Anda di halaman 1dari 7

Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadi Terdakwa Dahman Sirait atas Perkara Dugaan

Tindakan Pidana Korupsi Jalan Lingkar Utara Kota Tanjungbalai TA.2018

Assalamualaikum Wr. Wb…


Selamat Siang, Salam Sejahtera bagi Kita Semua…

Yang dimuliakan, MAJELIS HAKIM, KETUA DAN ANGGOTA.

Yang Saya Banggakan, TIM PENASEHAT HUKUM GILBERT LADITO Dan REKAN

Serta yang saya Hormati, Pengunjung sidang.

Pertama sekali, saya selaku terdakwa menyampaikan ucapan terimakasih kepada Majelis
Hakim melalui Ketua Majelis Hakim Bapak Wira Saputra Gultom, S.H., M.H yang telah
memberikan waktu dan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan Nota Pembelaan atas
tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum pada persidangan pekan lalu, selain
Tim Penasehat hukum yang telah menyampaikan Nota Pembelaan diri saya dari aspek hukum
formal maupun materil, saat ini secara pribadi saya juga akan menyampaikan beberapa hal
pembelaan saya ditinjau dari aspek kebenaran filosofis dan kebenaran sosiologis yang
mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan Bapak/Ibu Yang Mulia Majelis Hakim dalam
memutuskan perkara saya nantinya.
Adapun beberapa hal yang akan saya sampaikan adalah sebagai berikut :
 Bahwa saya menilai terhadap perkara a quo terdapat kejanggalan dan adanya upaya
kriminalisasi yang dilakukan oknum Jaksa Kejaksaan Semu Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan terhadap diri saya, karena atas penegakan hukum
yang dilakukan bukan untuk tujuan penegakan hukum itu sendiri, melainkan
pengunaan kesewenangan penegakan hukum yang seolah-olah bertujuan untuk
menegakkan hukum namun sebenarnya tidak.
Adalah semata-mata hanyalah untuk merugikan diri saya yang dikehendaki untuk
menjadi tersangka, terdakwa dan bahkan mungkin Terhukum, sehingga penegakan
hukum tersebut bukannya mendapatkan kepastian hukum dan kemanfaatan, melainkan
hanya untuk memenuhi hasrat hati dan kepuasan individual oknum Jaksa di Kejari
TBA.

 Apa yang menjadi motif kriminalisasi yang dilakukan terhadap diri saya bisa beragam,
mulai dari mempermalukan dan menjatuhkan saya selaku pejabat publik yaitu
Anggota DPRD sehingga merusak Integritas dan keparcayaan masyarakat terhadap
lembaga publik yang terhormat yaitu Lembaga DPRD Tanjungbalai, menghalang-
halangi saya melakukan aktivitas selaku Anggota DPRD sehingga menyebabkan

1
kerugian bagi masyarakat dan konstituen saya yang seharusnya bisa terwakili menjadi
tidak terwakili, teror kepada pihak lain, kepentingan politik, hingga motif ekonomi.

Yang Mulia, pihak yang memiliki motif utama tersebut bisa juga bukan berasal dan bermula
semata dari aparat penegak hukum saja, namun bisa saja pihak tersebut adalah pihak lain yang
menyuruh/memerintahkan pihak penegak hukum untuk melakukan kriminalisasi.
Sedemikian terasanya itikad buruk dari oknum Jaksa di Kejaksaan Semu Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan dari upaya kriminalisasi tersebut tampak dari beberapa
fakta dan kronologi sebagai berikut :
1. Bahwa pihak Penyidik Kejaksaan Semu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan bersama dengan BPK RI telah melakukan penggeledahan terhadap rumah
tinggal saya pada sekitar bulan Juni 2021 sementara status saya pada saat itu adalah
sebagai saksi pada perkara yang sama atas terdakwa Anwar Dedek dan Endang Hasmi,
dan penggeledahan tersebut tidak melalui prosedur yang diatur dalam KUHAP yaitu
Tidak Memiliki Izin dari Ketua Pengadilan Semu Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan.

