manajemen kewirausahaan
perubahan yang terjadi dipasar dewasa ini memerlukan organisasi yang mampu bergerak
melampui kemampuan manajemen tradisional. Menghadapi kondisi pasar yang semkin
kompetetif, pengembangan manajemen konvensional dirasakan tidak cukup. Untuk membantu
kinerja manajer, diperlukan upaya mengembangkan kemempuan kewirausahaan.
Maletz dan katzenbach ( hesselbein dan johnston, 2002: 115) menjelaskan bagaimana suatu
organisasi menjalankan program pengembangn manajemen, termasuk modul klasik, kerja
lapangan kewirausahaan yang terdiri dari pengembangan bisnis riil, dan dukungan coaching dan
menthoring dari akademis, konsultan, dan ekspert industri.
Namun, maletz dan katzenbach juga mengungkapkan bahwa mereka tidak banyak melakukan
pengeluaran dalam pengembangan manajemen karena melihat bahwa orang sebenarnya tidak
banyak berubah. Ketika memulai bisnis mereka merasa bahwa akan dapat mengubah setiap orang.
Akan tetapi, sekarang disadari bahwa pada dasarnya orang besar atau great people mempunyai
kualitas instrinsik tertentu, seperti kecerdasan integritas, perasaan tentang apa yang menjadi
masalah dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Karakteristik ini jauh lebihpenting dari
pada setiap keterampilan yang mereka kembangkan selama ini.
Masalahnya adalah bahwa kita akan cepat kehilangan kemampuan jika semata-mata
menggantungkan diri dengan cara cepat merekrut oang yang mampu melakukan pengembangan
diri. Survei yang mereka lakukan terhadap pejabat koroporasi dan eksekutif yang sangat potensial
mengidentifikasikan bahwa kesenjangn paling besar dimata pemimpin ini adalah pengembangn.
Selebhnya, organisasi sekarang ini secara rutin menghadapi masalah yang mendalam dalam
menentukan arah strategis atau secara radikal mendesain struktur organisasi. Perubahan mendadak
seperti ini biasanya memerlukan kemampuan yang berbeda dari yang dimiliki manajer sekarang.
Organisasi yang menjalankan perubahan harus menemukan cara untuk mengembangkan individu
baru dan kemampuan institusi, tidak hanya mencapai tujuan strategis, tetapi juga untuk menarik
dan menahan orang terbaik. Dalam organisasi yang tumbuuh dengan cepat, kesempatan uuntuk
pengembangan adalah cukup berlimpah.
Managemen development sering disamakan dengan pelatihan formal. Karena alasan tersebut,
organisasi yang paling efektif mengembangkan proses tersebut melihat kemampuan ini sebagai
capability building atau membangun kapabilitas, suatu usaha yang luas dan terpadu yang berjalan
baik, diluar training dan pengembangan diri. Kapabilitas yang diperlukan adalah kemampuan di
bidang kewirausahaan.
Eksekutif puncak dapat mengidentifikasi bahwa tidak cukup banyak manajer yang mempunyai
kemampuan untuk melangkah segera pada posisi baru. Kebutuhan manajer yang mempunyai jiwa
kewirausahaan cenderung akan semakin meningkat dimasa depan.
2. Pentingnya kewirausahaan.
Eksekutif senior pada awalnya skeptis bahwa kewirausahaan dan bukannya keterampilan
manajemen, merupakan fokus yang tepat. Akan tetapi, kebutuhan akan perubahan dan
pertumbuhan telah memaksa. Satu – satunya cara untuk maju adalah dengan mengembangkan
kewirausahaan dengan dorongan yang kuat terhadap daya saing dan fokus yang kuat pada
kebutuhan pelanggan.
Terlebih lagi, wirausaha dengan cepat menjadi cekatan dalam menjalankan operasi dalam
lingkungan yang berubah. Kenyataanya mereka sering bekerja membentuk perubahan lingkungan
untuk keuntungannya, dan terobsesi dalam memengaruhi pertunbuhan mereka.
Wirausaha murni jarang mampu bertahan dalam suatu organisasi besar. Individu semacam ini
terdororng menciptakan usahanya sendiri, diamana keberuntungan pribadi dapat dibuat, dan
kekayaan pribadi dapat diperoleh. Sudah tentu, diluar pengeluaran awal perusahaan, insentif
keuangan secara dramatis adalah jarang.
Untuk mengembangkan kemampuan kewirausahaan, perushaan besar memfokus pada tiga faktor
kunci, yaitu orientasi pada tindakan, keterampilan manajemen umum, serta kepemimpinan dan
pengaruh, dengan penjelasan sebagai berikut.
Peserta belajar tentang bagaimana menjalin hubungan satu sama lain dan dengan manajer
kunci lainnya, keduanya membagi pengalaman yang sedang berlangsung dan bekerja sama di
pasar. Peserta melanjutkan bertemu dan bekerja sama, lama setelah selesai dari program.
Selanjutnya, banyak lulusan prograam bergerak menjadi mentor bagi lainnya dalam
perusahaan dan dalam proses menguji kepemimpinan kewirausahaan. Akhirnya peserta menerima
coaching dari ahli yang dikenal secara internal maupun dari eksternal perusahaan. Coaching ini
menjadi instrumen untuk mendapatkan keahlian dalam keterampilan manajemen baru dan perilaku
kewirausahaan.
Programnya harus diorganisasi sebagai siklus hidup kewirausahaan tentang penciptaan,
pengembangan, dan implementasi kesempatan. Masing – masing modul klasikal 1 – 2 minggu dan
diikuti dengan kerja lapangan selama 1 – 3 bulan, dimana peserta menerapkan apa yang telah
dipelajari di kelas.
Kunci dari kerja lapangan adalah dengan menempatkan konsep klasikal kedalam praktik,
kemudian mengkombinasikannya dengan dukungan coaching dari virtual faculty dari luar
(akademis, konsultan, eksper industri) dan dari dalam ( manajer senior, ahli fungsional, mentor,
lulusan dari program sebelumnya ). Kerja lapangan merupakan sentral tujuan bisnis dari peserta.
Dengan demikian, desain programnya adalah membantu peserta bekerja lebih efektif, dan
bukannya menjadi sumber tambahan pekerjaan.
Usaha ini memerlukan kesabaran dan mentoring, baik dalm pembelajaran dipekerjakan
maupun klasikal, dan dukungan secara konsisten dari line manajer. Usaha ini juga memerlukan
ketekunan, inovasi dan keinginan untuk mencerminkan dan belajar dari keberhasilan dan
kegagalan. Untuk itu, diperlukan usaha membangun kapabilitas kepemimpinan.
Usaha pembangunan kapabilitas secara efektif tidaklah mudah, dan untuk melakukannya
diberikan rekomendasi meliputi sepuluh prinsip di antaranya : (1) memfokuskan pada
keterampilan yang dapat di kembangkan, daripada sekedar menjadi ciri atau sifat atau atribut
intrinsik pribadi ; (2) mengidentifikasi komunitas dalam organisasi yang kritis terhadap
pencapaian hasil; (3) mempertimbangkan beberapa elemen pengembangan termasuk training,
mentoring, coaching, dan penugasan tertentu; (4) memastikan bahwa manajemen puncak
memandang isu sebagai prioritas dan akan secara langsung terlibat; (5) menggunkan proyek yang
mempunyai dampak besar untuk mewujudkan konsep dan piranti keras di dunia nyata; (6)
mengintegrasikan membangun kapabilitas yang sedang berjalan menjadi bagiann proses
manajemen menyeluruh; (8) menyediakan peserta program dengan waktu; (9) memastikan bahwa
peserta membagikan apa yang mereka pelajari dengna orang lainnya dalam organisasi; dan (10)
memonitor usaha pembangunan kapabilitas dan memastikan kejelasan program dan hasilnya.
5. Membangun kapabilitas
Orang dewasa belajar jika mereka menghadapi masalah dan jika merwka memahami mengapa
mereka sukses atau gagal. Mereka belajar melalui pengalaman maupaun dari kawannya tentang
perencanaan, tentang penyediaan peralatan pada waktunya dan mendapatkan dukungan yang
diperlukan.
Pendekatan terbaik membangun kapabilitas di lakuakan dalam bentuk model earn as you learn,
artinya mampu menghasilkan sesuai dengan apa yang dipelajari, dilakukan disekitar proyek bisnis
strategis penting. Usaha semacam ini secara serempak mengembangkan kapabilitas yang
diperlukan dan memberikan dampak pad kinerja.
Pelatihan manajemen biasanya gagal karena pelajaran tidak mudah di aplikasikan dalam
realitas pekerjaan sehari-hari. Masalahnya adalah karena orang yang memimpin program latihan
sering gagal memahami tantangan tertentu dan peluang yang dihadapi peserta.
