Anda di halaman 1dari 112

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

LINGKUP HAK CIPTA


Pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang menimbulkan secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 113
1. Setiap orang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf I
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
pencipta atau pemegang Hak Cipta Melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
3. Setiap oran yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf a, huruf, b, huruf e, huruf g, untuk Pengguna
secar Komersial dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000. (satu
miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang melakukan dalam bentuk pembajakan,
dipidana dengan pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00.

1 Auditing
AUDITING
(Buku Ajar)

Penulis : Hevi Oktiawati, M.E


Editor : Khabibul Khoiri, M.Pd.
Penata Letak isi dan Sampul : Susilo

Diterbitkan oleh:
CV. Agus Salim Press

14,8 x 21 cm; iv+107 hal


Cetakan pertama, Agustus 2022
ISBN: 978-623-88233-0-7

Dicetak Oleh:
CV. Agus Salim Press
Jl. Brigjend Sutiyoso. No. 07 Kota Metro-Lampung
Telp. 0857-0937-0547
Wabsite: agussalimpress.com

ii Auditing
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang


Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun dan Maha
Penerima Taubat bagi hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat
dan mohon ampunan-Nya.
Berkat rahmat dan Hidayah-Nya serta Inayah-Nya
penyusunan buku Auditing ini dapat diselesaikan dengan baik
†ƒ• †‹„ƒ…ƒá †‹–‡ŽƒïƒŠá ’‡•‡rhati, pengembang dan pelaksana.
Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan,
terutama bagi perusahaan berbadan hukum berbentuk
perseroan terbatas yang bersifat terbuka (PT terbuka). Dalam
bentuk badan usaha ini, perusahaan dikelola oleh manajemen
yang ditunjuk oleh para pemegang saham sebagai pemilik
perusahaan dan akan diminta pertanggung jawabannya atas
dana yang dipercayakan kepada mereka. Para pemegang
saham akan meminta pertanggungjawaban manajemen dalam
bentuk laporan keuangan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu demi kesempurnaan
buku ini, dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Metro, Agustus 2022
Penulis,

Hevi Oktiawati, M.E

iii Auditing
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i


KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iv
BAB I KONSEP UMUM AUDITING............................................................... 1
BAB II STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK & KODE
ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK .......................................................... 11
BAB III PERENCANAAN AUDIT ................................................................ 22
BAB IV LAPORAN AKUNTAN ..................................................................... 34
BAB V MATERIALITAS, RISIKO, DAN STRATEGI AUDIT .............. 39
BAB VI PENGENDALIAN INTERNAL ...................................................... 47
BAB VII MENENTUKAN RISIKO PENGENDALIAN .......................... 55
BAB VIII BUKTI AUDIT & TES TRANSAKSI ......................................... 59
BAB IX KERTAS KERJA PEMERIKSAAN................................................ 64
BAB X RISIKO DETEKSI & RANCANGAN PENGUJIAN
SUBSTANTIF .......................................................................................................... 69
BAB XI SAMPLING AUDIT DALAM PENGUJIAN
PENGENDALIAN .............................................................................................. 84
BAB XII PEMERIKSAAN KAS DAN SETARA KAS .............................. 90
BAB XIII PEMERIKSAAN SURAT BERHARGA DAN INVESTASI 95
BAB XIV PENYELESAIAN PERIKATAN AUDIT ............................... 101

iv Auditing
BAB I
KONSEP UMUM AUDITING

A. Pengertian Auditing
Menurut American Accounting Association (AAA),
auditing adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan
dengan asersi tentang tindakan dan peristiwa ekonomi
untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi
tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Sementara menurut Arens, Elder, &
Beasley (2006), auditing adalah pengumpulan dan
pengevaluasian bukti informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi yang
didapat dengan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing
harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
yang independen dan berkompeten. Berdasarkan
penjelasan tersebut, terdapat beberapa poin penting yang
mendasari definisi auditing. Poin pertama adalah informasi
dan kriteria yang ditetapkan dimana dalam pelaksanaan
audit harus terdapat informasi yang dapat diuji dan suatu
kriteria yang dapat digunakan auditor untuk mengevaluasi
informasi tersebut. Poin kedua adalah pengumpulan dan
1 Auditing
pengevaluasian bukti audit dimana bukti audit merupakan
informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan
apakah informasi yang diaudit telah disajikan sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan, dan oleh karena itu
dibutuhkan bukti audit yang memadai untuk dapat
mencapai tujuan audit. Poin ketiga adalah seseorang yang
kompeten dan independen dimana auditor harus memiliki
kualifikasi dalam memahami kriteria yang ditetapkan
serta harus kompeten dalam menentukan jenis dan
jumlah bukti audit yang perlu diuji untuk mencapai
kesimpulan audit yang tepat serta harus mampu
mempertahankan mental independen agar mampu bersikap
objektif dalam pengumpulan dan pengevaluasian bukti.
Poin keempat adalah pelaporan dimana merupakan suatu
bentuk komunikasi atas kesimpulan auditor mengenai
tingkat kesesuaian antara suatu informasi dengan kriteria
yang ditetapkan kepada para pemangku kepentingan.
Dalam kaitannya dengan akuntansi, sebagian besar auditing
memang terkait informasi akuntansi dan banyak auditor
yang memiliki keahlian di bidang akuntansi, namun
terdapat perbedaan antara akuntansi dan auditing.
Akuntansi adalah proses pencatatan, pengklasifikasian, dan
pengikhtisaran kejadian ekonomi dengan cara yang logis
untuk menyediakan informasi keuangan guna pengambilan

2 Auditing
keputusan. Ketika mengaudit data akuntansi, fokus auditor
adalah menentukan apakah informasi yang tercatat telah
mencerminkan kejadian ekonomi yang sebenarnya terjadi
selama periode akuntansi yang bersangkutan.
Defenisi tersebut mengandung tujuh unsur unsur
penting yaitu (Mulyadi, 2002:9):
1. Suatu proses sistematik Auditing merupakan suatu
proses sistematik, yaitu berupa suatu rangkaian langkah
atau prosedur yang logis, terstruktur dan terorganisasi.
Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan langkah
yang direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan.
2. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif Proses sitematik yang dilakukan tersebut
ditujukan untuk memperoleh bukti-bukti yang
mendasari asersi asersi yang dibuat oleh individu
maupun entitas, serta untuk mengevaluasi tanpa
memihak terhadap bukti bukti tersebut.
3. Asersi asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian
ekonomi Yang dimaksud dengan asersi mengenai
kegiatan dan kejadian ekonomi adalah hasil proses
akuntansi. Akuntansi merupakan proses
pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian
informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang.

3 Auditing
Proses akuntansi ini menghasilkan suatu pernyataan
yang disajikan dalam laporan keuangan.
4. Menentukan tingkat kesesuaian Pengumpulan bukti
mengenai asersi dan evalusi terhadap hasil
pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk
menentukan kesesuaian asersi tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara asersi
dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat
dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.
5. Kriteria yang ditentukan Kriteria atau standar yang
dipakai sebagai dasar untuk menilai asersi (yang berupa
hasil proses akuntansi) dapat berupa peraturan
peraturan yang ditetapkan secara spesifik oleh badan
legislatif atau pihak lainnya, anggaran atau ukuran
prestasi lainnya yang ditetapkan oleh manajemen, atau
prinsip akuntansi berlaku umum.
6. Menyampaikan hasil Penyampaian hasil auditing sering
disebut dengan atestasi. Penyampaian hasil ini dilakukan
secara tertulis dalam bentuk laporan audit. Atestasi
dalam bentuk laporan tertulis ini dapat menaikkan atau
menurunkan tingkat
B. Tujuan Audit
Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan
pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang bersifat

4 Auditing
material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas
sesuai dengan standar yang berlaku. Sedangkan tujuan
audit spesifik ditentukan berdasarkan asersi-asersi yang
dibuat oleh manajemen yang berada di dalam laporan
keuangan.
Menurut Mulyadi dalam Fadjar (2009) tujuan audit
adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam
semua hal yang material, sesuai prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. Asersi manajemen adalah
pernyataan manajemen secara emplisit maupun eksplisit
yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan.
Asersi manajemen mempunyai hubungan dengan prinsip
akuntansi yang berlaku secara umum, maka auditor harus
memahami asersi-asersi manajemen agar dapat
melaksanakan audit dengan baik.
Asersi manajemen digolongkan dalam 5 kategori yaitu:
1. Keberadaan (existence) atau keterjadian (occurance)
2. Kelengkapan (completeness)
3. Hak dan kewajiban (right and obligation)
4. Penilaian dan alokasi (valuation and allocation)
5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and
disclosure)

5 Auditing
C. Jenis-Jenis Audit
Menurut Arens, Elder, & Beasley (2006), terdapat 3 jenis
audit yang dilaksanakan oleh akuntan publik, antara lain:
1. Audit laporan keuangan
Tujuan audit laporan keuangan adalah untuk
menentukan apakah laporan keuangan secara
keseluruhan telah dilaporkan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Dalam menentukan
tingkat kewajaran penyajian laporan keuangan, auditor
perlu melaksanakan serangkaian uji yang tepat untuk
menentukan apakah terdapat erroratau misstatement
lainnya yang bersifat material dalam laporan keuangan.
Hasil dari audit laporan keuangan berupa laporan
audit yang berisi opini audit atas laporan keuangan.
2. Audit operasional
Tujuan audit operasional adalah untuk mengevaluasi
efisiensi dan efektivitas dari bagian-bagian dari
prosedur dan metode kegiatan operasional
perusahaan. Dalam audit operasional, pelaksanaan
review tidak terbatas hanya pada akuntansi, tetapi
juga dapat mencakup evaluasi atas struktur organisasi,
operasi komputer, metode produksi, pemasaran, dan
bagian-bagian lainnya yang sesuai dengan kualifikasi
auditor. Berbeda dengan jenis audit lainnya, kriteria

6 Auditing
yang ditetapkan dalam pelaksanaan audit operasional
merupakan suatu hal yang bersifat subjektif sehingga
audit operasional cenderung tergolong sebagai
konsultasi manajemen. Hasil dari audit operasional
biasanya berupa pernyataan mengenai efektivitas dan
efisiensi operasi atau sejumlah rekomendasi kepada
manajemen untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja operasional perusahaan.
3. Audit kepatuhan
Tujuan audit kepatuhan adalah untuk menentukan
apakah pihak yang diaudittelah mengikuti prosedur,
kebijakan, dan regulasi yang telah ditetapkan oleh
badan/otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit
kepatuhan biasanya berupa pernyataan temuan atau
tingkat kepatuhan dan dilaporkan kepada pihak
tertentu dalam unit organisasi yang diaudit.
D. Tahapan Audit
Tahapan audit adalah tahap-tahap yang harus dilalui
oleh seseorang auditor dalam melaksanakan suatu proses
audit. Tiap tahap mempunyai tujuan dan manfaat tertentu
untuk mencapai tujuan audit. Tiap jenis audit memiliki
tahapan yang berbeda. Menurut Arens (2007), tahapan
dalam audit operasional adalah sebagai berikut:
Tahap I : Perencanaan Audit

7 Auditing
Tahap II : Pengumpulan dan Evaluasi Bukti
Tahap III : Pelaporan dan Tindak Lanjut
Meskipun tujuan audit dan jenis audit berbeda, menurut
Taylor dan Glezen (1997), secara umum tahapan audit
mencakup hal-hal berikut:
1. Perencanaan audit
2. Pemahaman dan pengujian pengendalian intern
3. Pengujian substantive
4. Pelaporan
5. Perencanaan dan perancangan pendekatan audit.
6. Pengujian dan pengendalian transaksi.
7. Pengujian saldo perkiraan.
8. Penyelesaian audit dan penerbitan laporan.
E. Tipe Auditor
Modul Auditing AMIK BSI Pontianak 6 Ujian
Sertifikasi Akuntan Publik ( USAP)Untuk dapat
menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di
Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi
yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP)
dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan "CPA
Indonesia" (sebelum tahun 2007 disebut "Bersertifikat
Akuntan Publik" atau BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh
IAPI. Sertifikat akuntan publik tersebut merupakan salah
satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik

8 Auditing
sebagai akuntan publik dari Kementerian Keuangan.
Dilaksanakan 2 kali dalamm satu tahun yaitu bulan Mei dan
November dan dilakukan dalam waktu dua hari dengan
mata ujian meliputi:
1. Teori dan praktek akutansi keuangan (4 Jam/hari ke1)
2. Auditing dan jasa profesional akuntan publik (4
jam/hari1)
3. SIA (2,5 jam/ hari ke2 Perpajakan dan hukum komersial
(3,5 jam/hari ke2)
4. Tipe Auditor
Ada tiga-tipe auditor yaitu :
a. Auditor Intern: Auditor yang merupakan karyawan
suatu perusahaan tempat mereka melakukan audit dan
Auditor yang bertugas pada suatu entitas perusahaan
yang melakukan audit untuk kepentingan management
agar kegiatan operasional berjalan sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) atau kebijakan yang
telah ditetapkan perusahaan sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai.
b. Auditor Independen (Akuntan/Kantor Akuntan Publik):
yg bertugas memeriksa (audit) suatu atau beberapa
perusahaan yang menggunakan jasanya. Auditor ini
mempunyai sikap independen karena tidak terikat

9 Auditing
dengan suatu entitas dalam melakukan jasa audit
maupun jasa konsultasi.
c. Auditor Eksternal (Publik): Auditor independen adalah
praktisi individual atau anggota KAP yang memberikan
jasa profesional pada klien.
d. Auditor Pemerintah: Auditor yang bekerja pada kantor
pemerintah dan tugasnya mengaudit instansi
pemerintah Auditor ini adalah BPKP( Badan
Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan dan BPK
(Badan Pemeriksa Keuangan) serta Auditor Internal
maupun External Pemerintah. Di Indonesia yang
bertindak sebagai auditor internal adalah Badan
Pengawasan Keuangan & Pembangunan (BPKP),
sedangkan yang bertindak sebagai Auditor External
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI).

