Anda di halaman 1dari 10

1

BAHAN KAJIAN

DIKSI ATAU PILIHAN KATA

Dosen Pengampu:
PERAWATI, M.Pd.

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
2

DIKSI ATAU PILIHAN KATA

JUDUL
Diksi atau Pilihan Kata

TUJUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN


Mahasiswa mampu diksi atau pilihan kata

URAIAN MATERI
1. Pengertian Diksi atau Pilihan Kata
Pengertian diksi dalam KBBI (2008:264) adalah pilihan kata yang tepat dan selaras
(dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasannya sehingga diperoleh efek
tertentu (seperti yang diharapkan). Selanjutnya ,enurut Faizah (2008:33) diksi bisa diartikan
sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan posisi mereka. Diksi bukan hanya
berarti pilih memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan atau
menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan dan
sebagainya. Dalam menulis berita, ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah
gagasan, hal, atau barang, harus diperhatikan. Kata yang tidak tepat dalam konteks kalimat
tertentu akan mempunyai makna yang berbeda, yang tidak sesuai dengan maksud
penulisnya. Hal ini juga akan menimbulkan salah penafsiran.
Pengertian diksi menurut Suwignyo dan Santoso (2008:32) diksi adalah ketepatan
pilihan kata. Untuk memilih kata keilmuan ada dua butir pertimbangannya, yakni kesesuaian
dan ketepatan. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan
pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai,
dan menggunakan sejumlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan
secara tepat sehingga mampu mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau
pendengarnya. Selain kata yang tepat, efektivitas, komunikasi menuntut persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan
tuntutan komunikasi. Finoza (2013:137) juga menjelaskan bahwa pilihan kata (diksi) pada
dasarnya adalah hasil upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalilmat , alinea,
serta wacana. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga
kata yang cocok. Selanjutnya, Harimurti (1984) dalam kamus linguistic, menyatakan bahwa
diksi adalah pilhan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara
di dalam karang mengarang. Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian teknis dalam hal
karang-mengarang, hal tulis-menulis, serta tutur sapa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan
kata yang digunakan untuk menyampaikan suatu gagasan dengan menggunakan
ungkapan-ungkapan yang tepat agar dapat dipahami. Tujuan diksi tersebut antara lain
membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap
apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, untuk mencapai target komunikasi yang
efektif, melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal, membentuk gaya
ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga terasa
menyenangkan untuk pendengar atau pembaca. Diksi mempunyai dua arti. Pertama, diksi
merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Kedua, arti
“diksi” yang lebih umum digambarkan dengan kata seni, berbicara jelas, sehingga setiap
kata dapat didengar dan dipahami. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi,
daripada pemilihan kata dan gaya.
3

2. Syarat-Syarat Diksi
Ketetapan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk
menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca, seperti yang dipikirkan
atau dirasakan oleh penulis. Menurut Faizah (2008:34) untuk mencapai ketepatan pilihan
kata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a) Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Kata denotatif dan konotatif
dibedakan berdasarkan maknanya. Kata konotatif memiliki makna tambahan atau nilai
rasa. Jika kita dihadapkan pada dua kata yang mempunyai makna mirip, kita harus
menetapkan salah satu yang paling tepat untuk mencapai suatu maksud. Kalau hanya
pengertian dasar yang diinginkan, kita harus memilih kata denotatif; kalau kita
menghendaki reaksi emosional tertentu, kita mempergunakan kata konotatif sesuai
dengan sasaran yang akan dicapai.
b) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Penulis harus berhati-
hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang
diinginkan sehingga tidak timbul salah interpretasi.
c) Bedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan
sesuatu daripada kata umum.
d) Gunakan kata-kata indera yang menunjukkan persepsi yang khusus.
e) Perhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
f) Membedakan makna kata secara cermat yang mirip ejaan, misalnya : inferensi
(kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi).
g) Tidak menafsirkan makna secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri jika
pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menentukan makna yang
tepat dalam kamus, misalnya : modern sering diartikan secara subjektif canggih
menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir.
h) Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara
tepat. Menurut Sugono (2003:74) unsur bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia harus mempertajam daya ungkap bahasa Indonesia dan harus
memungkinkan orang menyatakan konsep atau gagasan secara tepat.
i) Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar,
misalnya : sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
j) Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya : isu (berasal dari
bahasa inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa
Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulny, kabar angin, desas-desus).
k) Menggunakan kata-kata abstrak dan kata konkret secara cermat.

