KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Manajemen
seni, ataupun ilmu. Dikatakan proses karena dalam menejemen terdapat beberapa
dan pengawasan. Dikatakan seni karena menejemen merupakan salah satu cara
atau alat untuk seorang pimpinan dalam mencapai tujuan. Dimana penerapan dan
dan gaya tersendiri dalam mencapai tujuan. Menurut Zainudin (2017) manajemen
adalah ilmu dan seni serta proses mengelolah, mengatur, dan memanfaatkan
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-
sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk suatu tujuan tertentu”. Sedangkan
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen memiliki
makna yang luas dan kompleks bisa dianggap sebagai sebuah proses yang
itu, manajemen juga dapat dianggap sebagai seni, karena setiap pemimpin atau
manajemen dalam upaya mencapai tujuan. Di sisi lain, manajemen juga dianggap
mengelola, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya secara efektif dan efisien. Dalam intinya, manajemen adalah tentang
kemudian hari dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan efisien
(tujuan) dan tindakan berdasarkan pada beberapa metode, rencana, atau logika dan
orang-orang yang teribat dalam organisasi tertentu dan menyatu padukan tugas
wewenang, dan tanggung jawab secara terperinci berdasarkan bagian dan bidang
koperatif, harmonis, dan seirama dalam mencapai tujuan yang telah disepakati
(Saefullah, 2012:22).
segala hal yang telah dilakukan oleh bawahan sehingga dapat diarahkan ke jalan
yang benar sesuai dengan tujuan. Pengawasan yaitu meneliti dan mengawasi agar
semua tugas dilakukan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang ada atau
menurut konsep George R. Terry dan penjelasan lebih lanjut dari beberapa
sumber, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen terdiri dari tiga aspek utama:
dan mengoreksi aktivitas bawahan agar sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam esensi, fungsi-fungsi ini menjadi dasar bagi manajer dalam
mengelola organisasi dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan secara
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
mengorganisir staff medis, dan staff profesi lain, mempunyai fasilitas rawat inap
Rumah sakit menyediakan pelayanan untuk kondisi pasien yang akut, pasien
yang menuju kesembuhan maupun pasien yang berada dalam kondisi perawatan
terminal, dengan menggunakan pelayanan diagnostik dan kuratif.
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
Perizinan Rumah Sakit pasal 11 dan 12 rumah sakit dikategorikan rumah sakit
menyelenggarakan kegiatan:
1. pelayanan medik;
2. pelayanan kefarmasian;
seseorang terhadap situasi yang dialami seroang indiviu, dan bukan mengarah ke
kondisi ataupun situasi itu sendiri. Selye, 1976 dalam McShane & Glinow
(2008) membedakan antara distress, yang destruktif dan eustress yang
hambatan, atau permintaan akan apa yang dialami seseorang dimana keinginan
Mengenai penyebab stres, Robbins & Judge (2013) juga menyatakan bahwa ada
(behavioral).
Stres kerja adalah respons adaptif seseorang terhadap situasi yang mereka
anggap menantang atau mengancam kesejahteraan mereka, dan ini berkaitan erat
dengan persepsi individu terhadap situasi tersebut daripada situasi itu sendiri.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa ada dua jenis stres: distress,
yang bersifat merusak, dan eustress, yang dapat menjadi faktor positif yang
memotivasi dan berkontribusi pada pencapaian tingkat prestasi yang tinggi. Stres
fisiologis, psikologis, dan tingkah laku. Oleh karena itu, pengelolaan stres kerja
dalam lingkungan kerja adalah suatu keharusan untuk menjaga kesejahteraan dan
produktivitas karyawan.
2.1.4 Kinerja
2.1.5 pendapat Sedarmayanti & Safer (2016) “performance is the value of the
selama periode waktu tertentu. Hasil kerja tersebut merupakan hasil dari
Kinerja para medis dapat diartikan sebagai hasil dari semua tindakan dan
pekerjaan yang mereka lakukan di dalam rumah sakit, yang bisa berdampak baik
kinerja mereka secara tepat, penting untuk memiliki indikator yang jelas dan
dapat diukur, yang juga relevan dengan aspek kesehatan yang penting. Indikator
ini haruslah sesuatu yang dapat dicapai dan dapat beradaptasi dengan perubahan,
kita dapat memahami sejauh mana kontribusi para medis dalam memberikan
dalam Yola (2013), merupakan alat bantu dalam menganalisis atau yang
kepuasan yang diinginkan. IPA adalah teknik sederhana yang digunakan untuk
Metoda IPA pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James pada
tahun 1977. IPA bertujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen
faktor pelayanan menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini
belum memuaskan.