10 Auditing
BAB II
STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
& KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK

A. Sepuluh Standar Auditing


Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya,
auditor harus dapat memenuhi kaidah-kaidah dalam
standar auditing. Standar auditing merupakan pedoman
umum bagi auditor dalam memenuhi tanggung jawab
profesionalnya. Menurut Pernyataan Standar Auditing No. 1
(SA Seksi 150), standar auditing berbeda dengan prosedur
auditing, yaitu "prosedur" berkaitan dengan tindakan yang
harus dilaksanakan, sedangkan "standar" berkaitan dengan
kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui
penggunaan prosedur tersebut. Standar auditing, yang
berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan
tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga
berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam
pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Secara umum
terdapat 10 standar auditing dalam Standar Profesional
Akuntan Publik yang terbagi atas Standar Umum, Standar
Pekerjaan Lapangan, dan Standar Pelaporan. Standar
auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:

11 Auditing
1. Standar Umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih
yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang
cukup sebagai auditor
b. Dallam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan
jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern
harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh
melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit
3. Standar Pelaporan

12 Auditing
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan
keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau
menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam
periode sebelumnya
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan
harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain
dalam laporan auditor
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan
pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka
alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama
auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan,
jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul
oleh auditor.

13 Auditing
Standar-standar tersebut diatas dalam banyak hal
sering berhubungan dan saling tergantung satu sama lain
†ƒ• ò ƒ–‡”‹ƒŽ‹–ƒ•ó †ƒ• ò”‹•‹•‘ audi–ó •‡Žƒ•†ƒ•‹ ’‡•‡”ƒ’ƒ•
semua standar auditing, terutama standar pekerjaaan
lapangan dan standar pelaporan. PSA No.01 (SA Seksi 161)
mengatur hubungan standar auditing dengan standar
pengendalian mutu sebagai berikut
1. Auditor independen bertanggung jawab untuk
memenuhi standar auditing yang diterapkan Ikatan
Akuntan Indonesia dalam penugasan audit. Seksi
202 Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
mengharuskan anggota Ikatan Akuntan Indonesia
yang berpraktik sebagai auditor independent
mematuhi standar auditing jika berkaitan dengan
audit atas laporan keuangan.
2. Kantor akuntan publik juga harus mematuhi standar
auditing yang diterapkan Ikatan Akuntan Indonesia
dalam pelaksanaan audit. Oleh karena itu, kantor
akuntan publik harus memuat kebijakan daan
prosedur pengendalian mutu untuk memberikan
keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan
audit dengan standar auditing yang diterapkn Ikatan
Akuntan Indonesia. Sifat dan luasnya kebijakan dan
prosedur pengendalian mutu yang ditetapkan oleh

14 Auditing
kantor akuntan publik tergantung atas faktor-faktor
tertentu, seperti ukuran kantor akuntan publik,
tingkat otonomi yang diberikan kepada karyawan dan
kantor-kantor cabang, sifat praktik, organisasi
kantornya, serta pertimbangan biaya manfaat.
3. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan penugasan
auditsecara individual; standar pengendalian mutu
berkaitan dengan pelaksanaan praktik audit kantor
akuntan publik secara keseluruhan. Oleh karena itu,
standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia dan standar pengendalian mutu
berhubungan satu sama lain, dan kebijakan dan
prosedur pengendalian mutu yang diterapkan oleh
kantor akuntan publik berpengaruh terhadap
pelaksanaan penugasan audit secara individual dan
pelaksanaan praktik audit kantor akuntan publik
secara keseluruhan.

B. Profesi Akuntan Publik


Akuntan publik adalah akuntan yang telah
memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan
jasa akuntan publik (lihat di bawah) di Indonesia.
Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur

15 Auditing
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun
2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 443/KMK.01/2011 tentang Penetapan
Institut Akuntan Publik Indonesia sebagai Asosiasi Profesi
Akuntan Publik Indonesia. Setiap akuntan publik wajib
menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI),
asosiasi
profesi yang diakui oleh Pemerintah. Izin akuntan
publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku
selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang
mengajukan permohonan untuk menjadi akuntan publik
secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki Sertifikat Tanda Lulus USAP yang sah yang
diterbitkan oleh IAPI atau perguruan tinggi
terakreditasi oleh IAPI untuk menyelenggarakan
pendidikan profesi akuntan publik.
2. Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2
tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti
Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling
sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 tahun
terakhir.
3. Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas
laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5
tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam

16 Auditing
diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi
perikatan audit umum, yang disahkan oleh
Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP.
4. Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
bukti lainnya. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan
izin akuntan publik.
5. Tidak pernah dipidana yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara
5 (lima) tahun atau lebih. Menjadi anggota IAPI. Tidak
berada dalam pengampuan
6. Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir
Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat
pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat
pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa
data persyaratan yang disampaikan adalah benar.
Selain itu syarat khusus menjadi akuntan yaitu :
1. Syarat menjadi profesi
a. Pendidikan profesi tertentu (S1 dan tambahan
profesi )
b. Mendapatkan izin dari Pihak pemerintah

17 Auditing
c. Mengikuti kode etik profesi
2. Syarat Pendirian KAP
a. Berdomisili di wilayah NKRI
b. Memiliki register akuntan
c. Lulus ujian sertifikasi akuntan publik yang
dilaksanakan IAI
d. Memiliki pengalaman kerja minimal selama 3
(Tiga ) tahun sebagai akuntan dan pengalaman
audit umum minimal 3000 jam reputasi baik
e. Menjadi anggota IAI
f. Telah menduduki jabatan manajer atau ketua
tim audit umum sekurang kurangnya 1 tahun
g. Wajib memiliki KAP atau bekerja di koperasi
jasa audit.
Hirarki KAP ( Kantor Akuntan Publik )
Akuntan publik dalam memberikan jasanya wajib
mempunyai kantor akuntan publik (KAP) paling lama 6
bulan sejak izin akuntan publik diterbitkan. Akuntan
publik yang tidak mempunyai KAP dalam waktu lebih dari
6 bulan akan dicabut izin akuntan publiknya.
1. Partner Tugasnya adalah:
a. Mereview pekerjaan audit
b. Menanda tangani pekerjaan audit
c. Menyetujui masalah fee

18 Auditing
d. Penanggung jawab atas semua yang berhubungan
dengan audit
2. Manajer
Tugas Manajer adalah:
a. Mengawasi langsung pekerjaan audit
b. Mereview lebih lannjut pekerjaan audit
c. Melakukan penaggihan atas fee audit
3. Akuntan Senior
Tugas Akuntan Senior adalah:
a. Bertanggung jawab terhadap perencanaan dan
pelaksanaan pekerjaan audit
b. Mereview pekerjaan para akuntan yunior
c. Akuntan Yunior
4. Tugas Akuntan Yunior adalah:
a. Bertanggung jawab terhadap pekerjaan lapangan
b. Melaksanakan dan memberikan pendapat bagian
dari pekerjaan audit Jasa Akuntan Publik
1) Jasa Atestasi: Memberikan pendapat atau
pertimbangan seseorang yang independen dan
kompeten mengenai kesesuaian dalam segala
hal yang signifikan,asersi suatu entitas dengan
kriteria ditetapkan
a) Audit laporan keuangan historical
b) Pemeriksaan/Examination

19 Auditing
c) Penelaahan/review dengan cara wawancara
d) Prosedur yang disepakati bersama
2) Jasa Non Atestasi
a) Jasa Akuntansi / pembuatan LK
b) Jasa konsultasi manajemen/Manajemen
Advisory Services (MAS) temuan,
kesimpulan dan rekomendasi Jasa
perpajakan: Pelaporan dan pengisian pajak
Ujian Sertifikasi Akuntan Publik ( USAP )
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai
akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus
dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi
Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak
memperoleh sebutan "CPA Indonesia" (sebelum tahun
2007 disebut "Bersertifikat Akuntan Publik" atau BAP).
Sertifikat akan dikeluarkan oleh IAPI. Sertifikat akuntan
publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama
untuk mendapatkan izin praktik sebagai akuntan publik
dari Kementerian Keuangan. Dilaksanakan 2 kali dalamm
satu tahun yaitu bulan Mei dan November dan dilakukan
dalam waktu dua hari dengan mata ujian meliputi:
1. Teori dan praktek akutansi keuangan ( 4 Jam/hari
ke1 )

20 Auditing
2. Auditing dan jasa profesional akuntan publik ( 4
jam/hari1 )
3. SIA ( 2,5 jam/ hari ke2Perpajakan dan hukum
komersial ( 3,5 jam/hari ke2
C. Kode Etik Akuntan Indonesia
Kode Etik Akuntan Indonesia adalah pedoman bagi
para anggota Ikatan Akuntan Indonesia untuk bertugas
secara bertanggung jawab dan objektif. Rumusan Kode Etik
saat ini sebagian besar dari rumusan kode etik yang
dihasilkan dalam kongres ke-6 Ikatan Akuntan Indonesia
dan ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh
dari Seminar Sehari Pemutakhiran Kode Etik Akuntan
Indonesia tanggal 15 Juni 1994 di Hotal Daichi Jakarta
serta hasil pembahasan Sidang Komite Kode Etik
Akuntan Indonesia tahun 1994 di Bandung.

21 Auditing
BAB III
PERENCANAAN AUDIT

A. Perencanaan Audit Laporan Keuangan


Dalam pelaksanaan proses audit, audit dibagi
menjadi empat tahapan kegiatan penting. Salah satu
tahapan kegiatan penting dalam audit leporan keuangan
adalan perencanaan. Perencanaan meliputi pengembangan
strategi menyeluruh pelaksaan dan lingkup audit yang
diharapkan. Auditor harus merencanakan audit dengan
sikap skeptis profesional tentang berbagai hal seperti
integritas manajemen, kekeliruan dan ketidak beresan,
dan tindakan melawan hokum (Jusup, 2001). Oleh karena
itu, dalam perencanaan audit diperlukan penyusunan suatu
kerangka kerja yang menyeluruh tentang pelaksanaan
yang akan dilakukan, waktu, luas, tempat, tujuan, personal
dan sifat dari audit yang dilakukan.
Perencanaan audit adalah suatu tahapan yang
terperinci, yang menyangkut prosedur dan rencana auditor
yang akan digunakan dalam pelaksanaan suatu audit. Dalam
mengaudit laporan keuangan, auditor harus benar-benar
merencanakan audit agar audit berjalan efektif dan
efisien.Perencanaan audit yang memadai, tercantum dalam
standar pekerjaan lapangan pertama pada standar

22 Auditing
auditing seksi 311 tentang perencanaan dan supervise,
›ƒ•‰ •‡•‰Šƒ”—••ƒ• „ƒŠ™ƒ ò ‡•‡”Œƒƒ• Šƒ”—• †‹”‡•…anakan
dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi †‡•‰ƒ• •‡•‡•–‹•›ƒóä
Supervise mencakup pengarahan asisten yang
targabung dalam tim audit yang berhubungan dengan
pencapaian tujuan audit dan penentuan apakah tujuan
tersebut telah tercapai (Jusup, 2001). Menurut SA seksi 311
paragraf 3, dalam perencanaan audit, auditor harus
mempertimbangkan antara lain:
1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan
industry yang menjadi tempat usaha entitas tersebut.
2. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.
3. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam
mengolah informasi akuntansi yang signifikan,
termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk
mengelola informasi akuntansi pokok perusahaan.
4. Tingkat resiko pengendalian yang direncanakan.
5. Pertimbangan awal tetang tingkat materialitas untuk
tujuan audit.
6. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan
penyesuaian (adjustment).
7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau
pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan

23 Auditing
atau kecurangan yang material atau adanya transaksi
antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa.
B. Perencanaan Audit Laporan Keuangan
Setelah auditor memutuskan untuk menerima
perikatan audit dari kliennya, langkah selanjutnya yang
perlu dilakukan adalan merencanakan audit. Untuk
membantu dalam membantu mempelajari perencanaan
audit laporan keuangan, maka penulis mengambil beberapa
tahap-tahap perencanaan dari beberapa sumber. Dari
perbandingan beberapa sumber tersebut, diharapkan
dapat saling melengkapi, karena ada tahap-tahap
perencanaan audit laporan keuangan yang tidak dijelaskan
secara terperinci antara buku yang satu dengan buku
yang lainnya.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi
menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang
diharapkan. Sifat, lingkup dan saat perencanaan bervariasi
dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman
mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas.
Menurut Standar pekerjaan lapangan yang pertama
á trssãusräs „‡”„—•›‹ •‡„ƒ‰ƒ‹ „‡”‹•—–ã ò ‡•‡”Œƒƒ•
harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
ƒ•‹•–‡• Šƒ”—• †‹•—’‡”˜‹•‹ †‡•‰ƒ• •‡•‡•–‹•›ƒóä ‡†ƒ•‰•ƒ•

24 Auditing
menurut Sukrisno Agoes (2012) menjelaskan bahwa
perencanaan dan supervisi akan berlangsung selama proses
audit berlangsung dan auditor sebagai penanggung jawab
atas proses audit, serta jika diperlukan asisten maka perlu
pelatihan terlebih dahulu. Berdasarkan pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan itu harus
direncanakan dengan sebaik-baiknya dan auditor menjadi
penanggung jawab atas audit yang dilakukannya dan jika
auditor memerlukan asisten maka harus dilatih terlebih
dahulu dalam kantor akuntannya.
C. Tahap-tahap Perencanaan Audit Laporan Keuangan
Perencanaan audit dan perancangan pendekatan audit
terdiri dari delapan bagian/ tahapan, yaitu:
1. Menerima klien dan melakukan perencanaan audit awal
Perencanaan audit awal harus memiliki empat hal yang
perlu dilakukan terlebih dahulu dalam proses audit:
a. Auditor memutuskan akan menerima klien baru
atau melanjutkan klien lama untuk dilakukan audit
(membuat perikatan baru atau perikatan lama)
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Investigasi atas klien baru
Dalam menerima klien baru sebaiknya KAP
melakukan penyelidikanterhadap perusahaan
klien terlebih dahulu dengan cara memeriksa

25 Auditing
stabilitas keuangannya dan hubungan dengan
KAP sebelumnya yang melakukan audit
perusahaan tersebut. Dengan diadakannya
penyelidikan hubungan antara KAP
sebelumnya yang melakukan audit perusahaan
tersebut maka dapat membantu auditor
penerus untuk mengevaluasi apakah ia akan
menerima penugasan tersebut.
2) Klien yang berlanjut
Akuntan publik dapat melakukan penelaahan
kembali berdasarkan pada pengalamannya
dalam menilai integritas manajemen. Auditor
akan menyelidiki apakah adanya kekeliruan
dan pelanggaran hukum yang ditemukan
dalam audit sebelumnya. Akuntan publik juga
akan mengevaluasi klien yang sudah ada
setiap tahun untuk memutuskan apakah ada
alasan untuk tidak melanjutkan audit atau
akan tetap menerima penugasan.
b. Auditor akan mengidentifikasi mengapa klien
menginginkan untuk dilakukan audit, karena
informasi ini akan mempengaruhi bagian dari
proses perencanaan selanjutnya.

