Anda di halaman 1dari 31

PSIKOLOGI HUKUM

KELAS: M, N, V
Dosen Pengajar

Dr. Ansgarius Airell, S.E., S.H., S.Psi., M.H., M.Psi., CMHA, CHt., Psikolog Klinis
Gialdah Tapiansari Batubara, S.H., M.H.
KEPATUHAN HUKUM

Kepatuhan hukum sendiri sudah


dalam bentuk perwujudan tingkah
Kepatuhan hukum adalah suatu
laku yang nyata, dimana subjek
kesetiaan seseorang atau subyek
hukum mematuhi aturan-aturan
hukum terhadap hukum itu sendiri
yang sudah ditetapkan oleh
yang diwujudkan dalam bentuk
penguasa untuk menghindari
perilaku yang nyata.
hukuman atau sanksi yang sudah
ditetapkan oleh aturan tersebut.
Proses Dalam Kepatuhan Hukum

• Imbalan dan Sanksi (compliance):


• Rasa patuh ini berdasarkan atas harapan untuk memperoleh imbalan dan upaya
untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin didapatkan bila
melanggar hukum.
• Rasa patuh ini lebih didapatkan dari tekanan psikologis yang menimbulkan rasa
takut atas diri pribadi jika tidak mematuhi hukum.
• Proses compliance yang terjadi ini tetap menimbulkan akibat yang selaras
dengan tujuan umumhukum yaitu untuk menciptakan ketertiban, keadilan dan
kesejahteraan sosial.
Proses Dalam Kepatuhan Hukum

• Interaksi social dan identifikasi:


• Daya Tarik untuk mematuhi hukum disini lebih didasarkan atas bayang-
bayang keuntungan yang akan didapatkan dari hubungan baik yang tetap
terjaga antara subjek hukum dengan pihak berwenang.
• Kepatuhan hukum disini dipengaruhi oleh warna dari factor like & dislikes
antara subjek hukum dengan aparat penegak hukum yang terjadi.
Proses Dalam Kepatuhan Hukum

• Internalisasi norma
• Dalam proses ini seseorang mematuhi kaidah hukum karena sudah
menginternalisasi nilai-nilai dalam setiap peraturan yang ada.
• Subjek hukum sudah merasa isi dari kaidah-kaidah hukum yang ada
sudah sesuai dengan nilai yang ada dalam dirinya dan merasa nilai itu
sudah baik dan sesuai dengan apa yang diyakininya.
Tingkat Kepatuhan Pada Hukum
Seseorang berperilaku sebagaimana diharapkan oleh hukum dan menyetujuinya.

Seseorang berperilaku sebagaimana diharapkan oleh hukum dan menyetujuinya, tetapi dia tidak
setuju dengan penilaian yang diberikan oleh pihak berwenang terhadap hukum yang berlaku.

Seseorang mematuhi hukum, tetapi dia tidak setuju dengan kaidah tersebut atas nilai yang dibuat
oleh penguasa.

Seseorang tidak mematuhi hukum, tetapi dia menyetujui hukum dan nilai yang dibuat oleh
penguasa.

Seseorang tidak mematuhi hukum dan tidak menyetujui semua nilainya.


Secara keilmuwan, psikologi berperan dalam proses pengembangan
hukum berdasarkan riset-riset psikologi.

Psikologi Dalam Secara aplikatif, psikologi berperan dalam intervensi psikologis yang
dapat membantudalam proses hukum.
Hukum Pidana

Fungsi dari psikologi hukum dalam proses hukumnya mulai terlihat


semenjak berdirinya asosiasi Himpunan Psikologi Indonesia. Hal ini
menunjukan bahwa psikologi hukum dibutuhkan untuk membantu
mengungkapkan kasus-kasus kriminal, perilaku menyimpang, juga
untuk penegakan sistem hukum.
• Dalam proses penyidikan
• Menurut pendapat Farrington dan Hawkins yang
Kontribusi dikutip oleh Prakoso bahwa psikologi hukum
berfungsi dalam proses acara pidana pada tahap