2. Bahwa pada saat pemeriksaan perkara Terdakwa Endang Hasmi dan Saksi Anwar
Dedek Silitonga yang merupakan Direktur yang sekaligus penandatangan Kontraktual
dari 2 Paket Pengerjaan Peningkatan Jalan Dengan Konstruksi Hotmix Jalan Lingkar
Utara Kota Tanjungbalai TA. 2018, sebagaimana kita ketahui bersama sudah terpidana
dan terbukti bersalah di tingkat PN dan PT bahkan Kasasi. Saat itu terhadap diri saya
adanya rekayasa pada BAP saya sebagai Saksi, yang narasinya seolah-olah saya
adalah pemilik pekerjaan dimaksud, hal tersebut saya bantah pada saat hadir sebagai
Saksi di persidangan pada tanggal 04 Oktober 2021, lalu oleh Ketua Majelis Bapak
Wira Saputra Gultom, S.H., M.H diminta untuk dilakukan Konfrontir dengan Saksi
Verbalisan pada tanggal 15 Oktober 2021, selanjutnya dalam pemeriksaan tersebut
saya tetap membantah sebagian isi BAP yang direkayasa oleh Penyidik, untuk
selanjutnya Penuntut Umum saat itu memperlihatkan kepada saya dan di meja Majelis
Hakim bukti baru berupa Berita Acara Sumpah Penyidikan yang saya saksikan sendiri
saat itu Bukanlah Tandatangan saya dan saya menyampaikan hal tersebut kepada
Ketua Majelis Hakim bahwa saya tidak pernah membuat dan menandatangani Berita
Acara Sumpah Penyidikan itu. Maka saat itu oleh Ketua Majelis Hakim disarankan
kepada JPU sdr. Ravael Siagian untuk dilakukan Uji Laboratorium Forensik untuk
mengetahui keabsahannya, namun WaAllahu A’lam Bissoaf hanya Tuhan yang tahu
sampai saat detik ini apa yang dimintakan Ketua Majelis tersebut tidak dipenuhi oleh
mereka.

2
Yang Mulia, untuk kepentingan hak saya atas kejanggalan tersebut dan saya merasa dirugikan
maka pada tanggal 04 November 2021 saya membuat surat ke Ketua Pengadilan Negeri
Medan cq. Majelis Hakim Perkara Endang Hasmi dan Anwar Dedek perihal Permohonan
diberikan Bukti Berita Acara Sumpah Penyidikan yang patut saya duga dipalsukan, namun
tidak ditanggapi oleh Majelis Hakim dan Ketua PN Medan. Selanjutnya saya mencoba
melakukan upaya-upaya keberatan lain diantaranya dengan melaporkan kejanggalan tersebut
ke Jaksa Agung Muda Pengawasan dan Komisi Kejaksaan RI di Jakarta pada tanggal 16
Desember 2021, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan dan keterangan atas laporan saya
tersebut. Selanjutnya pada tanggal 08 Januari 2022 saya secara resmi melaporkan dugaan
pemalsuan surat dan tandatangan itu ke Polda Sumatera Utara dan diterima secara resmi oleh
Ka. SPKT Bagian Kepala Siaga II AKBP Saiful atas Pelaporan Peristiwa Tindak Pidana Pasal
263 KUHPidana, namun pihak Penyidik Polda Sumatera Utara kesulitan terkait bukti yang
saya laporkan, karena saya tidak bisa memberikan copy bukti dugaan pemalsuan surat
tersebut, padahal diketahui bukti itu Jelas dilihat saat itu oleh saya sendiri, oleh 3 Majelis
Hakim, PH Endang Hasmi dan Anwar Dedek serta PH Abdul Khoir Gultom. Dan dalam
kesempatan ini saya memohon kepada Majelis Hakim untuk memberikan kepada saya Berita
Acara Sumpah Penyidikan saya yang tercantum dalam berkas perkara Endang Hasmi dan
Anwar Dedek Silitonga, agar saya melalui kuasa hukum bisa melengkapi laporan saya di
Polda Sumut.

