Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas dengan Dosen
Pengampu: Dr. Linda Amalia, S.Kp., M.KM dan Budi, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :

Riztia Nur Amala 2200036

Sella Putri Herawadi 2200808

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kekehadirat Allah Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Makalah yang
berjudul "Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea" disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Maternitas.

Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis meminta maaf apabila masih ada kendala materi atau penyampaian dalam penyusunan
makalah ini. Untuk memperbaiki makalah pada kesempatan berikutnya, penulis juga menerima
masukan dari pembaca dalam bentuk kritik dan saran.

Bandung, November 2023

1
DAFTAR ISI

Table of Contents
i Type chapter title (level 1) i
Type chapter title (level 2) 2
Type chapter title (level 3) 3
Type chapter title (level 1) 4
Type chapter title (level 2) 5
Type chapter title (level 3) 6

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Operasi caesar (CS) adalah suatu tindakan pembedahan yang dilakukan dengan membuat
sayatan pada dinding perut dan rahim dengan tujuan untuk membantu proses kelahiran dengan
cara mengeluarkan janin dari rahim ibu. Bantuan yang diberikan kepada ibu dan bayi saat
persalinan karena komplikasi persalinan, seperti operasi caesarea, sering kali menghasilkan
dampak yang umum dirasakan oleh pasien pasca operasi, yaitu rasa nyeri. Rasa nyeri ini
memiliki dampak yang sangat kompleks pada ibu yang baru melahirkan, termasuk dalam hal
mengganggu kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari (Activity of Daily Living/ADL). Pada
tahun 2020, akan ada 67% pasien pasca CS yang terkena dampak penyembuhan jangka
panjangnya, jika dilihat dari dampak kesehatan yang ditimbulkannya, akan berisiko terkena
infeksi. Melakukan mobilisasi dini dapat memperlancar proses penyembuhan luka.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Memenuhi tugas mata kuliah maternitas.
2. Menjelaskan tentang konsep sectio caesarea.
3. Memaparkan tentang prosedur dan pemberian asuhan keperawatan pada sectio caesarea.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Meningkatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan dalam konteks Sectio Caesarea.
2. Meningkatkan pemahaman tentang prosedur Sectio Caesarea.

3
3. Memberikan prosedur bagi perawat dalam memberikan perawatan yang efektif dan aman
kepada pasien yang menjalani operasi Sectio Caesarea.

1.4 Sistematika Penulisan


Berikut adalah sistematika penulisan makalah tentang asuhan keperawatan pada sectio
caesarea:
1. Bab I Pendahuluan : Membahas tentang latar belakang, tujuan, manfaat, dan
sistematika penulisan.
2. Bab II Tinjauan Teori : Membahas tentang Konsep Sectio Caesarea dan Konsep
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori.
3. Bab III Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea: Menjelaskan tentang asuhan
keperawatan pada pasien Sectio Caesarea.
4. Bab IV Tinjauan Literatur: Ulasan jurnal terkait asuhan keperawatan pada Sectio
Caesarea dengan 5W+1H.
5. Bab V Penutup: Berisi simpulan dan saran pada temuan utama dari makalah ini.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Sectio Caesarea


2.1.1 Pengertian Sectio Caesarea
Bedah sesar / sectio caesarea adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan /
insisi abdomen (laparatomi) dan uterus (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi. Sectio caesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut atau vagina atau sectio caesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Mochtar, 2012). Salah satu dampak positif Sectio caesarea adalah terjadinya
penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin (Karjatin, 2016). Sedangkan sectio caesarea
juga mempunyai dampak negatif diantaranya adanya rasa nyeri, kelemahan, gangguan integritas
kulit, nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko infeksi dan sulit tidur, tetapi dampak yang paling
sering muncul dirasakan oleh klien post sectio caesarea adalah rasa nyeri akibat efek
pembedahan (Solehati & Kosasih, 2015).
2.1.2 Jenis-Jenis Sectio Caesarea
Sayatan paling sering dibuat selama eksisi bedah Operasi caesar berdasarkan lokasi
menurut Liu (2007) adalah sebagai berikut:
1. Insisi Abdominal
a. Insisi garis tengah subumbilikal

5
Sayatan ini mudah dan cepat. Mudah diakses dengan pemurnian minimum.
Berguna dalam kasus mencapai segmen subkutan misalnya dalam kasus sklerosis
parah pada tulang belakang atau fibroid rahim segmen bawah. Meski tidak
terlihat, namun memiliki banyak bekas luka, ketidaknyamanan dan jahitan pasca
operasi lebih mungkin terjadi tampaknya terkait dengan sayatan horizontal.
b. Insisi transversa
Inilah sayatan yang dipilih saat ini. Secara estetika memuaskan, lebih dari itu
menyebabkan lebih sedikit jahitan dan lebih sedikit trauma ketidaknyamanan,
memungkinkan gerakan setelah operasi lebih baik. Sayatan secara teknis lebih
sulit, terutama pada saat operasi mengulang. Sayatan ini lebih vaskular dan
memberikan akses yang lebih baik kurang dari. Variasinya termasuk sayatan Joel
Choen (di mana perut bagian atas) dan Misgav Ladach (penekanan pada
melestarikan struktur anatomi).
2. Insisi Uterus
a. Sectio Caesarea segmen bawah
Inilah yang umum digunakan. Sayatan horizontal dibuat segmen bawah rahim
hamil di belakang peritoneum uterus – lecet. Keuntungan sayatan pada bagian ini
adalah memungkinkan Meminimalkan kehilangan darah seperti yang terjadi pada
area ini lebih sedikit pembuluh darah, mencegah penyebaran infeksi ke dalam
rongga perut dan memiliki risiko pecah yang rendah pada bekas luka pada
kehamilan berikutnya, sebagaimana adanya Rahim berkontraksi sedikit. Namun,
awalnya Segmen bawah juga memiliki aksesibilitas yang terbatas karena
lokasinya Rahim di sebelah kandung kemih membesar risiko kerusakan, terutama
selama prosedur berulang.
b. Sectio Caesarea klasik
Sayatan ini ditempatkan secara vertikal pada garis tengah rahim. Indikasi untuk
digunakan meliputi:
● Kehamilan dini dengan perkembangan segmen bawah yang buruk
● Jika akses ke segmen bawah terhambat karena perlekatan fibroid rahim
dibandingkan jika janin terbentur dalam posisi horizontal
● Pada kondisi pembuluh darah bagian bawah akibat plasenta previa

6
● Jika terdapat karsinoma serviks
● Jika ketepatan waktu itu penting, misalnya setelah kematian ibu.

2.1.3 Indikasi Sectio Caesarea


Indikasi sectio caesarea terbagi menjadi 2 faktor yaitu faktor janin dan faktor ibu. Berikut
faktor-faktor yang mempengaruhi indikasi sectio caesarea:
1. Faktor Janin
a. Bayi terlalu besar
● BBL ≥ 4.000 gram
● Bayi sulit keluar dari jalan lahir, pertumbuhan janin berlebihan
(macrosomia) ex. ibu diabetes mellitus
● Bila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir -> bahaya terhadap
keselamatan
b. Kelainan letak janin
● Letak sungsang -> letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah.
● Letak lintang -> jika sumbu memanjang, ibu membentuk sudut
tegak lurus dengan sumbu memanjang janin.
● Seringkali bahu terletak diatas PAP (Pintu Atas
● Panggul) -> disebut presentasi bahu.
c. Ancaman gawat janin (fetal distress)
● Keadaan gawat janin pada tahap persalinan -› segera lakukan
operasi.
● Jika ditambah kondisi ibu dgn gangguan plasenta (akibat ibu
hipertensi atau kejang), serta pada tali pusat terjepit -› suplai
oksigen ke janin akan berkurang -> janin mengalami kerusakan
otak, bahkan sering meninggal dalam kandungan.
● Bila proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina -> SC
d. Janin abnormal
● Janin abnormal, kerusakan genetik dan hidrosefalus -> dapat
dilakukan tindakan operasi.

