Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen

2.1.1.1 Pengertian Manajemen

Manajemen memiliki arti sangat luas, dapat diterjemahkan sebagai proses

seni, ataupun ilmu. Dikatakan proses karena dalam menejemen terdapat beberapa

tahapan untuk mencapai tujuan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan

dan pengawasan. Dikatakan seni karena menejemen merupakan salah satu cara

atau alat untuk seorang pimpinan dalam mencapai tujuan. Dimana penerapan dan

penggunaannya tergantung pada masing-masing manejer yang mempunyai cara

dan gaya tersendiri dalam mencapai tujuan. Menurut Zainudin (2017) manajemen

adalah ilmu dan seni serta proses mengelolah, mengatur, dan memanfaatkan

penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan tertentu.

Rivai (2004: 1-2), memberikan pendapat bahwa “manajemen merupakan

ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-

sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk suatu tujuan tertentu”. Sedangkan

Handoko (2001:8), “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisaaian,

pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para organisasi dan penggunaan sumber

daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen memiliki

makna yang luas dan kompleks bisa dianggap sebagai sebuah proses yang

melibatkan beberapa tahapan, termasuk perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan, bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Selain

itu, manajemen juga dapat dianggap sebagai seni, karena setiap pemimpin atau

manajer memiliki cara dan gaya unik dalam menerapkan prinsip-prinsip

manajemen dalam upaya mencapai tujuan. Di sisi lain, manajemen juga dianggap

sebagai ilmu, karena melibatkan pengetahuan dan pemahaman tentang cara

mengelola, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya

lainnya secara efektif dan efisien. Dalam intinya, manajemen adalah tentang

pengelolaan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

George R. Terry, (George R Terry, 2009: 15) terdapat lima kombinasi

fungsi fundamental manajemen dalam rangka mencapai tujuan. Kombinasi

A terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

memberi dorongan (actuating) dan pengawasan (controlling). Kombinasi

B terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, memberi motivasi

(motivating) dan pengawasan. Kombinasi C terdiri dari perencanaan,

pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan (directing) dan

pengawasan. Kombinasi D terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,

staffing, memberi pengarahan, pengawasan, inovasi dan memberi peranan.

Kombinasi E terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, memberi

motivasi, pengawasan dan koordinasi. Dari kelima kombinasi tersebut


dapat disaring menjadi tiga fungsi utama manajemen, yaitu perencanaan,

pengorganisasian, dan pengawasan.

Perencanaan adalah proses kegiatan yang rasional dan sistemik dalam

menetapkan keputusan, kegiatan atau langkah-langkah yang akan dilaksanakan di

kemudian hari dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan efisien

(Mulyono, 25). Makna perencanaan yang digambarkan di atas mengandung arti;

pertama, manajer/pimpinan memikirkan dengan matang terlebih dahulu sasaran

(tujuan) dan tindakan berdasarkan pada beberapa metode, rencana, atau logika dan

bukan berdasarkan perasaan.

Mengorganiasikan (organizing) merupakan suatu proses menghubungkan

orang-orang yang teribat dalam organisasi tertentu dan menyatu padukan tugas

serta fungsinya dalam organisasi. Dalam prosesnya dilakukan pembagian tugas,

wewenang, dan tanggung jawab secara terperinci berdasarkan bagian dan bidang

masing-masing sehingga terintegrasikan hubungan-hubungan kerja yang sinergis,

koperatif, harmonis, dan seirama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati

(Saefullah, 2012:22).