Psikologi penyidikan.
• Membantu pihak kepolisian dalam melakukan
penyidikan pada korban, saksi dan pelaku.
Dalam • Penyidikan menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana Pasal 1 butir(2) berbunyi:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
Hukum dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta

Pidana mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu


membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi guna menemukan tersangkanya.”
• Dalam proses persidangan:
• Beberapa peranandari psikologi hukum yang

Kontribusi diterapkan dalam proses persidangan mencakup


fungsinya dalam kehakiman, kejaksaan dan juga
sebagai saksi ahli. Dalam hal kehakiman, kaum realis
memberikan beberapa kajian yang bernuansa
Psikologi psikologi hukum yaitu; pengaruh pandangan moral
seseorang terhadap hukum dan perilaku hakim, the
point of view of the bad man (sudut pandang orang
Dalam jahat), dan teori-teori prediksi terhadap apa yang akan
diputuskan oleh pengadilan
• Hakim harus mengetahui apakah putusan yang
Hukum dijatuhkannya itu dilaksanakan dengan baik yang
didasarkan pada asas-asas kemanusiaan serta
perikeadilan, terutama dari petugas-petugas yang harus
Pidana melaksanakan putusan tersebut, sehingga tercapai
sasarannya yaitu untuk mengembalikan terpidana
menjadi anggota masyarakat yang baik dan patuh
akan hukum
• Dalam proses persidangan:
• Putusan hakim dalam menjatuhkan pidana

Kontribusi terhadap suatu tindak pidana dipengaruhi oleh


faktor eksternal dan internal yang dapat
mempengaruhi perilaku hakim dalam

Psikologi menyelesaikan perkara. Yang dimaksud dengan


faktor eksternal misalnya, tekanan pemerintah
demi terciptanya kepentingan yang menyangkut
Dalam wibawa pemerintah atau kepentingan lainnya.
Pemerintah turut campur dalam kasus-kasus
tertentu dan juga adanya tekanan dari
Hukum kelompok-kelompok tertentu untuk memaksakan
kehendaknya atau turut campur dalam
persidangan. Apabila hakim tidak mempunyai
Pidana kepribadian yang kuat dan tidak teguh
pendirianya sebagai penegak hukum dan keadilan,
maka tekanan dari luar dapat berpengaruh
dalam mengambil suatu keputusan.
Kontribusi • Dalam Lembaga Pemasyarakatan:
• Masuknya terpidana ke dalam
lembaga permasyarakatan
Psikologi merupakan titik awal usaha
pembinaan terpidana baik fisik
Dalam maupun mental. Dilakukan
dengan cara memberikan
pendidikan sekolah, moral,
Hukum agama serta ketrampilan
khusus agar terpidana terbekali

Pidana dalam menghadapi lingkungan


hidup baru dalam masyarakat.
Kontribusi • Dalam Lembaga Pemasyarakatan:
• Upaya promotif di lingkungan lembaga
Psikologi permasyarakatan dan rumah tahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h dilaksanakan dalam
bentuk:
Dalam a.Peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga
binaan permasyarakatan tentang kesehatan jiwa

Hukum b.Pelatihan kemampuan adaptasi dalam masyarakat


c.Menciptakan suasana kehidupan yang kondusif
untuk Kesehatan Jiwa warga binaan permasyarakatan
Pidana
Fungsi Psikologi Hukum
Dalam Hukum Pidana

