Disusun oleh:
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji atas kehadirat Allah SWT, karena tanpa
rahmat dan ridha-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai
tepat waktu. Tak lupa shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw. semoga kita mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salh satu tugas mata kuliah Ulum Al Hadits
yang membahas tentang “Bentuk-Bentuk Hadits”. Kami menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan dalam makalah ini. Maka dari itu, segala kritik, saran, dan
koreksi yang diberikan akan kami terima dengan kelapangan hati agar kedepannya bisa
menjadi lebih baik.
Hadits merupakan sumber kedua setelah Al-Qur’an yang mana akan menjadi
pedoman hidup manusia dalam menjalankan kehidupan agar maslahat. Hadits merupakan
perkataan, perbuatan, dan segala bentuk persetujuan Nabi Muhammad Saw pada zaman itu.
Dari pendapat di atas, dapat disederhanakan bahwa hadis terbagi menjadi qauli, atau
perkataan. fi'il (perbuatan), taqrir (ketetapan), hammi (keinginan), dan ahwali (keadaan).
Hadis jenis ini disandarkan kepada Nabi Muhammad secara khusus.
Maka dari itu, penulis membuat makalah ini untuk sama-sama mempelajari lebih jauh
mengenai bentuk-bentuk hadis qauli, fi’li, taqrir dan hammi agar dapat mengimplementasikan
hadits-hadits tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Bentuk-Bentuk Hadits
A. Hadist Qouliyah
Hadist Qouliyah adalah hadist yang beralaskan segala ucapan atau perkataan yang
seluruhnya disandarkan kepada Nabi Muhammad. Hadist ini memuat berbagai tuntunan,
peristiwa, petunjuk syara’, dan kisah yang berhubungan dengan aspek akidah, syariat, dan
juga akhlak. Contoh Hadist Qauliyah adalah pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh Nabi
Muhammad tentang berbagai aspek keimanan, hukum, dan akhlak. Pernyataan-pernyataan
tersebut dapat ditemukan di berbagai sumber seperti koleksi Hadist Bukhari, Muslim, dan
lainnya. Ditinjau dari tingkatannya, hadist ini menempati urutan pertama, artinya kualitasnya
lebih tinggi dari hadist fi’liyah maupun hadist taqririyah.
“tidak ada wasiat (tidak boleh diwasiatkan) untuk orang yang menerima pusaka (warisan)”.
(HR. Ad-Daruquthny dari Jabir)
Hadits ini adalah hadits masyhur, ibn Hazm mengatakan bahwa itu hadits mutawatir.
ال َض َرَر وال ِض َر اَر: قال-صلى هللا وعليه وسلم- أن رسول هللا-رضي هللا عنه- عن أبي سعيد الخدري
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺbersabda,”Tidak
boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.” [ Hadits riwayat Ibnu
Majah. Imam An-Nawawi mengatakan hadits ini hasan di dalam Al-Arba’un An-Nawawiyah
no. 32]
B. Hadits Fi’liyah
Istilah bahasa Arab "hadits fi'liyah" (atau )فعليةberarti hadits yang berfokus pada
tindakan atau hadits yang bersifat praktis. Hadits dalam tradisi Islam mengacu pada
perkataan, tindakan, dan persetujuan Nabi Muhammad (saw). Berbagai perawi dan
cendekiawan mencatat hadis ini dan digunakan sebagai sumber panduan bagi umat Islam
dalam hal praktik keagamaan, moral, dan kehidupan sehari-hari.
Hadits-hadits yang menekankan tindakan atau aspek praktis Islam disebut "hadits
fi'liyah". Hadits-hadits ini sangat penting bagi umat Islam karena memberikan wawasan
praktis tentang cara menjalani kehidupan sehari-hari dan ibadah yang sesuai dengan iman
mereka.
Contoh hadits fi'liyah dapat mencakup petunjuk tentang cara melakukan salat harian
(Salat), wudu, puasa yang benar selama bulan Ramadhan, etika mengunjungi orang sakit, dan
berderma (Zakat). Hadis-hadis ini sangat berguna bagi orang-orang yang ingin memahami
dan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa ciri Hadits Fi'liyah: Mereka menjelaskan tindakan atau perbuatan Nabi
Muhammad SAW.
1. Didasarkan pada hal-hal yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, menggunakan kata
"ra-aitu" di awal atau di depan hadis
2. Bisa digunakan sebagai contoh untuk melakukan ibadah tertentu
3. Salah satu contoh Hadis Fi'liyah adalah bagaimana Nabi melakukan salat selama
perjalanan.
َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن َيْنِز ُل ِبِذ ي ُطًو ى َيِبيُت ِبِه َح َّتى ُيَص ِّلَي َص اَل َة الُّص ْبِح ِح يَن َيْقَد ُم ِإَلى َم َّك َة َو ُمَص َّلى
َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َذ ِلك
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah singgah di Dzu Thuwa dan bermalam
padanya hingga melakukan shalat Subuh di saat datang ke Makkah. Dan tempat shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut berada di atas anak bukit yang keras, bukan
di masjid yang dibangun di sana, akan tetapi lebih rendah dari hal itu di atas anak bukit kasar
dan keras” (HR an-Nasâ’i).
C. Hadist Taqriri
Hadis taqriri ( )تقريري حديثmengacu pada jenis hadis dalam tradisi Islam. Hadis taqriri
adalah hadis yang melaporkan tindakan, persetujuan, atau persetujuan diam dari Nabi
Muhammad (saw). Hadis-hadis ini memberikan panduan kepada umat Islam tentang
bagaimana mempraktikkan Islam berdasarkan tindakan atau persetujuan non-verbal
Nabi.Berbeda dengan hadits yang menyampaikan perkataan eksplisit Nabi (hadits qudsi atau
hadits nabawi), hadits taqriri disimpulkan dari perilakunya.
Hadits taqriri memiliki arti penting dalam yurisprudensi Islam (fikih) dan digunakan
oleh para ulama untuk mengambil hukum dari berbagai hal ketika tidak ada hadits eksplisit
atau ayat-ayat Al-Quran tentang masalah tertentu.Sebagai contoh, jika tidak ada hadits atau
ayat Quran yang secara eksplisit menyatakan apakah suatu tindakan tertentu diperbolehkan
atau tidak, para ulama dapat melihat hadits taqriri untuk menentukan apakah Nabi
Muhammad SAW melakukan atau menyetujui tindakan tersebut. Jika beliau melakukannya,
maka hal ini dapat dianggap sebagai indikasi bahwa tindakan tersebut diperbolehkan atau
bahkan dianjurkan.
Hadis-hadis ini merupakan bagian penting dari penalaran hukum Islam dan membantu
memberikan panduan di bidang-bidang di mana sumber-sumber utama hukum Islam (Al-
Quran dan hadis) tidak memberikan arahan yang jelas. Para cendekiawan dan ahli hukum
Islam menggunakan keahlian mereka untuk menganalisis dan menafsirkan hadis-hadis ini
untuk mendapatkan hukum dan prinsip-prinsip untuk berbagai aspek kehidupan sehari-hari
dalam kerangka hukum Islam.
ثم وجدا الماء في الوقت فأعاد,ان صحابيين خرجا في سفر فحضرتهما الصالة ولم يجدا ماء فتيمما وصليا
(أصبت: فلما قصا أمرهما على الرسول أقر كال منهما على ما فعل فقال للذي لم يعد,أحدهما ولم يعد اآلخر
) (لك األجر مرتين: وقال للذي أعاد,) وأجزأتك صالتك,السنة
Hadist ini menceritakan bahwasannya ada dua orang sahabat nabi yang melakukan
perrjalanan/bepergian yang mana Ketika tiba waktu sholat diperjalanan mereka tidak
menemukan air untuk berwudhu, pada akhirnya kedua sahabat itu pun bertayamum. Setelah
melanjutkan perjalanan mereka menemukan air, dan dari 2 sahabat itu ada yang mengulangi
sholatnya yang tadi menggunakan tayamum ada juga yang tidak.
Ketika pulang dari perjalanan, mereka menceritakan kejadian itu pada Rasulullah SAW.