26 Auditing
c. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman,
auditor harus memenuhi syarat-syarat penugasan
yang ditetapkan oleh klien. Menurut standar audit
memahami klien merupakan syarat bahwa auditor
harus mendokumentasikan pemahamannya dengan
klien dalam surat penugasan (engagement letter)
termasuk dalam tujuan penugasan, tanggung jawab
auditor dan manajemen, mengidentifikasi kerangka
kerja laporan keuangan yang digunakan oleh
manajemen perusahaan, dan batasan-batasan
penugasan.
d. Auditor akan mengembangkan strategi audit secara
keseluruhan dengan membentuk tim atau orang-
orang yang memiliki keahlian khusus dibidangnya,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Memilih staf untuk melakukan penugasan
Standar auditing terdapat prinsip dasar
†‹†ƒŽƒ••›ƒ ›ƒ‹–— ò —†‹–‘” „‡”–ƒ•‰‰—•‰ Œƒ™ƒ„
untuk memiliki kompetensi dan kemampuan
›ƒ•‰ •‡•ƒ†ƒ‹ †‡•‹ •‡Žƒ••ƒ•ƒ•ƒ• ƒ—†‹–óä ƒ”‹
prinsip dasar tersebut maka setiap staf yang
ditugaskan untuk melakukan audit harus
mempunyai pengetahuan tentang industri
klien yang akan diaudit.

27 Auditing
2) Mengevaluasi kebutuhan akan spesialis dari
luar (orang-orang yang
ahli diluar keahlian auditor).
Dalam hal audit, seorang auditor harus memiliki
pemahaman tentang bisnis klien untuk mengetahui
apakah spesialis memang diperlukan dalam proses
audit.
2. Memahami bisnis dan industri klien
Standar auditing terdapat prinsip dasar
†‹†ƒŽƒ••›ƒ ›ƒ•‰ •‡•›ƒ–ƒ•ƒ• „ƒŠ™ƒ ò —†‹–‘”
mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang
material, apakah karena kecurangan atau kesalahan,
berdasarkan pemahaman tentang entitas dan
lingkungannya, termasuk dalam pengendalian internal
‡•–‹–ƒ•óä Ada beberapa aspek pendekatan Untuk
memahami bisnis dan industri klien yang terdiri dari:
a. Industri dan lingkungan eksternal
Agar mendapatkan pemahaman yang baik tentang
industri dan lingkungan eksternal maka
diperlukannya tiga alasan utama, yaitu:
1) Risiko yang dapat mempengaruhi penilaian
auditor terhadap risiko bisnis klien dan risiko
audit yang mungkin dapat diterima.

28 Auditing
2) Risiko inhern yang akan membantu auditor
dalam menilai relevansinya bagi klien yang
bersangkutan.
3) Auditor harus memahami industri klien untuk
mengevaluasi laporan keuangan tersebut
apakah sudah sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku.
b. Operasi dan proses bisnis
1) Kunjungan ke pabrik dan kantor
2) Mengidentifikasi pihak yang berkaitan
c. Manjemen dan tata kelola
Untuk memahami manajemen dan tata kelola suatu
perusahaan maka auditor harus mengetahui kode
etik dan notulen rapat perusahaan tersebut. Kode
etik yang dijalankan oleh perusahaan perlu
dipahami oleh auditor sebagai pernyataan kebijakan
serta kode perilaku, sedangkan notulen rapat
perusahaan perlu diketahui oleh auditor karena
notulen rapat merupakan catatan resmi rapat
dengan dewan direksi dan pemegang saham
termasuk mencantumkan masalah penting
perusahaan yang telah didiskusikan dan terdapat
juga keputusan yang dibuat oleh dewan direksi
maupun pemegang saham. Jika auditor tidak

29 Auditing
memeriksa notulen rapat tersebut maka auditor
tidak akan mengetahui informasi yang penting
untuk menetapkan apakah laporan keuangan
perusahaan tersebut telah dibuat dengan benar.
d. Strategi dan tujuan klien
1) Reliabilitas pelaporan keuangan: bahwa
laporan keuangan perusahaan tersebut dapat
diandalkan
2) Efektivitas dan efisiensi operasi: semakin
efektif standar operasi perusahaan tersebut
dijalankan maka perusahaan tersebut memiliki
SOP yang benar-benar baik.
3) Ketaatan pada hukum dan peraturan: karena
sebagian perusahaan jarang mematuhi hukum
dan peraturan yang berlaku.
e. Ukuran dan kinerja
Auditor harus mengetahui tolok ukur kinerja klien
yang digunakan manajemen untuk mengukur
adanya kemajuan dalam pencapaian tujuan
perusahaan.
3. Menilai risiko bisnis klien
Auditor akan memeriksa dan memahami strategi
bisnis yang telah dijalankan oleh klien dan auditor akan
menilai apakah ada risiko yang mungkin terjadi dalam

30 Auditing
bisnis klien tersebut, jika memang ada risiko dalam
bisnis tersebut maka dapat dipastikan bahwa bisnis yang
dilakukan oleh klien tersebut mengalami kegagalan
dalam pencapaian tujuan perusahaan. Risiko salah saji
yang material dalam laporan keuangan merupakan
perhatian utama dalam menilai risiko bisnis klien.
4. Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan
Terdapat tujuan prosedur analitis pendahuluan:
a. Prosedur analitis awal
b. Prosedur analitis substantif
c. Prosedur analitis akhir
5. Menetapkan materialitas, dan menilai risiko audit yang
dapat diterima serta risiko inhern
a. Menentukan tingkat materialitas awal Materialitas
merupakan besarnya informasi yang terjadi apabila
adanya penghilangan atau pengurangan yang dapat
mempengaruhi pengguna laporan keuangan dalam
mengambil keputusan. Tingkat materialitas semakin
rendah maka jumlah bukti yang diperlukan yang
diperlukan semakin besar, dan semakin besar saldo
akun maka semakin besar juga jumlah bukti yang
diperlukan. Tahapan dalam menentukan tingkat
materialitas awal dengan cara melihat tingkat laporan
keuangan dan tingkat saldo akun.

31 Auditing
b. Mempertimbangkan risiko audit yang dapat diterima
dan risiko bawaan Risiko audit merupakan resiko
yang mugkin terjadi selama melakukan audit laporan
keuangan, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan
yang mengandung salah saji material. Semakin pasti
auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin
rendah risiko audit yang terjadi.
6. Memahami pengendalian internal dan menilai risiko
pengendalian Setiap pengendalian internal dirancang
oleh auditor untuk mencegah atau mendeteksi
terjadinya salah saji yang material dalam laporan
keuangan. Lingkungan pengendalian terdiri dari
tindakan yang mencerminkan sikap manajemen secara
keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti
pentingnya bagi entitas tersebut. Lingkungan
pengendalian merupakan komponen pengendalian
internal yang terdapat empat proses didalamnya, yaitu:
penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, serta pemantauan.
7. Mengumpulkan informasi untuk menilai risiko
kecurangan Auditor harus mulai mengumpulkan
informasi untuk menilai adanya risiko kecurangan
selama perencanaan audit berlangsung dan

32 Auditing
memperbarui penilaian tersebut selama proses audit
berlangsung. Informasi yang terdapat dalam penilaian
risiko kecurangan dapat ditemukan saat auditor
melakukan kunjungan ke perusahaan klien serta
mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait didalamnya
8. Mengembangkan strategi audit dan program audit
secara keseluruhan. Dalam perencanaan audit terhadap
asersi individual atau golongan transaksi, auditor dapat
memilih strategi audit awal:
a. Primarily subtantive approach Pada strategi ini,
auditor lebih mengutamakan pengujian
substantive daripada pengujian pengendalian. Auditor
relative lebih sedikit melakukan prosedur untuk
memperoleh pemahaman struktur pengedalian intern
klien. Strategi ini lebih banyak digunakan dalam audit
yang pertama kali daripada atas klien lama.
b. Lower assessed level of control risk approach
Auditor lebih mengutamakan pengujian
pengendalian daripada pengujian substantive pada
strategi ini. Hal ini bukan berarti auditor sama sekali
tidak melakukan pengujian substantive. Auditor tetap
melakukan pengujian

33 Auditing
BAB IV
LAPORAN AKUNTAN

A. Opini Audit
Dalam audit laporan keuangan, output yang
dihasilkan adalah laporan audit yang berisi pendapat
(opini) auditor atas Laporan keuangan. Berdasarkan
Pernyataan Standar Auditing No. 29 (SA Seksi 508),
terdapat beberapa tipe pendapat auditor, yaitu:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualianPendapat wajar
tanpa pengecualian (unqualified) menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pendapat ini diberikan apabila, menurut
pertimbangan auditor, laporan keuangan secara
keseluruhan disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan. Keadaan tertentu mungkin mengharuskan
auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau
bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya.
Keadaan tersebut meliputi:

34 Auditing
a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas
laporan auditor independen lain
b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak
menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar
biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang
dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia
c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula
menyebabkan auditor yakin tentang adanya
kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas,
namun setelah mempertimbangkan rencana
manajemen, auditor berkesimpulan bahwa
rencana manajemen tersebut dapat secara efektif
dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu
telah memadai
d. Di antara periode akuntansi terdapat suatu
perubahan material dalam penggunaan prinsip
akuntansi atau dalam metode penerapannya
e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan
laporan auditor atas laporan keuangan komparatif
f. Data keuangan kuartalan tertentu yang
diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM LK) namun
tidak disajikan atau tidak di-review

35 Auditing
g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia Dewan Standar Akuntansi
Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya
menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan
oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat
melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan
informasi tersebut, atau auditor tidak dapat
menghilangkan keraguan-raguan yang besar
apakah informasi tambahan tersebut sesuai
dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan
tersebut
h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang
berisi laporan keuangan auditan secara material
tidak konsisten dengan informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan; Selain itu, dalam
beberapa keadaan, auditor mungkin perlu
memberi penekanan atas suatu hal yang berkaitan
dengan laporan keuangan.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian
Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan
bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia,

36 Auditing
kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan
dengan yang dikecualikan. Pendapat ini diberikan oleh
auditor ketika:
a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau
adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang
mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa
tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa
pengecualian dan ia berkesimpulan tidak
menyatakan tidak memberikan pendapat
b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan
keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang
berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk
tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
4. Pendapat tidak wajar
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi
keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bila, menurut
pertimbangan auditor, laporan keuangan secara
keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat

37 Auditing
Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer)
menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan
pendapat atas laporan keuangan. Auditor dapat tidak
menyatakan suatu pendapat apabila ia tidak dapat
merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat
tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat, laporan
auditor harusmmemberikan semua alasan substantif
yang mendukung pernyataannya tersebut.
B. Kantor Akuntan Publik
Berdasarkan Aturan Etika Kompartemen Akuntan,
pengertian kantor akuntan publik (KAP) adalah suatu
bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang
berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam
praktik akuntan publik. Pemberian jasa profesional kepada
klien oleh KAP dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa
akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan
perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang
diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.

38 Auditing
BAB V
MATERIALITAS, RISIKO, DAN STRATEGI AUDIT

A. Konsep Materialitas
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan
atau salahsaji informasi akuntansi, yang dilihat dari
keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan
perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan
orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu. Hal itu
mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan
yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi
pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan
keuangan auditan.
Contohnya, jumlah yang material dalam laporan
keuangan entitas tertentu mungkin tidak material dalam
laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan
sifat yang berbeda. Maka, auditor dapat menyimpulkan
bahwa tingkat materialitas akun modal kerja lebih rendah
bagi perusahaan yang berada dalam situasi bangkrut bila
dibandingkan dengan suatu perusahaan yang memiliki
current ratio 4:1.

39 Auditing
Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas
Laporan keuangan?
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor
tidak dapat memberikan jaminan (guarantee) bagi klien
atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan
keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan
memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat
yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan
keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini :
1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan
keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat,
diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten
yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi,
dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar
dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan
dan kecurangan.
Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan
oleh auditor:
1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah
saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai

40 Auditing
laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji
tersebut.
2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan
auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan
keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya yang
disebut materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda
dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat
pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi
temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah
(2) informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh
selama berlangsungnya audit.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan
kuantitatif dan kualitatif berkaitan dengan hubungan salah
saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah
saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material
dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang
menimbulkan salah saji tersebut.
Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit
Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor
yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang

41 Auditing
kecukupan ( kuantitas ) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti
audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun
material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan (
hubungan terbalik ).
B. Risiko Audit
Resiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal
auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor
dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko
audit yang auditor bersedia menanggungnya. Jika
diinginkan tingkat kepastian 99 %, risiko audit yang auditor
bersedia menanggungnya adalah 1 %,
1. Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan
Tingkat Saldo Akun
a. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua
bagian :
b. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan
laporan keuangan sebagai keseluruhan (sesuai
dengan definisi risiko audit yang disajikan diatas).

