eksekusi. Dengan kata lain, operating plan spesifik terhadap bagaimana berbagai bagian
dalam bisnis disinkronkan untuk mencapai target sudah ditentukan, harus deal dengan trade-
off yang arus dibuat, serta melihat kontigensi terhadap hal-hal yang dapat mengarah ke suatu
kesalahan atau unexpected opportunities.
Dalam operating plan, seorang leader utamanya harus bertanggung jawab dalam
pengawasan transisi antara strategi ke operasi. Leader harus (1) menetapkan tujuan, (2)
menghubungkan detail dari operation process ke people process dan strategy process, dan (3)
memimpin operating review yang mempersatukan semua orang yang berhubungan dengan
operating plan.
Suatu operating plan dapat menyelesaikan critical issues dalam eksekusi, melalui
penetapan budget berdasarkan kejadian sebenarnya/realita. Contohnya, apa ekspektasi capital
market dan apa saja asumsi Anda mengenai lingkungan bisnis?
Pertimbangan antara asumsi adalah salah satu bagian paling kritis dari operating
review. Anda tidak dapat menetapkan tujuan yang realistik tanpa adanya pertimbangan
tersebut. Hal ini cukup sulit karena terdapat conflict of interest dalam negosiasi antara budget
dan operating plan. Pertimbangan ini akan memkan membangun kapasitas kepemimpinan
bisnis bagi orang-orang yang berhubungan di dalamnya. Mereka akan menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi, baik yang terlihat dari luar maupun di dalam, lalu mereka akan
mengembangkan kemampuannya untuk melakukan eksekusi dengan komitmen.
Step selanjutnya dalam operation process adalah membangun operating plan itu
sendiri, yang terdiri dari tiga bagian proses dalam operating review. Ketiga bagian proses
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Yang pertama, Anda setting key targets untuk revenues, operating margin, cash flow,
productivity, dan sebagainya. Partisipan dari bagian ini dapat bervariasi antara bisnis
satu dengan bisnis lainnya, namun mereka sama-sama fokus terhadap peningkatan
hasil.
2. Yang kedua, Anda develop action plans, termasuk melakukan trade-offs penting
antara objectivitas short-term dengan tujuan long-term. Beberapa strategi juga
mengandung ide-ide spesifik dan jelas yang akan mengembangkan bisnis yang
menguntungkan namun membutuhkan investasi dalam periode operasi saat ini.
3. Yang ketiga, Anda get agreement and closure from all the participant, untuk
memastikan orang-orang tersebut dapat memenuhi komitmennya.
Salah satu hasil dari operation process adalah mengidentifikasi target yang secara
jelas dan spesifik merefleksikan tidak hanya apa yang suatu bisnis ingin capai, karena target
tersebut berdasarkan asumsi yang paling realististis dan bagaimana mencapainya.
Operation process menghasilkan berbagai pembelajaran. Leaders yang berpartisipasi
dalam review, akan memikirkan dan mempertimbangkannya sebagai intuisi bisnis. Mereka
harus melihat perusahaan secara keseluruhan dan bagaimana setiap bagian di dalamnya harus
cocok satu sama lain. Mereka belajar bagaimana mengalokasi dan memberdayakan resources
ketika lingkungan bisnis berubah.
Setiap review yang baik berakhir dengan suatu tindakan. Salah satu teknik yang
powerful adalah dengan mengirim memo out yang dilengkapi dengan detail persetujuan,
kepada orang yang berkaitan. Review per tiga bulan adalah cara lain untuk mempertahankan
rencana selalu up to date dan memperkuat sinkronisasi. Melalui review, leader bisa
mendapatkan ide yang tepat tentang siapa saja orang-orang yang berada pada level atas suatu
bisnis maupun yang tidak, serta apa yang harus dilakukan.

Conclusion
Keberhasilan setiap bisnis bergantung pada seberapa baik tiga core processes
terhubung satu sama lain: (1) people process, (2) strategy process, dan (3) operation process.
Anda harus menguasai masing-masing proses dan bagaimana cara ketiga proses tersebut
dapat berfungsi sebagai satu kesatuan.
Anda juga harus menggunakan tiga building blocks yang menyajikan dasar-dasar bagi
core processes. Building blocks tersebut adalah the seven (1) behavior of leadership, (2)
establishing a framework for cultural change, dan (3) getting the right people in the right
jobs.
Pekerjaan ini tidaklah sangat sulit, namun sangat penting untuk dilakukan. Tanpa
building blocks dan processes, “rencana terbaik” tidak lebih baik dari hanya sekadar
“rencana”. Perbedaan antara rencana hebat yang berhasil dan rencana hebat yang gagal,
bergantung pada seberapa baik setiap orang dalam suatu perusahaan mampu melaksanakan
strategi tersebut. Hal ini memerlukan energi, komitmen, antusiasme, dan yang terpenting:
fokus terhadap eksekusi.

Referensi
Bossidy, Larry & Charan, Ram (2002). Execution: The Discipline of Getting Things Done.
Chrom Business. New York.
Charan, Noel & Drotter (2001). The Leadershio Pipeline. Jossey Bass. San Fransisco.

Anda mungkin juga menyukai