Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KELOMPOK II
PERKEMBANGAN DAN ISU-ISU PENDIDIKAN GLOBAL
(ISU-ISU PERENIAL DALAM PENDIDIKAN)

Disusun Oleh :
1. NOVI DIANI (20226013102)

2. ADRIANUS DANANG SETIAWAN (20226013070)


3. RESKA HANDAYANI (20226013111

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2023
i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik. Makalah ini
merupakan hasil kerjasama antar anggota kelompok kami dalam rangka memenuhi tugas
pembuatan makalah mata kuliah Perkembangan dan Isu-Isu Pendidikan Global.
Dalam pembuatan serta penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Dan kami menyadari dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan, kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sangat kami harapkan demi kebaikan dan kualitas makalah Perkembangan dan Isu-
Isu Pendidikan Global selanjutnya. Kami harap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membaca makalah ini.
Palembang, 12 Oktober 2023
Penyusun,
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Peran Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor Eksternal ................ 3


B. Sifat Dasar Peserta Didik ................................................................ 15
C. Pendidikan Sepanjang Hayat ........................................................... 20
D. Pendidikan Sementara (Berbatas Waktu) ........................................ 22

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..................................................................................... 25
B. Saran .............................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………..………………. 26


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Isu, rumor atau desas-desus adalah suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang
dilakukan oleh satu atau beberapa pihak yang dapat menghasilkan negosiasi beberapa
pihak yang dapat menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sektor swasta, kasus pengadilan
sipil atau criminal atau dapat menjadi masalah kebijakan publik melalui tindakan legislatif
atau perundangan menurut Hainsworth & Meng. Sedangkan menurut Barry Jones &
Chase isu adalah sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil
keputusannya.isu mempresentasikan suatu kesenjangan antara praktek korporat dengan
harapan-harapan para pemangku kepentingan (stakeholder). Berdasarkan definisi yang
telah disebutkan di atas, isu adalah hal yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasi
yang apabila tidak ditangani secara baik akan memberikan efek negatif terhadap organisasi
dan berlanjut pada tahap krisis.

Definisi/arti kata “Perenial” di kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring adalah
dapat hidup beberapa tahun terus-menerus dalam hal Pendidikan, perenialisme
memandang bahwa tujuan utama Pendidikan adalah untuk membantu siswa dalam
memperoleh dan merealisasikan kebenaran abadi. Aliran ini menilai bahwa kebenaran itu
bersifat universal dan konstan. Maka jalan untuk mencapainya adalah melatih intelek dan
disiplin mental. Contoh penerapan perenialisme dalam pendidikan yaitu berdirinya
sekolah-sekolah berbasis agama seperti Muhammadiyah, sekolah Kristen, pondok
pesantren. Sekolah-sekolah ini mengedepankan ilmu agama karena dianggap sebagai
sesuatu yang memiliki nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang menjadi pandangan hidup.

Perenialisme adalah aliran yang berpedoman pada nilai-nilai norma yang sifatnya
kekal atau abadi. Aliran ini lahir sebagai bentuk penentangan terhadap aliran progresif,
yaitu kehidupan harus selalu berpedoman pada perubahan yang baru. Peran guru pada
aliran perenialisme lebih dominan, sehingga seorang guru idealnya memiliki kapasitas
keilmuan dan keteladanan yang baik, karena bertujuan untuk membantu peserta didik untuk
menyimpulkan kebenaran yang paling tepat (Sulaiman, 2013, hlm.17).

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran faktor -faktor internal (bakat) dan factor eksternal (pengalaman
lingkungan)?
2. Apa sifat dasar peserta didik (baik/buruk,aktif/pasif)?
3. Apakah Pendidikan sepanjang hayat?
4. Apakah Pendidikan sementara (berbatas waktu)?

C. Tujuan Pendidikan

Untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang:

1. Peran faktor -faktor internal (bakat) dan factor eksternal (pengalaman lingkungan)
2. Sifat dasar peserta didik (baik/buruk,aktif/pasif)
3. Pendidikan sepanjang hayat
4. Pendidikan sementara (berbatas waktu)

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Peran faktor -faktor internal (bakat) dan faktor eksternal (pengalaman lingkungan)
A. Faktor Internal
Belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut menurut Slameto
(1988:56) dan Suryabrata (1986) dibagi atas dua faktor utama, yaitu faktor yang
bersumber dari diri individu yang disebut faktor internal dan yang bersumber dari luar
diri individu disebut faktor eksternal.
Adapun yang termasuk kedalam faktor internal, misalnya faktor jasmaniah
(fisiologis), dan faktor psikologis. Yang termasuk kedalam faktor jasmaniah, misalnya
faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sedangkan yang termasuk faktor psikologis,
misalnya faktor intelegensi, minat perhatian, bakat, motivasi, kematangan dan
kesiapan dan lain sebagainya.
1. Faktor Jasmani (fisiologis)
Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya kondisi fisik yang lemah atau sakit
akan menghambat tercapainya hasil belajar. Kedua, keadaan fungsi
jasmani/fisiologis. Selama proses pembelajaran belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologi pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama
pancaindra.
Pada proses pembelajaran panca indra merupakan pintu masuk bagi segala
informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia (Burhanuddin:2008).
a. Karena sakit
Seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga
sarangan sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang
diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak.
b. Karena kurang sehat
Faktor kesehatan sebagai faktor internal yang mempengaruhi proses dan