42 Auditing
c. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap
saldo akun individual yang dicantumkan dalam
laporan keuangan.
2. Unsur Risiko Audit
Terdapat tiga unsur risiko audit :
a. Risiko Bawaan. Risiko bawaan adalah kerentanan
suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian
intern yang terkait.
b. Risiko Pengendalian. Risiko pengendalian adalah
risiko terjadinya salah saji material dalam suatu
asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi
secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
c. Risiko Deteksi. Risiko deteksi adalah risiko sebagai
akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
materialyang terdapat dalam suatu asersi.
Hubungan antar Unsur Risiko
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda
dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu
ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas
laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan
dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan
auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan

43 Auditing
yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko
pengendalian.
Semakin kecil risiko bawaan danr risiko pengendalian
yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi
yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh
auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima.
Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti
Audit
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas,
risiko audit, dan bukti audit digambarkan sebagai berikut :
1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan
tingkat materialitas dikurangi, auditor harus
menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas
konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang
dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko
audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga
cara berikut ini :
a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu
mempertahankan jumlah bukti audit yang
dikumpulkan.

44 Auditing
b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan,
sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.
c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang
dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-
sama.
C. Strategi Audit Awal
1. Unsur strategi Audit Awal
Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu
asersi, auditor menetapkan empat unsur berikut ini :
a. Tingkat risiko pengendalian taksiran yang
direncanakan.
b. Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang
harus diperoleh.
c. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan
untuk menaksir risiko pengendalian.
d. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan
untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang
cukup rendah.
2. Pendekatan Terutama Substantif
Auditor mengumpulkan semua atau hampir semua
bukti audit dengan menggunakan pengujian substantif
dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak
mempercayai pengendalian intern. Keuntungannya:

45 Auditing
a. Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan atau
prosedur pengendalian intern yang relevan dengan
perikatan audit atas laporan keuangan.
b. Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang
berkaitan dengan asersi untuk akun dan golongan
transaksi signifikan tidak efektif.
c. Peletakkan kepercayaan besar terhadap pengujian
substantif lebih efisien untuk asersi tertentu.
3. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah
Auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada
tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan
sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit
pengujian substantif.

46 Auditing
BAB VI
PENGENDALIAN INTERNAL

A. Pengertian Pengendalian Internal


Pengertian pengendalian internal menurut AICPA
(The American Institute of Certified Public Accountans)
dalam buku Winarno (2006:11.4) adalah sebagai
„‡”‹•—–ãò ‡•…ƒ•ƒ organisasi dan semua ukuran dan
metode terkoordinasi yang diterapkan dalam suatu
perusahaan untuk melindungi aktiva, menjaga keakurasian
dan keterpercayaan data akuntansi, meningkatkan efisiensi,
dan meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan
•ƒ•ƒŒ‡•‡•óä
Pengendalian internal merupakan proses dan
prosedur yang dijalankan untuk menyediakan jaminan yang
memadai bahwa tujuan pengendalian telah dipenuhi.
Pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode
dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga
kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan
data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong
dipatuhinya kebijakan manajemen. Maka dapat
disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu
kegiatan penangkalan risiko-risiko untuk meminimalisir
kerugian yang mungkin timbul dari suatu aktivitas
perusahaan sehingga dapat langsung diambil sebuah

47 Auditing
tindakan dengan tujuan peningkatan kualitas perusahaan
agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
B. Tujuan Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi, tujuan pokok pengendalian internal
yaitu sebagai berikut:
1. Menjaga kekayaan organisasi
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
3. Mendorong efisiensi
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Sedangkan menurut Romney tujuan pengendalian
internal meliputi:
1. Mengamankan aset
2. Mengelola catatan dengan baikuntuk melaporkan aset
perusahaan secara akurat dan wajar
3. Memberikan informasi yang reliabel dan akurat
4. Menyiapkan laporan keuangan yang sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan
5. Mendorong dan memperbaiki efisiensi operasional
6. Mendorong ketaatan terhadap kebijakan menajerial
yang telah ditetapkan
7. Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku
C. Fungsi Pengendalian Internal
Dilaksanakannya pengendalian internal tentunya
memiliki fungsi, dibawah ini terdapat fungsi pengendalian

48 Auditing
internal menurut Romney (2014: 227) yaitu sebagai
berikut:
1. Pengendalian preventif (preventive control) yaitu,
pengendalian internal yang dilakukan sebelum masalah
tersebut timbul. Contohnyayaitu, dibuatnya peraturan-
peraturan dalam menjalankan kegiatan perusahaan.
2. Pengendalian detektif (detective control) yaitu,
pengendalian internal yang dilakukan untuk
mendeteksi permasalahan yang telah timbul.
Contohnya yaitu, melakukan pengauditan secara
berkala.
3. Pengendalian korektif (corrective control)yaitu,
pengendalian internal untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki masalah serta memulihkannya dari
kesalahan tersebut. Contohnya yaitu, melakukan
perbaikan sistem yang rusak.
D. Unsur Pengendalian Internal
Unsur pokok pengendalian internal menurut Mulyadi
yaitu sebagai berikut:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab
fungsional secara tegas
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang
memberikan perlindungan yang cukup terhadap
kekayaan, utang, pendapatan dan biaya

49 Auditing
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan
fungsi setiap unit organisasi
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan
tanggungjawabnya.
E. Unsur Pengendalian Internal
1. Lingkungan pengendalian atau control environtment
Lingkungan pengendalian merupakan sarana dan
prasarana suatu organisasi atau perusahaan untuk
menjalankan sistem pengendalian intern yang baik.
Tanpa adanya lingkungan pengendalian internal yang
baik, sistem pengendalian intern yang sangat bagus
pun tidak dapat dijalankan dengan baik. Komponen-
komponen yang mempengaruhi lingkungan
pengendalian intern adalah:
a. Komitmen manajemen terhadap nilai-nilai etika dan
integritas (commitment to ethical values and
integrity). Di dalam suatu perusahaan harus
ditanamkan suatu etika dan nilai-nilai etika.
b. Gaya operasional yang dipakai oleh manajemen dan
filosofi yang dianut oleh manajemen (Operating
•–›Ž‡ •ƒ•ƒ‰‡•‡•–ï• ƒ•† ’Š‹Ž‘•‘’Š› ä ‡•–‹•‰nya
penegakan aturan beserta hukumannya harus
diyakinkan oleh manajemen kepada seluruh

50 Auditing
karyawan agar seluruh kegiatan perusahaan dapat
berjalan sesuai aturan.
c. Struktur organisasi (Organizational structure).
Struktur organisasi yang digunakan oleh
perusahaan digunakan untuk menerapkan suatu
sistem pengendalian internal yang baik sesuai
dengan keinginan manajemen. Dalam penerapannya
masing-masing bagian tidak diperbolehkan ada
karyawan yang paling berkuasa dalam menangani
suatu transaksi dan bagian-bagian tersebut harus
bisa diawasi.
d. Komite Audit untuk Dewan Direksi (the audit
commitee of the board of directors). Pengawasan
oleh komite audit terhadap jajaran tertinggi di
perusahaan.
e. Metode pembagian tanggungjawab dan tugas
(methods of assigning responsibility and authoruty).
Pemisahan tugas antara karyawan yang yang
melakukan pencatatan, penyimpanan dan
pemberian otorisasi.
f. Kebijakan dan praktik yang menyangkut sumber
daya manusia (human resources policies and
practices). Perusahaan harus memilih orang-orang
yang kompeten dibidangnya.

51 Auditing
g. Pengaruh dari luar (external influences) yaitu
adanya pengaruh- pengaruh yang timbul dari
lingkungan luar perusahaan misalnya timbul dari
bank maupun perusahaan asuransi.
2. Kegiatan pengawasan atau control activities
Kegiatan pengawasan merupakan berbagai proses dan
upaya untuk menegakkan pengawasan atau
pengendalian operasi perusahaan. Menurut COSO ada
beberapa control activities yang diterapkan oleh
perusahaan, yaitu:
a. Pemberian otorisasi atas transaksi dan kegiatan
(properauthorization of transactions and activities)
b. Pembagian tugas dan tanggungjawab (segregation
of duties)
c. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan
yang baik (design and use of adequate documents
and records)
d. Perlindungan yang cukup terhadap kekayaan dan
catatan perusahaan (adequate safeguards od assets
and records)
e. Pemeriksaan independen terhadap kinerja
perusahaan (independent checks on performance)
3. Pemahaman resiko atau risk assessment

52 Auditing
Manajemen perusahaan harus bisa mengidentifikasi
berbagai risiko yang dihadapi oleh perusahaan,
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan untuk
mengurangi kerugian-kerugian yang mungkin timbul.
Kelompok risiko yang dihadapi perusahaan, yaitu:
a. Risiko strategis yaitu mengerjakan sesuatu
kegiatan dengan cara yang salah sehingga
menyebabkan perusahaan tidak bisa mencapai
tujuannya dengan baik.
b. Risiko finansial yaitu risiko menghadapi kerugian
keuangan seperti adanya pemborosan dan
pencurian uang
c. Risiko informasi yaitu menghasilkan informasi
yang tidak relevan, informasi yang keliru, atau
bahkan sistem informasinya tidak dapat dipercaya
4. Informasi dan komunikasi atau information and
communication
Perusahaan harus mengetahui tugas masing-masing
karyawan, contohnya karyawan yang mencatat
transaksi penjualan, mengirim tagihan kepada pembeli
dan yang menerima uang pembayaran. Hal tersebut
dilakukan agar perusahaan dapat melacak karyawan
yang cenderung untuk melakukan kecurangan.
5. Pemantauan atau monitoring

53 Auditing
Pemantauan adalah ketika suatu kegiatan berjalan
tidak sesuai apa yang diharapkan dapat diambil
tindakan secepatnya. Bentuk pemantauan di
perusahaan dapat dilaksanakan dengan salah satu
(atau semua) prosedur berikut ini:
a. Supervisi yang efektif (effective supervision) yaitu,
melakukan pembimbingan terhadap karyawan.
b. Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility
accounting) yaitu, melakukan penerapan suatu
sistem akuntansi yang dapat digunakan untuk
menilai kinerja masing-masing manajer,
departemen maupun proses yang dijalankan oleh
perusahaan. Hal tersebut dilakukan agar karyawan
dapat bekerja denagan baik.
c. Audit internal (internal auditing) yaitu, pengauditan
yang dilakukan oleh auditor di dalam perusahaan
untuk menilai sistem yang dijalankan perusahaan
dan memberi laporan kepada manajemen mengenai
usulan perbaikan sehingga manajemen dapat segera
meminta untuk memperbaiki sistem tersebut.

54 Auditing
BAB VII
MENENTUKAN RISIKO PENGENDALIAN

A. Konsep Penentuan Pengendalian


Dalam mengaudit sebuah perusahaan tentunya
seorang auditor memiliki langkah-langkah yang harus
dilakukan sesuai dengan prosedur audit yang benar. Untuk
langkah awal yang dilakukan auditor adalah harus
menetapkan risiko pengendalian dan pengujian
pengendalian agar untuk merencanakan langkah-langkah
audit yang akan dilakukan seorang auditor dapat
melakukannya dengan tepat dan benar, yaitu menetapkan
pengendalian untuk setiap asersi penting yang terdapat
pada saldo rekening, kelompok transaksi, dan komponen
pengungkapan dalam laporan keuangan dan merancang
pengujian substantif untuk setiap asersi laporan keuangan
yang signifikan.
Penetapan risiko pengendalian adalah proses
penilaian tentang efektivitas suatu perusahaan dalam
mencegah dan mendeteksi salah saji material dalam
penyususnan laporan keuangan. Risiko pengendalian
ditetapkan untuk masing-masing asersi pengolahan
transaksi, dan karena banyak kegiatan pengendalian
berkaitan dengan jenis-jenis transaksi tertentu, maka

55 Auditing
auditor biasanya memulai dengan menetapkan risiko untuk
asersi-asersi kelompok tansaksi seperti asersi keberadaan
atau keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau
pengalokasian untuk transaksi-transaksi penerimaan kas
dan pengeluaran kas. Hasil penetapan risiko tersebut
kemudian digabungkan sedemikian rupa sehingga dapat
ditetapkan risiko pengendalian untuk asersi-asersi saldo
rekening yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh
kelompok-kelompok transaksi tersebut.
Dalam menetapkan risiko pengendalian untuk suatu
asersi, auditor perlu melakukan hal-hal berikut :
1. Mempertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari
prosedur-prosedur untuk mendapatkan pemahaman
tentang apakah pengendalian yang berhubungan dengan
asersi telah dirancang dan dioperasikan oleh manajemen
perusahaan.
2. Mengidentifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi
dalam asersi perusahaan.
3. Mengidentifikasi pengendalian yang diperlukan yang
diperkirakan akan mampu untuk mencegah dan
mendeteksi salah saji.
4. Melakukan pengujian pengendalian terhadap
pengendalian yang diperlukan untuk menetapkan
efektivitas rancangan dan pengoperasiannya.

56 Auditing
5. Mengevaluasi bukti dan menetapkan risiko.
B. Melakukan pengujian pengendalian
Beberapa jenis pengujian pengendalian yang dapat dipilih
auditor adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan berkaitan dengan pelaksanaan
tugas-tugas personil perusahaan.
2. Observasi pelaksanaan tugas para personil.
3. Inspeksi atas dokumen-dokumen dan laporan-laporan
yang menunjukkan pelaksanaan pengendalian.
4. Pengerjaan ulang (reperform) pengendalian oleh
auditor.
Tiga prosedur yang disebut pertama, dilakukan juga
oleh auditor dalam mendapatkan pemahaman tentang
sistem pengendalian internal (SPI), sedangkan prosedur
keempat yaitu pengerjaan ulang (reperformance) tidak
digunakan pada saat itu. Dalam melakukan pengujian,
auditor memilih prosedur-prosedur yang akan
menghasilkan bukti yang paling dapat dipercaya tentang
efektivitas kebijakan dan dapat diterapkan dan sama
efektifnya dalam memperoleh bukti.
C. Menilai Risiko Pengendalian
Menilai risiko pengendalian merupakan suatu proses
mengevaluasi efektivitas pengendalian intern suatu entitas
dalam mencegah atau mendeteksi salah saji yang material

57 Auditing
dalam laporan keuangan. Dalam membuat penilaian risiko
pengendalian untuk suatu asersi, adalah penting bagi
auditor untuk :
1. Mempertimbangkan pengetahuan yang diperoleh dari
prosedur memperoleh suatu pemahaman mengenai
apakah pengendalian yang berhubungan dengan asersi
telah dirancang dan diterapkan dalam operasi oleh
manajemen entitas.
2. Mengidentifikasikan salah saji potensial yang dapat
muncuk dalam asersi entitas.
3. Mengidentifikasikan pengendalian-pengendalian yang
diperlukan yang mungkin akan mencegah atau
mendeteksi dan memperbaiki salah saji.
4. Melaksanakan pengujian pengendalian terhadap
pengendalian- pengendalian yang diperlukan untuk
menentukan efektivitas rancangan dan pengoperasian
dari pengendalian-pengendalian tersebut.
5. Mengevaluasi bukti dan membuat penilaian.

58 Auditing
BAB VIII
BUKTI AUDIT DAN TES TRANSAKSI

A. Sifat Bukti Audit


Auditor harus merancang dan melaksanakan
prosedur audit yang tepat sesuai dengan kondisi untuk
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat. Bukti audit
diperlukan untuk mendukung opini dari laporan auditor.
Bukti audit ini bersifat komulatif dan diperoleh dari
prosedur audit. Prosedur audit mencakup inspeksi,
observasi, konfirmasi, perhitungan kembali,pelaksanaan
ulang dan prosedur analitis, dan sering kali memadukan
beberapa prosedur permintaan keterangan dari
manajemen.
Prosedur untuk memperoleh bukti audit:
a. Prosedur penilaian risiko
b. Prosedur audit lanjutan yang terdiri atas :
1. Pengujian pengendalian ,ketika disyaratkan oleh SA
atau ketika auditor telah memilih untuk melakukan
hal tersebut
2. Prosedur substantif, termasuk pengujian rinci dan
prosedur analitis substantif
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan
terdiri atas data akuntansi dan semua informasi penguat
yang tersedia bagi auditor. Jurnal,buku besar ,buku

59 Auditing
pembantu,buku pedoman akuntansi yang berkaitan, serta
catatan lembaran kerja (work sheet) dan spread sheet yang
mendukung alokasi biaya,perhitungan,dan rekonsiliasi
keseluruhannya merupakan bukti yang mendukung laporan
keuangan. Data akuntansi saja tidak dapat sebagai
pendukung yang cukup bagi suatu laporan keuangan.
Bukti audit penguat meliputi cek,catatan electronic
fund system, faktur, surat kontrak, notulen rapat,
konfirmasi dan representasi tertulis dari pihak yang
mengetahui, informasi yang diperoleh auditor melalui
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi, dan
pemeriksaan fisik, serta informasi lain yang dikembangkan
oleh atau tersedia bagi auditor yang memungkinkannya
menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat. Untuk
dapat dikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan
relevan. Bukti ekstern yang didapat dari pihak independen
diluar perusahaan dianggap lebih kuat atau dapat lebih
dipercaya keabsahannya daripada bukti yang didapat dari
dalam perusahaan tersebut.
1. Physical Evidence, terdiri atas segala sesuatu yang bisa
dihitung, dipeliahara, diobservasi dan terutama berguna
untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan.
Seperti bukti fisik dari stock opname, observasi dari

60 Auditing
perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik surat
berharga, dan inventarisasi tetap.
2. Confirmation Evidence, adalah bukti yang diperoleh
mengenai eksistensi kepemilikan atau penilaian,
langsung dari pihak ketiga di luar klien. Contoh jawaban
konfirmasi piutang, barang konsinyasi, utang, surat
berharga yang disimpan biro administrasi efek dan
konfirmasi dari penasihat hukum klien
3. Documentary Evidence, terdiri atas catatan-catatan
akuntansi dan dokumen pendukung transaksi. contoh
faktur pembelian, copy faktur penjualan, journal
voucher.
4. Mathematical Evidence, merupakan perhitungan,
perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan
auditor. Misalnya footing, cross footing, extension dan
rincian persediaan, perhitungan dan alokasi beban
penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi
penarikan aset tetap, PPh.
5. Analytical Evidence, butki yang diperoleh dari
penelaahan analitis terhadap informasi keuangan klien.
Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk:
a. Trend yaitu membandingkan angka angka laporan
keuangan tahun berjalan dengan tahun tahun
sebelumnya.

61 Auditing
b. Common size analysis
Ratio analysis misalnya menghitung rasio likuiditas,
rasio profitabilitas, rasio leverage, dan rasio
manajemen aset.
B. Comliance Test Dan Substantive Test
Test ketaatan (Compliance Test) atau test recorded
transactions adalah tes terhadap bukti-bukti pembukuan
yang mendukung transaksi yang dicatat perusahaan untuk
mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah
diproses dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur
yang ditetapkan manajemen. Jika terjadi penyimpangan
dalam pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun
jumlah (rupiah)-nya tidak material, auditor harus
memperhitungkan pengaruh dari penyimpangan tersebut
terhadap efektivitas pengendalian entern.
Dalam melaksanakan compliance test, auditor harus
memerhatikan hal-hal berikut:
1. Kelengkapan bukti pendukung (supporting document)
2. Kebenaran perhitungan matematis (footing,cross
footing,extension)
3. Otoritasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
4. Kebenaran nomor perkiraan yang didebit/dikredit
Substantive Test adalah test terhadap kewajaran
saldo-saldo perkiraan Laporan Keuangan (Laporan Posisi

62 Auditing
Keuangan (Neraca) dan Laporan Laba Rugi). Prosedur
pemeriksaan yang dilakukan dalam
substantive test antara lain:
1. Intventarisasi aset tetap
2. Observasi atas stock opname
3. Konfirmasi piutang,utang dan bank
4. Subsequent collection dan subsequent payment
5. Kas opname
6. Pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain.
Jika pada waktu melakukan substantive test, auditor
menemukan kesalahan-kesalahan, harus dipertimbangkan
apakah kesalahan tersebut jumlahnya material atau
tidak.Untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material
(immaterial ), auditor tetap perlu mengajukan usulan
adjustment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak akan
memengaruhi opini akuntan public.Dalam melakukan
substantive test, auditor perlu membuat kertas kerja dalam
bentuk Working Balance Sheet, Working Profit and
Loss,Top Schedule dan Supporting Schedule.

63 Auditing
BAB IX
KERTAS KERJA AUDIT

A. Pengertian Kertas Kerja Audit


Kertas kerja audit adalah dokumen audit yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
audit harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan auditor yang berpengalaman, tetapi tidak
mempunyai hubungan dengan audit tersebut dapat
memastikan bahwa dokumen audit tersebut dapat menjadi
bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi
auditor. Menurut Wahyudin (2003) dalam Monika Averina
trsu ò•‡”–ƒ• •‡”Œƒ ƒ—†‹– ƒ†ƒŽƒŠ …ƒ–ƒ–ƒ• ›ƒ•‰ †‹„—ƒ–
auditor mengenai prosedur audit yang ditempuh, pengujian
yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan
berkenaan dengan pela••ƒ•ƒƒ• ƒ—†‹–óä ‡•—”—– –ƒ•†ƒ”
Profesi Akuntan Publik (SPAP) SA seksi 339 dengan sumber
‘ sw •‡•›ƒ–ƒ•ƒ•ã ò ‡”–ƒ• •‡rja adalah catatan-
catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang
dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan
yang dibuatnya •‡Š—„—•‰ƒ• †‡•‰ƒ• ƒ—†‹–•›ƒó. Dari
penjelasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
kertas kerja audit adalah catatan-catatan yang dibuat
auditor mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan

64 Auditing
yang dilakukan, dapat menjadi bukti untuk mendukung
temuan dan memperkuat simpulan auditor.
B. Manfaat Kertas Kerja Audit
Manfaat kertas kerja audit yaitu:
1. Sebagai dasar perencanaan audit tahun selanjutnya.
Dalam pelaksanaan audit, KKA dapat digunakan
sebagai acuan bagi auditor untuk perencanaan audit
tahun berjalan. Auditor dapat mengacu pada kertas
kerja tahun sebelumnya yang mencakup berbaga
informasi seperti informasi perencanaan audit, sistem
pengendalian internal (SPI), alokasi biaya dan
waktu, program audit, serta hasil audit yang telah
didokumentasikan.
2. Sebagai catatan bahan bukti dan hasil pengujian yang
telah dilakukan. Kertas kerja merupakan bukti bahwa
auditor telah melakukan audit sesuai dengan standar
audit yang ditetapkan.
3. Sebagai dasar untuk menentukan jenis laporan audit
yang pantas. KKA membantu auditor dalam
menentukan kelayakan laporan audit yang akan
diterbitkan dan memudahkan penyusunan laporan
audit secara menyeluruh.
4. Sebagai dasar untuk supervisi audit oleh supervisior
dan partner. KKA membantu supervisior atau partner

65 Auditing
dalam melakukan supervisi atas hasil kegiatan audit
dan mengevaluasi apakah bukti-bukti yang
dikumpulkan telah mamadai untuk mendukung
temuan ataupun opini laporan audit.
C. Karakteristik Kertas Kerja Audit
MenurutI Gusti Agung Rai karakteristik kertas kerja
audit yaitu:
1. Lengkap dan Akurat Lengkap dan akurat artinya bahwa
kertas kerja harus memberikan dukungan yang cukup
dan memadai terhadap temuan, simpulan dan
rekomendasi, di samping menggambarkan sifat dan
lingkup pengujian yang dilaksanakan.
2. Mempunyai Tujuan yang Jelas, Tujuan pembuatan
kertas kerja audit harus dijelaskan sehingga orang yang
membaca mengerti maksud dan tujuan audit pada
bagian tersebut.
3. Jelas dan Singkat Jelasdan singkat artinya bahwa
meskipun tanpa penjelasan lisan, semua orang yang
menggunakan kertas kerja (baik internal maupun
eksternal) dapat memahami tujuan, sifat, dan lingkup
pekerjaan yang dilakukan serta simpulanyang dicapai.
Kertas kerja harus berisipula ringkasan, indeks, dan
cross preference dari dokumen

66 Auditing
4. Mendukung Simpulan Audit Kertas, kerja audit harus
mencerminkan seluruh kegiata audit yang dilakukan
oleh auditor. Apabila di kemudian hari timbul
masalah dalam audit, pihak yang berwenang dapat
meminta kertas kerja audit untuk melihat apakah
auditor telah melakukan audit yang mendukung
simpulannya.
5. Mudah Dipersiapkan Mudah, dipersiapkan artinya
bahwa KKA harus mudah untuk dibuat. Hal ini dapat
dicapai dengan menggunakan jadwal organisasi dan
formatstandar kertas kerja umum yang dihasilkan
dengan menggunakan peragkatlunak (software)
komputer umum yang dipakai.
6. Mudah Dimengerti dan BerurutanKKA harus rapi dan
mudah pahami. Jika tidak, KKA tesebut akan hilang
nilangnya sebagai bukti audit.
7. RelavanInformasi yang terdapat dalam KKA harus
dibatasi hanya untuk hal yang cakupannya secara
material penting, mendasar, dan berguna untuk
tujuan yang ditetapkan dalam audit.
8. Terstruktur KKA harus diorganisasikan dan
menunjukan struktur yang konsisten. Hal ini
dimudahkan dengan indeks yang logis dan mudah
diikuti. Pengisian dan pemberian indeks kertas kerja

67 Auditing
dibuat sedemikian rupa sehingga meningkatkan
efisien penggunaan cross preference. Hal ini akan
membantu menghindari terjadinya pengulangan
informasi.
9. Mudah Diakses Seluruh, dokumen pendukung harus
dilakukan cross preference, jika ada, dengan kertas
kerja terkait sehingga memudahkan akses ke semua
informasi yang berkaitan dengan audit. Seiring
dengan kemajuan teknologi, jenis kertas kerja saat ini
tidak hanya berupa kumpulan kertas, namun juga
paperlessatau yang dikenal sebagai e-working paper.
Untuk mendukung pembuatan KKA secara elektronik,
seluruh tim audit harus mengerti kegunaan dan
manfaat serta oprasi berbagai paket basis data
(database), fasilitas penelitian, atau paket peranti lunak
lainnya.
10. Mudah Di-review KKA digunakan untuk dasar
reviewoleh pihak internal (pengawas, penanggung
jawab) ataupun pihak eksternaldan pihak wewenang
lainnya, misalnya kepolisian atau kejaksaan. KKA
digunakan pula sebagai dasar pembuatan temuan
audit, rekomendasi, dan dasar dalam menjawab
pertanyaan oleh pihak terkait.