IPA secara konsep merupakan suatu model multi atribut. Teknik ini
yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat
masing-masing produk tersebut bagi konsumen dan bagaimana jasa atau barang
survey terhadap sampel yang terdiri atas konsumen. Setelah menentukan atribut
Satu adalah atribut menonjol dan yang kedua adalah kinerja perusahaan
kategori tinggi sasu rendah, kemudian dengan memasangkan kedua set rangking
tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke dalam salah satu dari empat
et. al. (1990:19) menyarankan penggunaan metode IPA dalam mengukur tingkat
kinerja perusahaan, dan seberapa besar pihak penyedia jasa memahami apa yang
oleh pengguna jasa dengan tingkat kepuasan yang diinginkan. Melalui IPA,
pekerjaan para medis, terutama dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, stres
kerja dapat terkait dengan hasil dari analisis ini. Karyawan, termasuk para medis,
merasa kurang puas dengan kondisi atau atribut-atribut kerja tertentu yang perlu
ditingkatkan. Oleh karena itu, manajemen stres kerja menjadi penting untuk
bersama-sama:
konstruk (laten).
Pada saat ini SEM telah banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu
dan ilmu-ilmu sosial lainnya. SEM dikembangkan sebagai jalan keluar dari
tingkat sarjana (S1), magister (S-2) maupun doktor (S-3). Maruyama (1998)
dalam Wijaya (2001 : 1) menyebutkan SEM adalah sebuah model statistik yang
memberikan perkiraan perhitungan dari kekuatan hubungan hipotesis diantara
variabel dalam sebuah model teoritis, baik langsung atau melalu variabel antara
sebuah rangkain atau network model yang lebih rumit. Latan (2012 : 5)
mengutip pendapat Chin (1988), Gefen et.all. (2000), Kirby dan Bolen (2009),
Gefen et.all. (2011), Pirouz (2006) yang mengatakan bahwa model persamaan
adalah sebuah alat analisis statistik yang memungkinkan peneliti untuk menguji
hubungan antara berbagai variabel dalam sebuah model teoritis yang kompleks.
analisis SEM.
Dalam konteks stress kerja para medis, SEM dapat digunakan untuk
dukungan sosial, dan faktor-faktor organisasi lainnya. Selain itu, SEM juga dapat
membantu dalam memahami implikasi stres kerja terhadap kinerja para medis,
seperti dampaknya pada kepuasan kerja dan kualitas pelayanan kesehatan yang
antara berbagai variabel ini, yang pada gilirannya dapat membantu dalam
pengembangan strategi manajemen stres yang lebih efektif dan perbaikan kinerja
penelitian ini, lalu diturunkan manajemen pelayanan dan rumah sakit sebagai
teori jarak menengah (middle range theory), lalu alur diturunkan lagi menjadi
yang penting. Kerangka yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan
antar variabel yang akan diteliti. Jadi, secara teoritis perlu dijelaskan
Kerangka berfikir menjadi alur fikir yang digunakan dalam penelitian ini,
menjelaskan permasalahan tentang model pengkuran stress kerja para medis dan
implikasinya terhadap kinerja.
Stres dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah
(disfunctional) atau merusak prestasi kerja (Handoko T. Hani, 2008). Secara
sederhana hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong atau
stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stress
tidak teratur. Akibat paling ekstrim adalah prestasi kerja menjadi nol, karena
karyawan menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar dari
pekerjaan, dan mungkin diberhentikan. Penelitian yang dilakukan oleh Shahu dan
Gole (2008) menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja.
Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kazmi, dkk (2008)
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan
yang empiris (Sugiyono, 2018: 63). Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di
medis.