Yang Mulia, atas pelaporan saya tersebut, saya publikasikan di Media Cetak dan Online,
maka oleh sebab itu lah oknum Kepala Kejaksaan Semu Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan saat itu dengan gencar pula menerbitkan SPRINDIK baru terhadap
diri saya yang saya ketahui melalui media online berdasarkan hasil Konfrensi Pers Kasi
Intelijen Kejaksaan Semu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bahwa dalam penetapan diri saya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh pihak
Kejaksaan tanpa aturan hukum yang benar atau konkritnya telah melanggar aturan
yang tertuang dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 109,
Bahwa ditemukan Fakta Yuridis Surat Panggilan Jaksa Penyidik kepada saya sebagai
Tersangka tertanggal 09 Mei 2023 untuk pemeriksaan tanggal 09 Mei 2023, dan saya
terima di Kantor Kejaksaan Semu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
tatkala saya menghadiri Pemeriksaan sebagai Saksi pada tanggal tersebut,
sebagaimana Surat Panggilan Saksi Nomor : P-130/L.1.17/Fd.2/4.2023 tanggal 27
April 2023 dengan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Semu
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Nomor :
Print-07/L.2.17/Fd.2/12/2021 tanggal 23 Desember 2021, dan Surat Perintah
Penyidikan Khusus Kepala Kejaksaan Semu Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara Medan Nomor : Print-01.a/L.2.17/Fd.2/05/2022 tanggal 9 Mei 2023 jelas
merupakan suatu produk pemeriksaan perkara pidana yang bertentangan dengan syarat

3
formilnya suatu panggilan dan pemeriksaan tersangka, karenanya Surat Penetapan
Tersangka tersebut tidak dapat dijadikan dasar telah dilakukannya Pemeriksaan
Tersangka dihari yang sama, bahwa Kejaksaan Semu Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan selaku Penyidik tidak melaksanakan kewajibannya
menyampaikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), sehingga Penetapan
Tersangka terhadap saya yang diketahui dan tertuang dalam Surat Perintah
Penyidikan, Surat Panggilan dan Surat Perintah Penahanan yang seluruhnya diterima
pada tanggal 09 Mei 2023 adalah tidak sah.

4. Bahwa upaya kriminalisasi ini sangat jelas tampak melibatkan penegak hukum
khususnya Penyidik yang menggunakan kekuasaan dan kesewenangannya dalam
proses hukum pidana, dan hal ini dapat dilihat dari bahwa adanya upaya pemaksaan
untuk menyampaikan berkas Penyidikan ke Penuntut Umum yaitu hanya sekitar dalam
waktu 9 (sembilan) hari dan akibat dari upaya pemaksaan itu, Penyidik dalam
memeriksa saya pada saat status sebagai Tersangka telah melanggar Pasal 114 jo Pasal
56 ayat 1 KUHAP yaitu saat diperiksa pada tanggal 12 Mei 2023 saya tidak
didampingi oleh Penasehat Hukum dan malah saya disuruh menandatangani Surat
Pernyataan Keberatan untuk didampingi Penasehat Hukum, hal ini juga telah saya
sampaikan didalam eksepsi, dan dijawab oleh pihak JPU bahwa mereka katanya telah
menerbitkan Surat Nomor : B-127/L.2.17/Fd.2/05/2023 tanggal 11 Mei 2023 tentang
Penunjukkan Penasehat Hukum kepada LBH Trisila Cabang Tanjungbalai, namun
setelah pihak tim Penasehat Hukum saya melakukan Klarifikasi secara tertulis kepada
LBH dimaksud, LBH Trisila Cabang Tanjungbalai menerbitkan Surat Balasan
Nomor : 23/J-KLF/LBHT-TB/VI/2023 tanggal 27 Juni 2023 yang isinya menyatakan
tidak pernah menerima Surat Penunjukkan atas pendampingan diri saya seperti yang
disampaikan oleh JPU, atau dengan kata lain pihak Kejaksaan Semu Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan sudah melakukan kebohongan dan mengkangkangi
aturan Hukum Acara Pidana.

5. Bahwa upaya kriminalisasi selanjutnya yaitu ada pemaksaan melimpahkan berkas


dakwaan ke Pengadilan dama waktu tempo yang relatif singkat yaitu 5 (lima) hari
tepatnya pada tanggal 23 Mei 2023 berkas dakwaan sudah teregistrasi di Peradilan
semu USU Medan, sehingga gugur lah hak saya sebagai Tersangka untuk mengajukan
upaya hukum Pra Peradilan.

6. Bahwa berdasarkan fakta persidangan atas saksi-saksi yang dihadirkan tidak ada
seorang pun yang menyatakan apa yang dilihat dan dialaminya tidak ada korelasinya
dengan peran terdakwa, atau dengan kata lain para saksi menyatakan tidak mengetahui
bahkan membantah apa yang dipertanyakan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Majelis

4
Hakim, termasuk Saksi Mahkota yaitu Anwar Dedek Silitonga dan Endang Hasmi
selaku pihak penyedia jasa sebagai pelaksana dan penanggungjawab kontraktual
dengan PPK Dinas Pekerjaan Umum Tanjungbalai yang telah diputus bersalah pada
tahun lalu menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim menyatakan bahwa Paul Hizkia
Siagian tidak ikut terlibat dalam pekerjaan yang mengakibatkan adanya kerugian
negara berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI, “beliau hanya membantu karena kami
yang memintanya Yang Mulia”, namun Jaksa Penuntut menuliskan hal yang berbeda
di Surat Tuntutan dari apa yang terjadi sebenarnya pada fakta persidangan.

7. Bahwa selanjutnya dapat dibuktikan dari fakta persidangan, yaitu saksi ahli Ronal H
Sianturi yang dihadirkan untuk didengar keterangan dan pernyataannya yang
menyatakan bahwa perbuatan atau peran saya selaku Terdakwa tidak merupakan
perbuatan melawan hukum dan justru mematahkan dakwaan yang didakwakan oleh
Jaksa Penuntut Umum, namun Jaksa juga menuangkan penyataan ahli yang berbeda
pada tuntutannya, padahal Pernyataan Ahli pada persidangan yang menyatakan bahwa
tidak melanggar Peraturan Presiden (Perpres) tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah terkait adanya afiliasi antar penyedia jika menawar pada paket pekerjaan
atau pelelangan yang berbeda, terkait dengan pernyataan tentang pengalihan pekerjaan
yang dinyatakan ahli itu bukan termasuk kepada peran dan tanggungjawab hukum
saya, karena saya bukan selaku pihak kedua yang melakukan kontraktual dengan pihak
pertama yaitu PPK Dinas Pekerjaan Umum Tanjungbalai yang menimbulkan hak,
kewajiban dan tanggungjawab atau pemenuhan prestasi terhadap kontrak, sehingga
pernyataan ahli tersebut tidak ada korelasi dan relevansinya terhadap diri saya.

8. Bahwa ditinjau dari sisi kemanfaatan penegakan hukum secara materil, jelas tampak
pada penegakan perkara a quo justru menjadi sangat merugikan keuangan Negara,
yaitu negara menajdi terbebani untuk pembiayaan terhadap Penyidikan di tingkat
Kejaksaan dan biaya persidangan ditingkat pembuktian dan penuntutan bukanlah nilai
yang sedikit, yang mana beban tersebut dibebankan pada beban Anggaran Pengeluaran
Kantor Kejaksaan Semu Fakutas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang
menurut saya hal ini seperti disengaja agar anggaran bisa diserap, karena terhadap diri
saya bukanlah objek hukum yang bisa dibebankan pertanggungjawaban pidana atas
terjadinya kerugian Negara serta peran yang saya lakukan bukan merupakan perbuatan
melawan hukum.