Kelebihan pelatih yang berasala dari dalam adalah mereka lebih mengenal masalah yang
dihadapi organisasi dan sumber daya manusianya. Namun, kelemahanya adalah pada kurangnya
wawasan terhadap masalah yang berada di luar organisasi. Sebaliknya, tenaga pelatih eksternal
pada umumnya lebih profesional, namun memiliki keterbatasan pengenalan terhadap masalahyang
sebenarnya di hadapi oleh organisasi. Namun, masalah tersebut dapat di atasi apabila mereka
menjalankan pelatihan dengan menggunakan metode partisipatif.
6. Menyukseskan pembangunan kapabilitas.
Disamping hasil yang mungkin diperoleh dari pembangunan kemampuan sumber daya
manusia masih terdapat enam tantangan yang mungkin di hadapi organisasi, yaitu sebagai berikut.
a. Mengubah cara orang berpikir dan berperilaku merupakan hal yang sulit. Oleh karena
itu diperlukan waktu dan kesabaran. Pada dasarnya membuat oarnag suka beljar adalah
lebih sulit dari pada membiarkan merka tidak belajar.
b. Merancang pengalaman yang mendukung penemuan diri memerlukan pemikiran
segar. Peserta dapat memfokusan pada dampak perubahan lingkungan dan menghindari
kehilangan detailnya.
c. Pelatih sendiri kadang-kadang harus di latih. Pelatih yang mempunyai kompetensi
teknis selum tentu dapat menyampaikan pengetahuannya kepada peserta dengan baik.
Akan tetapi, pelatihan merupakan kemampuan yang dapat dielajari oleh banyak orang.
d. Karena memperoleh kemampuan baru dapat beresiko dan tidak nyaman, membangun
kemampuan perlu konstruksi safe envelopes dimana perilaku dan keterampilan baru
dapat dipraktikan. Dengan safe envelopes peserta tidak akan menghadapi risisko lebih
besar dari pada sebelumnya.
e. Pengalaman sebelumnya dapat merupakan bentuk pembelajaran. Peserta yang bekerja
memimpin proyek perubahan menjadi fokus pada keberhasilan tugas segera yang gagal
mereka wujudkan padad kesempatan pembelajaran yang lebih luas.
f. Peserta program membangun kemampuan harus mampu menjalankan kegiatan ganda.
Disatu sisi mereka harus mencari pengalaman cara bekerja baru, sambil tetap
dihubungkan dengan cara lama yang masih ada dipekerjaan. Penyertaanya
kewajibannya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sedang berjalan.
D. Menjalankan risiko
Suatu usaha bisnis secara tetap menghadapi dua macam risiko sebagai akibat dari
ketidakpastian kejadian dimasa depan. Pertama adalah speculative risk (risiko spekulatif), seperti
investasi keuangan akan menyangkut kemungkinan keuntungan dan kerugian. Kedua adalah pure
risk (risiko murni), yang hanya menyangkut kemungkinan bagi bisnis untuk rugi atau tidak rugi.
Bagi perusahaan untuk bertahan dan berkembang perlu memanajemeni kedua risiko
tersebut secara efektif. Risk management atau manajemn risiko merupakan proses memelihara
kemampuan menghasilkan dan aktiva perusahaan dengan menurunkan hambatan kerugian karena
kejadian yang tidak dapat di kendalikan (griffin dan ebert, 1999: 592).
E. Manajemen keberagaman
1. Memahami keberagaman
Keberagaman atau diversity pada awalnya hanya berarti variasi. Sekarang ini digunakan
sebagai pengertian untuk menjelaskan tempat kerja bagi orang dengan berbagai latar belakang dan
budaya. Kemampuan mengelola budaya yang berbeda menjadi keterampilan bisnis penting. Akan
tetapi,, keberhasilan menciptakan budaya organisasi menyangkut perubahan besar pada tingkat
manajemen budaya organisasi menyangkut perubahan besar pada tingkat manajemen individual
dan organisasional.
Keberagaman tenaga kerja merupakan konsep dimana organisasi menjadi lebih heterogen
dalam gender, ras, etnis dan masuknya kelompok berbeda lainnya (Robbins, 2003: 15). Tantangan
bagi organisasi adalah mengakomodasi orang dari kelompok yang berbeda dengan memperhatikan
perbedaan gaya hidupnya, kebutuhan keluarga, dan gaya kerjanya, terutama dalam usaha multi
nasional.