7
e. Faktor plasenta
● Plasenta previa - plasenta menutupi jalan lahir
● Solutio Plasenta -> plasenta lepas
● Plasenta accrete - plasenta menempel kuat pada dinding uterus
● Vasa previa -> kelainan perkembangan plasenta
f. Kelainan tali pusat
● Prolapsus tali pusat - tali pusat menumbung -> sebagian atau
seluruh tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah
janin atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi lahir -
> risiko janin sesak nafas -> segera SC
● Terlilit tali pusat atau terpelintir -> aliran oksigen dan nutrisi ke
janin tidak lancar
g. Bayi kembar
● Kelahiran kembar memiliki risiko teriadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi.
● Bayi kembar dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan melalui persalinan alami. Hal ini
diakibatkan, janin kembar dan cairan ketuban yang berlebihan
membuat janin mengalami kelainan letak posisi.
2. Faktor Ibu
a. Usia
● Primipara usia > 35 thn
● Bila dgn penyakit berisiko spt : hipertensi, penyakit jantung,
diabetes melitus dan preeklamsia.
● Eklampsia - menyebabkan kejang -> perlu operasi caesarea.
b. Tulang panggul
Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) = ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dgn ukuran lingkar kepala janin -> ibu tidak dapat melahirkan
secara alami.
c. Riwayat sc

8
Persalinan SC tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus
berlangsung secara operasi atau tidak VBAC.
d. Faktor hambatan panggul
Gangguan pada jalan lahir, spt mioma/tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas -> persalinan terhambat
atau macet (distosia).
e. Kelainan kontraksi rahim
Jika kontraksi uterus lemah dan tidak terkoordinasi (incoordinate uterine
action) atau tidak elastisnya serviks sehingga tidak dapat melebar pada
proses persalinan -> kepala bayi tidak terdorong atau tidak dapat melewati
jalan lahir dgn lancar -> SC
f. Ketuban pecah dini
● Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan
bayi harus segera dilahirkan.
● Kondisi ini akan membuat air ketuban merembes keluar sehingga
tinggal sedikit atau habis.

2.1.4 Kontraindikasi Sectio Caesarea


Kontraindikasi operasi caesar menurut Rasjidi (2009), antara lain:
1. Janin meninggal
2. Syok
3. Anemia berat
4. Cacat lahir yang serius
5. Infeksi piogenik dinding perut
6. Kurangnya fasilitas untuk operasi caesar

2.1.5 Dampak Persalinan Sectio Caesarea


1. Respon stres
Bagian Kaisarea mungkin berdampak pada stres fisik dan Psikososial. Dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Respon stress terjadi karena pelepasan
epinefrin dan norepinefrin dari kelenjar medula adrenal. Epinefrin meningkatkan
9
detak jantung, bronkodilatasi dan peningkatan kadar gula darah. Norepinefrin
menyebabkan vasokonstriksi perifer dan meningkatkan tekanan darah (Verdult,
2009).
2. Penurunan pertahanan tubuh
Kulit merupakan pelindung utama dari serangan bakteri (Haniel, 2013). Saat
membuat sayatan kulit untuk operasi, batasannya (garis pertahanan utama)
otomatis menghilang. Menjadi
Penting untuk memperhatikan teknik aseptik selama prosedur menyebarkan
kegiatan. Risiko infeksi setelah operasi sangat tinggi. Penelitian di sebuah rumah
sakit di Inggris mengatakan 9,6% atau 394 dari 4.107 memahami infeksi setelah
operasi caesar (Haniel, 2013).
3. Penurunan terhadap fungsi sirkulasi
Pergeseran pembuluh darah terjadi selama prosedur operasi, meskipun pembuluh
darah dijepit dan diikat selama prosedur operasi namun masih menimbulkan
pendarahan. Berdarah sering menyebabkan penurunan volume darah dan
penurunan tekanan darah. Hal ini dapat menyebabkan perfusi jaringan tidak
efektif selama prosedur tubuh jika tidak dilihat dan segera diobati. Jumlah
kehilangan darah Intervensi bedah lebih sering terjadi dibandingkan persalinan
vagina, sekitar 500 ml hingga 1.000 ml.
4. Penurunan terhadap fungsi organ
WHO (2012) menjelaskan bahwa selama proses Sectio Caesarea, kontraksi uterus
berkurang sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan post partum.
Setelah tindakan Sectio Caesarea selain fungsi uterus perlu pula dikaji fungsi
bladder, intestinal dan fungsi sirkulasi. Penurunan fungsi organ terjadi akibat dari
efek anestesi.
5. Penurunan terhadap harga diri dan gambaran diri
Pembedahan selalu meninggalkan bekas luka di area sayatan di kemudian hari.
Biasanya hal ini membingungkan pelanggan. Ada juga pelanggan yang merasa
tidak “perempuan”. karena saya belum pernah mengalami persalinan normal
(kultur kesadaran).

10
2.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut (Silaen, dkk, 2020), manifestasi klinis pada ibu Post Sectio Caesarea adalah:
1. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml
2. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat
3. Abdomen lunak dan tidak ada distensi
4. Bising usus tidak ada
5. Ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru
6. Balutan abdomen tampak sedikit noda
7. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

2.1.7 Penatalaksanaan
● Perawatan Pre Operasi Sectio Caesarea
Perioperatif adalah istilah yang menggambarkan keragaman fungsi yang berkaitan
dengan pengalaman pembedahan klien. Kata operatif merupakan penggabungan
dari tiga fase pembedahan yaitu: preoperatif, intra operatif dan post operatif
(Ninla Elmawati Falabiba, 2019). Fase operasi adalah waktu tunggu sebelum
operasi dilaksanakan hingga pasien dipindahkan ke kamar operasi. Aktivitas
keperawatan yang dilakukan ialah pengkajian dasar pasien, mempersiapkan untuk
anestesi, dan operasi (Maryanani, 2015).
● Gambaran Klien Pre Operasi
Tindakan pembedahan adalah ancaman potensial maupun aktual pada keadaan
seseorang yang dapat menimbulkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis.
Klien yang akan dilakukan operasi biasanya akan mengalami reaksi emosional
berupa kecemasan. Adapun beberapa alasan yang menyebabkan ketakutan /
kecemasan pada klien yang akan dilakukan pembedahan antara lain:
a. Ketakutan akan terjadi nyeri setelah operasi
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image).
c. Takut/ mengalami kecemasan terhadap kondisi yang sama dengan orang
lain yang mempunyai penyakit yang sama.
d. Takut menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.

11
e. Takut mati karena dibius/ tidak sadar lagi.
f. Takut operasi gagal.
Klien yang mengalami ketakutan dan kecemasan dapat menimbulkan respon
fisiologis tubuh yang ditandai dengan munculnya perubahan-perubahan fisik
seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan
yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah biasanya menanyakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih (Smeltzer,
Suzana C. Bare, 2012).
● Penatalaksanaan
a. Perawatan luka insisi
- Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin, lalu
ditutup dengan kain penutup luka
- Secara berkala pembalut luka diganti.
b. Tempat perawatan pasca bedah
- Setelah tindakan di kamar operasi selesai, pasien dipindahkan ke
kamar rawat khusus (recovery room)
- Jika pasca bedah kondisi gawat -> Segera pindahkan ke unit
darurat.
c. Pemberian cairan
Setelah 24 jam pertama pasien puasa pasca op -> Cegah dehidrasi dengan
pemberian cairan per infus.
d. Nyeri
Untuk mengurangi rasa nyeri -> Berikan obat anti nyeri dan penenang
seperti suntikan IM pethidin 100-150 mg / morfin sebanyak 10-15 mg.
e. Mobilisasi
- Mobilisasi segera tahap demi tahap untuk membantu
penyembuhan.
- Pada hari kedua pasien dapat didudukan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam.
- Posisi tidur terlentang diubah menjadi semi fowler.

12
- Secara berturut-turut, hari demi hari pasien dianjurkan belajar
duduk, berjalan sendiri hari ke-3 sampai 5 setelah bedah.
● Persiapan Klien
a. Klien telah dijelaskan tentang prosedur operasi yang akan dijalani.
b. Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga klien.
c. Perawat memberi support kepada klien.
d. Pada daerah yang akan dilakukan penyayatan telah dibersihkan (rambut
pubis dicukur dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptik).
e. Pemeriksaan laboratorium (Darah, Urine).
f. Pemeriksaan USG.
g. Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.
h. Klien mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya.
i. Klien yang akan dilakukan operasi disiapkan secara optimal.
j. Pelaksanaan operasi berjalan dengan lancar.
k. Ada indikasi yang jelas untuk melakukan tindakan sectio caesarea (SC)
dan sesuai ketentuan jam,
l. Ada kolaborasi dengan dokter anestesi dan dokter anak untuk pelaksanaan
operasi atau dokter lain yang berkaitan dengan klien,
m. Memberi informasi ke bagian terkait (kamar operasi, ICU).
n. Ada laporan tindakan pre operasi untuk diserahkan kepada petugas kamar
operasi.
o. Petugas harus mengirim klien ke kamar operasi 20 menit sebelum operasi
(Padila, 2015).
● Ketersediaan alat
a. Infus set
b. DC (Dower Catheter)
c. Obat premedikasi
d. Kasa alkohol
e. Baju operasi dan topi
f. Tensimeter, termometer, fetal phone
g. Set hecting

13
h. Set bayi, serta infus set, abbocath

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi setelah dilakukan operasi sectio caesarea:
1. Pada Ibu
● Infeksi puerperal : Infeksi puerperal merupakan infeksi bakteri yang
menginfeksi bagian reproduksi setelah post partum, keguguran, atau post
SC, biasanya ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh yang bersifat
berat seperti peritonitis, sepsis.
● Perdarahan : Perdarahan sering terjadi karena proses pembedahan
mengakibatkan cabang-cabang arteri terbuka atau karena atonia uteri.
● Luka pada kandung kemih, embolisme paru-paru.
● Kurang kuatnya dinding uterus, sehingga pada kehamilan selanjutnya
biasanya terjadi ruptur uteri (trauma tindakan operasi persalinan).
2. Pada Bayi
● Delayed bonding -> Sulit mengASIhi karena pengisapan lemah dan
perpisahan antara ibu dan anak yang terlalu lama
● Berisiko terkena asma dan gangguan pernapasan
● Berisiko terjangkit penyakit infeksi
● Risiko terjadinya depresi pernapasan disebabkan obat bius yang
mengandung narkose.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori


1. Pengkajian
Pengkajian yaitu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang
sistematis dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasikan status
kesehatan klien yang berdasarkan pada kebutuhan dasar manusia (Nursalam, 2001).
a. Pengumpulan data
Merupakan upaya untuk mendapatkan data yang dapat digunakan sebagai
informasi tentang klien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang
biopsikososial dan spiritual dari klien, data yang berhubungan dengan klien serta

14
data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan
klien seperti data tentang keluarga (Hidayat, 2004).
Adapun data yang dikumpulkan antara lain:
1) Identitas
a) Identitas klien
b) Identitas penanggung jawab
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan utama
b) Riwayat keluhan utama
Hal tersebut dapat diuraikan dengan metode PORST sebagai berikut:
● Palliative/Provokatif : Apa yang menyebabkan terjadinya nyeri
pada abdomen faktor pencetusnya adalah post op sectio caesarea
a/i letak lintang.
● Qualitative/Quantitas : bagaimana gambaran keluhan yang
dirasakan dan sejauh mana tingkat keluhannya seperti berdenyut,
ketat, tumpul atau tusukan.
● Region/Radiasi : lokasi keluhan yang dirasakan dan
penyebarannya.
● Scale/Severity : intensitas keluhan apakah sampai mengganggu
atau tidak. Pada kasus sectio caesarea nyeri selalu mennganggu
dengan skala 7-8 (0-10).
● Timing : kapan waktu mulai terjadi keluhan dan berapa lama
kejadian ini berlangsung biasanya pada luka sectio caesarea
dirasakan secara terus-menerus.
c) Riwayat kesehatan yang lalu
d) Riwayat kesehatan keluarga
e) Riwayat obstetri dan ginekologi
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
c) Tanda-tanda vital

15
d) Sistem Pernapasan
e) Sistem Indera
f) Sistem Kardiovaskuler
g) Sistem Muskuloskeletal
h) Sistem Persyarafan
i) Sistem Perkemihan
j) Sistem Reproduksi
k) Sistem Integumen
l) Sistem Endokrin
m) Sistem Imun
4) Pola Aktivitas Sehari-hari
5) Data Psikologis
6) Data Sosial
7) Data Spiritual
8) Data Penunjang
9) Perawatan dan Pengobatan
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2016).
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa Keperawatan yang telah
ditentukan dengan terpenuhinya kebutuhan pasien (Nursalam, 2001).
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukan pada perawat untuk membuat klien dalam mencapai tujuan yang diharapkan
oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-

16
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan (Nursalam, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
yang sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Nursalam, 2001).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir
yaitu sebagai berikut :
S: Respon subjektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O: Respon objektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A: Analisa ulang atas data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau ada masalah baru atau mungkin terdapat data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa data pada respon

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Ny. R pada saat masuk Rumah Sakit Kamis, 6 Mei 2014 dengan riwayat G1 P1 A0,
menurut hasil pemeriksaan bahwa kehamilan saat ini adalah kehamilan dengan letak lintang
sehingga klien langsung di operasi Sectio Caesarea. Setelah operasi, klien mengeluh nyeri pada
daerah luka bekas operasi yaitu pada abdomen bagian bawah, klien tampak meringis pada saat
timbul nyeri dengan skala nyeri 6. Nyeri dirasakan secara hilang timbul (Intermittent), nyeri
bertambah pada saat klien bergerak dan dirasakan ringan pada saat klien istirahat. Dengan
pemeriksaan TTV, TD : 100/70 mmHg, Nadi : 80x/mnt, RR : 24x/mnt, Suhu : 37C

3.2 Pembahasan
A. Laporan Kasus
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Biodata
a) Identitas
Nama : Ny. R
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Muna/Indonesia
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Guru Honorer

18
Perkawinan : Ke-1
Tanggal masuk RS : 6 Mei 2014
Tanggal Operasi : 6 Mei 2014
Tanggal Pengkajian : 7 Mei 2014
No. Register : 26 52 02
Diagnosa Medik : SC a/i Letak Lintang
Alamat : Sidodadi
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Muna/Indonesia
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Honorer
Alamat : Sidodadi
Hubungan Dengan Klien : Suami Klien
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Keluhan Utama : Nyeri
(2) Riwayat Keluhan Utama :
Menurut keterangan dari klien bahwa pada saat masuk Rumah
Sakit tanggal 6 Mei 2014, menurut hasil pemeriksaan bahwa
kehamilan saat ini adalah kehamilan dengan letak lintang sehingga
klien langsung di operasi Sectio Caesarea. Pada saat dilakukan
pengkajian tanggal 7 Mei 2014, klien mengeluh nyeri pada daerah
luka bekas operasi yaitu pada abdomen bagian bawah, klien
tampak meringis pada saat timbul nyeri dengan skala nyeri 6 (0-
10). Nyeri dirasakan secara hilang timbul (Intermittent), nyeri

19
bertambah pada saat klien bergerak dan dirasakan ringan pada saat
klien istirahat.
(3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu :
Menurut ungkapan dari klien, ini merupakan persalinan pertama.
Klien tidak mengira bahwa persalinan pertama, janinnya
mengalami letak lintang. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit
yang memperberat selama kehamilan seperti penyakit hipertensi
serta penyakit jantung dan klien juga tidak memiliki riwayat alergi
makanan maupun obat.
(4) Riwayat Kesehatan Keluarga :
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit menular yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan
perkembangan janin serta tidak ada anggota yang berpenyakit
keturunan seperti Diabetes Melitus, Gangguan Jiwa dan
hemophilia.
3) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a) Riwayat Obstetri
(1) Riwayat kehamilan sekarang
G1 PO A0, Ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di bidan
pada usia kehamilan 2 minggu kemudian mulai memeriksakan diri
ke dokter spesialis kandungan pada usia kehamilan 1 bulan sampai
usia kehamilan sekarang selama ibu hamil tidak pernah melakukan
imunisasi sekalipun.
(2) Riwayat persalinan sekarang
PI A0 tempat persalinan Rumah Sakit Umum Daerah pada tanggal
6 Mei 2014, lamanya persalinan sekitar 35 menit, jenis persalinan
Sectio Caesarea (SC) jenis kelamin bayi laki-laki dengan berat
badan 3000 gram dan panjang 45,3 cm.
b) Riwayat Ginekologi
(1) Riwayat menstruasi

20
Klien mengatakan mendapat haid pertama pada usia 12 tahun
siklusnya 30 hari, lama haid 5-7 hari, jumlah ganti balutan 3x
dalam sehari, warna darah merah dan biasanya bercampur dengan
gumpalan darah, berbau amis. Selama haid ada keluhan nyeri pada
perut, haid pertama dan terakhir (HPHT) yaitu 4 Agustus 2013,
Tafsiran persalinan tanggal 11 Mei 2014.
(2) Riwayat perkawinan
Klien mengatakan menikah pada usia 25 tahun dan suaminya pada
usia 29 tahun. Lamanya perkawinan 1 tahun dan merupakan
perkawinan pertama bagi Klien dan suaminya.
(3) Riwayat Keluarga Berencana
Klien mengatakan sebelum hamil tidak menggunakan alat
kontrasepsi, dan melahirkan klien berencana untuk memakai KB
jenis pil.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : Lemah
b) Kesadaran : Compos Mentis
c) Tanda-Tanda Vital :
TD : 100/70 mmHg
N : 80x/menit
R : 24x/menit
S : 37 C
d) Sistem integumen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, suhu 37°C, tampak
luka yang masih basah, bentuk kepala bulat, penyebaran rambut merata,
warna hitam dan bergelombang, keadaan rambut kusam dan berketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema dan kulit tampak lengket.
e) Sistem pengindraan
Inspeksi : Mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik, gerakan bola
mata baik, refleks pupil terhadap cahaya isokor, konjungtiva tidak anemis
dan penglihatan klien masih jelas terbukti dengan klien dapat membaca

21
nama perawat dengan jarak 30 cm, pada hidung klien dapat membedakan
bau alkohol dan minyak kayu putih, posisi hidung simetris kiri dan kanan,
tidak ada secret, pada telinga klien masih dapat mendengar dengan baik
dengan melakukan tes pendengaran menggunakan garputala, posisi telinga
simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pada lidah klien masih bisa
membedakan rasa asin, pahit dan manis, warna lidah merah mudah, pada
kulit klien masih bisa merasakan rangsangan apabila disentuh oleh
perawat.
Palpasi: Tidak terdapat benjolan atau masa serta nyeri tekan pada mata,
hidung, telinga.
f) Sistem kardiovaskular
Inspeksi: Tidak terdapat sianosis.
Palpasi: CRT <2 detik, tidak ada pembesaran arteri karotis, frekuensi nadi
80x/menit, konjungtiva tidak anemis, akral teraba hangat dengan suhu
37°C, irama jantung reguler.
Auskultasi : Tidak terdengar bunyi jantung tambahan, tekanan darah
100/70 mmHg, bunyi jantung SI dan S2 murni.
Perkusi: Bunyi pekak pada daerah jantung.
g) Sistem pernafasan
Inspeksi: Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada pernapasan
cuping hidung. bentuk dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dada
simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, pergerakan dada mengikuti
pernapasan, tidak ada penggunaan otot-otot pernapasan, napas teratur
dengan frekuensi pernapasan 24x/menit.
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama antara kiri dan kanan pada saat klien
mengatakan satu-satu.
Perkusi : Saat di perkusi suara paru resonan.
Auskultasi : Tidak terdengar bunyi napas tambahan.
h) Sistem pencernaan

22
Inspeksi : Jumlah gigi masih lengkap, gigitampak kotor, tidak ada
peradangan pada gusi, pergerakan lidah baik, tampak luka operasi yang
tertutup verban pada abdomen bagian bawah, keadaan luka masih basah
Palpasi: Nyeri tekan pada abdomen dengan skala nyeri 6 (0-10).
Auskultasi: Bising usus 8x/menit (normal 8-12x/menit).
Perkusi: Terdengar bunyi timpani.
i) Sistem muskuloskeletal
Inspeksi : Ekstremitas kiri dan kanan simetris, tidak terdapat lesi, pada
tangan kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit, pergerakan baik.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema, Kekuatan otot 5 5.
Perkusi: Refleks bisep +/+, refleks trisep +/+.
(2) Ekstremitas bawah
Inspeksi: Ekstremitas kanan dan kiri simetris,
tidak terdapat lesi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema, Kekuatan otot 5 5.
Perkusi : Refleks achilles +/+.
Refleks patella +/+.
Refleks babinski +/+.
j) Sistem endokrin
Inspeksi: Refleks menelan baik, tidak ada pembesaran thyroid dan
parathyroid, pengeluaran ASI tidak lancar dan kontraksi uterus baik.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan edema.
k) Sistem perkemihan
Inspeksi : Terpasang kateter, warna urin kuning pekat, volume urin 500
cc/hari.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan edema.
l) Sistem reproduksi
Inspeksi : Tidak ada edema pada perineum, keluar darah bercampur
dengan gumpalan darah (lochia rubra), tampak terpasang pempers
pembalut 1 buah, payudara simetris kiri dan kanan, tampak areola mama
kurang bersih serta produksi ASI kurang.

23
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada payudara.
m) Sistem imun
Inspeksi: Tidak terdapat pembesaran pada kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
n) Sistem persyarafan
(1) Fungsi serebral
(a) Status mental
Klien dapat berorientasi dengan baik, wajah klien nampak meringis,
kekuatan otot normal, bahasa jelas.
(b) Kesadaran
Compos mentis (GCS: 15), eyes 4 (dapat membuka mata dengan spontan),
motorik 6 (pergerakan baik), verbal 5 (komunikasi jelas).
(c) Bicara
Dapat mengungkapkan rasa nyeri, klien dapat mengikuti perintah, serta
bicara normal dan jelas.
(2) Fungsi kranial
N I (Olfaktorius) : klien dapat membedakan bau.
N II (Optikus) : fungsi penglihatan klien masih baik dan tidak
menggunakan alat bantu penglihatan.
N III, N IV dan N VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abdusen) : kontraksi
pupil isokor, pergerakan kelopak mata baik, klien dapat menggerakan
mata ke atas dan kebawah.
N V (Trigeminus) : refleks kornea klien baik.
N VII (Facialis) : perubahan mimik wajah klien baik.
N VIII (Vestibulocochlearis) : Klien dapat mendengar dengan baik.
N IX dan N X (Glosofaringeo dan Vagus) : refleks menelan dan mengecap
klien baik.
N XI (Aksesorius) : klien dapat mengangkat bahu.
N XII (Hipoglosus) : pergerakan lidah klien baik.
5) Pola Kegiatan Sehari-hari

No Aktivitas Sebelum Sakit Selama Sakit

24
1. Nutrisi
- Pola makan Teratur Teratur
- Frekuensi makan 3 x sehari 2x sehari
- Jenis makanan Nasi, ikan, sayur Bubur, telur, daging
- Pantangan Tidak ada Tidak ada
- Keluhan Tidak ada Tidak
- Intake cairan/hari 7-8 gelas/hari 4-5 gelas/hari
- Jenis cairan Air putih dan susu Air putih hangat

2. Eliminasi
- Frekuensi BAK 5-6 x/hari 4-5 x/hari
- Warna urin Kuning jernih Kuning pekat
- Bau Khas amoniak Khas amoniak
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
- Frekuensi BAB 2 x/hari Klien belum BAB
- Konsistensi Padat Selama 2 hari setelah
- Warna fases Kuning kecoklatan post operasi
- Bau Khas fases
- Keluhan Tidak ada

3. Personal hygiene
- Mandi 2x / hari Belum mandi
- Cuci rambut 2x seminggu Belum cuci rambut
- Gosok gigi 3x / hari Belum pernah
- Potong kuku 1x per minggu 1x seminggu
- Ganti pakaian Setiap habis mandi Klien tampak kusam

4. Pola istirahat
- Tidur siang 13.00-15.00 13.00-16.00
- Tidur Malam 21.00-05.00 22.00-05.00

5. Aktivitas
- Olahraga Jalan pagi Tidak pernah
- Kegiatan di waktu luang Nonton televisi Cerita dengan
- Jenis pekerjaan Sebagai guru keluarga dan perawat
honorer/ IRT Tidak dapat
Beraktivitas karena
nyeri

6) Data psikologis
a) Status emosi

25
Klien tampak tidak mudah tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan
yang perawat ajukan kepadanya.
b) Konsep diri
(1) Body image : klien mengatakan tidak merasa malu walaupun pada
perutnya terdapat luka bekas operasi.
(2) Ideal diri : klien mengatakan ingin segera sembuh agar dapat
berkumpul lagi bersama keluarganya.
(3) Harga diri : klien masih merasa berharga walaupun dengan
kondisinya yang sekarang, serta klien tidak merasa cemas atas
kondisinya.
(4) Peran : klien adalah sebagai ibu rumah tangga yang baru
mempunyai satu orang anak serta mengurus suaminya.
(5) Identitas diri : klien mengatakan. dirinya sama dengan orang lain
meskipun terdapat luka bekas operasi di perutnya.
c) Pola koping
Klien tampak ceria dan terbuka dalam bercerita.
7) Data sosial
Klien mau diajak untuk bercerita tentang keadaan penyakitnya, klien selalu
menjawab bila ditanya serta cara berbicara klien cukup jelas.
8) Data spiritual
Klien mengatakan dukungan dari suami dan keluarga sangat tinggi, klien
beragama islam dan klien menyerahkan semua keadaannya saat ini kepada Allah
SWT serta selama sakit klien tidak dapat menjalankan shalat.
9) Data penunjang (pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2014)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hemoglobin 7,2 L : 14-18 gr/DL


Leukosit 8840 5.000-10.000 Mm3
LED/BBS 60/- L : 0-10 mm/1 jam
10) Pengobatan dan Perawatan
a) Pengobatan
(1) IVFD RL 20 tetes/menit