3
hasil belajar dimaksudkan, yaitu bahwa peserta didik yang mengalami
gangguan kesehatan akan tidak dapat belajar dengan maksimal dan optimal.
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia
mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang kurang
semangat, pikiran terganggu. Karena hal-hal ini maka penerimaan dan
respons pelajar berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal
memproses, mengelola, menginterpretasi dan mengorganisasi bahan
pelajaran melalui indra (Ahmadi:2004).
c. Sebab karena cacat tubuh
Cacat tubuh merupakan sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau
kurang sempurna mengenai tubuh badan.Peserta didik yang mengalami cacat
tubuh, juga akan mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik.
Adapun Cacat tubuh dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran kurang penglihatan,
gangguan psikomotor dan kurang penglihatan.
2) Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, bisu, hilang tangannya dan
kakinya (Ahmadi:2004).
Dalam hal ini, jika siswa tersebut mengalami cacat, maka diusahakan
agar siswa mendapatkan hak dan belajarnya pun tidak terganggu, hendaknya
ia diusahakan belajar di lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat
bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatan itu.
2. Faktor Psikologis
Belajar memerlukan kesiapan rohani, ketenangan dengan baik. Jika hal-
hal di atas tidak ada pada diri anak maka belajar sulit dapat masuk.
Adapun faktor rohani itu antara lain sebagai berikut:
a. Inteligensi

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam


mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui
cara yang tepat (Barahuddin:2008). Intelegensi dan bakat merupakan faktor
psikologis yang turut mempengaruhi keberhasilan proses dan hasil
pendidikan di sekolah. Intelegensi secara sederhana dapat diartikan sebagai
“kecerdasan”. Namun, intelegensi pada hakekatnya adalah kemampuan
berfikir manusia itu sendiri berbeda-beda, yaitu ada yang kemampuan
4
berpikirnya tinggi, sedang, dan rendah (Barahuddin:2008).
Menurut Wecheler (Monks & Knoers, Siti Rahayu Haditono),
inteligensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk
dapat bertindak secara terarah, berfikir secara baik, bergaul dengan
lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa
memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari
(Dimyati:2010).
Menurut panitia istilah Pedagogik (1953) yang mengangkat
pendapat Stren yang dimaksud dengan intelegensi adalah “daya
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat
berfikir menurut tujuannya (Bimo: 2010). Dalam hal ini siswa yang cerdas
akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah
menangkap dan memahami pelajaran dan lebih mudah mengingat-ingat.
Anak yang cerdas akan lebih mudah berpikir kreatif dan lebih cepat
mengambil keputusan tetapi lain halnya dengan siswa yang kurang cerdas,
maka mereka akan mengambil keputusan agak lambat (Hamalik:2007).
Menurut J.P Chaplin intelegensi adalah :
1) The ability to meet and adapt to novel situations quickly and effectively.
2) The ability to utilize abstract concepts effectively.
3) The ability to grasp relationships and learn quickly.
Jadi, inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru
dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang
abstrak secara efektif, dan mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan
cepat.
Intelegensi mempunyai pengaruh besar terhadap kemajuan belajar.
Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang
tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi
yang rendah. Walaupun begitu, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi
yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan
karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor
yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi merupakan suatu faktor
yang merupakan faktor yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya

5
sehingga saling mempengaruhi.
Dengan demikian, jika faktor lain itu bersifat menghambat atau
berpengaruh negatif terhadap belajar, maka siswa akan mengalami
kegagalan dalam belajar dan begitu sebaliknya, jika faktor lain bersifat
mendukung maka siswa akan berhasil dengan baik dalam belajarnya.

b. Bakat
Setiap orang memang dilahirkan dengan berbagai bakat yang
berbeda-beda. Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah : “ the capacity
to learn”. Dengan perkataan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar.
Bakat merupakan kemampuan yang “inheren” dalam kehidupan yang
dimiliki setiap individu yang perlu diperhatikan dan dikembangkan. Bakat
merupakan hal yang telah dimiliki oleh setiap orang, dimana bakat tersebut
telah mereka miliki dari sejak lahir dan terkait dengan struktur otak. Secara
genetis struktur otak memang telah terbentuk sejak lahir, tetapi fungsinya
otak tergantung oleh cara lingkungan berinteraksi dengan mereka.
Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang. Berkaitan dengan belajar, Slavin, mendefinisikan bakat sebagai
kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.
Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang yang
menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil (Baharudin:2007).
Menurut William B. Michael memberikan definisi tentang “Bakat
adalah kapasitas seseorang atau potensi hipotesis untuk dapat melakukan
suatu tugas di mana sebelumnya sedikit menjalani latihan atau sama sekali
tidak menjalani latihan”. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-
beda. Seseorang yang berbakat musik mungkin dia dibidang lain tidak bisa.
Seseorang akan mudah mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila
seorang anak harus mempelajari bahan yang lain dari bakatnya akan cepat
bosan dan mudah putus asa (Ahmadi:2004).

6
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk
mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk
melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan.
Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap
segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya.
Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa- bahasa lain selain bahasanya sendiri.

Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki setiap


individu, maka para pendidik, orang tua dan guru perlu memperhatikan dan
memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara
lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak
untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya
(Baharuddin:2007). Disini bakat yang dimiliki peserta didik tidak terbatas
pada satu kehidupan keahlian saja. Jika bakat tersebut dikembangkan bisa
menjadi lebih dari dua keahlian yang saling berkaitan. Bakat peserta didik
juga berkaitan dengan bakat orang tua. Sekitar 60% bakat peserta didik
diturunkan dari orang tuanya, selebihnya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (Kuadrat Hamzah:2006).
c. Minat
Dalam hal ini, Hilgard memberi rumusan tentang minat adalah sebagai
berikut : “ Interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some
activity or content”. Minat (interest) secara sederhana, berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah,2003), minat bukanlah istilah yang
populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai
faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan,
motivasi, dan kebutuhan.
Minat (interest) merupakan kecenderungan seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu
(Wiji 2006). Dalam proses pembelajaran tidak adanya minat seorang anak
terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak
ada peminatnya tidak akan berjalan dengan baik. Jika seseorang tidak