Controlling atau pengawasan dan pengendalian adalah salah satu fungsi

manajemen yang berupaya mengadakan penilaian, mengadakan koreksi terhadap

segala hal yang telah dilakukan oleh bawahan sehingga dapat diarahkan ke jalan

yang benar sesuai dengan tujuan. Pengawasan yaitu meneliti dan mengawasi agar

semua tugas dilakukan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang ada atau

sesuai dengan deskripsi kerja masing-masing personal (Saefullah, 2012: 38).

menurut konsep George R. Terry dan penjelasan lebih lanjut dari beberapa
sumber, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen terdiri dari tiga aspek utama:

perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Perencanaan melibatkan proses

pemikiran rasional dan sistemik dalam menetapkan tujuan serta langkah-langkah

yang perlu diambil untuk mencapai tujuan tersebut. Pengorganisasian merupakan

proses menghubungkan orang-orang dalam organisasi dan tanggung jawab

mereka sehingga tercipta hubungan kerja yang terkoordinasi. Terakhir,

pengawasan atau pengendalian adalah upaya untuk mengevaluasi, mengawasi,

dan mengoreksi aktivitas bawahan agar sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam esensi, fungsi-fungsi ini menjadi dasar bagi manajer dalam

mengelola organisasi dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan secara

efektif dan efisien.

2.1.2 Rumah Sakit

2.1.2.1 Pengertian Rumah Sakit

Permenkes no 56 pasal 1 tahun 2014, Rumah Sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat (Permenkes 2014).

WHO (2017) rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

mengorganisir staff medis, dan staff profesi lain, mempunyai fasilitas rawat inap

pasien, dan memberikan pelayanan selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Rumah sakit menyediakan pelayanan untuk kondisi pasien yang akut, pasien

yang menuju kesembuhan maupun pasien yang berada dalam kondisi perawatan
terminal, dengan menggunakan pelayanan diagnostik dan kuratif.

2.1.2.2 Tugas serta Fungsi Rumah Sakit

mnurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

Rumah Sakit mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan mealui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka penigkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Permenkes no 56 pasal 1 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan

Perizinan Rumah Sakit pasal 11 dan 12 rumah sakit dikategorikan rumah sakit

umum dan khusus dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:

1) Rumah Sakit Umum Kelas A;

2) Rumah Sakit Umum Kelas B;

3) Rumah Sakit Umum Kelas C; dan


4) Rumah Sakit Umum Kelas D.

2. Rumah Sakit Umum Kelas D diklasifikasikan menjadi:

1) Rumah Sakit Umum Kelas D; dan

2) Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.

3. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:

1) Rumah Sakit Khusus Kelas A;

2) Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan

3) Rumah Sakit Khusus Kelas C.

Dalam upaya menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum

menyelenggarakan kegiatan:

1. pelayanan medik;

2. pelayanan kefarmasian;

3. pelayanan keperawatan dan kebidanan;

4. pelayanan penunjang klinik;

5. pelayanan penunjang nonklinik; dan

6. pelayanan rawat inap.

2.1.3 Stress Kerja

Stres Kerja pendapat McShane & Glinow (2008) mendefinisikan stres

sebagai, “an adaptive response to a situation that is perceived as challenging or

threatening to the person’s well being.” Maksudnya stres merupakan reaksi

seseorang terhadap situasi yang dialami seroang indiviu, dan bukan mengarah ke

kondisi ataupun situasi itu sendiri. Selye, 1976 dalam McShane & Glinow
(2008) membedakan antara distress, yang destruktif dan eustress yang

merupakan kekuatan yang positif dimana stres kadangkala dapat diperlukan

untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Stress merupakan sebuah kondisi

dinamis dimana seseorang dituntut pada konfrontasi antara kesempatan,

hambatan, atau permintaan akan apa yang dialami seseorang dimana keinginan

dan hasilnya dipersepsikan dalam kondisi tidak pasti (Sunyoto, 2012).

Selain itu, stres kerja merupakn ketegangan yang dialami karyawan

karena adanya ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan

karyawan dalam menyelesaikan pekerjaanya (Anoraga, 2006, dan Rivai, 2005).

Mengenai penyebab stres, Robbins & Judge (2013) juga menyatakan bahwa ada

banyak faktor organisasi yang dapat menimbulkan stres, di antaranya berkaitan

dengan: Aspek fisiologis, Aspek Psikologis, dan Aspek tingkah laku

(behavioral).