26
(2) Zibac : 1 gr/12 Jam/IV
(3) Metronidazole :1A/8 Jam/Infus
(4) Asam Mefenamat : 3 x 500 mg PO
(5) Metil Ergo : 3 x 0,125 mg PO
(6) Lactapit : 3 x 1 PO
(7) B/C : 3 x 1 PO
(8) Stolax : Supp II/Rectal
b) Perawatan
(a) Observasi TTV
(b) Perawatan luka
(c) Vulva hygiene
(d) Istirahat
(e) Ganti verban
(f) Personal hygiene
b. Klasifikasi data
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi di abdomen
b) Klien mengatakan nyeri dirasakan secara hilang timbul
c) Klien mengatakan belum mandi setelah di operasi
d) Klien mengatakan belum pernah keramas
e) Klien mengatakan belum pernah menyikat gigi
f) Klien mengatakan tidak mampu untuk melakukan aktifitas seperti biasa
g) Klien mengatakan belum mampu untuk berjalan dan duduk terlalu lama
2) Data Objektif
a) Ekspresi wajah tampak meringis
b) Skala yang dirasakan nyeri 6 (0-10)
c) Nyeri tekan pada luka operasi
d) Tanda-tanda Vital:
TD :100/70 mmHg
N :80x/menit
P :24x/menit

27
S :37°C
e) Tampak luka bekas operasi pada abdomen
f) Luka tampak ditutupi verban
g) Klien tampak lemah
h) Klien tampak dibantu keluarga dalam bergerak
i) Tampak aktivitas klien terbatas
j) Post Sectio Caesarea POD I
k) Pengeluaran lochea rubra
l) Klien tampak kusam
m) Gigi klien tampak kotor
n) Rambut tampak tidak tertata dengan rapi
C. Analisis Data

No Data Etiologi Masalah

1. DS: Adanya sectio caesarea Nyeri Akut


- Klien mengatakan nyeri pada ↓ (D.0077)
luka bekas operasi di Terputusnya kontinuitas
abdomen jaringan
- Klien mengatakan nyeri ↓
dirasakan secara hilang Merangsang tubuh,
timbul mengeluarkan prostaglandin,
DO: histamine, serotonin
- Ekspresi wajah tampak ↓
meringis Impuls dikirim ke thalamus
- Skala nyeri yang dirasakan 6 korteks serebri
(0-10) ↓
- Nyeri tekan pada luka Nyeri dipersepsikan
operasi
- Tanda-tanda Vital :
TD :100/70 mmHg
N :80x/menit
R :24x/menit
S :37°C

2. DS: Indikasi sectio caesarea Defisit


- Klien mengatakan belum ↓ Perawatan Diri
mandi setelah di operasi Terputusnya kontinuitas (D.0109)
- Klien mengatakan belum jaringan
pernah keramas ↓
- Klien mengatakan belum Nyeri insisi saat bergerak

28
pernah menyikat gigi ↓
DO: Ketidakmampuan untuk
- Rambut tampak tidak tertata melakukan aktivitas
dengan rapi ↓
- Klien tampak kusam Defisit perawatan diri
- Gigi klien tampak kotor
- Pengeluaran lochea rubra

3. DS: Adanya sectio caesarea Gangguan


- Klien mengatakan tidak ↓ Mobilitas Fisik
mampu untuk melakukan Terputusnya kontinuitas (D.0054)
aktivitas seperti biasa jaringan
- Klien mengatakan belum ↓
mampu untuk berjalan dan Merangsang tubuh,
duduk terlalu lama mengeluarkan prostaglandin,
DO: histamine, serotonin
- Klien tampak lemah ↓
- Klien tampak dibantu Impuls dikirim ke thalamus
keluarga dalam bergerak korteks serebri
- Tampak aktivitas klien ↓
terbatas Nyeri

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan prosedur operasi ditandai dengan mengeluh
nyeri, meringis.
b. Defisit Perawatan Diri (D.0109) berhubungan dengan keterbatasan gerak ditandai dengan
tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri.
c. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
mengeluh sulit menggerakan ekstremitas.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
SLKI SIKI RASIONAL

29
D.0077 Nyeri Akut L.08066 Tingkat I.08238 Manajemen Tindakan:
b.d prosedur operasi Nyeri Nyeri
d.d mengeluh nyeri, Observasi:
meringis Setelah dilakukan Observasi: 1. Mengetahui
tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
selama 3x24 jam, lokasi, karakteristik,
masalah nyeri akut karakteristik, durasi,
diharapkan menurun durasi, frekuensi,
dan teratasi dengan frekuensi, kualitas, dan
indikator: kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri.
(4) nyeri. 2. Mengetahui
2. Meringis (4) 2. Identitas skala tingkat cedera
3. Skala nyeri nyeri yang
(4) 3. Identifikasi dirasakan
4. Kemampuan respon nyeri 3. Mengetahui
menuntaskan non verbal tingkat nyeri
aktivitas (4) 4. Identifikasi yang
5. TTV dalam faktor yang sebenarnya
batas normal memperberat 4. Mengurangi
dan faktor-faktor
meringankan yang dapat
nyeri memperparah
5. Identifikasi nyeri
pengetahuan 5. Mengetahui
dan keyakinan sejauh mana
tentang nyeri pemahaman
6. Identifikasi dan
pengaruh pengetahuan
budaya pasien
terhadap terhadap nyeri

30
respon nyeri yang
7. Identifikasi dirasakan
pengaruh 6. Budaya pasien
nyeri terhadap dapat
kualitas hidup mempengaruh
8. Monitor i bagaimana
keberhasilan mengartikan
terapi nyeri
komplementer 7. Mencegah
yang sudah terjadinya
diberikan penurunan
9. Monitor efek kualitas hidup
samping pasien
penggunaan 8. Mengetahui
analgetik sejauh mana
Terapeutik: kemajuan
1. Berikan teknik yang dialami
non- pasien setelah
farmakologis dilakukan
untuk terapi
mengurangi komplementer
rasa nyeri 9. Ketika timbul
2. Kontrol ciri-ciri
lingkungan abnormal pada
yang pasien, pasien
memperberat dapat
rasa nyeri menghentikan
3. Fasilitasi pemberian
istirahat dan obat analgetik
tidur itu sendiri.
4. Pertimbangka

31
n jenis dan Terapeutik:
sumber nyeri 1. Agar pasien
dalam mengetahui
pemilihan kondisinya
strategi dan
meredakan mempermuda
nyeri h perawatan
Edukasi: 2. Mengurangi
1. Jelaskan rasa nyeri
penyebab, yang
periode, dan dirasakan oleh
pemicu nyeri pasien dengan
2. Jelaskan menggunakan
strategi cara non-
meredakan farmakologis
nyeri 3. Nyeri yang
3. Anjurkan dirasakan
memonitor pasien tidak
nyeri secara menjadi lebih
mandiri buruk
4. Anjurkan 4. Kebutuhan
menggunakan tidur pasien
analgetik terpenuhi
secara tepat 5. Tindakan
5. Ajarkan yang
teknik non- diberikan
farmakologis sesuai dengan
untuk jenis nyeri dan
mengurangi sumber dari
rasa nyeri nyeri itu
sendiri serta

32
Kolaborasi: dapat
1. Kolaborasi mengurangi
pemberian rasa nyeri
analgetik jika yang
perlu dirasakan oleh
pasien.
Edukasi:
1. Pasien dapat
menghindari
penyebab dari
nyeri yang
dirasakan
2. Pasien dapat
meredakan
nyeri secara
mandiri ketika
sudah pulang
dari rumah
sakit
3. Ketika nyeri
yang
dirasakan oleh
pasien mulai
marah, pasien
dapat
memberitahu
keluarganya
atau bahkan
tenaga medis
agar
mendapatkan

33
penanganan
segera
4. Pasien dapat
menghilangka
n nyeri itu
sendiri dengan
menggunakan
obat analgetik
sesuai dengan
nyeri yang
dirasakan oleh
pasien.
Kolaborasi:
1. Agar nyeri
yang
dirasakan oleh
pasien dapat
dihilangkan
ataupun
dikurangi.

D.0109 Defisit L.11103 Perawatan I.11348 Dukungan Tindakan:


Perawatan Diri b.d Diri Perawatan Diri
kelemahan d.d tidak Observasi:
mampu Setelah dilakukan Observasi: 1. Mengetahui
mandi/mengenakan tindakan keperawatan 1. Identifikasi kebiasaan
pakaian/makan/ke selama 3x24 jam, kebiasaan aktivitas
toilet/berhias secara masalah perawatan aktivitas perawatan diri
mandiri diri diharapkan perawatan diri pasien
menurun dan teratasi sesuai usia 2. Mengetahui
dengan indikator: 2. Monitor tingkat

34
1. Kemampuan tingkat kemandirian
mandi (4) kemandirian pasien
2. Kemampuan 3. Identifikasi 3. Membantu
mengenakan kebutuhan alat pasien untuk
pakaian (4) bantu mengetahui
3. Kemampuan kebersihan alat bantu
ke toilet diri, kebersihan
(BAB/BAK) berpakaian, diri yang
(4) berhias, dan dibutuhkan
4. Mempertahan makan untuk
kan Terapeutik: berpakaian,
kebersihan 1. Sediakan berhias, dan
diri (5) lingkungan makan.
5. Mempertahan yang Terapeutik:
kan terapeutik 1. Agar pasien
kebersihan (mis: suasana dapat merasa
mulut (5) hangat, rileks, aman dan
privasi) nyaman
2. Siapkan 2. Perawatan diri
keperluan pasien dapat
pribadi (mis: terpenuhi
parfum sikat 3. Melihat
gigi, dan kemampuan
sabun mandi) pasien untuk
3. Dampingi melakukan
dalam perawatan diri
melakukan 4. Mendorong
perawatan diri pasien untuk
sampai melakukan
mandiri perawatan diri
4. Fasilitasi

35
untuk secara mandiri
menerima 5. Mengajarkan
keadaan pasien untuk
ketergantunga menerima
n bantuan ketika
5. Fasilitasi diperlukan
kemandirian, 6. Membantu
bantu jika pasien untuk
tidak mampu menerapkan
melakukan perawatan diri
perawatan diri ke dalam
6. Jadwalkan kehidupan
rutinitas sehari-hari
perawatan diri Edukasi:
Edukasi: 1. Pasien dapat
1. Anjurkan terbiasa
melakukan melakukan
perawatan diri perawatan diri
secara secara mandiri
konsisten
sesuai
kemampuan

D.0054 Gangguan L.05042 Mobilitas I.05173 Dukungan Tindakan:


Mobilitas Fisik b.d Fisik Meningkat Mobilisasi
nyeri d.d mengeluh Observasi:
sulit menggerakan Setelah dilakukan Observasi: 1. Memastikan
ekstremitas tindakan keperawatan 1. Identifikasi evaluasi
selama 3x24 jam, adanya nyeri menyeluruh
masalah gangguan atau keluhan terhadap
mobilitas fisik fisik lainnya pasien,

36
diharapkan menurun 2. Identifikasi termasuk
dan teratasi dengan toleransi fisik pengamatan
indikator: melakukan terhadap nyeri
1. Pergerakan pergerakan atau keluhan
ekstremitas 3. Monitor fisik lain yang
meningkat (4) frekuensi mungkin
2. Kekuatan otot jantung dan memengaruhi
meningkat (4) tekanan darah mobilitas.
3. Rentang gerak sebelum 2. Membantu
(ROM) memulai dalam
meningkat (4) mobilisasi memilih dan
4. Monitor menyesuaikan
kondisi umum program
selama mobilisasi
melakukan yang sesuai
mobilisasi 3. Memberikan
Terapeutik: dasar data
1. Fasilitasi klinis sebelum
aktivitas memulai
mobilisasi mobilisasi,
dengan alat memastikan
bantu (mis: pasien
pagar tempat memenuhi
tidur) kriteria
2. Fasilitasi keamanan
melakukan untuk aktivitas
pergerakan, fisik.
jika perlu 4. Memantau
3. Libatkan TTV dan
keluarga respon pasien
untuk selama

37
membantu mobilisasi
pasien dalam Terapeutik:
meningkatkan 1. Untuk
pergerakan meningkatkan
Edukasi: keamanan dan
1. Jelaskan kemandirian
tujuan dan pasien selama
prosedur mobilisasi.
mobilisasi 2. Membantu
2. Anjurkan pasien secara
melakukan langsung
mobilisasi dini dalam
3. Ajarkan melakukan
mobilisasi pergerakan
sederhana untuk
yang harus memastikan
dilakukan keamanan dan
(mis: duduk di pencegahan
tempat tidur, cedera.
duduk di sisi 3. Membantu
tempat tidur, pasien dalam
pindah dari meningkatkan
tempat tidur pergerakan.
ke kursi) Edukasi:
1. Memberikan
pengetahuan
dan
pemahaman
kepada pasien
dan keluarga
mengapa

38
mobilisasi itu
penting
2. Untuk
memulai
aktivitas fisik
secepat
mungkin
untuk
mencegah
komplikasi
3. Membantu
pasien dalam
perawatan
dirinya sendiri

4. Implementasi & Evaluasi Keperawatan

No. Hari/ No.Diagnosa Implementasi / Evaluasi respon


Tanggal Tindakan (SOAP)
Waktu Keperawatan

1. Jumat/7 Mei D.0077 Nyeri Akut Data S: Klien mengatakan


2014 b.d prosedur operasi Ds: Klien mengatakan masih nyeri
d.d mengeluh nyeri, nyeri di bagian
meringis abdomen - P: saat gerak dan
batuk
- P: saat gerak dan - Q : seperti
batuk ditusuk tusuk
- Q : Seperti - R: Abdomen
ditusuk - tusuk - S: Skala 6
- R: Abdomen - T : Hilang datang

39
- S: Skala
- T: Hilang datang O:
- Klien melakukan
Do: teknik relaksasi
- Klien meringis nafas dalam
kesakitan - Klien telah
- Klien tampak menghindari
mencari posisi suara kebisingan
pereda nyeri - Setelah diberikan
obat analgetik
TTV - Nyeri berkurang
TD : 100/70 mmHg sedikit
N: 86 x/m
S: 36,6 'C TTV
RR: 20 x/m TD: 100/70 mmHg
N: 80 x/m
Action S: 36,5 °C
- Mengidentifikasi RR: 20 x/m
, lokasi,
karakteristik, A : Masalah belum
frekuensi, teratasi
kualitas, P: Lanjutkan Intervensi
intensitas nyeri
- Mengajarkan
teknik relaksasi
nafas dalam
- Mengontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
- Kolaborasi

40
pemberian
analgetik

Respon
D.0109 Defisit Rs: Klien mengatakan S: Klien mengatakan
Perawatan Diri b.d nyeri berkurang sedikit tidak mampu melakukan
kelemahan d.d tidak aktivitas perawatan diri
mampu - P: saat gerak dan secara mandiri
mandi/mengenakan batuk
pakaian/makan/ke - Q: seperti di O:
toilet/berhias secara tusuk-tusuk - Klien tampak
mandiri - R: Abdomen ketergantungan
- S : Skala 6 kepada orang lain
- Klien tidak
Observasi mampu
1. Mengidentifikasi menggunakan
kebiasaan alat kebersihan
aktivitas diri, berpakaian,
perawatan diri berhias, dan
sesuai usia makan dengan
2. Memonitor benar
tingkat
kemandirian A: Defisit perawatan diri,
3. Mengidentifikasi tujuan belum terlaksana
kebutuhan alat
bantu kebersihan P: Melanjutkan
diri, berpakaian, memonitor pasien
berhias, dan dengan teratur
makan

41
Terapeutik
1. Menyediakan
lingkungan yang
terapeutik (mis:
suasana hangat,
rileks, privasi)
2. Memfasilitasi
untuk menerima
keadaan
ketergantungan
3. Memfasilitasi
kemandirian,
bantu jika tidak
mampu
melakukan
perawatan diri

Edukasi
1. Menganjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan

1. Mengidentifikasi
D.0054 Gangguan adanya nyeri S : Pasien mengeluh sakit
Mobilitas Fisik b.d atau keluhan ketika berjalan
nyeri d.d mengeluh fisik lainnya
sulit menggerakan 2. Mengidentifikasi O : Pasien menyeringai

42
ekstremitas toleransi fisik sakit ketika berjalan
saat melakukan
mobilisasi A : Masalah belum
3. Memonitori teratasi diharapkan
kondisi umum mobilisasi fisik
selama meningkat
melakukan
mobilisasi P:
4. Melibatkan - Memfasilitasi
keluarga untuk aktivitas
membantu mobilisasi dengan
pasien dalam bantuan
meningkatkan - Melibatkan
mobilisasi keluarga untuk
5. Mengajarkan membantu pasien
mobilisasi dalam
sederhana yang meningkatkan
harus dilakukan mobilisasi
6. Memfasilitasi - Serta Intervensi
aktivitas dilanjutkan
mobilisasi
dengan bantuan

2. Sabtu/ 8 D.0077 Nyeri Akut Data S: Klien mengatakan


Mei 2014 b.d prosedur operasi Ds: Klien mengatakan nyeri berkurang sedikit
d.d mengeluh nyeri, nyeri di bagian
meringis abdomen - P: saat gerak dan
batuk

