3 Hukum-Arbitrase
3 Hukum-Arbitrase
PENDAHULUAN
Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di
dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya,
namun dalam penyelesaiannya melalui proses pengadilan sering sekali
dihindari, baik bagi pihak yang dirugikan ataupun pihak yang digugat.
Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan sering dianggap hanya memakan
waktu, dengan biaya yang mahal, tidak efisien serta banyak oknum-oknum
yang cenderung mempersulit pencarian keadilan. Karena hal-hal tersebut yang
merupakan kelemahan dari badan Pengadilan dalam penyelesaian sengketa,
oleh sebab itu banyak kalangan pengusaha lebih memilih cara yang lain dalam
penyelesaiaan sengketa perdata.
1. Memenuhi tugas dari Mata Kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis.
2. Mengetahui pengertian dan cara penyelesaian arbitrase
3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan arbitrase
4. Mengetahui masalah yang berkaitan dengan hukum arbitrase
BAB II
PEMBAHASAN
ARBITRASE
I. Pengertian Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit. Menurut UU No.30
tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase
yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak
sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat
oleh para pihak setelah timbul sengketa.
Karena perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum atau sesudah timbul
sengketa oleh para pihak berdasarkan isi pasal tersebut maka bentuk klausula
arbitrase tersebut dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu :
a. Pactum de compromittendo
Adanya kesepakatan bagi para pihak yang membuat perjanjian agar
pada kemudian hari apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan
melalui arbitrase. Pactum de compromittendo merupakan klausula
yang dicantumkan dalam perjanjian sehingga klausula tersebut
menjadi bagian dari perjanjian tersebut atau dengan kata lain bahwa
klausula tersebut dimaksudkan untuk menjadi bagian dari kontrak
yang dibuat.
b. Acta compromise
Adanya kesepakatan yang dituangkan bagi pihak yang berselisih,
yaitu untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase, namun
kesepakatan tersebut muncul setelah terjadinya sengketa.
II. Objek Arbitrase
a. Syarat Arbitrase
Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan
terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal timbul
sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram,
teleks, faksimile, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa
syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan jelas :
a. Nama dan alamat para pihak;
b. Penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang
berlaku;
c. Perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
d. Dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
e. Cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
f. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah
arbitrase atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian
semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah
arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk
atau diangkat sebagai arbiter.Tidak dibolehkannya pejabat yang disebut dalam
ayat ini menjadi arbiter, dimaksudkan agar terjamin adanya objektivitas dalam
pemeriksaan serta pemberian putusan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Penunjukkan dua orang arbiter oleh para pihak pemberi wewenang kepada
dua arbiter tersebut memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga. Arbiter yang
ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat sebagai ketua majelis
arbitrase. Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
pemberitahuan diterima oleh termohon sebagaimana dimaksud dalam pasal 18
ayat (1), dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan
menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan
bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.
Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang
mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian.Terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52 tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun.
3. Pewarisan.
"Kami akan menempuh jalur hukum yang tersedia termasuk dengan kasasi dan
kemungkinan induk perusahaan kami untuk melakukan upaya arbitrase," ujar
Alexander Rusli, Presdir & CEO Indosat, dalam keterangan tertulisnya, Minggu
(5/1/2013).
Sikap ini diambil setelah muncul informasi bahwa Pengadilan Tinggi Tipikor
telah menolak permohonan banding Indar Atmanto atas kasus kerja sama
frekuensi 3G Indosat-IM2. Hakim justru menambah bobot hukuman dari 4 tahun
menjadi 8 tahun penjara.
Dari sisi putusan, Alex menganggap bahwa pemberatan hukuman ini justru
menambah kejanggalan proses penegakan hukum kasus ini. Pengadilan seperti
mengabaikan prinsip keadilan (Fair Trial) karena meniadakan fakta dari saksi
hingga bukti-bukti.
Kesaksian dan pernyataan para pelaku industri seperti dari Masyarakat Telematika
Indonesia (Mastel) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),
maupun dari pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),
Denny AK, selaku pelapor perkara ini justru divonis bersalah dengan hukuman 18
bulan penjara karena terbukti memeras Indosat. "Pada proses peradilan yg terjadi
di Pengadilan Negeri Tipikor terlihat begitu gamblang bahwa pihak hakim tidak
mengerti perkara," ungkapnya.
Dalam kasus ini, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta
menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan hukuman denda Rp 200 juta subsider
penjara 3 bulan. Indar dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan jaringan 3G/HSDPA milik
PT Indosat Tbk.
Namun, Indar dinilai majelis tidak terbukti memperkaya diri sendiri yang
merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, Indar dibebaskan dari pidana
tambahan uang pengganti.
Sementara itu, PT IM2 dibebani membayar uang pengganti Rp 1,358 triliun atas
perkara tersebut. Pasalnya dianggap merugikan negara.
Vonis itu sendiri lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan
Negeri Jakarta. Dimana sebelumnya, Indar dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan
denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Perkara tersebut bermula setelah Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan
PT Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama itu
dinyatakan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan
bersama frekuensi jaringan.
PENUTUP
A. Kesimpulan