68 Auditing
BAB X
RISIKO DETERKSI DAN RANCANGAN PENGUJIAN
SUBSTANTIF

A. Pengertian Risiko Deteksi


Setiap kegiatan mengandung Risiko. Menurut teori
keuangan semakin besar risiko semakin besar hasilnya.
Risiko ini timbul apabila kenyataan yang ada tidak sama
dengan rencana yang dibuat. Dalam audit perusahaan risiko
yang dihadapi yaitu risiko audit. Dimana risiko audit yaitu
ò•emungkinan Akuntan mengeluarkan pendapat wajar atas
laporan keuangan yang mengandung kesalahan yang
material yang seharusnya diberikan pendapat selain
pendƒ’ƒ– ™ƒŒƒ”óä Risiko audit dibagi dalam beberapa jenis.
Dan risiko deteksi salah satu yang termasuk kedalam risiko
audit.
Dua kualitas yang paling penting dari seorang auditor
adalah independensi dan kompetensi. Kepada siapa
laporan-laporan auditor ditujukan adalah penting untuk
memastikan bahwa penyelidikan dan rekomendasi yang
dibuat tidak menyimpang (bias). Persyaratan khusus untuk
independensi telah ditetapkan dalam Statement Of
Responsibilities Of Internal Auditing. Independensi
memungkinkan auditor menyampaikan pertimbangan yang

69 Auditing
tidak memihak dan tidak menyimpang yang esensial bagi
pelaksanaan audit yang layak.
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan
menemukan salah satu material yang ada dalam sebuah
asersi. Risiko ini berasal dari adanya kemungkinan akuntan
tidak menemukan kesalahan atau penyelewengan yang
sifatnya material sewaktu melaksanakan audit. Risiko
deteksi ini seperti risiko yang dihadapi dalam sampling risk
dan non-sampling risk. Dalam sampling risk auditor berisiko
memilih sampel yang tidak mewakili seluruh populasi.
Meskipun sampel telah diperiksadengan cermat dan
temuan atas sampel didokumentasikan denan baik,
kesimpulan mengenai seluruh populasi keliru. Dalam non-
sampling risk auditor, meskipun sampelnya sudah benar,
yaitu mewakili seluruh populasi, namun masih ada risiko
bahwa sampel itu tidak diperiksa dengan cermat.
Risiko sampel merupakan risiko dimana seorang
auditor mencapai sebuah kesimpulan yang tidak benar
karena sampelnya tidak respresentatif terhadap populasi.
Risiko sampel merupakan bagian melekat pada pemilihan
sampel dari pengujian yang kurang terhadap keseluruhan
populasi. Sedangkan risiko non-sampel adalah risiko
dimana pengujian audit tidak mampu mengungkap
pengecualian-pengecualian yang ada dalam sampel

70 Auditing
tersebut. Dua penyebab risiko non-sampel ini adalah
kegagalan auditor dalam mengenali pengecualian dan
prosedur audit yang tidak tepat atau tidak memadai.
Sedangkan Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk
menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang
ditentukan oleh auditor sebagai komponen keempat atau
terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu
pernyataan/asersi.[9] Merancang pengujian substantif
meliputi :Sifat, Waktu, Luas Pengujian, Penentuan staf audit.
Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan
yang dinyatakan dengan model sebagai berikut:
RD = RA/RB x RP
Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi
Model diatas menunjukkan bahwa pada suatu tingkat
risiko audit tertentu (RA) yang ditetapkan auditor, risiko
deteksi (RD) adalah berhubungan terbalik dengan tingkat
risiko bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP) yang
ditentukan. Apabila digunakan dalam tahap perencanaan
untuk menetapkan rencana risiko deteksi, maka RP
mencerminkan rencana tingkat risiko pengendalian yang

71 Auditing
ditetapkan sebagai komponen pertama dari strategi audit
awal.
B. Penentuan Risiko Deteksi
1. Evaluasi atas rencana tingkat pengujian substantif
Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan
tingkat risiko pengendalian awal, auditor bisa
melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif
spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian
substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen ke
empat dari strategi audit awal. Namun apabila tidak,
tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum
merancang pengujian substantif spesifik untuk
mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa
diterima setelah direvisi.
2. Merevisi Rencana Risiko Deteksi
Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima akhir (setelah direvisi) ditetapkan untuk
setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana
risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan
pada risiko pengendalian sesungguhnya atau akhir
bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk
asersi yang bersangkutan. Apabila auditor memutuskan
untuk mengkuantifikasi penetapan risiko, maka tingkat
risiko deteksi setelah direvisi dapat ditentukan dengan

72 Auditing
menyelesaikan persamaan dalam model risiko audit
untuk risiko deteksi. Jika risiko tidak dikuantifikasi,
risiko deteksi setelah direvisi ditentukan berdasarkan
pertimbangan (judgement).
C. Penetapan Risiko Deteksi Untuk Pengujian Substantif
yang Berbeda atas Asersi yang Sama
Risiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua
pengujian substantif yang digunakan untuk mendapatkan
bukti tentang suatu asersi, secara kolektif akan gagal dalam
mendeteksi salah saji material. Dalam merancang pengujian
substantif, auditor kadang kadang menginginkan untuk
menetapkan tingkat risiko deteksi berbeda yang akan
digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula
mengenai asersi yang sama. Sebagai contoh, berdasarkan
asumsi bahwa bukti yang diperoleh dari suatu pengujian
atau sejumlah pengujian akan mengurangi risiko salah saji
material tetap tak terdeteksi setelah pengujian dilakukan,
maka akan lebih tepat untuk menggunakan tingkat risiko
deteksi lebih tinggi untuk pengujian selebihnya.
1. Perancangan Pengujian Substantif
Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam
member pendapat atas laporan keuangan kliennya,
auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup
seperti disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan

73 Auditing
ketiga dalam standar auditing. Pengujian substantif di
satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran
setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, dan di
sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan
bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah
rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan
transaksi dan saldo- saldo. Perancangan pengujian
substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas
pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.
2. Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan
keefektifan prosedur pengauditan yang akan dilakukan.
Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah maka
auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif
dan biasanya lebih mahal. Dan bila risiko deteksi yang
diterima tinggi auditor menggunakan prosedur yang
kurang efektif yang biasanya lebih murah. Pengujian
substantif terdiri dari tiga jenis yaitu :
a. Prosedur Analitis
Prosedur analitis seringkali dipandang kurang efektif
bila dibandingkan dengan pengujian detil. Namun
demikian, dalam keadaan tertentu prosedur ini justru
dipandang lebih efektif. Sebagai contoh, perbandingan

74 Auditing
antara jumlah seluruh pembayaran kepada seorang
pemasok dengan barang yang sesungguhnya diterima,
bisa memberi petunjuk tentang adanya kelebihan
pembayaran. Hal ini mungkin tidak terdeteksi pada
waktu dilakukan pengujian atas masing-masing
transaksi pembayaran kepada pemasok. Dalam hal
tertentu jika prosedur analitis dipandang efektif,
pelaksanaan prosedur ini juga bisa menghemat biaya
audit. Hal seperti itu biasanya nampak pada audit atas
perusahaan-perusahaan tertentu seperti perusahaan
listrik, gas, dan telepon. PSA No.22, Prosedur Analitis
(SA 329.11), menyatakan bahwa efektivitas dan
efisiensi prosedur analitis tergantung pada :
1) Sifat asersi
2) Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi
suatu hubungan
3) Tersedianya dan keandalan data yang digunakan
untuk membuat taksiran
4) Ketepatan taksiran
Apabila hasil prosedur analitis sesuai dengan
taksiran, dan tingkat risiko deteksi yang bisa diterima
untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu
melakukan pengujian detil. Prosedur analitis biasanya
,tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya. Oleh karena

75 Auditing
itu, auditor perlu mempertimbangkan seberapa jauh
prosedur ini dapat digunakan untuk mencapai tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima sebelum auditor
memutuskan untuk melakukan pengujian detil.
b. Pengujian Detil Transaksi
Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran
(Tracing) dan pencocokan ke dokumen pendukung
(vouching). Sebagai contoh, detil transaksi bisa
ditelusur dari dokumen pendukung. Misalnya faktur
penjualan dan voucher ke dalam catatan akuntansi
seperti jurnal penjualan dan dan register voucher.
Dalam pengujian ini auditor memeriksa sebagian
(dengan sampel) atau seluruh pendebetan dan
pengkreditan atas suatu rekening. Hasil pengujian
tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan tentang
saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian ini
biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-
dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas
pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen
yang digunakan.
Pengujian detil transaksi biasanya lebih banyak
menyita waktu dan biayanya juga lebih mahal. Efisiensi
biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan

76 Auditing
pengujian bebarengan dengan pengujian pengendalian
yang disebut pengujian bertujuan ganda.
c. Pengujian Detil Saldo-saldo
Pengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk
mendapatkan bukti secara langsung tentang sebuah
saldo rekening, dan bukan pada masing-masing
pendebetan atau pengkreditan yang telah
menghasilkan saldo tersebut. Efektifitas pengujian ini
juga tergantung pada prosedur yang digunakan dan
tipe bukti yang diperoleh.
3. Saat Pengujian Substantif
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa
berpengaruh pula pada saat pengujian substantif. Bila
risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa
bulan seblum akhir tahun, apabila risiko deteksi rendah
pengujian substantif akan dilakukan pada tanggal akhir
tahun atau mendekati akhir tahun.
4. Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil
suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk
melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus
didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat:
a) Mengendalikan tambahan risiko

77 Auditing
b) Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian
substantif pada akhir tahun. Kondisi-kondisi yang
bisa berpengaruh pada pengendalian risiko :
1) Struktur pengendalian intern selama periode
tersisa cukup efektif
2) Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang
mempengaruhi manajemen untuk membuat
salah saji dalam laporan keuangan selama
periode tersisa.
c) Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada
tanggal interim bias diprediksi secara masuk akal,
baik mengenai jumlah, hubungan signifikan,
maupun komposisinya.
d) Sistem akuntansi klien akan memberi informasi
mengenai transaksi tak biasa yang signifikan yang
mungkin terjadi pada periode tersisa.
Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak
meninggalkan kebutuhan akan pengujian
substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk
periode tersisa harus mencakup :
1) Perbandingan saldo rekening-rekening pada
dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah-
jumlah yang nampak tidak biasa dan
menyelidiki atas jumlah-jumlah tersebut.

78 Auditing
2) Prosedur analisis lain atau pengujian substantif
detil lainnya untuk mendapatkan dasar yang
layak untuk memperluas kesimpulan audit
interim ke tanggal neraca.
5. Luas Pengujian Substantif
Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus
diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantif
›ƒ•‰ †‹Žƒ•—•ƒ•ä îï —ƒ•ïï †ƒŽƒ• ’”ƒ•–‹• •‡•‰ƒ•†—•‰ ƒ”–‹
banyaknya item ada besarnya sampel yang dilakukan
pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Penentuan
sampel secara statistik dalam pengujian substantif dapat
dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan
ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu
tingkat risiko deteksi.
D. Pertimbangan-pertimbangan Khusus dalam
Perancangan Pengujian Substantif
1. Rekening-Rekening Laba-Rugi
Secara tradisional pengujian detil saldo rekening
lebih difokuskan pada rekening-rekening laporan
keuangan yang disajikan dalam neraca (rekening riil)
dibandingkan dengan rekening-rekening laba rugi
(rekening nominal). Pendekatan ini efisien dan logis
karena setiap rekening laba rugi pasti akan terkait
dengan satu atau lebih rekening neraca.

79 Auditing
a. Prosedur analisis untuk rekening-rekening laba-rugi
Prosedur analisis bisa menjadi alat auditor dalam
mendapatkan bukti tentang saldo-saldo rekening
laba-rugi. Jenis pengujian substantif bias digunakan
secara langsung atau tidak langsung. Pengujian
langsung terjadi bila sebuah rekening pendapatan
atau rekening biaya dibandingkan dengan data yang
relevan untuk menentukan kewajaran saldonya.
b. Pengujian detil untuk rekening-rekening laba-rugi
Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analisis
dan dari pengujian detil atas rekening neraca yang
berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi pada
tingkat rendah yang dapat diterima, maka
diperlukan pengujian detil langsung atas asersi-
asersi yang berhubungan dengan rekening-rekening
laba-rugi. Hal ini terjadi apabila :
1) Risiko bawaan tinggi.
2) Risiko pengendalian tinggi.
3) Prosedur analisis menunjukkan adanya
hubungan tidak biasa dan fluktuasi tak
diharapkan.
4) Rekening memerlukan analisis
2. Rekening-Rekening yang Berkaitan dengan Estimasi
Akuntansi

80 Auditing
Estimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai
suatu elemen laporan keuangan, pos, atau rekening yang
terjadi bila tidak bisa diukur secara pasti.estimasi
akuntansi mempunyai pengaruh signifikan terhadap
laporan keuangan perusahaan. PSA No. 37, Audit atas
Estimasi Akuntansi (SA 342.07) menyatakan bahwa
tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi
adalah untuk memperoleh bukti audit kompeten yang
cukup untuk memberikan keyakinan memadai bahwa :
a. Semua estimasi akuntansi yang material bagi
laporan keuangan telah ditetapkan.
b. Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam
kondisi yang bersangkutan.
c. Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku dan diungkap secara
memadai.
Untuk mengevaluasi kepantasan suatu taksiran
akuntansi, SA 342.09 menjelaskan bahwa auditor
biasanya memusatkan terhadap faktor-faktor asumsi
kunci yang :
a. Signifikan terhadap estimasi akuntansi
b. Peka terhadap perubahan
c. Penyimpangan dari pola histories
d. Subjektif dan rawan terhadap salah saji serta bias

81 Auditing
Bukti tentang kepantasan suatu estimasi bisa diperoleh
auditor melalui satu atau kombinasidari pendekatan-
pendekatan berikut :
a. Mereview dan uji proses yang digunakan oleh
manajemen dalam menyusun estimasi.
b. Membuat ekspetasi terpisah tentang estimasi.
c. Mereview peristiwa atau transaksi kemudian yang
terjadi sebelum selesainya pekerjaan lapangan.
Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi :
a. Pertimbangan relevansi, keandalan, dan kecukupan
data dan faktor faktor lain yang digunakan
manajemen.
b. Mengevaluasi kepantasan dan konsistensi asumsi-
asumsi.
c. Mengerjakan ulang perhitungan yang telah
dilakukan manajemen.
3. Rekening-Rekening Berkaitan dengan Transaksi dengan
Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa
Tujuan auditor dalam pengauditan atas transaksi-
transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang
memiliki hubungan istimewa adalah untuk mendapatkan
bukti mengenai tujuan, sifat, dan luasnya transaksi ini
serta dampaknya terhadap laporan keuangan. PSA No.
34, Pihak yang Mamiliki Hubungan Istimewa (SA 334.09)

82 Auditing
menyatakan bahwa pengujian substantif harus meliputi
hal-hal berikut :
a. Memahami tujuan transaksi dari usaha.
b. Memeriksa faktur dan mereview surat perjanjian,
kontrak, dan dokumen relevan lainnya.
c. Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh
dewan komisaris, atau direksi atau pejabat yang
berwenang.
d. Melakukan pengujian kewajaran terhadap jumlah
yang diungkapkan, atau yang dipertimbangkan
untuk diungkapkan dalam laporan keuangan.
e. Mengatur audit atas rekening koran antar
perusahaan yang dilaksanakan pada tanggal yang
bersamaan.
f. Menginspeksi atau mengkonfirmasi dan
memperoleh keyakinan atas nilai, dan mudah atau
tidaknya jaminan dialihkan.