Stres kerja adalah respons adaptif seseorang terhadap situasi yang mereka

anggap menantang atau mengancam kesejahteraan mereka, dan ini berkaitan erat

dengan persepsi individu terhadap situasi tersebut daripada situasi itu sendiri.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa ada dua jenis stres: distress,

yang bersifat merusak, dan eustress, yang dapat menjadi faktor positif yang

memotivasi dan berkontribusi pada pencapaian tingkat prestasi yang tinggi. Stres

kerja terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan

kemampuan karyawan untuk mengatasi tugas-tugas tersebut. Penyebab stres

kerja dapat berkaitan dengan berbagai faktor organisasi, termasuk aspek

fisiologis, psikologis, dan tingkah laku. Oleh karena itu, pengelolaan stres kerja
dalam lingkungan kerja adalah suatu keharusan untuk menjaga kesejahteraan dan

produktivitas karyawan.

2.1.4 Kinerja

2.1.5 pendapat Sedarmayanti & Safer (2016) “performance is the value of the

set of employee behaviors that contribute, either positively or negatively,

to organizational goal accomplishment”, yang artinya kinerja adalah nilai

dari seperangkat perilaku karyawan yang berkonstribusi, baik secara

positif atau negatif terhadap pemenuhan tujuan perusahaan. Lalu Priansa

(2018) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil yang diproduksi oleh

fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan pekerjaan tertentu

selama periode waktu tertentu. Hasil kerja tersebut merupakan hasil dari

kemampuan, keahlian, dan keinginan yang dicapai. Menurut

Sedarmayanti & Siswanto (2014: 198) ada beberapa syarat indikator

kinerja, yaitu sebagai berikut; 1) Spesifikasi dan jelas, sehingga dapat

dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interprestasi, 2) Dapat

diukur secara obyektif, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif,

yaitu: dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai

kesimpulan sama, 3) Relevan, harus melalui aspek obyektif yang relevan,

4) Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan

keberhasilan input, output, hasil, manfaat, dan dampak serta proses, 5)

Harus fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian,

pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan, 6) Efektif, data/informasi


yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat

dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.

Kinerja para medis dapat diartikan sebagai hasil dari semua tindakan dan

pekerjaan yang mereka lakukan di dalam rumah sakit, yang bisa berdampak baik

atau buruk pada pencapaian tujuan organisasi kesehatan. Untuk mengukur

kinerja mereka secara tepat, penting untuk memiliki indikator yang jelas dan

dapat diukur, yang juga relevan dengan aspek kesehatan yang penting. Indikator

ini haruslah sesuatu yang dapat dicapai dan dapat beradaptasi dengan perubahan,

serta efisien dalam pengumpulan dan penggunaan datanya. Dengan demikian,

kita dapat memahami sejauh mana kontribusi para medis dalam memberikan

perawatan kesehatan berkualitas dengan lebih baik.

2.1.6 Importance Performance Analysis (IPA)

Metode Importance Performance Analysis (IPA) disebutkan oleh James

dalam Yola (2013), merupakan alat bantu dalam menganalisis atau yang

digunakan untuk membandingkan sampai sejauh mana antara kinerja/pelayanan

yang dapat dirasakan oleh pengguna jasa dibandingkan terhadap tingkat

kepuasan yang diinginkan. IPA adalah teknik sederhana yang digunakan untuk

mengidentifikasi atribut-atribut dari produk atau pelayanan jasa yang paling

dibutuhkan dari adanya sebuah pengembangan atau kandidat untuk kondisi

penghematan biaya yang dimungkinkan tanpa kerugian yang signifikan terhadap

kualitas secara keseluruhan.

Metoda IPA pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James pada
tahun 1977. IPA bertujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen

dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai

quadrant analysis (Repi; 2014:1446) IPA mempunyai fungsi utama

menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut

konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka dan faktor-

faktor pelayanan menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini

belum memuaskan.

IPA secara konsep merupakan suatu model multi atribut. Teknik ini

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan penawaran pasar dengan

menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan relatif atribut dan kepuasan

konsumen. Penerapan teknik IPA dimulai dengan identifikasi atribut-atribut

yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat

dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-literatur, melakukan interview,

dan menggunakan penilaian manajerial. Di lain pihak, sekumpulan atribut yang

melekat kepada barang atau jasa dievaluasi berdasarkan seberapa penting

masing-masing produk tersebut bagi konsumen dan bagaimana jasa atau barang

tersebut dipersepsikan oleh konsumen. Evaluasi ini biasanya dipenuhi dengan

survey terhadap sampel yang terdiri atas konsumen. Setelah menentukan atribut

yang layak, konsumen ditanya dengan dua pertanyaan.

Satu adalah atribut menonjol dan yang kedua adalah kinerja perusahaan

yang menggunakan atribut tersebut. Dengan menggunakan mean, median atau

pengukuran rangking tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke dalam

kategori tinggi sasu rendah, kemudian dengan memasangkan kedua set rangking
tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke dalam salah satu dari empat

kuadran kepentingan kinerja (Crompton dan Duray dalam Kitcharoen; 2004:22).

Menurut Kotler (2000:42) analisis arti penting kinerja IPA dapat

digunakan untuk merangking berbagai elemen dari kumpulan jasa dan

mengidentifikasi tindakan yang diperlukan. Martilla dan James dalam Zeithaml

et. al. (1990:19) menyarankan penggunaan metode IPA dalam mengukur tingkat

kepuasan pelayanan jasa. Dalam metoda ini diperlukan pengukuran tingkat

kesesuaian untuk mengetahui seberapa besar konsumen merasa puas terhadap

kinerja perusahaan, dan seberapa besar pihak penyedia jasa memahami apa yang

diinginkan konsumen terhadap jasa yang mereka berikan.

Jadi, metode Importance Performance Analysis (IPA) adalah alat bantu

yang digunakan untuk membandingkan kinerja atau pelayanan yang dirasakan

oleh pengguna jasa dengan tingkat kepuasan yang diinginkan. Melalui IPA,

atribut-atribut yang sangat memengaruhi kepuasan konsumen diidentifikasi, serta

atribut yang perlu ditingkatkan karena belum memuaskan. Dalam konteks

pekerjaan para medis, terutama dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, stres

kerja dapat terkait dengan hasil dari analisis ini. Karyawan, termasuk para medis,

mungkin mengalami stres jika mereka merasa tekanan untuk memberikan

pelayanan yang sangat memengaruhi kepuasan pasien, sementara mungkin

merasa kurang puas dengan kondisi atau atribut-atribut kerja tertentu yang perlu

ditingkatkan. Oleh karena itu, manajemen stres kerja menjadi penting untuk

menjaga kesejahteraan dan kinerja para medis dalam lingkungan pelayanan

kesehatan yang kompleks.


2.1.7 Structural Equation Model (SEM)

Ghozali (2008: 3) menjelaskan model persamaan struktural (Structural

Equation Modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariat yang

memungkinkan peneliti menguji hubungan antar variabel yang komplek baik

recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran yang

komprehensif mengenai keseluruhan model. SEM dapat menguji secara

bersama-sama:

1. Model struktural : hubungan antara konstruk independen dengan dependen.

2. Model measurement : hubungan (nilai loading) antara indikator dengan

konstruk (laten).

Digabungkannya pengujian model struktural dengan pengukuran tersebut

memungkinkan peneliti untuk :

1. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari SEM.

2. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.

