Anda di halaman 1dari 6

Perbedaan dan Persamaan Antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Satu pertanyaan penting akan timbul ketika mempelajari Teologia Perjanjian Lama secara serius,
yaitu hunugan antara kedua perjanjian tersebut. Memang PL adalah bagian dari Alkitab, yang berotoritas,
namun bagaimana menempatkannya dalam keseluruhan kebenaran Firman Tuhan? Apakah PL dan PB
mempunyai nilai dan arti yang sama? Hal ini bisa membingungkan, karena seringkali peranan PL dalam
iman dan kehidupan tidak begitu ditekankan dan dipahami oleh gereja. Sebaliknya PB kelihatan lebih sering
ditonjolkan karena dianggap maksud-maksud Allah bagi gereja-Nya lebih nyata diungkapkan di sana.
Meskipun alasan di atas tidak seluruhnya salah, namun sangat tidak tepat kalau hanya mendasarkan
diri pada pengetahuan PB saja untuk mengerti keseluruhan kebenaran Alkitab, karena pengenalan tentang
Allah dalam Alkitab dimulai dari PL. Oleh karena itu dalam pelajaran ini akan secara khusus melihat
hubungan antara PL dan PB, supaya dalam mempelajari Alkitab mengerti sistematika keutuhan kebenaran
berita Alkitab.

Perbedaan antara PL dan PB


Apakah ada perbedaan antara PL dan PB? Ya ada, tetapi ketika membicarakan tentang perbedaan PL
dan PB, perlu dimengerti bahwa perbedaan di sini bukan berarti adanya pertentangan. Ada perbedaan dalam
hal jangkauan dan keluasan pembahasan antara PL dan PB, namun demikian hal-hal tersebut tidak saling
bertentangan. Misalnya:
1) PL bercerita tentang hubungan Allah dengan bangsa Israel, tetapi PB lebih banyak bercerita tentang
hubungan Allah (melalui Yesus dan Para Rasul) dengan jemaat-Nya (gereja-Nya).
2) PL menolong kita mengerti sifat-sifat Allah yang suci, adil dan benar, tetapi PB lebih menekankan
kepada sifat-sifat Allah yang kasih, sabar dan pemurah.
3) PL memberikan panggilan keselamatan dari satu orang (Abraham) kepada satu bangsa (Israel).
Tetapi PB memberikan panggilan keselamatan dari satu bangsa (Israel) kepada bangsa-bangsa lain.
4) PL memberikan gambaran penebusan dosa melalui korban bakaran yang tidak sempurna karena
harus dilakukan berkali-kali, tetapi PB memberikan aplikasi penebusan yang sempurna dalam Yesus
Kristus, yang dilakukan sekali dan untuk selama-lamanya.

Persamaan antara PL dan PB


Persamaan antara PL dan PB tidak dimaksudkan untuk mensejajarkan kedudukan dan nilai antara PL
dan PB, namun persamaan di sini untuk menyatakan bahwa tidak ada pertentangan antara PL dan PB.
Sebaliknya bahwa PL dan PB adalah dua perjanjian yang kebenarannya saling menguatkan satu dengan
yang lain. Misalnya:
1) PL percaya pada Allah sebagai Pencipta alam semesta dan isinya demikian juga PB.
2) PL menceritakan tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa, PB menegaskan bahwa dosa telah
menguasai manusia.
3) PL mencatat bagaimana Allah menyatakan Diri-Nya dan kehendak- Nya dan PB secara konsisten
melihat penyataan Diri Allah itu secara lebih luas dan lengkap.
4) PL melihat bayang-bayang janji keselamatan, PB melihat fakta janji keselamatan itu dengan jelas.
5) PL membicarakan nubuat Mesias yang akan datang sedangkan PB menggenapkan nubuat datangnya
Mesias di dalam Yesus Kristus.