83 Auditing
BAB XI
SAMPLING AUDIT DALAM PENGUJIAN PENGENDALIAN

A. Pengertian Sampling Audit


Sampling audit adalah penerapan prosedur audit
terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam suatu
saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan un tuk
menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok
transaksi tersebut. Seksi ini memberikan panduan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel audit.
Auditor seringkali mengetahui mana saldo-saldo akun dan
transaksi yang mungkin sekali mengandung salah saji.
Auditor mempertimbangkan pengetahuan ini
dalamperencanaan prosedur auditnya, termasuk sampling
audit. Auditor biasanya tidak memiliki pengetahuan khusus
tentang saldo-saldo akun atau transaksi lainnya yang,
menurut pertimbangannya, perlu diuji untuk memenuhi
tujuan auditnya. Dalam hal terakhir ini, sampling audit
sangat berguna. Ada dua pendekatan umum dalam
sampling audit: nonstatistik dan statistik.
Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor
menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta
dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari
sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan

84 Auditing
kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang
berkaitan. Panduan dalam Seksi ini berlaku baik untuk
sampling audit secara statistik maupun nonstatistik.
Standar Profesional Akuntan Publik.
Standar pekerjaan lapangan ketiga menyatakan,
"Bukti audit kompeten yang cukupharus diperoleh
melaluiinspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan
konfirmasisebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yangdiaudit." Kedua
pendekatan sampling audit di atas, jika diterapkan dengan
semestinya, dapat menghasilkan bukti audit yang cukup.
Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan, antara
lain, desain dan ukuransampel audit. Ukuran sampel yang
diperlukan untuk menghasilkan bukti audit yang bukti audit
yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam
penarikan kesimpulan atas saldo akun atau kelompok
transaksi yang berkaitan.
B. Statistik Vs Nonstatistik Sampling
Mempunyai persamaan yaitu terdiri dari 4 langkah sbb:
1. Perencanaan sample, bertujuan menjamin bahwa
pengujian audit dilaksanakandengan cara yang sesuai
untuk memberikan risiko uji petik yang diinginkan
danuntuk meminimalkan kemungkinan risiko uji petik.

85 Auditing
2. Seleksi sample, meliputi keputusan bagaimana memilih
unsur sample dari populasi.
3. Pelaksanaan pengujian, yaitu pemeriksaan dokumen dan
melakukan pengujian audit lainnya.
4. Evaluasi hasil, mencakup penarikan kesimpulan
berdasarkan pengujian audit.
Perbedaan :
1. Pengambilan sample Statistik menggunakan teknis-
teknis pengukuran matematis untuk menghitung hasil
statistik formal. Bermanfaat untuk mengkuantifikasi
risiko ujipetik pada perencanaan sample dan evaluasi
hasil. Hanya cocok untuk sample probabilistis (tiap
unsur populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk terpilih).
2. Pengambilan sample Non Statistik: memilih unsur-unsur
sample yang diyakinidapat memberikan informasi yang
berguna pada populasi tersebut (sample
nonprobabilistik) dan keputusan yang diambil lebih
berdasarkan pertimbangan. Sering disebut judgemental
sampling.
C. Ketidakpastian Dan Sampling Audit
Beberapa tingkat ketidakpastian secara implisit
termasuk dalam konsep "sebagai dasar memadai untuk
suatu pendapat" yang diacu dalam standar pekerjaan

86 Auditing
lapangan ketiga. Dasar untuk menerima beberapa
ketidakpastian timbul dari hubungan antara faktor-faktor
seperti biaya dan waktu yang diperlukan untuk memeriksa
semua data dan konsekuensi negatif dari kemungkinan
keputusan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan
yang dihasilkan dari audit terhadap data sampel saja. Jika
faktor-faktor ini tidak memungkinkan penerimaan
ketidakpastian, maka alternatifnya hanyalah memeriksa
semua data. Karena hal ini jarang terjadi, maka konsep
dasar sampling menjadi lazim dalam praktik audit.
Ketidakpastian yang melekat dalam penerapan prosedur-
prosedur audit disebut risiko audit. Risiko audit terdiri
dari:
1. Risiko (meliputi risiko bawaan dan risiko pengendalian)
bahwa saldo atau kelompok dan asersi yang berkaitan,
mengandung salah saji yang mungkin material bagi
laporan keuangan, jika dikombinasikan dengan salah
saji pada saldo-saldo atau kelompok yang lain
2. Risiko (risiko deteksi) bahwa auditor tidak menemukan
salah saji tersebut. Risiko terjadinya peristiwa-peristiwa
negatif ini (adverse events) secara bersamaan dapat
dipandang sebagai suatu fungsi masing-masing risiko.
Dengan menggunakan pertimbangan profesional,
auditor menilai berbagai faktor untuk menentukan
risiko bawaan dan risiko pengendalian (penentuan
risiko pengendalian pada tingkat yang lebih rendah dari
pada tingkat maksimum akan menuntut pelaksanaan
pengujian atas pengendalian), dan melakukan pengujian
87 Auditing
substantif (prosedur analitik dan pengujian atas rincian
saldo-saldo akun atau kelompok transaksi) untuk
membatasi risiko deteksi.
Risiko audit meliputi ketidak pastian yang disebabkan
oleh sampping dan ketidakpastian yang disebabkan oleh
faktor-faktor selain sampling. Aspek-aspek risiko audit
adalah risiko sampling dan risiko nonsampling. Risiko
sampling timbul dari kemungkinan bahwa, jika suatu
pengujian pengendalian atau pengujian substantif terbatas
pada sampel, kesimpulan auditor mungkin menjadi lain dari
kesimpulan yang akan dicapainya jika cara pengujian yang
sama diterapkan terhadap semua unsur saldo akun atau
kelompok transaksi. Dengan pengertian, suatu sampel
tertentu mungkin mengandung salah saji moneter atau
penyimpangan dari pengendalian yang telah ditetapkan,
yang secara proporsional lebih besar atau kurang daripada
yang sesungguh nya terkandung dalam saldo akun atau
kelompok transaksi secara keseluruhan. Untuk suatu
desain sampel tertentu, risiko sampling akan bervariasi
secara berlawanan dengan ukuran sampelnya: semakin
kecil ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingnya.
Risiko nonsampling meliputi semua aspek risiko audit yang
tidak berkaitan dengan sampling. Seorang auditor mungkin
menerapkan prosedur audit terhadap semua transaksi
atau saldo dan tetap gagal mendeteksi salah saji yang

88 Auditing
material. Risiko nonsampling meliputi kemungkinan
pemilihan prosedur audit yang tidak semestinya untuk
mencapai tujuan audit tertentu. Sebagai contoh, pengiriman
surat konfirmasi atas piutang yang tercatat tidak dapat
diandalkan untuk menemukan piutang yang tidak tercatat.
Risiko nonsampling juga muncul karena auditor mungkin
gagal mengenali salah saji yang ada pada dokumen yang
diperiksanya, hal yang akan membuat prosedur audit
menjadi tidak efektif walaupun ia telah memeriksa semua
data. Risiko nonsampling dapat dikurangi sampai pada
tingkat yang dapat diabaikan melalui cara-cara seperti
perencanaan dan supervisi memadai.

89 Auditing
BAB XII
PEMERIKSAAN KAS DAN SETARA KAS

A. Pengertian Kas
Kas adalah unsur yang paling penting. Hampir
seluruh aktivitas perusahaan tidak dapat dipisahkan oleh
kas. Menurut Arens et al. (2017: 737) kas adalah satu-
satunya akun yang termasuk dalam beberapa siklus. Kas
merupakan bagian dari setiap siklus kecuali siklus
persediaan dan siklus pergudangan. Audit saldo kas
merupakan bidang audit terakhir yang dipelajari karena
bukti yang diakumulasikan untuk saldo kas sangat
tergantung pada hasil pengujian di dalam siklus lain. Kas
sangat penting karena memiliki potensi untuk terjadinya
kecurangan dan juga karena terdapat kemungkinan
kesalahan. Kas didefinisikan sebagai alat pembayaran
yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai
kegiatan umum perusahaan.
Menurut PSAK No. 2 Kas terdiri dari saldo kas (cash
on hand) dan rekening giro. Setara kas (cash equivalent)
adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka
pendek dan dengan cepat dapat dijadikan sebagai kas
dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan
nilai yang signifikan. Contoh dari perkiraan-perkiraan yang
biasa digolongkan sebagai kas dan setara kas antara lain:

90 Auditing
1. Kas kecil (petty cash) baik dalam rupiah maupun mata
uang asing
2. Saldo rekening giro di bank untuk kemudian hasil
pemeriksaan dikomunikasikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
3. Bon sementara
4. Bon-bon kas kecil yang belum direimbursed
5. checktunai yang akan didepositkan
B. Tujuan Audit Kas dan Setara Kas
Tujuan dari audit kas adalah untuk mengetahui :
1. Kas di bank sebagaimana dinyatakan pada
rekonsiliasi adalah benar dan sama dengan buku
besar (detail tie-in)
2. Kas di bank sebagaimana dinyatakan pada
rekosiliasi ada (existence)
3. Kas yang ada di bank dicatat (completeness)
4. Kas di bank sebagaimana dinyatakan pada
rekonsiliasi adalah akurat (accuracy)
5. Penerimaan kas dan transaksi pengeluaran kas
dicatat pada periode yang tepat (cut-off)
C. Prosedur Audit Atas Kas
Metodologi untuk mengaudit kas akhir tahun pada
dasarnya sama dengan akun neraca lainnya, antara lain:

91 Auditing
1. Mengidentifikasi risiko pada bisnis klien yang
memengaruhi kasRisiko pada bisnis klien sering kali
timbul dari setara kas dan jenis investasi lainnya.
Auditor harus memahami risiko dari kebijakan dan
strategi investasi klien, serta kontrol manajemen yang
memitigasi risiko-risiko ini.
2. Menetapkan salah saji yang dapat diterima dan menilai
risiko bawaanKarena kasmerupakan asetlebih rentan
terhadap pencurian daripada aset lain, ada risiko tinggi
yang berhubungan erat dengan keberadaan,
kelengkapan, dan akurasi. Tujuan-tujuan ini biasanya
akan berfokus pada audit saldo kas.
3. Menilai risiko kontrol (control risk) Pengendalian
internal atas saldo kas akhir tahun dalam akun
kasumum dapat dibagi menjadi dua kategori:
a. Pengendalianatas siklus transaksi yang
memengaruhi pencatatan penerimaan dan
pengeluaran kas
b. Rekonsiliasi bank yang bersifat independen
Jika pengendalian yang memengaruhi transaksi kas
terkait transaksi operasional dinilai efekrif, maka risiko
pengendalian akan berkurang. Seperti halnya
pengujian audit untuk rekonsiliasi bank akhir tahun.

92 Auditing
4. Merancang dan melakukan uji pengendalian (test of
control) dan pengujian substantif atas transaksi
(substantive test of transactions)
Uji pengendalian merupakan suatu prosedur yang
digunakan untuk menguji efektivitas dari pengendalian
internal dalam rangka untuk mengurangi penilaian risiko
pengendalian (control risk). Sedangkan uji substantif
merupakan prosedur yang dirancang untuk menguji salah
saji moneter (rupiah/ dollar) yang secara langsung
berpengaruh pada ketetapan saldo laporan keuangan.
Terdapat tiga jenis pengujian substantif, yaitu uji substantif
atas transaksi, prosedur analitis dan uji terperinci saldo.
Secara umum, terdapat dua pengendalian atas kas,
yaitu penerimaan dan pengeluaran kas. Auditor harus
mengikuti beberapa proses berikut dalam melakukan uji
pengendalian dan uji substantif atas transaksi untuk
penerimaan kas berdasarkan tujuan audit terkait transaksi,
yaitu:
a. Menentukan pengendalian internal utama untuk
setiap tujuan audit
b. Merancang uji pengendalian untuk setiap
pengendalian yang digunakan untuk mengurangi
risiko pengendalian

93 Auditing
c. Merancang uji substantif atas transaksi untuk
menguji salah saji material dari setiap tujuan
audit.
5. Merancang dan melakukan prosedur analisis substantif
Auditor biasanya membandingkan saldo akhir pada
rekonsiliasi bank, setoran dalam perjalanan (deposits in
transit), cek yang beredar (outstanding checks), dan
jenis rekonsiliasi lainnya dengan rekonsiliasi yang
dilakukan pada tahun sebelumnya. Prosedur analisis
substantif ini dapat digunakan untuk menemukan salah
saji padakas.
6. Merancang uji terperincisaldo kas (tests of details of
cash balance) Terdapat tiga prosedur pentingdalam
melakukan uji terperinci atas saldo kas khususnya untuk
kas di bank, yaitu:
a. Permintaan atas konfirmasi bank
b. Permintaan atas cut off bank statement
c. Pengujian rekonsiliasi bank

94 Auditing
BAB XIII
PEMERIKSAAN SURAT BERHARGA DAN INVESTASI

A. Sifat Dan Contoh Surat Berharga


Investasi dalam surat berharga dapat merupakan
aktiva lancar (current assets) atau non current assets
tergantung maksud/ tujuan dari pembelian surat berharga
tersebut. Kalau surat berharga dibeli dengan tujuan untuk
memanfaatkan kelebihan dana yang tersedia, biasanya
surat berharga tersebut harus mudah diuangkan dalam
waktu singkat dan surat berharga tersebut diklasifikasikan
sebagai temporary investment atau marketable securities
yang merupakan current assets. Misalnya dalam bentuk
deposito berjangka (lebih dari tiga bulan) dan surat-surat
saham atau obligasi yang marketable. Surat berharga yang
digolongkan sebagai long term investment biasanya dibeli
dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menguasai manajemen dari perusahaan yang
sahamnya dibeli (lebih besar atau sama dengan 50%
dari saham yang beredar).
2. Untuk memperoleh pendapatan yang continue (misal
dalam bentuk bunga dari pembelian obligasi.
3. Sebagai sumber penampungan dari penjualan hasil
produksi atau sumber pembelian bahan baku.