7
memiliki minat untuk belajar, ia tidak akan bersemangat bahkan tidak mau
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau
pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap
materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
Dalam hal ini, jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar,
dapatlah diusahakan agar ia mempunyai minat lebih besar dengan cara
menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal
yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran
yang dipelajarinya.
d. Motivasi
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang bermakna
bergerak, istilah ini bermakna mendorong, mengarahkan tingkah laku
manusia. Faktor motivasi secara umum dan motivasi belajar secara khusus
merupakan gejala aktivitas jiwa manusia yang sangat diperlukan oleh
manusia dan peserta didik khususnya dalam mengarungi kehidupan yang
sarat dengan persaingan. Manusia secara umum dan peserta didik secara
khusus yang memiliki motivasi hidup yang rendah akan memiliki kinerja,
produktivitas, kreativitas, dan inovasi yang rendah. Akibatnya mereka akan
tertinggal jauh dari teman atau manusia lainnya yang memiliki motivasi
yang tinggi dalam menjalani hidupnya.
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari,
mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya
dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin
besar kesuksesan belajarnya. Seseorang yang besar motivasinya akan giat
berusaha, tampak gigih tidak menyerah dan giat dalam melakukan hal
apapun yang berkaitan dengan kegiatan yang menunjang proses
pembelajaran.
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya
proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah.
Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan menjadi rendah.
Motivasi belajar merupakan motivasi yang diterapkan dalam kegiatan
belajar mengajar dengan keseluruhan psikis dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dalam

8
mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987). Motivasi belajar mempunyai
peranan penting dalam memberi rangsangan, semangat, dan rasa senang
dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi
yang banyak untuk melaksanakan proses pembelajaran (Iskandar:2008).
Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus
menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya
diciptakan suasana belajar yang menggembirakan. Motivasi yang
ditimbulkan dari sejak usia awal akan memberikan hasil yang berbeda pada
individu dalam menguasai sesuatu. Dorongan yang bersifat membangun
daya pikir dan daya cipta individu, akan membuat individu termotivasi
untuk melakukan yang lebih baik lagi (Rita Eka Izzaty:2008).
Motif/motivasi memiliki peranan yang cukup besar di dalam upaya
belajar. Tanpa motif hampir tidak mungkin siswa melakukan kegiatan
belajar. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk
membangkitkan belajar para siswa. Pertama, menggunakan cara atau
metode dan bervariasi kebosanan dapat dikurangi atau dihilangkan. Kedua,
memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Sesuatu yang
dibutuhkan akan menarik perhatian, dengan demikian akan membangkitkan
motif untuk mempelajarinya. Ketiga, memberikan sasaran antara. Sasaran
akhir belajar adalah lulus ujian atau naik kelas. Keempat, memberikan
kesempatan untuk sukses. Bahan atau soal-soal yang sulit hanya bisa
diterima atau dipecahkan oleh siswa pandai, siswa kurang pandai sukar
menguasai atau memecahkannya. Kelima, diciptakan suasana belajar yang
menyenangkan (Ibrahim:2010). Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi
siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada
diri mereka harus dibangkitkan dan menbembangkan secara terus menerus
(Yatim Riyanto:2010).
Dalam proses pembelajaran haruslah diperhatikan apa yang dapat
mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai
motivasi untuk berfikir dan merumuskan perhatian. Motivasi dapat
ditanamkan kepada diri siswa dengan cara memberikan latihan-latihan dan
juga bisa dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.

9
e. Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi
keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons
dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan
sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Baharuddin:2007).
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu,
yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang
sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, dan
mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar, demikian siswa dapat
menerima dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar
tersebut. Sebagai ilustrasi seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika
menolak untuk melaksanakan ujian di kelas lain.
Sikap (attitude) merupakan perasaan senang atau suka terhadap
sesuatu yang suatu rangsangannya datang dari luar. Misalnya, reaksi
terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji dan sebagainya.
Sikap menerima, menolak, atau mengabaikan suatu kesempatan belajar
merupakan urusan pribadi siswa. Akibat penerimaan, penolakan, atau
pengabadian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada
perkembangan kepribadian. Oleh karena itu, ada baiknya siswa
mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
B. Faktor Eksternal
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses
belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh
lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila
program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai
rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor eksternal belajar.
Eksternal adalah segala faktor yang ada diluar diri siswa yang memberikan
pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa. Faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain adalah :
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Dalam
lingkunganlah anak didik hidup dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan

10
yang disebut ekosistem yaitu saling ketergantungan.
Adapun faktor lingkungan terdiri dari:
a) Lingkungan Sosial
a) Lingkungan Sosial Sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-
teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa.
Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang
simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin
khususnya dalam hal belajar, dapat menjadi dorongan yang positif bagi
kegiatan belajar siswa (Muhibbin Syah:2008). Siswa-siswi di sekolah
membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai
lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial dapat memberikan
pengaruh positif dan dapat pula berpengaruh negatif. Tidak sedikit
siswa yang

mengalami peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman


sebaya/lingkungan yang mampu memberikan motivasi kepadanya
untuk belajar. Pada tingkat kota atau wilayah, terjadilah hubungan antar
siswa.
Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan,
dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi
pergaulan, seperti hubungan akrab, kerjasama berkompetisi, bersaing,
komplik dan lain sebagainya. Dan dalam faktor ini juga, peranan kepala
sekolah, guru, wali kelas, konselor, staf administrasi, dan teman kelas
juga berpengaruh dalam membantu kesuksesan belajar anak di sekolah.
b) Lingkungan Sosial Masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas
belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman
belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum
dimilikinya. Di Lingkungan masyarakat, peranan tokoh masyarakat,
pemerintah, dan ketersediaan sumber belajar di masyarakat juga
berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan di sekolah.

11
c) Lingkungan Sosial Keluarga
Lingkungan yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar
adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Ketegangan keluarga,
pengelolaan keluarga semuanya akan memberikan dampak terhadap
aktivitas belajar siswa. Hubungan keluarga yang baik akan membantu
siswa dalam melakukan kegiatan proses pembelajaran.
Jadi, Untuk menunjang keberhasilan anak dalam mengikuti proses
pembelajaran di sekolah, maka pihak sekolah perlu mengikuti proses
pembelajaran di sekolah, maka pihak sekolah perlu melakukan kerja
sama yang baik dengan lingkungan keluarga dan masyarakat,
pemerintah, peran tokoh masyarakat, pemerintah, dan ketersediaan
sumber belajar di masyarakat juga berpengaruh terhadap keberhasilan
pendidikan di sekolah.
Untuk menunjang keberhasilan anak dalam mengikuti proses
pembelajaran di sekolah, maka pihak sekolah perlu melakukan kerja
sama yang baik dengan lingkungan keluarga dan masyarakat. Sekolah
tidak dapat sukses melakukan visi dan misi pendidikan tanpa dukungan
dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan berbagai pihak terkait dan
berkepentingan dengan sekolah. Oleh karena itu, pihak hubungan
masyarakat sekolah harus aktif dalam menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak untuk kemajuan pendidikan di sekolah (Abdul Hadis:
2006).
Jadi dalam proses pembelajaran lingkungan keluarga sangat
mempengaruhi berhasil tidaknya mereka dalam melaksanakan

pembelajaran sehingga karena mereka yang lama adalah bersama


keluarga mereka yang sesuai dengan hadis juga yang artinya “orang
tualah yang membuat anaknya menjadi orang Yahudi, Nasrani dan
Majusi.” Didalam proses pembelajaran jika orang tua yang tidak
memperhatikan anaknya, yang tidak mendidik dengan baik dan merasa
kasihan untuk menyuruh mereka untuk belajar, maka jika dibiarkan
lebih lanjut maka anak itu akan menjadi nakal berbuat seenak dia, dan
pasti juga mereka belajar akan seenak mereka. Tetapi memperlakukan
anak dengan terlalu keras juga tidak baik, kerana mereka akan diliputi

12
rasa takut dan akhirnya benci terhadap orang tuanya.
b) Lingkungan Non Sosial
Lingkungan Alami, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan
tidak dingin, suasana yang sejuk dan tenang. Dalam hal proses
pembelajaran jika lingkungan alam tidak mendukung maka proses
pembelajaran akan menjadi terhambat dan tidak dapat berjalan dengan
baik.
2. Faktor Instrumental
Faktor instrumental adalah perangkat belajar yang dapat digolongkan
menjadi dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat
belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Kedua,
software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku
panduan, silabi, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, yang termasuk faktor instrumental antara lain:
a) Guru sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar
bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik
generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian
pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar.
Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa.
Guru yang mengajar siswa adalah seseorang pribadi yang tumbuh
menjadi penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Sebagai seorang,
kehadirannya sangat penting, meskipun di tengah pesatnya kemajuan
teknologi yang telah merambah ke dunia pendidikan. Dalam ruang lingkup
tugasnya guru dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan terkait
dengan tugas-tugas yang dilaksanakannya untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik.
Seorang guru harus menumbuhkan sikap diri secara profesional. Ia
bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Hal-hal
yang dipelajari oleh setiap guru adalah:
a) Memiliki integritas moral kepribadian
b) Memberikan intelektual berorientasi kebenaran
c) Memiliki integritas religius dalam konteks pergaulan dalam
13
masyarakat majemuk.
d) Mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan
kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
e) Bergabung dengan asosiasi profesi,
f) Mengakui dan menghormati martabat siswa sebagai klien guru.
Didalam proses pembelajaran seorang guru harus memberikan
contoh yang baik dan yang seharusnya ditiru oleh peserta didik karena
seorang guru adalah orang yang patut ditiru dan digugu oleh siswanya dan
seorang guru merupakan suri tauladan yang baik . oleh karena itu seorang
guru harus menjaga sikap dan tingkah laku mereka dan selalu memberikan
hal yang terbaik kepada peserta didiknya.
b) Prasarana dan Sarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar,
lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga.
Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan
fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain.
Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi
pembelajaran yang baik. Tetapi tidak berarti lengkapnya prasarana dan
sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik.
Justru disinilah timbul masalah “bagaimana mengelola prasarana dan
sarana pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil
baik. Oleh karena itu sarana dan prasarana menjadi bagian penting untuk
dicermati dalam upaya mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang
diharapkan.
c) Kebijakan Penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau
unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut,
proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan
penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu dipandang
berharga, bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga,
bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau
bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka
penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang

14
kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
d) Kurikulum
Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur
substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar
tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan
dalam pembelajaran tidak terprogramkan sebelumnya (Syaiful Bahri
Djamarah: 2002). Kurikulum di sekolah berdasarkan kurikulum nasional
yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh
suatu yayasan pendidikan.
e) Program
Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan
disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan
sekolah tergantung baik tidaknya program yang dirancang. Program
pengajaran yang guru buat akan mempengaruhi kemana proses belajar itu
berlangsung. Program yang dibuat itu tidak hanya berguna bagi seorang
guru tetapi juga harus berguna bagi peserta didik.
f) Faktor materi pembelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa,
begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi
perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai
materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan kondisi siswa.
2. Karakteristik Peserta Didik yang Wajib Guru Ketahui

Bapak dan Ibu Guru, dalam mengajar ada satu hal yang harus kita pahami bahwa
setiap peserta didik memiliki latar belakang yang berbeda dan cara belajarnya sendiri.
Mereka memiliki karakter masing-masing yang terbentuk dari proses pembelajaran
yang dilaluinya.
Dengan begitu, sebagai guru haruslah mengetahui karakteristik peserta didik yang
berbeda-beda. Selain itu, mengenal karakter-karakter peserta didik juga berkaitan
dengan cara yang Bapak dan Ibu Guru ambil untuk merancang dan melaksanakan

15
pembelajaran yang sesuai. Supaya siswa mampu mencapai tujuan pembelajaran, mari
kita pahami bersama karakteristik peserta didik yang unik di artikel ini.
A. Pengertian karakteristik peserta didik
Karakteristik merupakan pengembangan dari kata karakter yang artinya dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak,
dan kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang yang sifatnya relatif tetap. Demikian,
maka pengertian karakteristik peserta didik adalah keseluruhan pola kelakukan atau
kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan
lingkungan, sehingga menentukan aktivitasnya dalam mencapai cita-cita atau
tujuannya. Karakteristik peserta didik pun merupakan salah satu komponen yang
sangat penting dalam perancangan pembelajaran.