Ketetapan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk


menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca, seperti yang dipikirkan
atau dirasakan oleh penulis. Untuk mencapai ketepatan pilihan kata, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
Selain ketetapan pilihan kata itu, pengguna bahasa harus pula memperhatikan
kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, situasi yang hendak ditimbulkan, atau
suasana yang sedang berlangsung. Berikut syarat-syarat kesesuaian kata:
a) Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan
penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan.
Misalnya: hakikat (baku), hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku).
b) Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat. Misalnya:
kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan).
4

c) Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat.


Misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar).
d) Menggunakan kata dengan nuansa tertentu. Misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan
merangkak: merah darah, merah hati.
e) Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah
(surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata populer. Misalnya: argumentasi
(ilmiah), pembuktian (populer), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (populer).
f) Menghindari penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya: tulis,
baca, kerja (bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca, bekerja, mengerjakan,
dikerjakan (bahasa tulis).
Ketepatan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis
dalam karangan. Ketepatan ini menghasilkan kepastian makna. Sedangkan kesesuaian kata
menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai dengan sesuatu yang hendak di ciptakan
sehingga tidak mengganggu suasana batin, emosi, atau psikis antara penulis dan
pembacanya, pembicara dan pendengarnya. Misalnya: keformalan, keilmiahan,
keprofesionalan, dan situasi tertentu yang hendak diwujudkan oleh penulis.
Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan ilmiah menuntut
penguasaan:
a) Keterampilan yang tinggi terhadap bahasa yang digunakan.
b) Wawasan bidang ilmu yang ditulis.
c) Konsistensi penggunaan sudut pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar
tidak menimbulkan salah penafsiran.
d) Syarat ketepatan kata.
e) Syarat kesesuaian kata.
Adapun fungi diksi, yaitu sebagai berikut:
a) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
b) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi)
sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
c) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d) Menciptakan suasana yang tepat.
e) Mencegah perbedaan penafsiran.
f) Mencegah salah pemahaman.
g) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

3. Kata Denotatif dan Konotatif


Makna denotatif atau makna referensial adalah makna yang menunjuk langsung
pada acuan atau makna dasarntya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung
dalam sebuah kata secara objektif. Makna denotatif (denotasi) lazim disebut makna
konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut
penglihatan, penciuman, pendengaran, atau pengalaman yang berhubungan dengan
informasi (data) faktual dan objektif. 2) makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu
tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya). 3) makna lugas yaitu makna apa
adanya, lugu, polos, makna sebenar. Contoh: Wanita dan perempuan secara konseptual
sama, gadis dan perawan secara denotatif sama makananya. Istri dan bini secara
konseptual sama.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap
sosial, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Makna
konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat
berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan
5

norma masyarakat tersebut. Makna konotasi juga dapat berubah dari waktu ke waktu.
Contohnya dalam kalimat“ Megawati dan Susilo Bambag Yudhoyono berebut kursi
presiden.” Kalimat tersebut tidak menunjukan makna bahwa Megawati dan Susilo Bambang
Yudhoyono tarik-menarik kursi karena kata kata kursi bukankah makna yang sebenarnya,
yang dimaksud adalah berebut jabatan.
Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat denagan kebutuhan pemakaian
bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu makna yang
menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna yang mempunyai tautan pikiran,
perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna
konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus, sedangkan denotatif maknanya bersifat umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud
yang bersifat memukau perasaan orang lain. Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat
pula bersifat jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol
(lebih jelek daripada bodoh), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek
daripada rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang terjadi dari
makna denotatif. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda
sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini.

4. Kata Umum dan Khusus


Kata umum adalah sebuah kata yang mempunyai ruang lingkup yang luas (makna
kata umum sifatnya luas) yang mana, kata-kata tersebut masih dapat diperincikan atau
dijabarkan menjadi lebih khusus (lebih lanjut) dan menjadi lebih sederhana. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa definisi kata umum adalah kata kata yang didalamnya mengandung
makna yang masih bisa untuk dijabarkan.
Kata khusus adalah sebuah kata yang mempunyai ruang lingkup yang terbatas
(makna kata khusus sifatnya sempit) yang mana, kata-kata tersebut sudah tidak dapat
diperincikan atau dijabarkan lagi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa definisi kata khusus
adalah kata kata yang didalamnya mengandung makna yang tidak bisa untuk dijabarkan
lagi.
Perhatikan dan amati contoh kata umum dan kata khusus pada kalimat berikut ini :
a) Aisyah membawa barang-barang kesayangannya saat camping. (mengandung kata
umum)
b) Dona menjinjing pakaian yang telah ia beli dari mall (mengandung kata khusus)
Berdasarkan dua contoh kalimat seperti yang tertera diatas, maka diketahui bahwa
pada kata membawa mengandung kata umum, dan kemudian pada kata menjinjing
mengandung kata khusus. Kedua kata tersebut yakni membawa dan menjinjing mempunyai
arti dan kegiatan yang sama, perbedaannya hanya terletak pada sifat dari kedua kata
tersebut. Jika diperincikan dan dijabarkan secara lebih mendalam, kata membawa belum
bisa memberikan dan menjelaskan gambaran yang jelas dan tepat. Kata membawa dapat
diartikan menjadi banyak makna seperti membawa menggunakan mobil, menggunakan
motor, menggunakan sepeda dan lain sebagainya. Akan tetapi pada kata menjinjing sudah
dapat memberikan dan menjelaskan gambaran yang jelas dan tepat mengenai apa yang
dilakukan. Kata menjinjing diartikan menjadi membawa sesuatu yang ada didalam sebuah
tempat dengan menggunakan satu tangan serta letaknya disamping sebelah kiri atau
sebelah kanan. Perhatikan tabel contoh kata umum dan kata khusus sebagai berikut :
6

Tabel 7.
Contoh Perbedaan Kata Umum dan Kata Khusus
Contoh kata umum Contoh kata khusus
Buah-buahan Mangga
Apel
Jeruk
Nanas

Anggur
Dan lain sebagainya.

Hewan ternak Ayam

Sapi
Kambing
Domba
Itik
Dan lain sebagainya.

Binatang Monyet
Kelinci
Gajah
Harimau
Rusa
Dan lain sebagainya.
Melihat Menatap
Memandang
Menyaksikan
Menonton
Mengintip
Dan lain sebagainya.
Membawa Memikul
Menenteng
Menjinjing
Dan lain sebagainya.

Dengan demikian kata umum dan kata khusus memiliki makna yang sama akan
tetapi sifat keduanya yang bebeda, dimana kata umum sifatnya luas sedangkan kata khusus
sifatnya lebih rinci.

5. Kata Konkret dan Abstrak


Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca indra disebut kata konkret,
seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata tidak mudah diserap panca indra
maka kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan saran. Kata abstrak digunakan
untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus
gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi jika dihambur-hamburkan dalam suatu
karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
7

Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkret


mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh :
Kebaikan (kata abstrak) seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
Kebenaran (kata abstrak) pendapat itu begitu meyakinkan.
APBM RI mengalami kenaikkan lima belas persen (kata konkret)

6. Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa Indonesia. Dari
dalam bahasa Indonesia terbentuk kosa kata baru dengan dasar kata yang sudah ada,
sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan. Dari dalam bahasa
Indonesia terbentuk kata baru, misalnya: tata buku, tata bahasa, daya tahan, dan lain-lain.
Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, misalnya: bank,
valuta, dan lain-lain.

7. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata


a) Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang mana, di mana, daripada.
Perhatikan contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada, yang salah dalam kalimat
ini.
(1) Dalam rapat yang mana yang dihadiri oleh para ketua RT dan RW
(2) Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah menghimbau kita untuk
lebih tekun bekerja
(3) Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita
Kalimat 1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita amati.
Terdapat dua kesalahan dalam pemakaain bentuk gabungan itu, kesalahan pertama, dalam
sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir yang mengakibatkan
terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat pertama tidak diperlukan, cobalah baca
kalimat pertama tanpa kata mana, jadi bunyinya berubah seperti ini. Dalam rapat yang
dihadiri oleh para ketua RT dan RW.
Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk gabung di
mana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi di mana dan yang mana bukan
sebagai penghubung klausa-klausa, baik dalam sebuah kalimat maupun penghubung antar
kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua.
(1) Demikian tadi sambutan pak Lurah
(2) Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja
Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama.
b. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke.
Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan, sering tidak tepat,
perhatikan contoh yang salah berikut ini:
(1) Sampaikan salam saya dengan Dona
(2) Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.
Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada, jika tidak kepada
siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok dipakai untuk kalimat diatas karena dengan
dapat berarti bersama.
Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian yang
keliru juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke yang seharusnya di isi oleh kata pada
dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat, waktu, sedangkan kepada
harus diikuti nama/jabatan orang atau kata ganti orang.
Contoh:
8

(1) Buku agendaku tertinggal di rumah Andi.


(2) Jangan menoleh ke kiri.
(3) Permohonan cuti diajukan kepada direktur.
c. Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia
Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering mendengar kata
berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara lain.
Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara ketika pembicara
menyapa hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini:
(1) Selamat malam dan selamat datang ditempat yang berbahagia ini.
(2) Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk.
Mengapa pemakaian dalam kalimat 1 dan 2 dikatakan keliru, karena berbahagia
bukan kata sifat. Jika pada kata berbahagia diganti kata sifat misalnya, aman ,indah, bersih,
tentu saja kalimatnya benar.

8. Ungkapan
Ungkapan atau idiom adalah bentuk bahasa yang merupakan satuan-satuan bahasa
yang menyatakan makna khusus dan telah kehilangan makna lesikal. Menurut Finoza
(1993:135) idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat
dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan menurut Sarwoko (2007:115) idiom adalah
kekayaan bahasa Indonesia yang tidak dapat dipersamakan dengan bahasa lain di dunia.
Ungkapan dapat berupa frasa, kata, kalimat dan juga membentuk arti kiasan.
Pengelompokan ungkapan dibagi berdasarkan unsur gabungan serta bentuknya antara lain
:
a) Ungkapan yang dapat dibentuk dari suatu kata yang menunjukan bilangan
Misalnya :
Keponakanku seperti pinang dibelah dua (pinang dibelah dua memiliki arti kembar).
b) Ungkapan yang dapat dibentuk dari suatu kata yang menunjukan nama binatang
Misalnya:
Jangan mencari kambing hitam dalam kelas (memiliki arti mencari orang yang akan
difitnah).

RANGKUMAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata yang
tepat yang digunakan seseorang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan gagasannya
kepada orang lain. Adapun syarat-syarat ketetapan diksi, yaitu (a) membedakan secara
cermat denotasi dari konotasi; (b) membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir
bersinonim; (c) bedakan kata umum dan kata khusus; (d) gunakan kata-kata indria yang
menunjukkan persepsi yang khusus; (e) perhatikan perubahan makna yang terjadi pada
kata-kata yang sudah dikenal; (f) membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip
ejaannya; (g) tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri
jika pemahaman belum dapat dipastikan; (h) menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan)
harus memahami maknanya secara tepat. (i) menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan
susunan (pasangan) yang benar; (j) menggunakan kata-kata yang berubah makna dengan
cermat; (k) menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak
(konseptual)
Selain ketetapan pilihan kata itu, pengguna bahasa harus pula memperhatikan
kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, situasi yang hendak ditimbulkan, atau
suasana yang sedang berlangsung. Berikut syarat-syarat kesesuaian kata: (a)
menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan penggunaannya
9

dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan; (b) menggunakan kata
yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat; (c) menggunakan kata berpasangan
(idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat; (d) menggunakan kata dengan nuansa
tertentu; (e) menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi non
ilmiah (surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata populer; dan (f) menghindari
penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasila, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa


10

Arifin, Zainal dan Tasai, S.Amran. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia Untk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademia Pressindo.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Fasold, Ralph. 1984. The Sosilolinguistics of Society. England: Basic Blackwell Publisher

Garvin, P.L. Mathiot M. 1968. The Urbaization of Guarani Language. Problem in Language
and Culture, dalam Fishman, J.A. (Ed) Reading in Tes Sosiology of Language,
Mounton. Paris–The Hague.

Kridalaksana, Harimurti.1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende Flores Nusa Indah

Lambert, Wallace E. 1967. A Social Psychology of Bilingualism

Siregar, Bahrean Umar. 1996. Pemertahanan Bahasa Dan Sikap Bahasa. Medan: USU Press.

Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai