Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH

ISLAM LINTAS DISIPLIN ILMU

ISLAM DAN ILMU KOMUNIKASI

Nama: Rizky Fernanda Kurniawan

NIM: 0312519166

Kelas: AK19M

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA

JULI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga

makalah dengan berjudul “Islam dan Ilmu Komunikasi” dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Ujian Akhir Semester dari Prof.

Dr. Sukron kamil selaku dosen pengampu. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan

menambah wawasan kepada pembaca tentang Islam dan Ilmu Komunikasi.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Sukron Kamil selaku

dosen pengampu mata kuliah Islam Lintas Disiplin Ilmu. Berkat tugas yang diberikan ini,

dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga

mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam

proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak

kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang

pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari

pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Jakarta, 20 Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................1
1.3. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1. Perspektif Islam mengenai Komunikasi.................................................................3
2.2. Islam dan Paradigma Komunikasi..........................................................................4
2.3. Islam, Komunikasi Verbal dan Non Verbal...........................................................5
2.4. Islam dan komunikasi antar budaya.....................................................................10
BAB III....................................................................................................................................13
PENUNTUP............................................................................................................................13
3.1. Simpulan...................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Komunikasi merupakan suatu proses ketika seseorang atau beberapa orang, kelompok

organisasi,dan masyarakat menciptakan,dan menggunakan informasi agar terhubung dengan

lingkungan dan orang lain".Komunikasi dapat berbentuk verbal dan nonverbal. Verbal

merupakan komunikasi yang dilakukan dengan bahasa lisan berupa kata-kata, sedangkan

komunikasi nonverbal merupakan komunikasi menggunakan gerak-gerik tubuh atau

menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, dan mengangkat

bahu. Komunikasi menurut para ahli di antaranya seperti yang disebutkan oleh Anwar Arifin.

Menurutnya arti komunikasi adalah jenis proses sosial yang erat kaitannya dengan aktivitas

manusia serta sarat akan pesan maupun perilaku.

Skinner turut beropini tentang bagaimana komunikasi sebagai suatu perilaku lisan

maupun simbolik dimana pelaku berusaha memperoleh efek yang diinginkan. Forsdale

berkomentar bahwa pengertian komunikasi adalah jenis proses pembentukan, pemeliharaan

serta pengubahan sesuatu dengan tujuan agar sinyal yang telah dikirimkan berkesesuaian

dengan aturan.

1.2.Rumusan Masalah

Esensi (hakikat) komunikasi Islam adalah mengajak manusia kepada jalan dakwah yang

lebih menekankan kepada nilai-nilai agama dan sosial budaya, yakni dengan menggunakan

prinsip dan kaedah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Prinsip tersebut bukan hanya

sekedar penyampaian pesan dan terjadinya perubahan perilaku komunikan, namun terjalinnya

jaringan interaksi sosial yang harmoni dan berasas normatif. Prinsip inilah yang membedakan

1
konsep komunikasi perspektif Islam dengan komunikasi dalam perspektif Barat yang

terkesan lebih bersifat culture bound dan banyak terlepas dari unsur normatif.

1.3.Tujuan

Tujuan dari penulisan ini ialah untuk mengetahui perspektif islam mengenai komunikasi . Karena

komunikasi memilii peran utama dalam kehidupan manusia. Komunikasi memliki peran komunikasi

sebagai komunikasi social, seabagai pernyataan ekspresif , sebagai kepentingan ritualistik, dan terakhir

sebagai instrumental / alat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perspektif Islam mengenai Komunikasi

Dalam Islam, komunikasi dalam pengertian umum, verbal dan non verbal sebanding

dengan istilah mu'amalah, hablum minannis, dan silaturrahmi (ketiganya sebanding dengan

komunikasi non verbal, meski dalam silaturrahmi ada sisi verbalnya), dan untuk komunikasi

verbal sebanding dengan istilah tabligh dan dakwah di atas. Mu'imalah artinya adalah

interaksi sosial sebagaimana terdapat dalam hadis, bahwa suatu kali Nabi ditanya: “apa itu

agama”, wahai Rasululullah? Jawab Nabi, “agama adalah interaksi sosial” (verbal maupun

non verbal). Artinya, baik tidaknya komunikasi verbal dan non verbal menjadi ukuran yang

memperlihatkan seseorang beragama dengan baik atau tidak. Istilah hablum minannis