B. Karakteristik peserta didik menurut para ahli


Pengertian di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ardhana dalam
Asri Budiningsih (2017: 11). Karakteristik peserta didik adalah salah satu variabel
penting dalam desain pembelajaran, yang biasanya didefinisikan sebagai latar
belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik, termasuk aspek-aspek lain
yang ada pada diri mereka, seperti kemampuan umum, ekspektasi terhadap
pembelajaran, ciri-ciri fisik, dan emosi yang memberikan dampak terhadap
keefektifan belajar.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa pemahaman atas


karakteristik peserta didik dimaksudkan untuk mengenali ciri-ciri dari setiap peserta
didik, yang nantinya akan menghasilkan berbagai data terkait siapa para peserta
didik itu dan sebagai informasi penting untuk pijakan dalam menentukan berbagai
metode yang optimal guna mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran.

C. Bagaimana cara memahami karakteristik peserta didik?


Dalam buku Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (2011) yang ditulis oleh
Sardiman, menyebutkan ada tiga macam karakteristik peserta didik yang harus
diperhatikan, yaitu:

1. Karakteristik yang berkaitan dengan kemampuan awal peserta didik,


contohnya kemampuan intelektual dan berpikir.

16
2. Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial para
peserta didik.
3. Karakteristik yang berkaitan dengan perbedaan masing-masing kepribadian,
seperti sikap, perasaan, dan minat.
Lalu, bagaimana cara untuk memahami karakter tersebut? Caranya, Bapak dan Ibu
Guru dapat menganalisis lima hal berikut.:
1. Karakteristik Umum Peserta Didik
Karakteristik umum berkaitan dengan budaya, suku, agama, gender, dan latar
belakang status sosial yang mempengaruhi sikap dan minat belajar peserta
didik. Dengan memperhatikan karakteristik umum siswa, Bapak dan Ibu
Guru bisa merancang dan mengimplementasikan pelajaran bermakna yang
menjawab kebutuhan unik setiap peserta didik.
2. Kemampuan Awal Khusus Peserta Didik
Kemampuan awal merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang sudah
atau belum dimiliki oleh peserta didik. Untuk dapat mengetahuinya, Bapak
dan Ibu Guru bisa melakukannya secara informal melalui pertanyaan di kelas,
atau lebih formal dengan cara memberikan tes. Hasilnya lah yang akan
menentukan, apakah peserta didik memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk mendapatkan atau mengetahui materi selanjutnya.

3. Gaya Belajar Peserta Didik


Gaya belajar peserta didik mengacu pada ciri-ciri psikologis yang
mempengaruhi bagaimana pandangan dan respon mereka pada berbagai
stimulus pelajaran yang diberikan. Ciri psikologis yang dimaksud antara lain:
kekuatan dalam memberi persepsi, kebiasaan memproses informasi,
motivasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya.
4. Bakat Peserta Didik
Bakat peserta didik merupakan bawaan sejak lahir dan terkait dengan struktur
oraknya. Meski begitu, keaktifan otaknya sangat ditentukan oleh cara peserta
didik berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan begitu, bakat yang dimiliki
peserta didik merupakan salah satu faktor untuk dapat mempengaruhi
keberhasilan belajar.

17
5. Retensi Peserta Didik
Retensi, yaitu kemampuan peserta didik untuk mengingat materi yang telah
dipelajari. Bapak dan Ibu Guru pun dapat melihat karakteristik peserta didik
dari penguasaan atas materi pelajaran, dimana prosesnya tidak terlepas dari
kegiatan mengingat (kemampuan menggunakan daya ingat).
Dengan menganalisis karakteristik umum, kemampuan awal khusus, gaya
belajar, bakat, dan potensi peserta didik, akan membantu Bapak dan Ibu Guru
dalam memahami karakteristik peserta didik.

D. Karakteristik apa saja yang perlu dimiliki peserta didik?


Ada berbagai macam karakteristik yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Dalam
Modul Belajar Mandiri untuk calon guru yang disediakan oleh Kemendikbud, karakteristik
peserta didik meliputi:

1. Etnik, tentunya masing-masing peserta didik berasal dari etnis yang berbeda-beda.
2. Kultural, peserta didik sebagai anggota suatu masyarakat tentunya juga memiliki
budaya tertentu.
3. Status sosial, peserta didik pada suatu kelas biasanya berasal dari status sosial ekonomi
yang berbeda-beda.
4. Minat, peserta didik memiliki perasaan senang atau suka yang berbeda-beda terhadap
mata pelajaran yang dipelajarinya.
5. Perkembangan kognitif, setiap peserta didik memiliki tingkat perkembangan kognitif
yang berbeda, dan hal ini akan mempengaruhi guru dalam memilih serta menggunakan
pendekatan pembelajaran, metode, media, dan jenis evaluasi dalam melakukan
pembelajaran.
6. Kemampuan awal peserta didik bersifat individual, artinya setiap peserta didik
memiliki kemampuan awal yang berbeda, sehingga untuk mengetahuinya juga harus
bersifat individual.
7. Gaya belajar peserta didik yang visual, auditif, dan kinestetik.
8. Motivasi, masing-masing peserta didik memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda
dalam belajar. Hal ini dapat dilihat dari tiga hal: 1) kualitas keterlibatannya, 2)
perasaan dan keterlibatan afektif peserta didik, 3) upaya peserta didik untuk senantiasa
memelihara/menjaga motivasi yang dimiliki.

18
9. Perkembangan emosi, peserta didik dapat merasakan senang/gembira, aman,
semangat, bahkan sebaliknya peserta didik merasakan sedih, takut, dan sejenisnya
dalam pembelajaran.
10. Perkembangan sosial, setiap peserta didik memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
diri terhadap norma-norma dan tradisi yang berlaku pada kelompok atau masyarakat,
kemampuan untuk saling berkomunikasi dan kerja sama. Perkembangan sosial peserta
didik pun dapat diketahui/dilihat dari tingkatan kemampuannya dalam berinteraksi
dengan orang lain dan menjadi bagian masyarakat di lingkungannya.
11. Perkembangan moral para peserta didik dapat dilihat dari 3 tahapan, yaitu:
a) Tahap Preconventional (6-10 tahun) yang meliputi aspek hukuman dan
kepatuhan, atau peserta didik menilai baik dan buruk berdasarkan akibat
perbuatan
b) Tahap Conventional (10-17 tahun) yang meliputi aspek good boy
orientation (orientasi perbuatan yang baik), yakni menyenangkan, membantu,
atau disepakati oleh orang lain
c) Tahap Post Conventional (17-28 tahun) yang meliputi contractual legalistic
orientation, yakni orientasi orang pada legalitas kontrak sosial.
12. Perkembangan spiritual, masing-masing peserta didik memiliki kesadaran diri,
fleksibel dan adaptif. Selain itu, peserta didik juga cenderung memandang sesuatu
holistik, dan cenderung mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi
hidupnya.
13. Perkembangan motorik, peserta didik tentunya memiliki perkembangan motorik kasar
dan motorik halus.
Bagaimana seharusnya guru menyikapi peserta didik dengan karakteristik yang berbeda-
beda? Melalui buku KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK yang merupakan Kumpulan
Opini Luaran PPL I FKIP Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung (2022), seorang
guru dapat bersikap sebagai berikut dalam menyikapi peserta didik dengan karakteristik
yang berbeda-beda.
1. Selalu bersikap ramah pada peserta didik;
2. Tidak menyalahkan peserta didik jika belum mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi. Namun, apabila peserta didik tersebut memang benar-benar melakukan
kesalahan, maka nasehatilah dengan lembut, agar ia tidak merasa disalahkan atau
disudutkan dan mengetahui apa yang telah dilakukannya itu.

19
3. Selalu menawarkan bantuan, karena pastinya setiap peserta didik perlu bantuan dari
gurunya;
4. Jadilah guru yang mampu menjadi orangtua pada saat di sekolah sekaligus teman
bagi para peserta didik;
5. Selalu memberikan perhatian pada peserta didik, karena bagi mereka perhatian itu
menjadi hal yang sangat membahagiakan walau sepele.
6. Menerapkan 5S (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun) di sekolah, tidak hanya
menjadi tulisan dalam poster yang ditaruh di dinding saja.
3. Pendidikan Sepanjang Hayat
A. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa
proses pendidikan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi
oleh usia.[1] Tujuan pendidikan sepanjang hayat adalah mengembangkan
potensi manusia secara optimal dan menyelaraskan pendidikan wajib belajar dengan
pengembangan kepribadian manusia.[2] Penerapan pendidikan sepanjang hayat dapat
dilakukan pada lingkungan rumah tangga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.[3] Melalui proses pendidikan sepanjang hayat ini, manusia mampu
meningkatkan kualitas kehidupannya secara berkesinambungan, mampu mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi, serta mampu mengikuti perkembangan
masyarakat dan budaya untuk menghadapi tantangan masa depan dan mengubahnya
menjadi peluang.[4][5]
B. Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat dipahami sebagai sebuah konsep yang menyatakan bahwa
proses pendidikan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi
oleh usia. Pendidikan sepanjang hayat bermakna bahwa di sepanjang kehidupan,
manusia akan selalu membutuhkan proses pendidikan. Konsep pendidikan sepanjang
hayat ini merupakan jawaban atas beragam bentuk dan variasi perubahan sosial dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1. Pendidikan Sepanjang Hayat mencakup konsep pedagogi dan andragogi. Oleh
karenanya, pendidikan diperoleh melalui pengalaman-pengalaman kehidupan
yang telah dijalani. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan berlangsung sejak
manusia dilahirkan hingga ia meninggal dunia.