9. Bahwa terkesan adanya pemaksaan pemidanaan terhadap saya, yaitu pemaksaan


penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor pada dakwaan JPU, sedangkan
diketahui berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor :
25/PUU-XIV/2016 tahun 2017 yang pada intinya Menyatakan kata “dapat” dalam

5
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4150) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; sehingga dalam
pengertian kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata (actual lost)
sehingga perubahan delik Pasal 2 dan 3 UU Tipikor semula dari Delik Formil menjadi
Delik Materil, dan Jaksa Penuntut Umum secara fundamental sebenarnya sangat
menyadari dan mengetahui hal itu, terbukti dan dapat dilihat dari poin 3 tuntutan
bahwa saya tidak dibebankan untuk mebayar uang pengganti, karena atas perkara yang
sama dan waktu penuntutan yang berbeda telah ditemukan objek hukum pemidanaan
atau orang yang secara sah terbukti bersalah serta bertanggungjawab terhadap
kerugian keuangan negara berdasarkan putusan Pengadilan yaitu Sdr. Endang Hasmi
dan Sdr. Anwar Dedek Silitonga dan atas pembebanan pidana dan uang pengganti
tersebut menggugurkan Delik Materil yang terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU
Tipikor tersebut.

10. Bahwa JPU dalam dakwaannya terkesan memaksakan dan salah dalam penerapan
Pasal terhadap saya, yaitu Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor, karenanya unsur yang terdapat
dalam Pasal tersebut tidak terbukti dan tidak sesuai dengan peran saya dalam perkara a
quo, yaitu :
a. Unsur melawan hukum, bahwa jelas dilihat dari fakta persidangan perbuatan saya
bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum atau bukan perbuatan tercela yang
menurut perasaan keadilan masyarakat harus di pidana.

b. Unsur memperkaya orang lain, bahwa bagaimana mungkin saya bisa memperkaya
Endang Hasmi dan Anwar Dedek, sedangkan saya secara jabatan dan kewenangan
yang terdapat pada diri saya saat perkara a quo terjadi tahun 2018 bukan merupakan
pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan keuangan
Negara/Daerah dan bukan pejabat yang berwenang untuk melakukan persetujuan
pembayaran atas pekerjaan peningkatan jalan lingkar utara Kota Tanjungbalai
perkara a quo, Yang Mulia, selihai bagaimanapun dan seburuk-buruknya niat dari
seseorang ataupun penyedia jasa untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi
merugikan keuangan Negara tidak akan terjadi tanpa persetujuan pejabat yang
berwenang melakukan pengelolaan keuangan Negara/Daerah. Artinya secara
kualitas dan kausalitas bahwa tindakan serta perbuatan saya bukan penyebab dari
akibat yang terjadi.

6
c. Unsur merugikan keuangan Negara, bahwa dalam perkara a quo, kerugian
keuangan Negara sudah dibebankan pidananya terhadap objek hukum yang sudah
dibebankan pemidanaan terhadapnya yaitu Endang Hasmi dan Anwar Dedek
Silitonga, artinya dalam perkara a quo sudah tidak memenuhi unsur kerugian
Negara.
Majelis Hakim Yang Mulia, dengan disampaikannya kronologis dugaan kriminalisasi dan
pemaksaan pemidanaan terhadap diri saya, walaupun penyampaian pembelaan ini tidak
tersusun secara sistematis dan memuat teori-teori hukum secara lengkap, saya yakin Majelis
Hakim Yang Mulia bijaksana dan arif dalam memaknai dari isi pembelaan yang saya buat
sendiri ini sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam memutus perkara pidana a quo
berdasrkan alat bukti selain dengan mempertimbangkan fakta peristiwa yang terungkap di
persidangan.

Fakta hukum, perumusan fakta hukum, penerapan norma hukum baik dalam hukum positif,
hukum kebiasaan, yurisprudensi serta teori-teori hukum dan azas keadilan berdasarkan ke
Tuhanan Yang Maha Esa.

Demikian pembelaan pribadi ini saya sampaikan Kepada Majelis Hakim Yang Mulia, dan
saya memohon kiranya Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya yaitu
membebaskan saya dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.

Atas kesempatan yang diberikan kepada saya, saya akhiri dengan mengucapkan terima kasih
dan semoga kita semua diberikan kesempatan.

Hormat Saya,
Atas Nama Terdakwa yang sedang mencari keadilan
Paul Hizkia Siagian.

Anda mungkin juga menyukai