Membangun budaya keberagaman akan membantu individu, tim dan organisasi bekerja
bersama dengan cara yang memastikan bahwa orang di hargai; orang di bantu untuk memberikan
kontribusi dan merasa menjadi bagian dari organisas; mampu mengembangkan dan belajar dalam
konteks tempat kerja; dan organisasi mendapatkan manfaat maksimum dari budaya yang terbuka
dan sukses (speechley dan wheatley, 2001: 4).
Mengelola keberagaman dengan baik berarti melibatkan setiap orang dalam meningkatkan
integrasi dan kohesi, dan bukan pemecahan. persoalannya adalah bagaimana manajemen
keberagaman dapat memanfaatkan setiap orang, bukan hanya minortas.
Kebergaman budaya dapat di tandai dari ciri – ciri yang tampak dipermukaan dari suatu
organisasi. Dalam lingkungan bisnis dimana keberagaman diterima, disemua tingkatan organisasi
akan menampkan ciri – ciri sebagai berikut (speechley dan wheatley, 2001: 9).
a. Openness (keterbukaan), yaitu penollakaan atas kerahasiaan sebagai cara dalam melakukan
pengelolaan.
b. Understanding (saling pengertian), yaitu suatu keinginan untuk menanyakan tentang dan
menggalli masalah sebelum mempertimbangkan atau mengevaluasinya. Saling pengertian
meningkat dalam pola hubungan kerja yang saling mempercayai.
c. Honesty (kejujuran), yaitu suatu penerimaan akan perlunya bersepakat dalam kebenaran,
meskipun tidak menyenangkan. Jujur mengandung makna satunya kata dan perbuatan.
d. Fearlessness (ketidaktakutan), yaitu adanya lingkungan yang aman dimana orang percaya
diri untuk berkata apa yang mereka pikirkan atau rasakan
e. Learning (pembelajaran), yaitu suatu penerimaan akan perlunya bagi setiap orang maju
kedepan dan berkembang melalui pengalaman, eksplorasi dan pembelajaran.
f. Responsibility (tanggung jawab), yaitu suatu keinginan agar setiap orang mengambil
tanggung jawab atas cara organisasi menghadapi masalah yang berhubungan dengan
budaya.
g. Highly developed communication (komunikasi yang sangat berkembang) menunjukan
kesiapan bekerja dengan membagi informasi secara kontinu dan interaksi yang sangat
berkualitas.
h. A lack of kneejerk blame (kurangnya kesalahan yang menyentak), yaitu suatu keinginan
menggali faktor penyebab dari kesalahan atau kegagalan dan belajar dari padanya.
Kemajuan dunia telah mampu meningkatkan mobilitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang
cakap dan terampil dapat mencari peluang kerja dimana saja yang membutuhkan. Kecenderungan
lain adalah meningkatkan tenaga kerja wanita dan munculnya kaum minoritas dipasar tenaga kerja.
Tenaga kerja dalam suatu organisasi menjadi sangat beragam dengan konsekuensi timbulnya
berbagai masalah baru dalam budaya organisasi. Penelitian menunjukan bahwa perhatian
organisasi terhadap keberagaman tenaga kerja semakin meningkat (greenberg dan baron, 2003:
175).
Apabila kita amati, di indonesia masalah keberagaman tenaga kerja juga cenderung
meningkat, walaupun dengan substansi yang berbeda. Didalam organisasi dewasa ini kita temui
kebragaman ini dalam bentuk perbedaan gender, suku, agama, dan latar belakang. Perbedaan
tersebut dapat mempunyai pengaruh para budaya organisasi dan berarti memerlukan penanganan
manajemen secara beragam. Institusi perlu lebih banyak menaruh perhatian akan adanya
keberagaman diantara sumber daya manusia yang dimiliki. Perbedaan yang bukan dipertentangka,
tetapi justru di integrasikan dan disinkronisasikan.
Diversity managemen programs dapat dikelompokan dalam dua kategori yang dinamakan
awareness-based diversity training (pelatihan keberagaman berbasis kepedulian) dan skill-based
diversity training (pelatihan keberagaman berbasis ketersmpilsn), (greenberg dan baron, 2003:
177)
Terdapat empat piranti utama yang dapat digunakan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut.