Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

MANAJEMEN LABORATORIUM

Keselamatan Kerja di Laboratorium

Identitas Mahasiswa:

Nama: Izzudin Ali Yafi


NRP: 5001211026

Dosen Pengampu:

Faridawati, M. Si.

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER (ITS)


SURABAYA
2023
1
ABSTRAK

Kegiatan di laboratorium adalah serangkaian tindakan eksperimental, penelitian, atau


pengujian yang dilakukan dalam lingkungan laboratorium untuk tujuan ilmiah atau penelitian.
Hal ini bisa mencakup pengumpulan data, analisis sampel, percobaan kimia, biologi, fisika, atau
penelitian dalam berbagai disiplin ilmu lainnya. Segala kegiatan di laboratorium tidak dapat
terlepas dari penggunaan alat dan bahan eksperimen. Penggunaan alat atau instrumen dan bahan
dapat mengakibatkan kecelakaan jika pengguna laboratorium tidak memahami secara tepat tata
cara penggunaannya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa laboratorium selain sebagai tempat
eksperimen, juga merupakan tempat dengan potensi kecelakaan kerja. Kecelakaan di
laboratorium bisa terjadi akibat kurangnya pengawasan, pengguna laboratorium kurang
memahami bahaya dan cara menangani ketika terjadi kecelakaan, hal ini bisa berdampak fatal
pada praktikan, lingkungan sekitar dan orang-orang yang bekerja di laboratorium. Untuk
mengurangi peluang terjadinya kecelakaan kerja, diperlukan adanya pemahaman mengenai
keselamatan kerja di laboratorium. Dalam praktiknya, pemahaman mengenai keselamatan kerja
ini diterapkan dalam panduan Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan lab.
Pemahaman mengenai keselamatan kerja di laboratorium ini dapat ditinjau terdiri dari
pemahaman mengenai faktor apa saja yang mengakibatkan kecelakaan kerja, pemahaman
mengenai cara menyimpan alat dan bahan dengan benar di laboratorium, pemahaman mengenai
bahan yang bersifat 3B (berbau, beracun, dan berbahaya), serta pemahaman mengenai
perlengkapan pelindung diri saat bekerja di laboratorium. Pemahaman-pemahan tersebut saling
terhubung dan harus dijalankan secara bersama dan menyeluruh agar keselamatan kerja di
laboratorium dapat tercapai. Apabila para praktikan ataupun laboran tidak memahami ataupun
tidak menerapkannya secara bersamaan, maka akan meningkatkan peluang terjadinya
kecelakaan kerja di laboratorium.

2
DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Pembahasan ..................................................................................................................... 4
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
2.1 Potensi Bahaya dan Sumber Terjadinya Kecelakaan Laboratorium ............................................. 5
2.2 Prinsip dan Cara Penyimpanan Alat dan Bahan di Laboratorium ................................................ 5
2.3 Bahan Kimia dan Bahan bersifat B3 (Berbau, beracun, dan berbahaya) ...................................... 7
2.4 Perlengkapan Pelindung Diri di Laboratorium ............................................................................. 9
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam laboratorium, kita sering menemukan bahan-bahan kimia dengan sifat
tertentu, barang pecah belah, dan bahan lain yang memerlukan perhatian khusus mengenai cara
peletakannya agar tidak membahayakan pemakainya. Penggunaan bahan-bahan dan peralatan ini
bisa mengakibatkan risiko kecelakaan kerja. Biasanya, kecelakaan kerja terjadi akibat kelalaian
atau ketidaksengajaan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya
kecelakaan ini dengan mengedukasi dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya
Keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan laboratorium. Keselamatan dan kesehatan kerja
di laboratorium memerlukan perhatian khusus. Definisi dari keselamatan dan kesehatan sendiri
merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pengguna
diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman
jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan aspek yang penting dalam melindungi
pekerja dengan menggunakan teknologi untuk mengendalikan segala faktor yang berpotensi
membahayakan mereka. Upaya pengendalian ini juga ditujukan kepada sumber-sumber yang
berpotensi menimbulkan penyakit akibat jenis pekerjaan tertentu, serta untuk mencegah
kecelakaan dan mengoptimalkan keselarasan peralatan kerja, mesin, instrumen, dan karakteristik
individu yang melaksanakan pekerjaan, serta individu yang berada di sekitarnya. Dengan
menerapkan teknologi pengendalian dalam keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan pekerja
akan mencapai tingkat ketahanan fisik, kinerja yang lebih baik, dan kondisi kesehatan yang
optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukannya kajian tentang persyaratan yang harus dipenuhi
laboratorium agar sesuai dengan aspek keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diangkat dalam makalah Keselamatan Kerja di Laboratorium
adalah sebagai berikut.
1. Apa definisi dan manfaat dari adanya konsep keselamatan kerja di laboratorium?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja di laboratorium?
3. Bagaimana tindakan preventif untuk menghindari kecelakaan kerja di laboratorium?

1.3 Tujuan Pembahasan


Tujuan pembahasan yang diangkat dalam makalah Keselamatan Kerja di Laboratorium
adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui definisi dan manfaat dari adanya keselamatan kerja di laboratorium.
2. Mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium.
3. Mengetahui tindakan preventif untuk menghindari kecelakaan kerja di laboratorium.

4
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Potensi Bahaya dan Sumber Terjadinya Kecelakaan Laboratorium


Dalam pekerjaan di laboratorium, terdapat bahaya-bahaya tertentu yang dapat terjadi,
misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik maupun gelas yang digunakan
secara rutin. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam laboratorium dapat digolongkan
yakni bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak, bahan
bersifat beracun ataupun korosif, bahaya radiasi, luka bakar, syok akibat aliran listrik, luka sayat
akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam, serta bahaya infeksi dari virus atau parasit.
Pada umumnya, risiko-risiko tersebut dapat diminimalkan melalui tindakan-tindakan
pengamanan, seperti memberikan penjelasan, menetapkan peraturan, dan mengedepankan
disiplin kerja. Beberapa insiden yang pernah terjadi di laboratorium dapat menjadi pelajaran
berharga bagi setiap individu untuk meningkatkan kesadaran dan kehati-hatannya saat bekerja
di lingkungan laboratorium. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan laboratorium harus
diperlakukan dengan hati-hati sesuai dengan sifat dan karakteristiknya. Kesalahan dalam
mengangkut, menggunakan, dan menyimpan alat serta bahan di laboratorium dapat
mengakibatkan kerusakan pada alat dan bahan, potensi terjadinya kecelakaan kerja, dan dapat
menimbulkan risiko penyakit. Cara yang benar dalam merawat alat dan bahan di lingkungan
laboratorium dapat berpengaruh pada tingkat keberhasilan dan kelancaran pelaksanaan kegiatan
tersebut.
Adapun terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium disebabkan oleh faktor-faktor
berikut ini.
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia dan proses-
proses serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan
di laboratorium.
2. Kurang jelasnya petunjuk kegiatan laboratorium dan juga kurangnya pengawasan
yang dilakukan selama melakukan kegiatan laboratorium.
3. Kurangnya bimbingan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan
laboratorium.
4. Kuranganya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan
pelindung kegiatan laboratorim.
5. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau
menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai.
6. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan. Terjadinya kecelakaan di
laboratorium dapat dikurangi sampai tingkat paling minimal jika setiap orang yang
menggunakan laboratorium mengetahui tanggung jawabnya.
7. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus
ditaati.

2.2 Prinsip dan Cara Penyimpanan Alat dan Bahan di Laboratorium


Peralatan laboratorium juga dapat mendatangkan bahaya bila cara menggunakannya
tidak tepat. Contoh sederhana yaitu cara memegang botol reagen, label pada botol tersebut harus
dilindungi dengan tangan, karena label bahan tersebut mudah rusak kena cairan yang keluar dari
botol ketika memindahkan isi botol tersebut. Banyak peralatan laboratorium terbuat dari gelas,
bahan gelas tersebut mudah pecah dan pecahannya dapat melukai tubuh. Khususnya bila
memasukkan pipa gelas kedalam propkaret, harus digunakan sarung tangan untuk melindungi
tangan dari pecahan kaca.

5
Dalam memahami keselamat kerja di laboratorium, para laboran harus memahami
prinsip dan cara penyimpanan alat untuk menghindari potensi bahaya yang dapat disebabkan
oleh lalainya laboran dalam menggunakan suatu alat. Penempatan alat dan bahan di laboratorium
dikelompokkan berdasarkan kegunaan dan sifat dari alat tersebut. Sebagai contoh untuk alat di
laboratorium Fisika, Kimia, atau Biologi, pengolompokan alat disusun seperti berikut.
Pengelompokan alat-alat di laboratorium Fisika biasanya berdasarkan pokok bahasannya seperti:
topik kinematika dan dinamika (fletcher trolley, gerak jatuh bebas, bandul matematis dan bandul
fisis), topik termodinamika (percoaan hukum Joule), topik gelombang dan optik (getaran
teredam, percobaan difraksi, dan interferensi), topik elektronika (percobaan hukum Ohm, hukum
Kirchoff, dan rangkaian listrik yang lain). Pengelompokan alat-alat di laboratorium Biologi
menurut golongan percobaannya, seperti: topik Anatomi, topik Fisiologi, topik Ekologi dan
Morfologi. Pengelompokan alat-alat di laboratorium Kimia berdasarkan bahan pembuat alat
tersebut seperti: logam, kaca, porselen, plastik dan karet.
Selain pengelompokan tersebut, penempatan alat di laboratorium secara umum harus
memperhatikan hal-hal berikut.
1. Mikroskop disimpan dalam lemari terpisah dengan zat higroskopis dan dipasang
lampu yang selalu menyala untuk menjaga agar udara tetap kering dan mencegah
tumbuhnya jamur.
2. Alat-alat yang terdiri dari beberapa komponen dan menjadi satu set,
penyimpanannya harus dalam bentuk set yang tidak terpasang untuk menghindari
bongkarnya susunan komponen dan menghindari hilangnya komponen.
3. Terdapat alat yang harus disimpan berdiri, misalnya higrometer, neraca lengan dan
beaker glass.
4. Alat yang memiliki bobot relatif berat, disimpan pada tempat yang tingginya tidak
melebihi tinggi bahu.
5. Zat kimia beracun harus disimpan dalam lemari terpisah dan terkunci, zat kimia yang
mudah menguap harus disimpan di ruangan terpisah dengan ventilasi yang baik.
6. Penyimpanan zat kimia harus diberi label dengan jelas dan disusun menurut abjad.

Penyimpanan bahan-bahan di laboratorium tidak boleh dilakukan secara sembarangan.


Peletakan bahan-bahan tersebut harus memenuhi kaidah-kaidah berikut untuk
mengelompokkannya berdasarkan sifat dari bahan tersebut.
1. Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastik.
Sedangkan bahan yang dapat bereaksi dengan plastik sebaiknya disimpan dalam
botol kaca.
2. Bahan yang dapat berubah ketika terkena sinar matahari langsung, sebaiknya
disimpan dalam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup. Sedangkan bahan
yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dalam disimpan dalam
botol berwarna bening.
3. Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan lainnya.
4. Penyimpanan bahan sebaiknya dalam botol induk yang berukuran besar dan dapat
pula menggunakan botol berkran. Pengambilan bahan kimia dari botol sebaiknya
secukupnya saja sesuai kebutuhan praktikum pada saat itu. Sisa bahan praktikum
disimpam dalam botol kecil, jangan dikembalikan pada botol induk. Hal ini untuk
menghindari rusaknya bahan dalam botol induk karena bahan sisa praktikum
mungkin sudah rusak atau tidak murni lagi.
5. Bahan disimpan dalam botol yang diberi simbol karakteristik masing-masing bahan.

6
2.3 Bahan Kimia dan Bahan bersifat B3 (Berbau, beracun, dan berbahaya)
Pada dasarnya, setiap bahan kimia bersifat berbahaya, namun praktikan tidak perlu
merasa takut bekerja dengan bahan kimia bila telah mengetahui cara yang tepat untuk
menanggulanginya. Adapun yang dimaksud berbahaya ialah dapat menyebabkan terjadinya
kebakaran, mengganggu kesehatan, menyebabkan sakit atau luka, merusak, menyebabkan korosi
dsb. Jenis bahan kimia berbahaya dapat diketahui dari label yang tertera pada kemasannya. Dari
data tersebut, tingkat bahaya bahan kimia dapat diketahui dan upaya penanggulangannya harus
dilakukan bagi mereka yang menggunakan bahan-bahan tersebut. Terkadang, terdapat dua atau
tiga tanda bahaya pada satu jenis bahan kimia, itu berarti kewaspadaan orang yang bekerja
dengan bahan tersebut harus lebih ditingkatkan. Bahan kimia dapat diklasifikasikan berdasarkan
bahan B3 (berbau, berbahaya, dan beracun). Adapun klasifikasi bahan kimia B3 adalah sebagai
berikut.
1. Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan stand r (25 °C,
760 mmHg) dapat meledak atau melalui reak si kimia dan atau fisika dapat mengha
silkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak ling
kungan di sekitarnya.
2. Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama atau
lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
3. Sangt mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan cairan
yang memiliki titik yala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah atau sama
dengan 35 °C.
4. Sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik nyala 0-
21 °C.
5. Mudah menyala (flammable). Contoh: cat dan tinta.
6. Amat sangat beracun (extremely toxic)
7. Sangat beracun (highly toxic)
8. Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia dan akan
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafa san, kulit atau mulut. Contoh: pestisida dan obat nyamuk.
9. Berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cai ran ataupun gas yang ji
ka terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya te
rhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
10. Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan
proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar da
ri 6,35 mm/tahun, atau mempun yai pH ≤ 2 untuk B3 yang bersifat asam dan pH ≥
12,5 untuk B3 yang bersifat basa. Contoh: asam sulfat dan baterai.
11. Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak secara
langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir
dapat menyebabkan peradangan. Contoh: asam formiat.
12. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya yang
ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya
Chlorofluorocarbon/CFC yang dihasilkan dari mesin pendingin), persisten di
lingkungan (misaln ya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
13. Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel kanker.
14. Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.
15. Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan kromosom (me
rubah genetika).

7
Mengelompokkan bahan kimia berbahaya di dalam penyimpanannya mutlak
diperlukan, sehingga tempat atau ruangan yang ada dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan
aman. Mengabaikan sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan yang disimpan akan mengandung
bahaya seperti kebakaran, peledakan, mengeluarkan gas, uap, ataupun debu beracun, dan
berbagai kombinasi dari pengaruh tersebut. Cara penyimpanan beberapa bahan kimia bersifat B3
adalah sebagai berikut.
1. Bahan kimia beracun (toxic). Bahan ini memiliki potensi risiko terhadap lingkungan
sekitarnya baik dalam kondisi normal, kondisi kecelakaan, atau keduanya. Bahan
beracun harus disimpan dalam ruangan yang memiliki sirkulasi udara yang baik,
suhu yang terkendali, jauh dari risiko kebakaran, dan harus dipisahkan dari bahan-
bahan yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Jika suhu tinggi dapat memicu
dekomposisi bahan tersebut, tempat penyimpanannya harus dijaga dalam kondisi
sejuk dengan sirkulasi udara yang memadai, terhindar dari paparan langsung sinar
matahari, dan jauh dari sumber panas.
2. Bahan kimia korosif (corrosive). Sejumlah jenis bahan ini dapat menguap dengan
mudah, sementara yang lain bisa menghasilkan reaksi yang sangat berbahaya jika
terpapar uap air. Uap dari zat asam bisa merusak struktur bahan dan peralatan serta
berpotensi beracun bagi manusia. Oleh karena itu, bahan ini harus disimpan di
ruangan yang memiliki suhu yang terkontrol dan memiliki sirkulasi udara yang
memadai untuk mencegah akumulasi uap. Kemasan untuk bahan ini harus ditangani
dengan hati-hati, harus selalu dalam keadaan tertutup dan dilengkapi dengan label
yang jelas. Semua logam di sekitar tempat penyimpanan juga perlu dilapisi cat dan
secara berkala diperiksa untuk melihat tanda-tanda kerusakan akibat korosi.
Penyimpanannya harus terpisah dari bangunan lain dengan dinding dan lantai yang
tahan terhadap bahan korosif, memiliki perlengkapan saluran pembuangan untuk
tumpahan, dan memiliki ventilasi yang baik. Pada tempat penyimpanan harus
tersedia pancaran air untuk pertolongan pertama bagi pekerja yang terkena bahan
tersebut.
3. Bahan kimia mudah terbakar (flammable). Praktis semua pembakaran terjadi antara
oksigen dan bahan bakar dalam bentuk uapnya atau beberapa lainnya dalam keadaan
bubuk halus. Api dari bahan padat berkembang secara pelan, sedangkan api dari
cairan menyebar secara cepat dan sering terlihat seperti meledak. Dalam
penyimpanannya harus diperhatikan sebagai berikut: disimpan pada tempat yang
cukup dingin untuk mencegah penyalaan tidak sengaja pada waktu ada uap dari
bahan bakar dan udara, tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang
cukup, sehingga bocoran uap akan diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk
mencegah percikan api, lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada
bahaya kebakarannya, tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat,
bahan yang mudah menjadi panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi
dengan udara atau uap air yang lambat laun menjadi panas, tersedia alat-alat
pemadam api dan mudah dicapai, semua sumber api disingkirkan dari tempat
penyimpanan, dipasang tanda dilarang merokok di area penyimpanan, serta pada daerah
penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde serta dilengkapi alat deteksi asap atau api
otomatis dan diperiksa secara periodik.
4. Bahan kimia peledak (explosive). Bahan ini memiliki peraturan penyimpan yang
sangat ketat. Lokasi penyimpanan harus berjarak paling sedikit 60 meter dari sumber
tenaga, seperti terowongan, tambang, bendungan, jalan raya, dan bangunan, untuk
mengurangi potensi dampak ledakan sekecil mungkin. Ruang penyimpanan harus
berupa bangunan yang kuat, tahan api, dengan lantai yang tidak dapat menyebabkan
loncatan api. Selain itu, ruangan ini harus memiliki sirkulasi udara yang memadai,
bebas dari kelembaban, dan harus tetap terkunci bahkan ketika tidak digunakan.
8
Penerangan harus menggunakan penerangan alami atau lampu listrik yang dapat
diangkut, atau sumber cahaya dari luar tempat penyimpanan. Penyimpanan tidak
boleh dilakukan dekat dengan bangunan yang berisi minyak, lemak, bensin, bahan
yang mudah terbakar, api terbuka, atau nyala api. Daerah penyimpanan harus bersih
dari rumput kering, sampah, atau materi yang mudah terbakar, dan sebaiknya
memanfaatkan perlindungan alam seperti bukit, tanah cekung, semak belukar, atau
hutan lebat.
5. Bahan kimia oksidator (oxidizing). Bahan ini berperan sebagai sumber oksigen dan
mampu menyediakan oksigen untuk reaksi bahkan dalam kondisi tanpa udara.
Beberapa oksidator memerlukan pemanasan sebelum mereka mengeluarkan oksigen,
sedangkan yang lain mampu menghasilkan oksigen dalam jumlah besar pada suhu
kamar. Untuk tempat penyimpanan bahan ini, penting untuk menjaga suhu tetap
rendah, memastikan adanya sirkulasi udara yang baik, dan memastikan gedung
penyimpanannya tahan terhadap api. Selain itu, bahan ini harus dijauhkan dari bahan
bakar, materi yang mudah terbakar, dan zat dengan titik api yang rendah. Alat-alat
pemadam kebakaran biasanya kurang efektif dalam mengatasi kebakaran yang
melibatkan bahan ini, baik dengan menggunakan penutupan atau pengasapan, karena
bahan oksidator ini menyediakan oksigen sendiri.

2.4 Perlengkapan Pelindung Diri di Laboratorium


Selain memahami penempatan alat dan bahan serta mengetahui bahan yang bersifat
berbau, beracun, dan berhaya, penting untuk laboran mengetahui jenis-jenis pelindung diri
selama bekerja di laboratorium sebagai tindakan preventif untuk mencegah terjadinya
kecelakaan di laboratorium. Berikut ini adalah peralatan pelindung diri standar digunakan di
laboratorium.
1. Jas laboratorium. Jas laboratorium berfungsi melindungi badan dari percikan bahan
kimia berbahaya. Jenis dari jas laboratorium ada dua yaitu jas lab sekali pakai dan
jas lab berkali-kali pakai. Jas laboratorium sekali pakai umumnya digunakan di
laboratorium bilogi dan hewan, sementara jas lab berkali-kali pakai digunakan di
laboratorium kimia dan fisika,
2. Kacamata keselamatan. Percikan larutan kimia atau panas dapat membahayakan
mata orang yang bekerja di laboratorium. Oleh karena itu, harus digunakan kaca mata
khusus yang tahan terhadap potensi bahaya kimia dan panas. Kaca mata tersebut
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu clear safety glasses dan clear safety goggles. Clear
safety glasses merupakan kaca mata keselamatan biasa yang digunakan untuk
melindungi mata dari percikan larutan kimia atau debu. Sementara itu, clear safety
goggles digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia atau reaksi
kimia berbahaya.
3. Sepatu. Penggunaan sandal atau sepatu sandal umumnya tidak diperbolehkan saat
bekerja di laboratorium karena keduanya tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai untuk kaki jika terjadi tumpahan larutan atau bahan kimia. Biasanya, sepatu
biasa sudah cukup untuk melindungi kaki dalam lingkungan laboratorium. Meskipun
begitu, di perusahaan besar yang memiliki laboratorium, sepatu keselamatan yang
tahan terhadap api dan tekanan tertentu seringkali menjadi standar. Terkadang, juga
tersedia pelindung plastik untuk alas sepatu guna menjaga kebersihan laboratorium
jika sepatu tersebut digunakan di luar lingkungan laboratorium.
4. Pelindung muka. Sesuai dengan namanya, face shield atau pelindung wajah
digunakan untuk menjaga wajah dari panas, api, serta semprotan material panas.
Peralatan ini umumnya dipakai ketika mengambil alat laboratorium yang baru
dipanaskan di dalam oven suhu tinggi, saat melebur sampel tanah di dalam peralatan

9
peleburan laboratorium, atau ketika mengambil peralatan yang baru keluar dari
autoclave.
5. Masker gas. Bahan kimia atau reaksi kimia yang dihasilkan bisa mengeluarkan gas
berbahaya. Oleh karena itu, masker gas sangat cocok digunakan sehingga gas
berbahaya tersebut tidak terhirup. Dilihat dari jenisnya, masker gas bisa berupa
masker gas biasa yang terbuat dari kain dan masker gas khusus yang dilengkapi
material penghisap gas. Masker gas biasa umumnya digunakan untuk keperluan
umum, misalnya membuat larutan standar. Sementara itu, masker gas khusus
digunakan saat menggunakan larutan atau bahan kimia yang memiliki gas berbahaya,
misalnya asam klorida, asam sulfat, dan asam sulfida.
6. Kaos tangan. Kaos tangan (glove) melindungi tangan Anda dari ceceran larutan
kimia yang bisa membuat kulit Anda gatal atau melepuh. Macam-macam kaos
tangan yang digunakan di lab biasanya terbuat dari karet alam, nitril, dan neoprena.
Terkait kaos tangan yang terbuat dari karet alam, ada yang dilengkapi dengan serbuk
khusus dan tanpa serbuk. Serbuk itu umumnya terbuat dari tepung kanji dan
berfungsi untuk melumasi kaos tangan agar mudah digunakan.
7. Pelindung telinga. Alat pelindung diri yang terakhir adalah pelindung telinga (hear
protector). Alat ini lazim digunakan untuk melindungi teringa dari bising yang
dikeluarkan perlatatan tertentu, misalnya autoclave, penghalus sample tanah
(crusher), sonikator, dan pencuci alat-alat gelas yang menggunakan ultrasonik.
Setiap orang yang terpapar kebisingan dibatasi dari sisi waktu dan tingkat
kebisingan. Batas kebisingan yang diperbolehkan menurut Occupational Safety and
Health Administration (OSHA) adalah sebagai berikut: 115 dB untuk 15 menit, 110
dB untuk 30 menit, 105 dB untuk 1 jam, 100 dB untuk 2 jam, 95 dB untuk 4 jam, 92
dB untuk 6 jam, dan 90 dB untuk 8 jam.

10
BAB III
KESIMPULAN

Keselamatan kerja di laboratorium merupakan konsep yang sangat penting dan perlu
dipahami oleh para praktikan di laboratorium. Dengan memahami keselamatan kerja di
laboratorium, kita bisa mengetahui tindakan preventif apa saja yang diperlukan untuk
menghindari kecelakaan kerja di laboratorium. Kecelakaan kerja di laboratorium dapat terjadi
karena beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan
berbahaya, kurangnya bimbingan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan
laboratorium, serta tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan pelindung
kegiatan laboratorim.
Untuk menghindari kecelakaan kerja di laboratorium, diperlukan pemahaman beserta
penerapannya mengenai peletakan alat dan bahan di laboratorium, bahan-bahan kimia yang
bersifat B3 (berbau, beracun, dan berbahaya), serta alat pelindung diri di laboratorium. Ketiga
konsep tersebut saling terhubung dan harus dijalankan secara bersama dan menyeluruh agar
keselamatan kerja di laboratorium dapat tercapai. Apabila para praktikan ataupun laboran tidak
memahami ataupun tidak menerapkannya secara bersamaan, maka akan meningkatkan peluang
terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, A. (2018). Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian &


Laboratorium Kalibrasi ISO/IEC 17025: 2017. Gramedia Pustaka Utama.
Mariati. (1998). Bahan Kimia Berbahaya. Penataran pengelolaan Laboratorium
(Laboratorium Manajemen) Fakultas Kedokteran USU Medan.
R. J. Alaimo. (2001). Handbook of chemical health and safety. Oxford University Press,
New York.
Wirjosoemarto, Koesmadji. (2004). Teknik Laboratorium. Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung
Yudiono. (2015). Alat Keselamatan Kerja di Laboratorium Kimia. Jakarta: PT Gunung
Agung.

12

Anda mungkin juga menyukai