95 Auditing
Menurut PSAK No.1, hal.1.10 (IAI:2002): Surat
berharga diklasifikasikan sebagai aktiva lancar apabila
surat berharga tersebut diharapkan akan direalisasi
dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca
dan jika lebih dari dua belas bulan diklasifikasikan sebagai
aktiva tidak lancar.Akuntansi Untuk Investasi menurut
PSAK No. 13, hal.13.1s/d 13.2 dan 13.4 s/d 13.6 (IAI:2002):
Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan
untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth)
melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti,
devidend, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi
atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi
seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan
perdagangan. Investasi Lancar adalah investasi yang dapat
segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki
selama setahun atau kurang. Investasi Jangka Panjang
adalah investasi selain investasi lancar.
Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang
dapat digunakan sebagai dasar pertukaran aktiva atau
penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham
(knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan
transaksi waŒƒ” ƒ”•ï• Ž‡•‰–Š –”ƒ••ƒ…–‹‘• ä Nilai pasar
adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu
investasi dalam pasar yang aktif. Dapat dipasarkan berarti

96 Auditing
terdapat suatu pasar yang aktif darimana suatu nilai pasar
(atau beberapa indikator yang memungkinkan nilai pasar
dihitung) tersedia. Untuk investasi yang memiliki pasar
yang aktif, nilai pasar digunakan sebagai indikator
penetapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi yang
tidak memiliki pasar yang aktif, cara lain digunakan untuk
menentukan nilai wajar. Investasi lancar termasuk dalam
aktiva lancar, kenyataan bahwa investasi yang dapat
dipasarkan telah dimiliki lebih dari satu tahun tidak
membatasi penyajiannya sebagai aktiva lancar. Biaya
perolehan suatu investasi mencakup perolehan lain
disamping harga beli, seperti komisi broker, jasa bank, dan
pungutan oleh bursa efek. Jika suatu atau sebagian investasi
diperoleh dengan penerbitan saham atau surat berharga
lain, maka biaya perolehannya adalah nilai wajar dari surat
berharga yang diterbitkan dan bukan nilai nominal atau
parvalue.
B. Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Surat Berharga
1. Untuk memeriksa apakah terdapatin ternal
controlyang cukup baik atastemporarydanlong term
investment.
2. Untuk memeriksa apakah surat berharga yang
tercantum dineraca, betul-betul ada, dimiliki oleh dan
atas nama perusahaan (client)pertanggal neraca.

97 Auditing
3. Untuk memeriksa apakah semua pendapatan dan
penerimaan yang berasal dari surat berharga tersebut
telah dibukukan dan uangnya diterima oleh
perusahaan.
4. Untuk memeriksa apakah penilaian (valuation) dari
surat berharga tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
5. Untuk memeriksa apakah penyajian di dalam Laporan
Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia/SAK.
C. Prosedur Pemeriksaan Surat Berhargayang
Disarankan
1. Pelajari dan evaluasiinternal control atas temporary &
long term investment. Contoh Internal Control
Questionnaires untuk Surat Berharga bisa dilihat di
Exhibit 10-1.
2. Minta rincian surat berharga yang memperlihatkan
saldo awal, penambahan dan pengurangan serta saldo
akhirnya.
3. Periksa phisik dari surat-surat berharga tersebut dan
juga pemilikannya (apakah atas nama perusahaan).
Biasanya periksaan phisik dilakukan bersamaan
dengan kas opname. Seandainya surat-surat berharga

98 Auditing
tersebut disimpan oleh pihak ketiga, harus dikirimkan
konfirmasi.
4. Cocokkan data-data dalam rincian dengan berita acara
pemeriksaan phisik surat berharga tersebut.
5. Periksa mathematical accuracy dari rincian surat
berharga.
6. Cocokkan saldo akhir dai rincian tersebut dengan buku
besar.
7. Lakukan Vouching atas pembelian dan penjualan surat
berharga, terutama perhatikan otorisasi dan
kelengkapan bukti pendukungnya.
8. Periksa perhitungan bunga dan dividennya dan
perhatikan segi perpajakannya. Periksa apakah bunga/
dividen yang diterima telah dibukukan semuanya.
9. Periksa harga pasar dari surat berharga pada tanggal
neraca. Untuk temporary investment, valuationnya
adalah mana yang lebih rendah antara harga beli dan
harga pasar. Untuk long term investment, valuationnya
adalah berdasarkan harga beli kecuali jika terdapat
tendensi menurunnya harga pasar surat berharga
tersebut untuk masa yang cukup panjang.
10. Adakan diskusi dengan manajemen untuk mengetahui
apakah ada perubahan tujuan dari pembelian surat

99 Auditing
berharga yang akan mempengaruhi klasifikasi dari
surat berharga tersebut.
11. Periksa subsequent events untuk mengetahui apakah
ada transaksi sesudah tanggal neraca yang akan
mempengaruhi klasifikasi atau disclosure dari surat-
surat berharga tersebut, misalnya penjualan long term
investment dalam subsequent period.
12. Periksa apakah penyajiannya sudah sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia/SAK.
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo
temporary & long term investment yang diperiksa.

100 Auditing
BAB XIV
PENYELESAIAN PERIKATAN AUDIT

A. Menyelesaikan Pekerjaan Lapangan


Dalam menyelesaiakan pekerjaan lapangan, auditor
melakukan prosedur audit spesifik untuk mendapatkan
bukti audit tambahan.
1. Melakukan review atas peristiwa kemudian auditor
harus melakukan review atas peristiwa kemudian.
Auditor memiliki tanggung jawab atas peristiwa yang
terjadi sesudah tanggal neraca tetapi sebelum
penerbitan laporan keuangan serta laporan auditor
dan mempunyai akibat material terhadap laporan
keuangan, sehingga memerlukan penyesuaian atau
pengungkapan dalam laporan-laporan tersebut.
Peristiwa peristiwa ini selanjutnya dikenal sebagai
peristiwa kemudian (subsequent events) yang diatur
dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA
Seksi 560 alinea 2,3, dan 5 mengenai peristiwa
kemudian.
2. Membaca Notulen Rapat.
Notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris,
dan subkomitenya, seperti komite kuangan dan
komite audit, dapat memuat hal hal yang
mempunyai signifikasi audit. Auditor harus

101 Auditing
menentukan bahwa semua notulen rapat dewan yang
diadakan selama periode yang sedang di audit dan
selama periode dari tanggal neraca sampai akhir
pekerjaan lapangan harus serahkan kepadanya untuk
direview dan ditelaah. Pembacaan notulen rapat
biasanya dilakukan segera setelah hal itu tersedia.
3. Mendapatkan Bukti mengenai Litigasi, kalim dan
AsesmenDalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) SA Seksi 337 yang mengatur mengenai
permintaan keterangan dari penasihat klien tentang
litigasi, klaim dan asesmen.
4. Mendapatkan Surat Representasi Klien Auditor
diwajibkan untuk mendapatkan representasi tertulis
dari manajemen. Dalam Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) SA Seksi 333 yang mengatur mengenai
Representasi Manajemen, pada bagian kepercayaan
atas representasi manajemen, alinea 02, 03 dan 04.
5. Melaksanakan Prosedur Analitik Dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 329 yang
mengatur mengenai Posedur Analitik, pada bagian
pendahuluan, alinea 01.
B. Mengevaluasi Temuan
Auditor mempunyai dua tujuan berikut dalam
mengevaluasi temuan-temuan : (1) menentukan jenis

102 Auditing
pendapat yang harus dinyatakan, dan (2) apakah GAAS
telah dipenuhi dalam audit. Untuk mencapai tujuan
tersebut auditor melaksanakan langkah-langkah berikut :
1. Melakukan penilaian akhir atas materialitas dan
resikoPrasayarat esensial dalam memutuskan suatu
pendapat yang akan dikeluarkan adalah penilaian akhir
atas materialitas dan resiko audit. titik tolak untuk
melakukan proses ini adalah menjumlahkan salah saji
salah saji yang ditemukan ketika memeriksa semua
akun yang belum dikoreksi oleh klien. Dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 312 yang
mengatur mengenai Resiko Audit dan Materaialitas
dalam pelaksanaan audit alinea 14.
2. Mengevaluasi apakah ada hambatan yang
mempengaruhi entitas untuk mempertahankan
kelanjutan usahanya. Auditor mempunyai tanggung
jawab untuk mengevaluasi apakah ada
kesangsiantentang kemampuan klien untuk
mempertahankan kelanjutan usahanya Dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 341 yang
mengatur mengenai pertimbangan auditor atas
kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya alinea 02.

103 Auditing
3. Melakukan riview teknis atas laporan keuangan. Pada
pelaksanaan audit, auditor harus menyelesaikan tugas
pemeriksaan laporan keuangan untuk kemudian dibuat
daftar periksa laporan keuangan terinci yang telah
diselesaikan auditor. Daftar periksa tersebut kemudian
direview oleh manajer dan patner yang bertanggung
jawab atas penugasan tersebut. Daftar periksa tersebut
mencakup hal-hal yang berkenaan dengan bentuk dan
isi dari masing-masing laporan keuangan dasar
termasuk pengungkapan yang diisyaratkan.
4. Merumuskan pendapat dan membuat naskah laporan
audit Dalam penyelesaian audit, auditor perlu
memisahkan temuan-temuan dengan mengiktisarkan
dan mengevaluasi untuk tujuan menyatakan pendapat
atas laporan keuangan secara keseluruhan. Sebelum
mengambil keputusan akhir tentang pendapat,
biasanya diadakan suatu konferensi dengan klien. Pada
pertemuan ini auditor menyampaikan temuannya
secara lisan dan berusaha memberikan dasar
pemikiran untuk melaukan penyesuaian yang
diusulkan dan/ atau pengungkapan tambahan.
Sebaliknya manajemen dapat berusaha untuk
mempertahankan posisinya Pada akhirnya, beberapa
kesepakatan umumnya dapat dicapai tentang

104 Auditing
perubahan yang harus dilakukan dan auditor dapat
meneruskan dengan mengeluarkan pendapat wajar
tanpa pengecualian. Apabila kesepakatan tersebut
tidak dapat dicapai, maka auditor mungkin akan
mengeluarkan jenis pendapat lainnya. Penyampaian
pendapat auditor dapat dilakukan melalui suatu
laporan audit.
5. Melakukan riview akhir atas kertas kerja
Auditor harus membuat kertas kerja yang isi maupun
bentuknya harus didesain untuk memenuhi keadan-
keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu.
Informasi yang tercantum dalam kertas kerja
merupakan catatan utama pekerjaan yang telah
dilakukan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang
dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan.
Terdapat beberapa tingkatan dalam melakukan review
kertas kerja. Review pertama dilakukan oleh
supervisor penyusun, seperti atasan atau manajernya,
kemudian pada tingkatan selanjutnya dilakukan
review akhir oleh patner. Review dilakukan untuk
mengevaluasi pekerjaan yang dilakukan bukti yang
diperoleh, dan kesimpulan yang dibuat oleh penyusun
kertas kerja.

105 Auditing
DAFTAR PUSTAKA

Agoes,Sukrisno, 2013. Auditing, Petunjuk praktis


pemeriksaan akuntan oleh akuntan publik. (Edisi 4).
Jakarta: Salemba Empat
Agoes, Sukrisno. 2014. Auditing. Jakarta: Salemba Empat Arens,
Alvin A., James K. Loebbecke. 1996. Auditing:
Pendekatan Terpadu. Jakarta: PT Salemba Empat.
Arikunto, Suharsimin.2002. Prosedur Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta.
Baridwan, Zaki. 1997. Intermediate Accounting. Yogyakarta:
BPFE.
Guy, Dan M. 2002. Auditing. Jakarta: Erlangga.
Hery. 2016. Auditing dan Asurans. Pemeriksaan Akuntansi
Berbasis Standar Audit Internasional. PT Grasindo:
2016.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Standar Profesional
Akuntan Publik. Salemba Empat Jakarta Pustaka
Pendukung
Mulyadi 2002. Auditing I. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2013. Auditing Buku 1 edisi 6 . Jakarta: Salemba
Empat
Regar, Moenaf H. 1993. Mengenal Profesi Akuntan dan
Memahami Laporannya.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rusmin. 1996. Auditing 1. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

106 Auditing
Biografi Penulis
Hevi Oktiawati, lahir di Ganjar Agung Kota Metro
Provinsi Lampung, 15 Oktober 1994. Putri dari Bapak Suharto
dan Ibu Suhastuti. Pendidikan formalnya diawali di SD N 6
Metro Barat pada tahun 2001. Tahun 2007 melanjutkan di SMP
N 3 Metro, kemudian melanjutkan di SMA Kartikatama Metro.
Pada Tahun 2013 melanjutkan studi Strata-1 (S1) di Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Fakultas Ekonomi
dan Bisnis jurusan Ekonomi Syariah (SE). Kemudian pada
tahun 2017 diterima kuliah program Magister di Universitas
Islam Negeri (UIN) Lampung Fakultas Ekonomi dan Bisnis
jurusan Ekonomi Syariah (ME). Kegiatan sehari-hari saat ini
adalah aktif sebagai dosen di IAI Agus Salim Metro fakultas
Ekonomi dan Bisnis Syariah jurusan Ekonomi Syariah.

107 Auditing

Anda mungkin juga menyukai