Pada saat ini SEM telah banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu

seperti : marketing, SDM, behavioral science, psikologi, ekonomi, pendidikan

dan ilmu-ilmu sosial lainnya. SEM dikembangkan sebagai jalan keluar dari

berbagai kesulitan atau keterbatasan analisis multivariat. Pada perkembangan

selanjutnya, SEM banyak digunakan dalam penelitian akademis baik pada

tingkat sarjana (S1), magister (S-2) maupun doktor (S-3). Maruyama (1998)

dalam Wijaya (2001 : 1) menyebutkan SEM adalah sebuah model statistik yang
memberikan perkiraan perhitungan dari kekuatan hubungan hipotesis diantara

variabel dalam sebuah model teoritis, baik langsung atau melalu variabel antara

(intervening or moderating ). SEM adalah model yang memungkinkan pengujian

sebuah rangkain atau network model yang lebih rumit. Latan (2012 : 5)

mengutip pendapat Chin (1988), Gefen et.all. (2000), Kirby dan Bolen (2009),

Gefen et.all. (2011), Pirouz (2006) yang mengatakan bahwa model persamaan

struktural (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariat

generasi kedua yang menggabungkan analisis faktor dan jalur sehingga

memungkinkan peneliti menguji dan mengestimasi secara simultan hubungan

antara multiple exogeneous dan endogeneous dengan banyak indikator.

Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling atau SEM)

adalah sebuah alat analisis statistik yang memungkinkan peneliti untuk menguji

hubungan antara berbagai variabel dalam sebuah model teoritis yang kompleks.

SEM tidak hanya memungkinkan pengujian hubungan antara variabel

independen dan dependen, tetapi juga memungkinkan pengukuran hubungan

antara indikator dan konstruk tersembunyi (latent). Hal ini memberikan

kesempatan untuk menguji kesalahan pengukuran sebagai bagian integral dari

analisis SEM.

Dalam konteks stress kerja para medis, SEM dapat digunakan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat stres yang mereka

alami. Ini melibatkan pengukuran variabel-variabel terkait seperti beban kerja,

dukungan sosial, dan faktor-faktor organisasi lainnya. Selain itu, SEM juga dapat

membantu dalam memahami implikasi stres kerja terhadap kinerja para medis,
seperti dampaknya pada kepuasan kerja dan kualitas pelayanan kesehatan yang

diberikan. Dengan SEM, peneliti dapat menyelidiki hubungan yang kompleks di

antara berbagai variabel ini, yang pada gilirannya dapat membantu dalam

pengembangan strategi manajemen stres yang lebih efektif dan perbaikan kinerja

para medis di lingkungan rumah sakit.

2.2 Kajian Empiris

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


N Author Hasil Persamaa Perbedaa
Judul Metode
o dan Tahun penelitian n n
1 Analisis Ernita Metode Penelitian Indikator Tidak ada
Faktor-Faktor Rante kuantitatif menunjukkan dan variabel
Yang Rupang, dengan bahwa beban dimensi yang
Berhubungan Friska pendekatan kerja, rutinitas variabel X berkaitan
Dengan Sembiring, deskriptif kerja, dan stress dengan
Tingkat Stres Aminah analitik lingkungan sama kinerja
Kerja Perawat Cendra dengan kerja
Intensive Kasih cross memengaruhi
Simanjunta sectional tingkat stres
k, 2023 perawat
intensive. Oleh
karena itu,
penting untuk
mengelola
beban kerja,
rutinitas kerja,
dan
menciptakan
lingkungan
kerja yang
mendukung
agar dapat
mengurangi
tingkat stres
perawat.
2 Hubungan Ismail, Penelitian Penelitian Variabel Indikator
Stres Kerja Yasir deskriptif menegaskan X dan Y dari setiap
Dengan Haskas, kuantitatif bahwa ada sama dimensi
Kinerja Fitri A dengan hubungan antara variabel
Perawat Sabil, 2023 pendekatan stres kerja dan berbeda
Dalam “cross kinerja perawat
Melaksanaan sectional” dalam
Asuhan melaksanakan
asuhan
keperawatan di
RSUD Labuang
Baji Makassar.
3 Faktor-Faktor Mustakim, Pendekatan Stres kerja Dimensi Tidak ada
yang Rafni deskripstif perawat dan variabel
Berhubungan Asnita kuantitatif cenderung lebih variabel kinerja
dengan Stres Putri, 2023 dengan dipengaruhi stress yang
Perawat desain studi oleh beban kerja sama mengaitka
cross daripada faktor- n akibat
sectional. faktor lain dari stress
seperti
pendidikan,
jenis kelamin,
status
pernikahan,
usia, shift kerja,
masa kerja, dan
hubungan
interpersonal.
Oleh karena itu,
rumah sakit
diharapkan
dapat
memperbaiki
lingkungan
kerja dengan
mengurangi
beban kerja
yang berlebihan
untuk
mengurangi
stres kerja
perawat.
4 Pengaruh Stres Vikram B Kuantitatif Lingkungan Semua Dimensi
Kerja, Dan Tuahuns, dengan kerja yang baik dimensi pengukura
Lingkungan Marwan analisis memengaruhi dan n variabel
Kerja Man linear positif kepuasan indikator stress
Terhadap Soleman, berganda kerja dan variabel kurang
Kinerja Zulaiha kinerja perawat. yang akan banyak
Perawat Husen, Kepuasan kerja diteliti
Dengan 2023 memiliki sama
Kepuasan pengaruh positif
Kerja Sebagai terhadap
Variabel kinerja, tetapi
Mediasi Pada stres kerja pada
Masa Pandemi tingkat yang
Covid-19 terkendali tidak
(Studi Pada memengaruhi
Rsud Dr. H. kepuasan kerja
Chasan atau kinerja.
Boesoirie Kepuasan kerja
Ternate) berperan
sebagai
mediator
penting dalam
pengaruh
lingkungan
kerja terhadap
kinerja perawat,
sementara stres
kerja tidak
memediasi
hubungan ini.
5 Pengaruh Sari Yunita Kuantitatif Rata-rata, Variabel Dimensi
Kebahagiaan Sidabalok dengan perawat di Y Kinerja variabel
dan a, Andita desain RSUD dr. para manajeme
Manajemen Sayekti b, penelitian Djasamen medis n stress
Stres terhadap 2020 cross- Saragih sama sedikit
Kinerja sectional. memiliki tingkat berbeda
Perawat Rawat kebahagiaan dengan
Inap yang tinggi dan indicator
(Studi Kasus tingkat stres pengukura
di RSUD dr. kerja yang n stress
Djasamen rendah.
Saragih Kebahagiaan
Pematangsiant berperan
ar, Sumatera penting dalam
Utara) meningkatkan
kinerja perawat,
sementara
manajemen
stres tidak
berpengaruh
secara
signifikan.
Karakteristik
perawat, seperti
usia, jenis
kelamin,
pendidikan,
pengalaman
kerja, serta
status
perkawinan dan
karyawan, tidak
memengaruhi
kinerja perawat.
Oleh karena itu,
penting bagi
rumah sakit
untuk
memperhatikan
faktor-faktor
yang
meningkatkan
kebahagiaan
perawat dan
mengelola stres
kerja untuk
meningkatkan
kinerja mereka.
6 Peran Ethical Lista Metode Kepemimpinan Dimensi Lebih dari
Leadership Meria, kuantitatif etis memiliki variabel X 1 variabel
Dalam Annida deskriptif peran penting stress X yang
Mengurangi Ningrum menggunak dalam sama dan digunakan
Stres Kerja Bintoro, an metode mengurangi variabel Y
Dan Desy analisis ambiguitas etis hampir
Meningkatkan Prastyani, Structural dan stres kerja, sama
Kualitas 2023 Equation serta
Kinerja Modeling meningkatkan
(SEM) kualitas kinerja
dengan karyawan. Ini
Partial menunjukkan
Least bahwa
Squares kepemimpinan
(PLS) etis
berkontribusi
dalam
menciptakan
lingkungan
kerja yang lebih
baik dan
meningkatkan
kinerja
karyawan.
7 Forgiveness Vita Kuantitatif Tingkat Variabel Dimensi
Dan Stres Yustiya dengan forgiveness X stress variabel Y
Kerja Setiyana, desain perawat kerja tidak ada
Terhadap 2013 penelitian berkaitan sama dan
Perawat berupa dengan tingkat langsung
correlationa stres kerja. ke objek
l research Semakin tinggi penelitian
tingkat yaitu
pemaafan, perawat
semakin rendah
tingkat stres
kerja, dan
sebaliknya.
Namun, ada
faktor lain yang
juga
memengaruhi
stres kerja
selain
forgiveness.
8 Pengaruh Elfa Kuantitatif Burnout dan Dimensi Tidak ada
Burnout dan Indrian, H. dengan work-life Variabel variabel
Work Life Deden analisis balance secara Y Kinerja stress
Balance Mulyana, Structural signifikan sama
Terhadap and Yusuf Equation mempengaruhi
Kepuasan Abdullah, Modelling kepuasan kerja.
Kerja Serta 2023 (SEM) PLS Meski keduanya
Implikasinya dengan tidak langsung
Terhadap bantuan mempengaruhi
Kinerja program kinerja, tetapi
(Survey Pada software mempengaruhin
Perawat RS SmartPLS 3 ya melalui
Prasetya kepuasan kerja.
Bunda di
Tasikmalaya)
9 Quality of Achmad Kuantitatif Peningkatan Dimensi Dimensi
Work Life dan Agus Quality of Work variabel dari
Burnout Priyono, Life (QWL), kinerja variabel X
terhadap Ety yang mencakup sama tidak ada
Kinerja Saraswati, partisipasi yang
Paramedis: 2023 karyawan, sama
Mediasi kesehatan, dan
Kepuasan keamanan kerja,
Kerja di Era serta
Pandemi kompensasi
yang layak,
dapat
meningkatkan
kepuasan kerja
dan kinerja
paramedis.
Sementara itu,
tingkat burnout
yang rendah
juga
berkontribusi
pada kepuasan
kerja dan
kinerja
paramedis yang
lebih baik. Oleh
karena itu,
manajemen
RSUD Grati
perlu
memperhatikan
faktor-faktor
QWL dan
burnout dalam
upaya
meningkatkan
kualitas kerja
paramedis dan
sekaligus
memahami
dampak
moderasi dari
kepuasan kerja
dalam hubungan
antara QWL
dan kinerja
paramedis.