Dari cerita yang diceritakan oleh dua sahabat itu, Nabi Muhammad tidak menyalahkan kedua
nya, namun beliau berkata kepada yang tidak mengulangi sholat ‘engkau mengikuti
sunnahku’, lalu juga berkata kepada sahabat yang mengulangi sholat nya ‘engkau
mendapatkan pahala dua kali lipat’. Maka ditarik kesimpulan dari cerita tersebut
bahwasannya Nabi Muhammad tidak langsung menyalahkan apa yang dilakukan kedua
sahabatnya namun hanya mendiamkan, maka cerita ini dijadikan hujjah atau dalil untuk
Hadits Taqriri.
Ada juga hadits tentang DOB (hewan). Suatu Ketika Nabi Muhammad dan Sahabat-
sahabatnya disajikan daging DOB oleh seseorang. Namun nabi tidak memakan daging
tersebut sehingga salah satu sahabat bertanya kepad beliau ‘Ya Rasulallah, mengapa engkau
tidak memekan daging ini?’ dan rasul pun menjawab ‘aku belum pernah menemukan hewan
ini di lingkunganku’ lalu sahabat tersebut memakan daging DOB tersebut dihadapan
Rasulullah namun Rasulullah hanya diam saja. Nah dari sini diambil kesimpulan bahwa nabi
disini memberikan persetujuan atas yang dilakukan oleh sahabatnya dg cara mendiamkannya
saja. Maka Taqrir nya Diamnya Nabi itu menunjukan persetujuan bahwa daging DOB itu
boleh dimakan walaupun nabi tidak memakannya itu tdak menunjukan bahwasannya daging
DOB itu haram, karena ada Sahabatnya yang memakan daging tersebut dan nabi hanya diam
saja tidak melarangnya.
1. Shifat Kholqiyah
ولم تكن بشرته بيضاء وال،قال انس بن مالك رضي هللا عنه "لم يكن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم طويال وال قصيرا
عاش في مكة. عاًم ا40 رسول) عن عمر يناهز." جعله هللا رسوال، وال قاسيا، وال جعدا، وكان شعره جعدا،أسمرة
لم يكن على رأسه ولحيته. عاًم ا60 عاد إلى رحمة هللا وعمره. سنوات10 سنوات وفي المدينة لمدة10 (كرسول) لمدة
قطعة بيضاء شعر20 حتى."
"Rasulullah SAW bukanlah orang yang berperawakan terlalu tinggi, tetapi tidak pula pendek.
Kulitnya tidak putih bule juga tidak sawo matang. Rambutnya ikal, tidak terlalu keriting, dan
tidak pula lurus kaku. Beliau diangkat Allah (menjadi rasul) dalam usia 40 tahun. Beliau
tingal di Mekkah (sebagai Rasul) 10 tahun dan di Madinah 10 tahun. Beliau pulang ke
rahmatullah dalam usia 60 tahun. Pada kepala dan janggutnya tidak terdapat sampai 20
lembar rambut yang telah berwarna putih.
وكان أجمل من رسول هللا صلى هللا عليه، يرتدي الثياب الحمراء،و ايضا قال "ما رأيت رجًال قط مصفف الشعر
ولم يكن بالقصير وال بالطويل، وكان كال المنكبين عريضين، يصل شعره إلى المنكبين،"وسلم.
"Aku tak pernah melihat orang yang berambut panjang terurus rapi dengan mengenakan
pakaian merah yang lebih tampan dari Rasulullah SAW. Rambutnya mencapai kedua
bahunya. Kedua bahunya bidang. Beliau bukanlah seorang yang berperawakan pendek dan
tidak pula terlampau tinggi.”
2. Shifat Khuluqiyah
كلما. "ليس أحد أفضل أخالقًا من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم:قالت زوجة الرسول سيدة عاءشة رضي هللا عنها
لبيك:اتصل به صديقه أو زوجته أكيد يجيب
“Tidak ada seorang pun yang akhlaknya lebih baik daripada Rasulullah SAW. Setiap kali
seorang sahabat ataupun istrinya memanggil beliau, pastilah beliau menjawab: Labbaik
(kupenuhi panggilanmu).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. (2015). Pengulangan Tiga Kali Dalam Hadits Qauliyah Dalam Ash Shahihain;
Studi Ilmu Maani Al Hadits Pada 19 Hadits Dalam Shahihain. Riau : Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Nurhakim, A. (2019, November 5). Hadits Fi’li dan Kurikulum Siswa Aktif di Kalangan
Sahabat Nabi. NUOnline, pp. -.