20
2. Pendidikan sepanjang hayat didasarkan pada pemikiran yang ditinjau dari aspek
filosofis, psikofisis, sosial budaya, ekonomi, politik, dan aspek teknologi. Dasar
pemikiran ini menjadikan pendidikan sepanjang hayat sangat penting untuk
diterapkan dalam kehidupan manusia.
3. Dorongan untuk belajar sepanjang hayat telah dijadikan sebagai suatu kebutuhan.
Kenyataan hidup sehari-hari memperlihatkan bahwa manusia belajar sepanjang
hidupnya, meski dengan cara dan proses yang berbeda-beda. Proses pendidikan
sepanjang hayat dapat dilakukan melalui pendidikan formal, pendidikan
informal dan pendidikan nonformal. Pelaksanaan pendidikan sepanjang hayat
berlangsung di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan pekerjaan dan dalam lingkungan masyarakat.
C. Tujuan Pendidikan Sepanjang Hayat
Tujuan pendidikan sepanjang hayat adalah untuk mengembangkan
potensi manusia secara optimal. Selain itu, pendidikan sepanjang hayat juga
bertujuan untuk menyelaraskan antara pendidikan wajib belajar dengan proses
pengembangan kepribadian manusia yang bersifat berubah-ubah.[2]
D. Peran Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat memberikan kesempatan kepada
setiap orang untuk belajar sesuai dengan minat, usia, dan kebutuhan belajarnya.
Kesempatan ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk belajar di
berbagai tempat dan kondisi. Kegiatan belajar tersebut dapat dilakukan secara
berkelompok maupun perorangan. Pendidikan sepanjang hayat juga dapat
meningkatkan kebermaknaan seseorang dalam kehidupan dirinya, keluarganya dan
lingkungan masyarakatnya. Seseorang menjadi pribadi yang memiliki kemampuan
untuk menjadi diri sendiri, bersikap mandiri, serta memiliki tujuan hidup yang jelas
dan terarah.
Kebermaknaan ini berdampak pada sikap dan perilaku serta harapan yang lebih
positif dari peserta didik bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Peserta
didik menjadi pembelajar yang selalu optimis terhadap lingkungan dan masa depan.
Melalui proses pendidikan sepanjang hayat ini, manusia mampu meningkatkan
kualitas kehidupannya secara berkesinambungan, mampu mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi, serta mampu mengikuti perkembangan masyarakat dan budaya
untuk menghadapi tantangan masa depan dan mengubahnya menjadi peluang.

21
Pendidikan sepanjang hayat juga menjadi landasan berbagai usaha reformasi
pendidikan, terutama pembaruan sistem persekolahan.

4. Pendidikan Berbatas Waktu


Berlakunya kurikulum 2013 bukanlah akhir dari masalah pendidikan Indonesia lima
tahun ke depan. Hampir satu tahun semenjak berlakunya kurikulum tersebut. Bak jamur
yang tumbuh di musim hujan, kurikulum 2013 menambah segar berbagai kasus yang dulu
sempat mencuat hingga naik ke permukaan. Masalah moral bak agenda yang enggan
hengkang dari ranah pendidikan negeri ini, belum lagi baru-baru ini, kita dikejutkan oleh
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Dalam aturan ini, ditentukan bahwa
beban belajar minimal mahasiswa S1/D-IV adalah 144 Satuan Kredit Semester (SKS).
Untuk menuntaskan seluruh beban SKS, mahasiswa S1/D-IV diberi batas waktu 4-5 tahun
(8-10 semester). Tidak hanya menyangkut generasi emas bangsa ini, kurikulum 2013 juga
merambah ke generasi awal, penghapusan sekolah hari Sabtu di Ibukota masih saja jadi
pembicaraan yang belum terselesaikan.

Memberikan batasan waktu pada pendidikan adalah hal wajib yang harus dilakukan
oleh pemerintah. Jika kita merujuk bahwa waktu adalah uang, tentunya berharap jangan
banyak uang yang terbuang dengan cuma-cuma. Namun, masalah pembatasan waktu tentu
tidak dapat dipotong ringkas sama ketika kita mempersingkat mata kuliah satu semester
menjadi satu bulan.

Pembatasan waktu dalam pendidikan bisa jadi mendatangkan angin segar bagi
mereka yang benar-benar fokus di jalur pendidikan. Namun, bagi mereka yang tengah
bereuforia karena bisa mengulur waktu untuk wisuda dan bagi siswa yang asyik
melewatkan harinya bermalas-malasan di sekolah, menjadi suatu lecutan baru yang
terpaksa siap mereka hadapi. Selain itu, kurikulum 2013 yang mengusung pendidikan
karakter bukanlah hal yang mampu diciptakan dalam tempo yang singkat.

Seperti yang dikemukakan Thomas Lickona "Walaupun jumlah anak-anak hanya


25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan", artinya
pendidikan karakter sudah dimulai semenjak dilahirkan ke dunia. Orang tua yang menjadi
tiang utama dalam pembentukan karakter anak bangsa ini kedepannya, tentu mendapat
tugas yang tepat karena dibutuhkan proses panjang dan rutin untuk membangunnya
22
menjadi jati diri yang melekat kuat. Namun ketika pendidikan yang menjadi sarana bagi
pencerdasan kehidupan bangsa dan mempertinggi peradaban dunia dibatasi oleh waktu,
masihkah ini akan menciptakan kaum terdidik dengan karakter yang melekat kuat.
Alasan mempercepat waktu dalam dunia pendidikan, seperti cambuk bagi pelajar
untuk tetap komitmen dengan pendidikannya. Sarana untuk mempraktikkan manajemen
waktu yang tepat hingga nantinya ketika memasuki dunia kerja tidak canggung,
menghemat biaya kuliah maupun sekolah yang berasal dari pemerintah atau saku orang tua
sendiri sebagai dampak positifnya masihkah diagung-agungkan.

Satu hal yang terlupa. Seperti yang dibicarakan di atas, bahwa pendidikan karakter
tercipta bukan dengan gampang. Tujuan yang hendak dicapai dari pendidikan tersebut
yakni kaum intelektual yang tidak hanya cerdas namun juga berkarakter. Tujuan mulia
tersebut hendaknya dapat mengembalikan citra Indonesia sebagai masyarakat yang ramah
tamah di dunia Internasional. Namun kecepatan waktu seperti cara instan yang dipaksa
ditempuh guna melihat hasil yang lebih cepat.