Setelah mempelajari kajian penelitian terdahulu dengan variabel yang


akan diteliti dihubungkan dengan rumpun bidang ilmu, maka disusun sebuah

kerangka pemikiran teoritis yang menggambarkan klasifikasi teori beserta

keterkaitannya. Manajemen dinyatakan sebagai teori besar (grand theory)

penelitian ini, lalu diturunkan manajemen pelayanan dan rumah sakit sebagai

teori jarak menengah (middle range theory), lalu alur diturunkan lagi menjadi

kerangka pemikiran yang diaplikasikan atau applied theory.

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis Penelitian

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting. Kerangka yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan

antar variabel yang akan diteliti. Jadi, secara teoritis perlu dijelaskan

hubungan antar variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2018: 60).

Kerangka berfikir menjadi alur fikir yang digunakan dalam penelitian ini,

menjelaskan permasalahan tentang model pengkuran stress kerja para medis dan
implikasinya terhadap kinerja.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pada penelitian sebelumnya dan kerangka pemikiran, maka

dibuat paradigma pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian

Stres dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah
(disfunctional) atau merusak prestasi kerja (Handoko T. Hani, 2008). Secara

sederhana hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong atau

mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres. Apabila

stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stress

mengganggu pelaksanaan pekerjaan.

Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi

tidak mampu untuk mengambil keputusan-keputusan dan perilakunya menjadi

tidak teratur. Akibat paling ekstrim adalah prestasi kerja menjadi nol, karena

karyawan menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar dari

pekerjaan, dan mungkin diberhentikan. Penelitian yang dilakukan oleh Shahu dan

Gole (2008) menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja.

Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kazmi, dkk (2008)

yaitu stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan

sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban

yang empiris (Sugiyono, 2018: 63). Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di

atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


H1 : Terdapat pengaruh negatif stress kerja dan implikasinya terhadap kinerja para

medis.

Anda mungkin juga menyukai