(hubungan yang baik dengan sesama manusia) terdapat dalam OS. Ali Imran/3: 112: “Mereka

akan diliputi kehinaan kecuali berhubungan (berkomunikasi) baik dengan Allah dan juga

dengan sesama manusia”. Sedangkan silaturahmi berasal dari bahasa Arab shilah ar-rahmi,

dimana kata shilah diambil dari derivasi kata yang sama dengan it-tishal (komunikasi), yang

berarti berhubungan/ menghubungkan. Silaturrahmi berarti menghubungankan mereka yang

berasal dari (satu) peranakan/rahim, atau meghubungkan persaudaraan/ kasih sayang.# Istilah

ini ada dalam hadis riwayat Muslim, sabda Nabi: “Wahai manusia, sebarkanlah perdamaian,

berilah makan orang miskin, sambungkanlah kasih sayang (lakukan silaturahmi), dan salatlah

saat yang lain sedang tidur, maka kalian akan masuk surga, negeri penuh damai”. Dalam

hadis riwayat Bukhari dan Muslim bahkan disebut bahwa komunikasi dalam bentuk

silaturrahmi akan memaniangkan umur dan meluaskan rejeki.

3
Yang lebih terkait Islam sebagai agama tentu saja adalah prinsip-prinsip komunikasi yang

isinya adalah etika/moralitas komunikasi, yaitu: objektif (sebanding dengan shidig jujur/tidak

berdasarkan hoax) dan etis (berakhlak baik,). Misalnya menghindari fitnah (termasuk dalam

arti kekacauan (fitnah/ pemberontakan yang dibedakan dengan iktilaf/perbedaan pendapat

sebagai kritik sosial, penghinaan (QS. al-Hujurat/49: 11), disintegrasi (QS. Ali Imran/3: 103),

pencemaran nama baik (seperti ghibah Imembicarakan keburukan orang lain dimana

orangnya dibicarakan tidak hadir, (QS. al-Hujurat/49: 12)), dan pelanggaran hak cipta

(mengambil hak oranglain).

2.2. Islam dan Paradigma Komunikasi

Menurut John Fiske dalam bukunya: Introduction to Communication Studies, ada dua

paradigma dalam ilmu komunikasi: (1) komunikasi sebagai transmisi pesan yang fokus pada

pengirim, penerima, dan akurasi serta efisiensi pesan. Paradigma ini sering disebut mazhab

proses komunikasi. (2) Komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Paradigma ini

memandang komunikasi sebagai kajian teks dan budaya yang tidak menganggap

kesalahpahaman sebagai kegagalan komunikasi, karena adanya keragaman budaya.

Paradigma kedua sering disebut sebagai mazhab semiotika yang mengaitkan dirinya dengan

linguistik dan subjek-subjek seni.

Dalam paradigma kedua, agaknya, Fiske menunjuk pada konsep the death of author,

kematian sumber (komunikator) dalam teori semiotik, yang menyarankan agar beralih dari

komunikator (pengarang) sebagai pusat ke penerima (pembaca) sebagai pusat. Meski

penerima pesan boleh merayakan pluralisme makna dalam pesan (teks) komunikasi, sebagai

catatan, dalam semiotika Roland Barthes, agar objektif, menyaratkan harus berdasarkan

leksia (penggalan teks). Dengan begitu, tidak terjadi chaos dalam pemakanan.'82 Paradigma

4
komunikasi yang kedua juga menunjuk pada pluralisme makna dalam teori posmodernisme,

yang telah dijelaskan di bab sejarah sains di Barat dan bab epistemologi.

Kalau meminjam teori hermeneutika, paradigma komunikasi yang pertama menunjuk

pada hermenutika objektif Wilhelm Diltey atau disebut juga teori hermeneutika

rekonstruktif/reproduktif. Teori ini menganggap pemaknaan (pemahaman) atas teks (pesan

dalam komunikasi) akan objektif dengan metode transhistoris. Metode transhistoris adalah

metode yang mengandalkan kemampuan penerima atau pengkaji pesan untuk melepaskan diri

dari konteks historis dirinya sendiri dan masuk ke dalam konteks kehidupan pengarang

(komunikator) sebagai pusat. Sedangkan paradigma komunikasi kedua menunjuk pada

hermeneutika produkstif/konstruktif HG. Gadamaer. Dalam teori ini dimungkinkan

melampau maksud pengarang (komunikator) sekaligus bermakna bagi pembaca (penerima).

Teori ini beralih dari pengarang/komunikator ke penerima (pengkaji/pembaca) Sebagai pusat,

sebagaimana teori semiotika.

Dalam Islam, paradigma pertama diwakili al-Jahizh dan Ibnu Khaldun yang

mementingkan teks bahasa (pesan) dan pengirimnya, dan paradigma kedua diwakili Abdul

Oahir al-Jurjani yang mementingkan makna ketimbang kata/bahasa. Nilai bahasa (pesan

komunikasi) pun terletak bukan pada bahasa sebagai penanda, tetapi pada makna/pikiran/

Tasa sebagai petanda (ditandai). Artinya, makna tersurat (denotasi) dari Sebuah teks (pesan)

komunikasi dari komunikator tidak selamanya bisa dirujuk, karena juga dalam pesan ada

makna tersirat (konotasi) yang tidak bisa ditemukan di kamus.

2.3. Islam, Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Dalam pengertian komunikasi sebagai interaksi sosial melalui pesan (seperangkat simbol

yang mewakili perasaan, nilai, dan gagasan) dari sumber/komunikator, komunikasi bisa

5
dibagi kedalam dua bagian besar: komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Untuk

komunikasi verbal terutama, diakui Yuval Noah Harari yang menyebut manusia menjadi

makhluk yang unggul ketimbang makhluk lannya dengan revolusi kognitifnya diawali

dengan kemampuannya berbahasa, semacam bergosif. Ini juga diakui Safir yang menurutnya,

manusia tidak hidup di pusat keseluruhan dunia, tetapi hanya di bagian yang diberitahukan

oleh bahasa. Kedua hal ini telah diungkap di atas. Menurut Larry L. Barker, ada banyak

fungsi bahasa dalam komunikasi verbal, yaitu:

1. Untuk penamaan, dimana semua benda di dunia dinamai dengan bahasa tertentu.

2. Untuk interaksi, dimana interaksi sosial dimungkinkan terjadi karena lewat bahasa

seperti disebut juga Yuval Noah Hariri.

3. Untuk transmisi informasi, dimana informasi bisa beralih dari satu orang ke orang lain,

atau kelompok sosial tertentu ke kelompok sosial lainnya lewat bahasa. Lihat misalnya

komunikasi dalam orasi, pengajaran, dan juga pemberitaan di media masa, baik cetak

maupun elekronik.

Meskipun punya fungsi yang vital dalam kehidupan dan kebudayaan, ada sejumlah

problematika dalam komunikasi verbal melalui bahasa. Di antaranya:

1). keterbatasan bahasa, yaitu keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili

objek. Problematika inilah yang membuat bahasa Melayu/Indonesia ter-Arab-kan pada masa

klasik Indonesia dan ter-Barat-kan (ter-Belanda-kan/ter-Inggris-kan) pada masa modern dan

kontemporernya.

2). Kata yang bersifat ambigu dan kontekstual. Dalam bahasa, kata ambigu kadang tak

terelakkan. Misalnya: “Istri lurah yang baru itu kemarin datang ke kampung kita”. Yang

dimaksud penuturnya apakah lurah yang baru atau istrinya.

6
3). Kata yang mengandung bias budaya (dalam bahasa Arab terdapat 600 kata untuk unta

(warna, jenis kelamin, usia, struktur tubuh dan lain), dan ini menunjukkan bias budaya Arab

yang akrab dengan unta, dimana unta menjadi binatang yang bermakna.

4). Percampuran antara fakta dan penilaian, yang keduanya kadang susah dibedakan.

5). Kerumitan makna bahasa, baik karena problem leksem (kata atau gabungan kata),

struktur bahasa, atau karena bahasa sebagai problem kultural. Juga ragamnya seperti bahasa

gaul, bahasa resmi dan tidak resmi (“amiyah), ragam seperti bahasa Inggris dan AS (centre vs

center, colour vs color, socialisation vs socialization), dan soal pengalihan bahasa.

Sejauh literatur yang bisa dibaca, Islam sangat mementingkan komunikasi verbal lewat

bahasa. Bahkan, komunikasi verbal lewat bahasa menjadi ciri dan kelebihan manusia yang

didefiniskan sebagai hayawain naithig, hewan yang bisa bicara (berbahasa), sebagaimana

telah diuraikan di atas. Karenanya, al-Qur'an merupakan pesan komunikasi dari Allah melalui

bahasa Arab (misalnya QS. as-Syura/42: 7). Juga hadis Nabi sebagai pesan komunikasi dari

Nabi melalui bahasa Arab, dimana hadis gauli (ucapan) dalam ilmu hadis sebagai hadis

mayoritas. Al-Qur'an pun kemukjizatannya terletak pada bahasa (sastra) dan juga isinya.

Keterbatasan bahasa dalam tradisi Islam pun diberi jalan keluarnya dengan pembahasan

bahasa Arab di tingkat kata seperti lahirnya kamuskamus, juga kajian bahasa dalam ushul

figh dan ilmu-ilmu al-Qur'an. Di antaranya melalui pembahasan kata umum dan khusus, kata

mutlak (absolut) dan mugayyad (terikat), kata musytarak (homonimi atau polisemi), makna

lahir dan makna batin, makna tersurat dan tersirat (manthilg dan mafhim), dan sebagainya.

Ringkasnya fenomena komunikasi melalui bahasa harus didekati dengan kajian yang bersifat

intralinguistik dan ekstra linguistik (lihat bab Islam, Ilmu Bahasa dan Sastra Modern).

Selain komunikasi verbal, bentuk komunikasi yang dilakukan manusia juga adalah

komunikasi non verbal Menurut Flora Davis, komunikasi antar manusia akan membosankan,

7
bila hanya dilakukan dengan kata-kata. Katakata hanyalah sebagian kecil saja dari

komunikasi. Bahkan, dalam pandangan Freud: “Bila bibir manusia diam, ia bicara dengan

ujung jarinya”. Bahkan, setiap prilaku manusia sesungguhnya mempunyai potensi

komunikasi. Lihat komunikasi manusia saat ini di medsos, dimana mereka berkomunikasi

dengan bahasa, foto, dan video, baik di Wathsapp, Facebook dan Instagram, dengan kata

oke/bagus atau memperlihatkan simbol jempol

Ada banyak bentuk komunikasi non verbal. Di antaranya adalah:

1. Bahasa tubuh. Bentuk komunikasi dalam bahasa tubuh juga ada banyak lagi variannya,

yaitu (a) isyarat tangan. Misalnya, orang Prancis, Italia, Spanyol, Mexico, dan Arab sangat

aktif menggunakan tangan mereka saat berkomunikasi. Seolah bila kedua lengannya

diamputasi, mereka tak dapat bicara sama sekali. Untuk menunjuk diri sendiri, orang

Indonesia menunjuk dadanya, sementara orang Jepang menunjuk hidungnya. Acungan

jempol di AS berarti mau ikut tumpangan kendaraan, di Italia isyarat cabul, di Indonesia dan

Malaysia isyarat bagus/oke. (b) Gerakan kepala, dimana anggukan kepala di Bulgaria berarti

tidak, dan di Indonesia dan Inggris berarti ya. (c) Postur tubuh. Ramping adalah postur tubuh

yang baik bagi wanita. (d) Posisi kaki (di beberapa negara, wanita yang duduk

merenggangkan kaki sebagai isyarat wanita tuna susila, dan dulu di Indonesai biasa jalan

merangkak berhadapan dengan pembesar (sungkem di Jawa dipandang baik). Sementara

dalam perspektif Barat itu adalah tindakan buruk (Novel Bumi Manusia karangan Pramudya

Ananta Toer)). (e) Ekspresi wajah dan tatapan mata yang merupakan prilaku non verbal yang

paling banyak bicara (punya andil dalam pesan).

2. sentuhan. Seorang dapat merasa seperti terkena setrum saat disentuh lawan jenis yang

dicintainya, dan orang berstatus lebih tinggi lebih sering menyentuh orang berstatus rendah

(sentuhan bagian dari kekuasaan). Termasuk kategori ini mencium atau memeluk.

8
3. Parabahasa/vokalika, yaitu aspek suara selain ucapan yang bisa dipahami. Misalnya

kecepatan bicara, nada tinggi dan rendah, volume suara, intonasi, dialek, suitan, tawa, tangis,

desahan, dan lain-lain.

4. Penampilan fisik seperti dalam berbusana dengan menggunakan pakaian tradisional

(sarung/jubah/kebaya), T Shirt, kemeja tangan pendek, tampil dengan berjenggot, bercelana

cingkrang, dan lain-lain.

5. Bau-bauan. Ada banyak fenomena yang memperlihatkan hal itu. Seorang polisi di Bogor

dulu roboh ditembak istrinya, karena ia mencium aroma minyak wangi lain yang tak biasa

dipakai suaminya. Orang yang berkabung atau ihram dalam Islam tak boleh memakai wangi-

wangian.

6. Orientasi ruang, misalnya ruang pribadi versus publik, posisi duduk dan pengaturan

ruangan di rumah dan di kantor.

7. Konsep waktu, dimana orang Barat umumnya menganut waktu monokronik yang

mementingkan kegiatan dan penjadwalan. Karenanya, mereka tepat waktu. Sementara

orangorang Timur menganut waktu polikronik.

8. Diam. Diam merupakan bagian dari bahasa tubuh yang berarti marah. Bisa juga diam

adalah emas, di saat berhadapan dengan orang bodoh yang banyak bicara.

9. Warna. Misalnya warna biru menunjukan suasana hati aman, nyaman, lembut, dan

menenangkan. Sementara warna hitam mengandung arti sedih/murung dan kuat/bagus sekali.

10. Artefak. Ada banyak artefak yang menjadi bagian dari komunikasi pemiliknya. Misalnya

rumah, kendaraan, perabot rumah dan modelnya.

Dalam Islam, sebagaimana fenomena sosial kemanusiaan, komunikasi non verbal tentu

juga diakui. Bahkan, dalam hadis yang telah disebutkan di atas, interaksi sosial yang baik

9
(mu'amalah) sebagai komunikasi dengan menggunkan bahasa tubuh merupakan sesuatu yang

identik dengan agama, bahkan ukuran keberagamaan seseorang. Artinya berinteraksilah

dengan sesama manusia dengan baik, dan itu berarti sedang berkomunikasi non verbal yang

dianjurkan Islam, menurut Nurcholish Madjid, keberadaan seseorang ditentukan oleh apakah

dia bekerja menghasilkan karya yang baik atau tidak.

2.4. Islam dan komunikasi antar budaya

Isu yang menjadi bahasan dalam ilmu komunikasi belakangan adalah komunikasi

antarbudaya/lintas budaya. Komunikasi lintas budaya adalah komunikasi/interaksi

antarindividu atau antarkelompok yang memiliki kebudayaan yang berbeda, baik dalam

bentuk perbedaan rasial, etnis, budaya (termasuk di dalamnya sekte keagamaan), maupun

kelas sosial (seperti gender, ekonomi, dan politik). Misalnya saat konferensi internasional/

kunjungan ke negara lain/komunikasi di media sosial seperti Facebook atau Twitter.

Agaknya, termasuk juga kajian komunikasi antar budaya, komunkasi masa yang harus

mempertimbangkan bahkan mengakomodir perbedaan/keragaman budaya. |

Secara kategorik, unsur atau wujud-wujud kebudayaan dalarh pengertian luas itu bisa

dibagi kedalam tiga kategori:

1). Wujud ide-ide (gagasan (pandangan hidup) dan sistem nilai atau norma) yang sering

disebut sistem budaya (pola pikir dan pola rasa).

2). Wujud aktivitas (tindakan berpola) seperti cara makan yang sering disebut sistem sosial.

3). Wujud artefacts (benda-benda hasil karya manusia) seperti bangunan tempat ibadah dan

lain-lain. Ketiganya saling berkaitan, dimana wujud pertama sebagai blue print yang

mempengaruhi wujud kedua dan ketiga.

10
Secara teoritis, kajian komunikasi antar budaya antara lain dibangun oleh Edward T.

Hall. Menurutnya: “Culture is communication and Communication is Culture”. Pandangan

Hall yang memandang antar komunikasi dan kebudayaan sulit dipisahkan ini, untuk culture is

communication (kebudayaan adalah komunikasi) bisa dijelaskan dengan, bahwa budaya

adalah pewarisan sosial (budaya adalah sosialisasi dan institusionalisasi suatu pola pikir atau

pola rasa yang dilakukan orang tua/generasi tua kepada anaknya atau generasi muda, baik di

rumah di sekolah, maupun dilingkungan sosial yang lebih besar.