Perjanjian Lama Bagian dari Keseluruhan Kebenaran Alkitab

Untuk mengerti hubungan antara PL dan PB, perlu terlebih dahulu dipahami bahwa PL dan PB
adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. PL dan PB yang berdiri sendiri adalah seperti satu bagian
cerita yang belum selesai atau seperti satu pembahasan yang tidak memiliki kesimpulan (konklusi). Namun
demikian PL adalah sepenuhnya Firman Allah yang berisi penyataan Allah tentang Diri-Nya dan rencana-
Nya dan yang secara progresif terus menerus dibukakan menjadi lebih dalam dan lebih lengkap sampai
kepada puncaknya yaitu ketika Ia menyatakan Diri-Nya dalam Yesus Kristus di PB. Oleh karena itu sebagai
Penyataan Allah yang progresif, baik PL dan PB adalah Firman Allah dan masing-masing adalah bagian
dari Kebenaran Allah. Namun demikian bagian bukanlah keseluruhan. Masing-masing bagian tidak lengkap
tanpa bagian yang lain. PB jelas tidak lengkap tanpa PL. Ketergantungan PB pada PL ditunjukkan bahkan
dari pertama halaman kitab PB dimulai, yaitu Mat. 1:1 "Inilah silsilah Yesus...." Seluruh urutan dan nama-
Teologi PL STTII Yogyakarta -2023 2

nama dalam silsilah Tuhan Yesus tsb. hanya akan dipahami kalau kita terlebih dahulu mempelajari PL.

Perjanjian Baru sebagai Penggenapan Perjanjian Lama


Seperti telah dibahas pada pelajaran sebelumnya bahwa dalam PL Allah telah menyatakan tentang
Diri-Nya dan rencana-Nya kepada manusia melalui sejarah bangsa Israel. Dari bagaimana Allah
berhubungan dengan bangsa Israel kita bisa memahami sifat-sifat Allah. Juga dari hal-hal yang Allah
nyatakan kita melihat kerinduan dan rencana Allah untuk memanggil bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain
untuk kembali kepada-Nya dan bersekutu dengan-Nya. Namun demikian tidak mudah memahami secara
penuh PL, baik yang menceritakan sifat-sifat, kerinduan atau rencana Allah, karena PL banyak sekali
dipenuhi dengan simbol-simbol, gambaran-gambaran dan nubuatan-nubuatan yang tidak dapat secara
langsung dimengerti maksudnya. Banyak dari simbol-simbol, gambaran-gambaran, nubuatan- nubuatan, dan
hukum-hukum dan upacara-upacara yang ditujukan sebagai janji dan menjadi bayang-bayang untuk hal-hal
yang akan Allah lakukan dan genapi di masa yang Perjanjian Baru (Ibr. 10:1). Oleh karena itu untuk
mengerti hal-hal yang Allah nyatakan dalam PL kita perlu sekali mendapatkan penerangan dari PB. Tanpa
diterangi oleh PB, maka PL akan selamanya menjadi kitab-kitab yang misterius yang tidak akan dipahami
beritanya.

Yesus Kristus sebagai Puncak dari Berita Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Kemanakah sebenarnya PL ingin memimpin pembacanya? Kepada Kristus! Kristus adalah puncak
berita yang ingin disampaikan oleh Alkitab, karena Ia adalah Pengantara bagi Perjanjian yang baru (Ibr.
9:15). Seluruh rangkaian peristiwa PL, juga termasuk pengajaran-pengajaran hukum dan nubuatan-nubuatan
yang disampaikan oleh para nabi-nabi PL, semuanya itu (baik secara langsung maupun tidak langsung)
menunjuk kepada gambaran akan kedatangan, hidup dan misi Kristus di dunia ini, yaitu melaksanakan
rencana keselamatan Allah kepada manusia.

Bukti-bukti Alkitab :
(1) Yesus adalah pusat dari sejarah PL. Ketika berjalan dengan dua murid di jalan Emaus, Lukas
mencatat bahwa "Ia (Yesus) menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh
kitab suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi."
(2) Yesus adalah penggenapan Hukum Taurat . Dalam Mat. 5:17 Yesus berkata, "jangan kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum taurat atau kitab para nabi. Aku datang
bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya."
(3) Yesus adalah penggenapan dari nubuat-nubuat PL. Tuhan Yesus berkata kepada 10 murid-Nya yang
dicatat di Lukas 24:44-47, "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih
bersama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang aku dalam kitab
taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur. Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga
mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: Áda tertulis demikian: Mesias harus
menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita
tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari
Yerusalem." Namun suatu teguran yang sangat ironis karena sekalipun Allah telah menyatakan
maksud rencana-Nya dalam Yesus Kristus melalui para nabi dan utusan-utusan-Nya, bangsa Israel
tetap saja menolak Yesus dan tidak mau menerima Dia. Seperti yang dikatakan dalam Yohanes 5:39
and 40, ketika Yesus sedang bercakap-cakap dengan orang-orang Yahudi, Ia berkata: "Kamu
menyelidiki kitab-kitab suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang
kekal, tetapi walaupun Kitab- kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau
datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu."
(4) Oleh karena itu pada bahasan yang terakhir ini, marilah kita menyadari betapa pentingnya
menempatkan Kristus sebagai pusat sejarah PL dan PB karena di dalam Kristuslah kita dapat melihat
kepenuhan Allah dinyatakan. Biarlah mulai saat ini kita bisa melihat PL dengan terang PB untuk kita
dapat menggali kekayaan Firman Tuhan (Alkitab) ini dengan sebaik mungkin. Seperti teladan
penulis-penulis PB yang menggunakan PL untuk menjelaskan tentang Yesus dan juga menggunakan
Yesus untuk menjelaskan PL.
Teologi PL STTII Yogyakarta -2023 3

Hubungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Gereja Yesus Kristus hanya dapat hidup apabila dibangun di atas Firman Allah, yaitu Alkitab. Tidak
ada hal lain yang dapat menjamin bahwa Gereja secara keseluruhan, atau anggota- anggotanya secara
perorangan, akan dapat berdiri teguh. Setiap orang yang ingin menjadi orang Kristen harus menerima
petunjuk-petunjuk dan petunjuk-petunjuk itu didasarkan pada Alkitab. Iman Kristen dipelihara dengan
pelajaran- pelajaran Alkitab. Tetapi Alkitab tidak selamanya mudah dimengerti. Dan salah pengertian dapat
menimbulkan bidat. Bidat adalah suatu cara berpikir dan kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran
Firman Allah secara keseluruhan. Bidat mengambil sebagian dari ajaran Alkitab dan menganggap hal itu
sebagai sesuatu yang utama, sedangkan hal- hal yang lain yang tidak kurang pentingnya, sama sekali
dikesampingkan. Misalnya, kita mengambil sebagian dari ajaran Paulus tentang perkawinan (1 Kor. 7) dan
mengatakan bahwa perkawinan itu dilarang dan semua orang yang hidup bersama sebagai keluarga, tidak
menaati Firman Allah. Gereja Kristen yang mula-mula mempunyai dua pedoman Alkitab bangsa Yahudi,
yaitu Perjanjian Lama dan u capan-ucapan serta ajaran Yesus. Kemudian surat-surat para rasul dan kitab-
kitab lain digabungkan dengan Injil sehingga terbentuklah Perjanjian Baru.
Kebanyakan orang Kristen yang mula-mula itu adalah bangsa Yahudi. Tetapi ada banyak
pertentangan antara orang-orang Yahudi dan orang- orang Kristen. Oleh karena itu, dengan segera orang
Kristen harus membuat keputusan tentang sikap mereka terhadap Perjanjian Lama. Mereka tetap mengakui
bahwa Perjanjian lama adalah Firman Allah. Namun mereka bukan lagi orang-orang Yahudi, mereka adalah
murid-murid Mesias, Mesias yang tidak diakui oleh bangsa Yahudi yang masih kukuh berbegang kepada
adatnya. Ada tiga macam pandangan terhadap Perjanjian Lama:

(1) Yang pertama: Gereja itu menyatakan Yesus sebagai Tuhannya, dan hanya Perjanjian Baru yang
menceritakan tentang kehidupanNya dan ajaranNya. Oleh sebab itu, tidak ada gunanya kita berpegang
pada Perjanjian Lama. Pada abad kedua, seseorang bernama Marcion mencoba agar pendapat ini
diterima oleh gereja. Tetapi untung Gereja memutuskan bahwa ia adalah seorang yang sesat dan
ajarannya itu salah serta membahayakan.