Salah seorang tokoh Psikologi Humanistic, Carl Rogers, mengatakan "Siswa yang
belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Siswa juga diharapkan
dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani
bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia ambil atau pilih." Artinya kondisi
memaksa tentu tidak menciptakan kebebasan tersebut, lalu apa gunanya diterapkan.
"Kami kuliah sambil kerja pak menteri krn orang tua kami tidak sekaya bapak. Jadi klau
kami tidak ada biaya dan tidak ada kerjaan kami mengambil masa langkau sampai kami
mendapatkan duit kembali utk kuliah. Kami harap bapak ngerti dengan keadaan rakyat
miskin. (salam Indonesia)," ujar mereka pada kolom komentar JPNN.com dengan judul
berita Kuliah Sarjana Paling Lama 5 Tahun. Ini gugat pemuda Indonesia. Ketika mereka
benar-benar berjuang untuk melanjutkan studinya dengan cara mereka untuk
memanfaatkan empat tahun masa luang. Ini patut diapresiasi karena hal demikian sudah
melambangkan karakter. Kerasnya kehidupan menjadi guru yang baik untuk menghargai
pendidikan, bukankah ini yang penting, lalu mengapa harus dipaksa mempercepat masa
studi, ketika lambat namun membangun.
Menanggapi biaya pendidikan bagi mahasiswa tak mampu seperti yang disebutkan
di atas, pemerintah telah memberi jalur Bidikmisi dan beberapa jenis bantuan belajar
pemerintahan lainnya. Terlepas dari tepat atau tidak tepat sasarannya bantuan tersebut,

23
masih banyak pemuda Indonesia yang berjuang dengan pendidikannya seperti kasus diatas,
ini nyata dan tidak bisa ditutup-tutupi.

Kasus senada yang dijumpai terkait dengan implementasi kurikulum 2013 adalah
pembatalan sekolah hari Sabtu di Ibukota. Seperti yang diungkapkan Wakil Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, "Sekolah lima hari dalam sepekan lebih efektif bagi
siswa maupun sekolah" (Kompas, 15/08). Hal ini dikarenakan kurikulum 2013 membuat
waktu belajar bertambah yaitu rata-rata 6.300 jam/tahun untuk tingkat SD-SMP. Tentunya
waktu belajar menjadi bertambah, setiap harinya. Membaginya menjadi enam hari dalam
sepekan tidak akan menemui kendala yang berarti, namun ketika dibagi menjadi lima hari,
akan terasa beratnya ketika pelajaran berlangsung.
Ditambah dengan berbagai macam kegiatan, seperti ekstrakurikuler yang juga sudah
termasuk pada lima hari tersebut. "Hari sekolah itu termasuk kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatan lain di sekolah," ungkap Lasro Marbun selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi
DKI Jakarta (Kompas, 15/08). Di sini dilema keterpaksaan semakin mencuat dan
problemnya lebih besar karena menyangkut tumbuh kembangnya generasi awal bangsa.
Oleh dua problem di ranah pendidikan tersebut, terlihat bahwa implementasi dari
kurikulum 2013 sendiri masih simpang siur. Waktu sebagai masalah utama dalam kasus
ini tidak boleh dipangkas terlalu cepat. Pendidikan karakter tidak harus memaksa
pelajarnya untuk mempertegas hal tersebut terwujud. Ketergesaan hanya akan membuat
kecelakaan yang lebih besar. Tidak ada salahnya kita mengangsur-angsur jalan untuk
kebaikan, seperti mengangsur menabung sehingga lama-lama menjadi bukit seperti yang
dikoar-koarkan guru masa kecil kita.

24
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa
perenialisme merupakan sebuah aliran yang berpedoman pada nilai-nilai norma yang
sifatnya kekal atau abadi. Dalam hal ini guru memegang peranan penting terhadap
perenialisme anak. Dengan perenialisme anak ini diharapkan guru memahami berbagai
faktor internal dan eksternal siswa sehingga guru mampu memahami perkembangan siswa
jauh lebih baik lagi.

Dalam Pendidikan juga siswa memiliki sifat yang sangat beragam, seorang guru juga
harus mampu memahami sifat baik buruknya siswa sehingga jika siswa memiliki sifat yang
kurang baik guru bisa mengarahkan ke hal-hal yang lebih baik lagi. Dalam pendidikan juga
terdapat Pendidikan sepanjang hayat dimana pendidikan dapat dilakukan kapan saja dan
dimana saja tanpa dibatasi oleh usia dan terdapat juga Pendidikan sementara.(berbatas
waktu).

B. SARAN
Pendidikan memegang peranan penting bagi perkembangan peserta didik dan
kemajuan bangsa Indonesia yang lebih baik lagi. Melihat akan pentingnya perkembangan
peserta didik maka kami mengajak semua Pendidik atau yang terlibat dalam dunia
pendidikan untuk lebih dan selalu meningkatkan moral anak menjadi peserta didik yang
berakhlak mulia.

25
Daftar Pustaka

Lompat ke:a b Yusuf, Arba'iyah (2012). "Long Life Education, Belajar Tanpa

Batas". Pedagogia. 1 (2): 111—129.

Lompat ke:a b c Suhartono (2017). "Konsep Pendidikan Seumur Hidup dalam Tinjauan

Pendidikan Islam". Jurnal Pendidikan Islam Al I’tibar. 3 (1): 17—26.

Lompat ke:a b c d e Azis, Nur Ani (2013). "Pendidikan Seumur Hidup (Long Life

Education)". Jurnal Pilar. 2 (2): 100—112.

Lompat ke:a b c d Fawait, Agus (2017). "Pendidikan Pesantren; Sebagai Suksesi Life Long

Education di Indonesia". Vicratina. 1 (2): 53—60.

Kaplan, Andreas (2021). "Higher Education at the Crossroads of Disruption: the University

of the 21st Century". Emerald.

Lompat ke:a b Andiyanto, Tri (2018). "Konsep Pendidikan Pranatal, Postnatal, dan

Pendidikan Sepanjang Hayat". Elementary. 4: 195—204.

Id.m.wikipedia.org/wiki/Is

https://kbbi.web.id perenial

https://educationportalarea.wordpress.com>

https://www.quiper.com/id/blog/info-guru/karakteristik-peserta-didik

https://id.mwikipedia.org/wiki/Pendidikan_sepanjang_hayat

https://www.ganto.co/artikel/526/pendidikan-berbatas-waktu-html

26

Anda mungkin juga menyukai