Sedangkan untuk Communication is Culture bisa diuraikan dengan bahwa budaya

menentukan berkomunikasi dengan siapa. Misalnya kebudayaan zero sum game (mati siji

mati kabeh Imati satu mati semua, sehingga semua tidak mendapat bagian)) dalam sebagian

penggalan sejarah pra modern Jawa/ Sunda menunjukkan tidak adanya komunikasi, baik

verbal maupun non verbal kepada lawan dengan mengakui keunggulan lawan. Demikian juga

pola pikir dan pola rasa eksklusivisme, baik dalam bentuk nasionalisme ultra kanan di Barat

saat ini yang anti pendatang, terutama kepada pendatang Muslim. Juga dalam pola pikir

fundamentalsime agama di Timur. Keduanya menutup diri dari berkomunikasi dengan baik

kepada yang dianggap orang lain (the others) karena berkomunikasi denga mereka dilarang

lingkungan sosialnya. Yan dimaksud the others itu adalah kaum pendatang bagi kaum

nasionalis ultra kanan di Barat, dan pemeluk agama atau keyakinan lain bagi kaum

fundamentalis agama. Budaya juga menentukan berkomunikasi tentang apa, melalui apa

(bahasa sebagai kultur), bagaimana encoding (penyandian) dan decoding (penyandian

balik/menafsir sesuai konteks) terjadi.

Secara praktis, kajian komunikasi antar budaya juga adalah kajian yang dibutuhkan

(yang urgent). Alasannya karena setiap komunikasi dalam derajat yang berbeda akan

tergolong komunikasi antar budaya, karena setiap orang (individu dan kelompok) dalam

komunikasi akan membawa simbolnya, makna, pilihan, dan pola budayanya. Dalam proses

11
komunikasi, dari awal, akan ada proses saling mengeksplorasi, negosiasi, dan akomodasi

budaya. Dalam komunikasi, para pelakunya akan memperhatikan apakah mereka pihak-pihak

yang teribat memiliki kesamaan tingkat pengetahuan, latar belakang, orientasi waktu, filsafat

politik, pola gerak isyarat, pola salam (penghormatan), orientasi kebahasaan, dan kemampuan

Bahasa.

Dalam Islam, komunikasi antar budaya dalam pengertian dan juga panduan seperti di

atas tentu saja dengan mudah bisa ditemukan. Komunikasi yang dilakukan kaum Muslimin

harus dibangun dengan mempertimbangkan perbedaan budaya internal Muslim, sehingga

tidak menyobek kohesi sosial antar Muslim, baik sebagai individu maupun kelompok. QS. al-

Hujurat/49: 10-12 misalnya menekankan keharusan komunikasi internal Muslim

memperhatikan dan mempertimbangkan agar integrasi internal Muslim terjaga. Karenanya

komunikasi yang dilakukan tidak didasarkan pada sikap saling menghina (mengolok-olok),

mencela, buruk sangka, mencari-cari kesalahan orang, dan ghibah (membicarakan keburukan

orang lain di saat orangnya tak ada), karena di dalam ghibah akan tidak ada keadilan bagi

orang yang diburukkan.

12
BAB III
PENUNTUP

3.1. Simpulan

Komunikasi sangat lah penting bagi kehidupan manusia terutama dalam berintraksi

dengan sesama untuk bertukar informasi, ada 2 bentuk komunikasi verbal dan non-verbal

dalam islam komunikasi sebanding dengan istilah mu'amalah, hablum minannis, dan

silaturrahmi (ketiganya sebanding dengan komunikasi non verbal, meski dalam

silaturrahmi ada sisi verbalnya), dan untuk komunikasi verbal sebanding dengan istilah

tabligh dan dakwah. Kajian komunikasi antar budaya juga adalah kajian yang dibutuhkan

(yang urgent). Alasannya karena setiap komunikasi dalam derajat yang berbeda akan

tergolong komunikasi antar budaya, karena setiap orang (individu dan kelompok) dalam

komunikasi akan membawa simbolnya, makna, pilihan, dan pola budayanya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kamil, Sukron. 2021. Islam dan Sains Modern. Depok: PT Rajawali Buana Pusaka

Ilkomunida. 2019. “Esensi Komunikasi Islam”,

http://ilkom.unida.gontor.ac.id//esensi-komunikasi-islam, diakses pada 21 Juli 2022

pukul 11.53.

Wikipedia, 2022. “Komunikasi”, https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi diakses

pada 21 Juli 2022 pukul 11.15.

14

Anda mungkin juga menyukai