(2) Yang kedua. Gereja itu didirikan atas dasar Firman Allah dan Yesus selalu emngutip Perjanjian Lama
dan mengakui bahwa Perjanjian Lama adalah sama seperti Perjanjian Baru serta mempunyai wewenang
yang sama. Pendapat ini mungkin nampaknya sangat kuat, tetapi ada bahayanya. Untuk menunjukkan
bahwa Injil terdapat dalam Kitab Imamat, misalnya, maka kitab itu harus ditafsirkan dengan cara yang
sangat aneh. Pada abad yang pertama, tafsiran semacam itu sangat populer dan para cendekiawan,
seperti Origen, membahas Perjanjian Lama dengan cara demikian. Tetapi, baik orang-orang Yahudi
maupun orang-orang kafir merasa berkeberatan sebab cara menafsirkan Alkitab seperti itu tidak jujur.
Anda dapat membuatnya sesuka hati anda. Keberatan yang lebih besar adalah: jika di dalam segala hal
Perjanjian lama itu sama dengan Perjanjian Baru, apa gunanya Yesus datang? Di mana letak nilai berita
yang dibawaNya dan pekerjaan yang dilakukanNya? Apakah Gereja Kristen memiliki alasan yang kuat
untuk hidup?

(3) Pandangan yang lain: Perjanjian Lama itu tidak dapat dihilangkan, karena tanpa Perjanjian lama, kita
tidak dapat mengerti Perjanjian Baru. Kedua "Perjanjian" itu tidak sama.

Masing-masing merupakan sebagian dari satu keseluruhan: keduanya seia sekata, karena Alkitab itu
satu. Tetapi keduanya berbeda dalam hal isi dan cara memandang peristiwa-peristiwa.
Teologi PL STTII Yogyakarta -2023 4

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Apa Masalahnya?