43
- P: saat gerak dan - Q : seperti
batuk ditusuk-tusuk
- Q : seperti - R: Abdomen
ditusuk-tusuk - S: skala 5
- R : Abdomen - T: Hilang datang
- S: skala 5
- T: Hilang datang O:
- Klien tampak
Do: lebih tenang
- Klien meringis sedikit
kesakitan - Klien mampu
- Klien tampak melakukan teknik
mencari posisi relaksasi nafas
pereda nyeri dalam
- Setelah diberikan
TTV obat analgetik
Td: 110 / 70 mmhg - Nyeri berkurang
N: 84 x/m sedikit
S: 36.0 °C
RR: 20 x/m TTV
Td : 110/70 mmhg
Action N : 80x/m
- Mengidentifikasi S : 36.0
, lokasi, RR : 20x/m
karakteristik,
frekuensi, A : Masalah teratasi
kualitas, sebagian
intensitas nyeri
- Mengajarkan P : Lanjutkan Intervensi
teknik relaksasi

44
nafas dalam
- Mengontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
- Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
(D.0109) Defisit
Perawatan Diri b.d Respon S: Klien mengatakan
kelemahan d.d tidak Rs: Klien mengatakan tidak mampu melakukan
mampu mandi nyeri berkurang sedikit aktivitas perawatan diri
/mengenakan secara mandiri
pakaian/makan/ - P: saat gerak dan
Ke toilet/berhias batuk O:
secara mandiri. - Q : seperti - Klien tampak
ditusuk-tusuk ketergantungan
- R: Abdomen kepada orang lain
- Klien tidak
Observasi mampu
1. Mengidentifikasi menggunakan
kebiasaan alat kebersihan
aktivitas diri, berpakaian,
perawatan diri berhias, dan
sesuai usia makan secara
2. Memonitor mandiri
tingkat
kemandirian A: Defisit perawatan diri,
3. Mengidentifikasi tujuan belum terlaksana
kebutuhan alat
bantu kebersihan P: Melanjutkan

45
diri, berpakaian, memonitor pasien
berhias, dan dengan teratur
makan

Terapeutik
1. Menyediakan
lingkungan yang
terapeutik (mis:
suasana hangat,
rileks, privasi)
2. Memfasilitasi
untuk menerima
keadaan
ketergantungan
3. Memfasilitasi
kemandirian,
bantu jika tidak
mampu
melakukan
perawatan diri

Edukasi
1. Menganjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan

D.0054 Gangguan 1. Mengidentifikasi S: Pasien mengeluh rasa


Mobilitas Fisik b.d adanya nyeri sakit sedikit berkurang

46
nyeri d.d mengeluh atau keluhan saat mobilisasi
sulit menggerakan fisik lainnya
ekstremitas 2. Mengidentifikasi O: Pasien menyeringai
toleransi fisik sakit saat mobilisasi
saat melakukan
mobilisasi A: Masalah teratasi
3. Memonitori sebagian diharapkan
kondisi umum mobilisasi fisik
selama meningkat
melakukan
mobilisasi P:
4. Melibatkan - Memfasilitasi
keluarga untuk aktivitas
membantu mobilisasi dengan
pasien dalam alat bantu (mis.
meningkatkan tongkat, kruk)
mobilisasi - Melibatkan
5. Mengajarkan keluarga untuk
mobilisasi membantu pasien
sederhana yang dalam
harus dilakukan meningkatkan
6. Memfasilitasi mobilisasi
aktivitas - Serta Intervensi
mobilisasi dilanjutkan
dengan bantuan

3. Minggu/ 9 D.0077 Nyeri Akut Data S: Klien mengatakan


Mei 2014 b.d prosedur operasi Ds: Klien mengatakan nyeri berkurang di
d.d mengeluh nyeri, nyeri di bagian bagian abdomen
meringis abdomen

47
- P: saat gerak dan
- P: saat gerak dan batuk
batuk - Q : seperti
- Q : seperti ditusuk-tusuk
ditusuk-tusuk - R: abdomen
- R: Abdomen - S : skala 3
- S: skala 3 - T : Hilang datang
- T: Hilang datang
O:
Do : - Klien tampak
- Klien tampak lebih tenang
gelisah sedikit
- Klien meringis - Klien mampu
melakukan tekni
TTV relaksasi nafas
Td: 120/80 mmHg dalam
S: 36,6 'C - Setelah diberikan
N: 90 x/m obat nyeri
RR: 20 x/m berkurang sedikit

Action TTV
- Mengidentifikasi TD: 120/80 mmhg
, lokasi, S: 36,6 °C
karakteristik, N: 90 x/m
frekuensi, RR: 20 x/m
kualitas,
intensitas nyeri A: Masalah teratasi
- Mengajarkan
teknik relaksasi P: Hentikan Intervensi
nafas dalam
- Mengontrol

48
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
- Kolaborasi
pemberian obat
analgetik

Respon
(D.0109) Defisit Rs: Klien mengatakan S: Klien mengatakan
Perawatan Diri b.d nyeri berkurang sedikit mampu melakukan
kelemahan d.d tidak aktivitas perawatan diri
mampu mandi - P: saat gerak dan secara mandiri
/mengenakan batuk
pakaian/makan/ - Q : seperti O:
Ke toilet/berhias ditusuk-tusuk - Klien tampak
secara mandiri. - R : abdomen tidak
- S : skala 3 ketergantungan
- T : Hilang kepada orang lain
datang - Klien mampu
secara perlahan
Observasi menggunakan
1. Mengidentifikasi alat kebersihan
kebiasaan diri, berpakaian,
aktivitas berhias, dan
perawatan diri makan dengan
sesuai usia benar
2. Memonitor
tingkat A: Defisit perawatan
kemandirian diri, tujuan terlaksana
3. Mengidentifikasi
kebutuhan alat P: Memonitor pasien

49
bantu kebersihan dengan teratur
diri, berpakaian,
berhias, dan
makan

Terapeutik
1. Menyediakan
lingkungan yang
terapeutik (mis:
suasana hangat,
rileks, privasi)
2. Memfasilitasi
untuk menerima
keadaan
ketergantungan
3. Memfasilitasi
kemandirian,
bantu jika tidak
mampu
melakukan
perawatan diri

Edukasi
1. Menganjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan

1. Mengidentifikasi

50
adanya nyeri
atau keluhan S: Pasien mengatakan
D.0054 Gangguan fisik lainnya rasa sakit berkurang saat
Mobilitas Fisik b.d 2. Mengidentifikasi mobilisasi
nyeri d.d mengeluh toleransi fisik
sulit menggerakan saat melakukan O: Pasien mampu
ekstremitas mobilisasi mobilisasi fisik dengan
3. Memonitori bantuan keluarga
kondisi umum
selama A: Masalah teratasi
melakukan sebagian diharapkan
mobilisasi mobilisasi fisik
4. Melibatkan meningkat
keluarga untuk
membantu P:
pasien dalam - Memfasilitasi
meningkatkan aktivitas
mobilisasi mobilisasi dengan
5. Mengajarkan alat bantu (mis.
mobilisasi tongkat, kruk)
sederhana yang - Melibatkan
harus dilakukan keluarga untuk
6. Memfasilitasi membantu pasien
aktivitas dalam
mobilisasi meningkatkan
dengan bantuan mobilisasi
- Serta Intervensi
dilanjutkan

51
BAB IV

TINJAUAN LITERATUR

Judul/Topik Artikel PENGARUH TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF

52
TERHADAP NYERI PADA KLIEN POST SECTIO
CAESAREA

Jurnal Jurnal Kesehatan dr. Soebandi

Volume dan Halaman Vol. 8, No. 2

Tahun Terbit September 2020

Penulis 1. Andria Pragholapati, dari Program Studi Keperawatan,


FPOK, Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
2. Heni Tresnawati, dari RSUD Kota Bandung, Indonesia
3. Inggrid Dirgahayu, dari Program Studi S1 Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana Bandung, Indonesia

Isi (5W+1H) Jurnal ini meneliti tentang dampak rasa nyeri yang dirasakan
What (APA?) oleh klien post partum, penatalaksanaan nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri dapat berupa teknik relaksasi otot progresif.

When (Kapan?) Jurnal ini tidak menjelaskan secara tepat kapan penelitian
dilakukan tetapi jurnal ini dipublikasikan pada tanggal 29
September 2020.

Where (Dimana?) Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Bandung.

Who (Siapa?) Jurnal ini ditulis oleh Andria Pragholapati, Heni Tresnawati dan
Inggrid Dirgahayu yang melakukan penelitian pada 20 ibu post
sectio caesarea di RSDU Kota Bandung.

Why (Kenapa?) Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik
relaksasi otot progresif terhadap nyeri pada klien post sectio
caesarea di RSUD Kota Bandung.