Bagi orang Kristen, PL senantiasa penting karena kutipannya terdapat pada hampir setiap halaman
PB. Namun, PL juga menjadi masalah bagi kekristenan dan bahkan sejak masa awal gereja makna dan
relevansi PL telah menjadi sumber perdebatan dan kontroversi yang hangat. Hal-hal tersebut merupakan
salah satu isu yang menyebabkan gesekan dan perpecahan dari gereja-gereja muda di tahun-tahun segera
setelah kematian dan kebangkitan Yesus. Yesus sendiri telah mengklaim bahwa hidup-Nya sendiri adalah
penggenapan PL. Namun banyak tindakan-Nya seakan mengabaikan pengajaran-pengajaran utama PL (Mat.
5:17), terutama pada subjek seperti peraturan Sabat (Mrk 2:23-28), hukum mengenai makanan (Mrk. 7:14-
23), bahkan juga beberapa pengajaran moralnya (Mat. 5:21-48). Jadi, otoritas seperti apakah seharusnya
dimiliki PL dalam kehidupan pengikut-pengikut Yesus?
Tidak timbul masalah khusus bagi generasi pertama Kristen yang adalah juga orang Yahudi. Sejauh
ini, mereka terus mengikuti cara hidup yang sudah mereka terima sejak kecil, yang mendasarkan diri kepada
PL sesuai yang dimengerti oleh agama Yahudi abad pertama. Namun, setelah jelas bahwa berita Kristen
ditujukan kepada orang-orang non-Yahudi, dan bahwa orang Romawi dan Yunani juga bisa menjadi
pengikut Yesus, pertanyaan mengenai otoritas PL muncul dalam bentuk yang lebih mendesak. Apakah
orang kafir perlu menjadi Yahudi terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen? Paulus dan penulis PB dengan
tegas menjawab: tidak perlu (Gal., lPet., Ibr.). Namun, mereka tetap menerima PL sebagai kitab suci
mereka, dan sering menggunakannya sebagai dasar penjelasan iman Kristen.
Pertanyaan mengenai hubungan antara PL dan PB diungkapkan dengan lantang oleh seorang Kristen
abad ke-2, Marcion. Ia bukan hanya melihat sikap para rasul yang ambigu mengenai masalah ini, tetapi ia
juga memperhatikan masalah-masalah lain di dalam kepercayaan Kristen kepada PL. Yesus telah berbicara
tentang kasih Allah yang memedulikan kesejahteraan semua manusia. Akan tetapi, ketika membaca PL,
Marcion sering melihat gambaran Allah yang agak berbeda, di mana Ia kelihatannya dihubungkan dengan
kekejaman dan kebuasan yang ekstrem. Jauh dari kehendak menyelamatkan manusia, Ia kadang-kadang
dihubungkan dengan penghancuran mereka. Tentu saja, Marcion sedikit melenceng di dalam melihat
gambaran itu: penghakiman yang keras merupakan bagian penting dari pengajaran Yesus, dan kasih Allah
tidak pernah absen dari iman PL, seperti yang telah kita lihat dalam berbagai cara. Namun, bagaimanapun
pembaca modern seringkali merasakan hal yang sama, dan beberapa orang Kristen sekarang akan
mengalami kesulitan untuk mendamaikan beberapa aspek dari pandangan PL tentang Allah dengan apa
yang mereka anggap sebagai pandangan umum Kristen tentang PB. Selain permasalahan yang diangkat oleh
Marcion, mereka juga menunjuk kepada perbedaan antara berita kasih Allah yang universal dalam Yesaya
40-55 dengan apa yang tampak sebagai suatu nasionalisme sempit dari kitab seperti Ezra. Bahkan penafsir
yang ulung sekalipun sangat kesulitan untuk mendamaikan sikap sentimentil Mazmur 137:8-9 dengan
pernyataan untuk mengasihi musuh di dalam khotbah di bukit Yesus (Mat. 5:43-48). Juga, banyak orang
sekarang ini sulit memahami beberapa aspek ibadah PL, terutama persembahan korban yang (paling tidak
menurut pandangan barat) kelihatannya primitif dan kejam, bahkan sama sekali tidak masuk akal.
Jawaban Marcion terhadap semua ini adalah sederhana: robek PL dan buang ke dalam tempat
sampah! Namun pandangan itu tidak didukung secara luas oleh gereja awal, terlebih karena Marcion juga
ingin menyingkirkan sebagian besar PB. Hal itu kelihatannya menimbulkan tanda tanya terus akan
kesejatian iman Kristennya. Namun, para pemimpin gereja mula-mula dapat mengerti dengan cukup baik
permasalahan yang dipertanyakan Marcion. Pertanyaan mengenai PL itu sungguh nyata. Kalau kedatangan
Yesus adalah tindakan yang baru dan menentukan dari Allah dalam dunia ini, lalu apa relevansinya yang
dapat dimiliki sejarah umat purba untuk iman di dalam Yesus?
Jawaban umum yang diberikan ialah bahwa ketika PL dimengerti dengan tepat maka PL akan
mengatakan hal yang persis sama dengan yang dikatakan PB. Namun, untuk dapat membuktikan hal ini
maka perlulah menafsirkan PL sedemikian sehingga dapat menunjukkan bahwa arti sebenarnya entah
bagaimana tersembunyi bagi pembaca biasa.
Secara kebetulan, sarjana-sarjana Yahudi telah menghadapi pertanyaan ini dalam konteks yang
berbeda. Lebih dari satu abad sebelumnya, penafsir agung Yahudi, Filo (sekitar 20 SM-45 M), yang tinggal
di Aleksandria, Mesir, telah mencoba menyelaraskan PL dengan pemikiran para filsuf besar Yunani. Ada
sedikit kaitan yang jelas antara PL dengan filsafat Yunani. Namun, dengan menerapkan penafsiran alegoris
yang mistis terhadap PL, Filo berhasil menunjukkan (paling tidak sampai ia merasa puas) bahwa Musa dan
para penulis PL lainnya sebenarnya telah menyatakan kebenaran-kebenaran filsafat Yunani beberapa abad
sebelum para pemikir Yunani memikirkannya!
Teologi PL STTII Yogyakarta -2023 5

Beberapa pemimpin Kristen awal, terutama mereka yang di Aleksandria, mengadopsi pendekatan
seperti ini dengan penuh se- mangat. Mereka segera juga menggunakan teknik yang sama untuk
menunjukkan bahwa PL memuat segala sesuatu yang ada dalam PB, bagi mereka yang memiliki mata untuk
melihat.
Bahkan hal-hal mendetail yang kelihatannya tidak penting dari kisah PL dijadikan lambang-lambang
bagi Injil Kristen. Apa pun yang berwarna merah dapat dimengerti sebagai referensi kepada kematian Yesus
di kayu Salib (sebagai contoh, lembu betina merah dari Bil.19, tali kirmizinya Rahab dari Yos. 2:18). Air
kemudian menjadi gambaran akan baptisan Kristen. Kisah Keluaran, dengan kombinasi dengan darah (di
ambang pintu pada saat Paskah) dan air (ketika menyeberangi laut Teberau), menghasilkan banyak
penjelasan yang kompleks akan hubungan antara salib dan keselamatan Kristen, juga dengan dua sakramen
Kristen, baptisan dan perjamuan kudus!
Uskup Hilary dari Poitiers, Perancis (315-368 M) menjelaskan cara pembacaan PL ini sebagai
berikut: "Setiap karya yang termuat di dalam kitab-kitab suci mengumumkan melalui kata, menjelaskan
melalui fakta, dan mensahkan melalui contoh- contoh kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus .... Sejak
permulaan dunia ini, Kristus melalui prafigurasi yang otentik dan mutlak dalam pribadi para patriakh
melahirkan, membersihkan, menguduskan, memilih, memisahkan dan menebus gereja: melalui tidurnya
Adam, banjir besar pada masa Nuh, berkat dari Melkisedek, pembenaran Abraham, kelahiran Ishak,
penawanan Yakub ... Tujuan karya ini adalah untuk menunjukkan bahwa dalam setiap pribadi dalam setiap
masa, dan dalam setiap tindakan, gambaran tentang kedatangan, pengajaran, kebangkitan-Nya, dan tentang
gereja kita direfleksikan seperti pada cermin". Tidak semua pemimpin gereja senang dengan pendekatan
terhadap PL di atas: terutama mereka yang berhubungan dengan pusat Kekristenan besar lainnya di
Antiokhia, Siria. Namun, biasanya diterima begitu saja bahwa PL adalah kitab Kristen, dan dengan satu dan
lain cara isinya berkaitan dengan kepercayaan mendasar teologi Kristen.
Selama Reformasi Protestan, keseluruhan pokok pembicaraan ini sekali lagi dibuka untuk diperiksa.
Martin Luther (1483-1546) dan John Calvin (1509-1564) menekankan pentingnya mengerti iman PL
berdasarkan konteks sejarah dan sosialnya. Dalam hal ini, pendekatan mereka tidaklah berbeda dari
pendekatan banyak sarjana modern. Namun, Luther ingin membedakan nilai PL dari PB dengan melihat PL
sebagai Taurat dan PB sebagai Injil. Hal ini memberikan kepadanya alat yang baik untuk memisahkan
gandum Injil sejati (menurut Luther ditemukan pada surat- surat Paulus) dari jerami legalisme yang sudah
diganti (diidentifikasikan dengan PL dan kekristenan Yahudi). Pemikiran ini telah sangat mempengaruhi
kesarjanaan Alkitab sampai masa kini. Akan tetapi, pandangan ini keliru dalam beberapa hal mendasar:
Pandangan ini mengabaikan fakta bahwa Taurat bukan dasar iman PL dan juga tidak sama sekali
tidak ada di dalam PB. Di dalam PL maupun PB, Taurat diletakkan di dalam konteks pemahaman perjanjian
dengan kasih Allah sebagai prinsip dasarnya.
Luther sangat keliru mengidentifikasikan Yudaisme dengan legalisme moralistis. Hal ini sangat tidak
adil bahkan terhadap pandangan Farisi yang jelas-jelas ditolak oleh Paulus. Dalam hal ini, Luther
membiarkan reaksinya sendiri terhadap kekristenan Roma Katholik untuk mewarnai pandangannya terhadap
iman PL.
Calvin mengenali beberapa kekurangan ini, dan sebaliknya menekankan kepentingan dari tema
perjanjian di PL dan PB. Dengan perbandingan yang teliti akan hubungan Allah dengan umat Israel purba
dan dengan gereja Kristen, Calvin mampu mengklaim bahwa dua bagian dari Alkitab Kristen tersebut
disatukan oleh suatu pewahyuan yang progresif, di mana janji-janji purba yang diberikan kepada Israel
dalam PL mencapai puncaknya di dalam kehidupan gereja Kristen. Pandangan ini bukan tidak memiliki
kesulitannya sendiri. Namun, paling tidak pandangan ini mencoba untuk melihat iman PL secara serius.
Pandangan Calvin ini masih dipegang oleh banyak orang dari kelompok Kristen konservatif.
4) Setelah Reformasi, pertanyaan mengenai PL sebagai kitab Kristen tersimpan dengan rapi sampai
pada generasi kita. Zaman pencerahan Eropa, dengan tekanan kepada memahami PL sebagai koleksi kitab-
kitab kuno dalam konteks masanya sendiri, membawa penyelidikan para sarjana ke arah lain. Namun, dalam
100 tabun terakhir atau lebih ini, pertanyaan teologis tadi telah mencuat ke permukaan lagi. Hal penting
yang mendorongnya adalah gerakan Nazi di negara Jerman modern. Perasaan anti Yahudi yang diciptakan
oleh Nazi telah berdampak pada gereja-gereja Jerman sendiri, dan kehadiran PL di dalam Alkitab Kristen
menjadi isu politis yang membara sekaligus menjadi bahan kajian teologis. Sejumlah teolog Jerman mulai
mengadopsi sikap yang sama seperti Marcion. Namun, banyak sarjana Kristen Jerman yang memberikan
penilaian positif terhadap signifikansi PL, walaupun mereka menghadapi tekanan secara politik. Sarjana-
sarjana seperti Walter Eichrodt dan Gerhard von Rad bahkan juga teolog Swiss, Karl Barth, justru
menghasilkan karya-karya yang paling kreatif pada masa tersebut.
Teologi PL STTII Yogyakarta -2023 6