How (Bagaimana?) a. Pendahuluan


Penyebab kematian ibu yang utama adalah Perdarahan

53
yang dapat terjadi sebelum maupun sesudah anak lahir,
adanya faktor penyulit saat persalinan berupa adanya
komplikasi kehamilan, disproporsi sefalopelvik, partus
lama, ruptur uteri, cairan ketuban yang tidak normal, ibu
dengan panggul sempit dan sebagainya. Upaya untuk
menyelamatkan ibu dan bayi saat persalinan akibat fakrot
penyulit diatas adalah salah satunya dengan dilakukannya
tindakan sectio caesarea. Dampak negatif diantaranya
adanya rasa nyeri, kelemahan, gangguan integritas kulit,
nutrisi kurang dari kebutuhan, risiko infeksi dan sulit
tidur, tetapi dampak yang paling sering dirasakan yaitu
rasa nyeri akibat efek pembedahan. Pengendalian nyeri
dapat dilakukan secara farmakologi dan non farmakologi.
Teknik farmakologi adalah dengan cara pemberian
analgesic seperti paracetamol, asam mefanamat dan
ibuprofen sedangkan metode nonfarmakologi merupakan
pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut
diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung dalam beberapa detik atau menit.

Salah satu metode nonfarmakologi yaitu relaksasi otot


progresif adalah terapi relaksasi dengan gerakan
mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu
waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara
fisik.Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara
progresif kelompok otot ini dilakukan secara berturut-
turut. Tujuan dari relaksasi otot progresif adalah untuk
mengurangi konsumsi oksigen tubuh,laju metabolisme
tubuh, laju pernafasan, ketegangan otot,kontraksi
ventikuler premature dan tekanan darah sistolik serta
gelombang alpha otak. Teknik relaksasi otot progresif ini

54
dapat mengurangi stres dan mencapai keadaan relaksasi
yang mendalam(Greenberg,2013). Hal ini akan
meningkatkan kekebalan tubuh dan rasa tenang sehingga
tubuh akan melakukan pelepasan endorphin yang
merupakan pereda rasa sakit dan dapat menciptakan
perasaan nyaman.

b. Metode
peneliti menggunakan metode penelitian pre-eksperimen
dengan pendekatan One Group Pretest-Posttest Design
dengan pretest dan setelah pemberian perlakuan diadakan
pengukuran kembali. Pengukuran pretest dan post test
dilakukan dengan menggunakan instrumen NRS
(Numeric Rating Scale) untuk mengukur skala nyeri.
Metode ini dipergunakan untuk mendapat suatu
kesimpulan mengenai pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post partum
dengan sectio caesarea. Populasi dalam penelitian ini
adalah 20 pasien post partum dengan sectio caesarea yang
menjalani rawat inap di RSUD Kota Bandung.

c. Hasil
-Tingkat nyeri sebelum dilakukan relaksasi otot progresif
lebih dari setengahnya responden berada pada skala nyeri
6 (65%), dimana skala ini termasuk ke dalam nyeri
sedang.
-Tingkat nyeri sesudah dilakukan relaksasi otot progresif
hampir setengahnya dari responden berada pada skala
nyeri 3 dan 4 (40%), dimana skala ini termasuk ke dalam
nyeri ringan dan sedang.
-Pengaruh teknik telaksasi otot progresif terhadap nyeri

55
post sectio caesarea di RSUD Kota Bandung dengan
responden 20 ibu post sectio caesarea yang diberikan
selama 15-20 menit didaptkan hasil yang menunjukan
adanya pengaruh yang bermakna pemberian teknik
relaksasi otot progresif terhadap nyeri pada klien.

d. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20
ibu post sectiocaesare di RSUD Kota Bandung dapat
disimpulkan sebelum diberikan latihan teknik relaksasi
otot progresif skala nyeri dalam skala nyeri sedang
dengan nilai 5-6 dimana rasa nyeri ini mengganggu, tidak
nyaman,merepotkan dan dapat melakukan sebagian
aktivitas dengan waktu istirahat, adapun sesudah
diberikan latihan teknik relaksasi otot progresif skala
nyeri responden mengalami penurunan dengan skala
nyeri 2-5 yang termasuk kategori nyeri ringan dan
sedang.Teknik relaksasi otot progresif berpengaruh
terhadap nyeri akibat luka post sectio caesarea
berkurangnya nyeri yang dialami ibu post sectio caesarea.

56
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

57
Sectio caesarea adalah suatu prosedur tindakan operasi melahirkan dengan insisi pada dinding
abdomen dan uterus. Meskipun memberikan dampak positif dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin, sectio caesarea juga dapat menimbulkan dampak negatif seperti rasa
nyeri, gangguan integritas kulit, dan risiko infeksi. Jenis-jenis sectio caesarea, seperti insisi
abdominal dan insisi uterus, memberikan pilihan yang berbeda dengan pertimbangan estetika,
aksesibilitas, dan risiko komplikasi. Indikasi untuk melakukan sectio caesarea mencakup faktor
janin dan ibu, seperti ukuran bayi yang terlalu besar, kelainan letak janin, atau masalah kesehatan
ibu. Sementara itu, kontraindikasi sectio caesarea melibatkan kondisi-kondisi seperti janin
meninggal, syok, atau kurangnya fasilitas untuk operasi. Dampak persalinan sectio caesarea
melibatkan respon stres, penurunan pertahanan tubuh, penurunan fungsi sirkulasi, dan pengaruh
terhadap harga diri dan gambaran diri. Manifestasi klinis pasca sectio caesarea melibatkan
kehilangan darah, pemasangan kateter, dan perubahan dalam aliran lokhia. Penatalaksanaan
mencakup perawatan luka insisi, pemantauan cairan, pengelolaan nyeri, dan promosi mobilisasi
pasien. Komplikasi yang mungkin terjadi termasuk infeksi, perdarahan, luka pada kandung
kemih, serta dampak pada bayi seperti kesulitan mengASIhi dan risiko penyakit infeksi.

Secara keseluruhan, pemahaman mendalam mengenai sectio caesarea, indikasi, penatalaksanaan,


dan potensi komplikasi sangat penting bagi perawat dalam memberikan asuhan yang optimal
bagi pasien yang menjalani prosedur ini.

5.2 Saran
Untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada sectio caesarea melibatkan pemahaman yang
mendalam tentang indikasi, pemilihan jenis sayatan, dan manajemen komplikasi potensial.
Pelibatan perawat dalam memberikan dukungan emosional dan edukasi kepada ibu sebelum,
selama, dan setelah operasi sangat penting. Pengelolaan nyeri pasca operasi dan pencegahan
komplikasi, seperti infeksi, perlu menjadi fokus utama.

Pentingnya kolaborasi antara tim perawatan kesehatan, termasuk dokter anestesi dan dokter
anak, juga harus ditekankan untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan ibu serta bayi.
Edukasi kepada ibu tentang perawatan luka, mobilisasi postoperatif, dan peran aktif dalam proses
penyembuhan dapat meningkatkan pemulihan pasca sectio caesarea.

58
DAFTAR PUSTAKA

59
Haniel. (2013). Cytokines and The Skin Barrier. Diakses dari: http://www.mdpi.com/1422-
0067/14/4/6720/pdf. Pada tanggal 26 September 2019.

Hidayat, A.A. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: salemba Medika.

Karjatin, A. (2016). Keperawatan Maternitas. Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kesehatan Badan Pengambangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan :
Kementrian RI

Liu, D. (2007). Manual Persalinan. Jakarta : EGC

Maryanani. (2015). Asuhan Keperawatan Intra Operasi di Kamar Bedah. Jakarta. Timur: Cv.
Trans Info Media.

Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi ketiga.
Jakarta : EGC.

Nursalam. (2001). Proses dan dokumentasi keperawatan: konsep dan praktik. (Edisi 1). Jakarta:
Salemba Medika

Oxorn, H & William R, Forte. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Persalinan. Yogyakarta:
Yayasan Esentia Medika.

Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI ( 2016 ).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia & Definisi dan indikator diagnostik:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

Pragholapati, A., Tresnawati, H., & Dirgahayu, I. (2020). PENGARUH TEKNIK RELAKSASI
OTOT PROGRESIF TERHADAP NYERI PADA KLIEN POST SECTIO CAESAREA. LP3M
STIKES dr. Soebandi Jember

60
Rasjidi, I. (2009). Manual Sectio Caesarea & Laparatomi Kelainan Adneksa Berdasarkan
Evidence Based. Jakarta: Sagung Seto.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8,
Vol. 1,2). Jakarta : EGC

Solehati, T & Kosasih CE. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan
Maternitas. Bandung : PT Refika Aditama

61
LAMPIRAN

62

Anda mungkin juga menyukai