Sekarang ini, umat Kristen mengadopsi berbagai sikap terhadap nilai PL:
a) Ada yang ingin memberikan PL nilai dan otoritas yang sama dengan PB, dengan dasar bahwa setiap
kata di dalam keduanya adalah kata-kata Allah sendiri secara langsung. Namun, kita harus cukup
berhati-hati untuk tidak terlalu gampang menerima gambaran seperti ini karena ada sejumlah
pengajaran Yesus sendiri yang dalam berita-Nya jelas menunjukkan sikap penolakan atau perevisian
yang sangat radikal terhadap beberapa aspek mendasar dari pengajaran PL.
b) Orang lain memperdebatkan bahwa PL digantikan seluruhnya oleh PB, sehingga bisa disingkirkan. Di
sini kita juga harus memelihara suatu keseimbangan yang teliti yang kita temukan pada pengajaran
Yesus sendiri karena Yesus juga menguraikan pelayanan-Nya dalam segi tertentu menggenapi PL. Kita
bisa secara sah mendebatkan artinya, namun ini pastilah harus mengikutsertakan asumsi bahwa PL
memiliki sesuatu untuk kekristenan dan karenanya memiliki tempat yang sah di dalam Alkitab Kristen.
c) Beberapa orang mencoba membedakan antara beberapa bagian dari PL. Mereka akan memisahkan hal-
hal seperti hukum-hukum tentang imam, persembahan korban, dan ketahiran (yang tidak lagi dilakukan
oleh Kristen) dari bagian-bagian lain seperti Dekalog dan pengajaran- pengajaran moral dari para nabi
(yang dianggap masih relevan). Calvin melakukan pembagian yang serupa. Namun, jauh lebih mudah
membagi seperti itu daripada membuktikan kebenarannya. Dengan menyingkirkan unsur-unsur yang
kelihatannya tidak relevan itu, kita sebenarnya sedang menggeser beberapa aspek paling dasar dari
iman PL. Sebagai tambahan, PB justru paling sering menemukan korelasi antara iman PL dengan
kepercayaan Kristen tentang Yesus di dalam konsep-konsep seperti persembahan kurban.
d) Juga umum bagi orang Kristen untuk berbicara tentang pewahyuan progresif kehendak dan sifat Allah
yang mengaliri kedua perjanjian tersebut. Pandangan ini mengatakan bahwa kehendak Allah
dinyatakan melalui sejumlah tahapan, disesuaikan secara kasar dengan kapasitas manusia untuk
memahaminya. Jadi, beberapa dari bagian yang lebih sulit dari PL dapat dijelaskan sebagai sesuai
dengan masa primitif, yang kemudian diganti dengan pandangan yang lebih maju, dan memuncak pada
pengajaran Yesus tentang Allah yang adalah kasih. Namun ini adalah ide yang tidak menolong karena
didasarkan kepada ide evolusioner yang sudah ketinggalan zaman mengenai perkembangan moral yang
tidak terhindarkan dalam diri manusia. Pandangan ini juga mencampuradukkan pernyataan tentang
Allah sebagaimana Dia adanya dengan pernyataan tentang apa yang manusia, pikirkan tentang Dia.
Sebagai tambahan pandangan ini memuat juga implikasi yang meragukan bahwa orang modern pasti
mengetahui lebih banyak mengenai kehendak Allah dan lebih taat kepadanya daripada para bapa
leluhur, nabi-nabi, dan tokoh-tokoh utama kisah PL.

Anda mungkin juga menyukai