• Psikologi hukum sebagai disiplin ilmu


tentang perilaku dan kejiwaan manusia
berusaha untuk berkontribusi dalam usaha
penegakan hukum yang berbentuk memberikan
pengetahuan dan intervensi psikologis yang
berguna dalam proses penegakan hukum.
Indikator penegakan hukum yang baik dalam
perspektif psikologis adalah adanya perubahan
perilaku ke arah yang lebih baik
setelah menerima atau menjalani proses
rehabilitasi dalam lembaga permasyarakatan.
Fungsi Psikologi Hukum Dalam Hukum Pidana
• Memperkuat alat penegak hukum, misalnya bagaimana peranan intervensi psikologis dalam
meningkatkankinerja polisi.
• Menjelaskan kondisi psikis pelaku, korban dan saksi sehingga aparat penegak hukum dapat
mengambil keputusan yang tepat
• Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Misalnya
dengan membentuk masyarakat yang taat dan patuh hukum melalui seminar, pengabdian
masyarakat dan aktivitas yang berbasis kemasyarakatan
Fungsi Psikolog Hukum Dalam Hukum Pidana
• Sebagai penasihat, psikolog sebagai penasihat hakim atau pengacara dalam proses
persidangan. Diminta untuk memberi pendapat dan masukan apakah seorang terdakwa atau
saksi layak dimintai keterangan dalam proses persidangan
Fungsi Psikolog Hukum Dalam Hukum Pidana
• Sebagai evaluator, psikolog dituntut untuk mampu melakukan evaluasi terhadap suatu
program, apa program itu sukses atau sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Program
berkaitan dengan intervensi psikologis mengurangi perilaku kriminal/penyimpangan.
Misalnya,dalamprogram pencegahan bagi remaja agar tidak terjebak dalam penyalahgunaan
narkoba. Mampu tidaknya menekan atau mengurangi tingkat pengunaan narkoba dikalangan
remaja. Untuk mengetahuiya, perlu dilakukan evaluasi program
Fungsi Psikolog Hukum Dalam Hukum Pidana
• Sebagai pembaharu, psikolog diharapkan lebih memiliki peran penting dalam sistem hukum.
Untuk mampu mengaplikasikan ilmunya ke tataran aplikatif sehingga tahapan acara pidana
mulai dari proses penangkapan,penahanan, persidangan, pembinaan sampai dengan pemidanaan
berlandaskan kajian ilmiah (psikologis).
Peranan Psikologi Hukum Dalam Penegakan
Hukum Pidana
Pencegahan

Penanganan

Pemidanaan

Penghukuman atau Pemenjaraan


Tahapan Pencegahan

Pada tahap pencegahan, psikologi hukummembantu aparat penegak


hukum memberikan sosialisasi, pada masyarakat tentang cara
mencegah tindakkriminal.

Misalnya memberikan informasitentang mengenali pola perilaku


kriminal, dengan pemahaman tersebut masyarakat mampu mencegah
perilaku kriminal.
Tahapan Pencegahan
Tujuan dari upaya a.Mempertahankan dan
b.Menghilangkan stigma,
promotif ini berdasar UU meningkatkan derajat
diskriminasi, pelanggaran
No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa
hak asasi ODGJ sebagai
Tentang Kesehatan Jiwa masyarakat secara
bagian dari masyarakat
Pasal 7 ayat 1, berbunyi: optimal

c.Meningkatkan d.Meningkatkan
pemahaman dan peran penerimaan dan peran
serta masyarakat serta masyarakat
terhadap Kesehatan Jiwa terhadap Kesehatan Jiwa
Tahapan Pencegahan

Tujuan dari upaya ini


b.Mencegah timbulnya
juga disebutkan dalam a.Mencegah terjadinya
dan/atau kambuhnya
Pasal 11 UU Kesehatan masalah kejiwaan
gangguan jiwa
Jiwa, yaitu:

c.Mengurangi faktor
resiko akibat gangguan d.Mencegah timbulnya
jiwa pada dampak masalah
masyarakat secara psikososial.
umum atau perorangan
Tahapan Pencegahan
Upaya Kuratif
Dalam Pasal Penyembuhan atau pemulihan
18 UU
tentang
Kesehatan Pengurangan penderitaan
menyebutkan
tujuan dari
upaya Kuratif, Pengendalian disabilitas
yaitu:

Pengendalian gejala penyakit


Tahapan Pencegahan
Upaya Rehabilitatif
Dalam Pasal 25 Mencegah atau mengendalikan disabilitas
UU Tentang
Kesehatan Jiwa
dijelaskan bahwa
upaya Memulihkan fungsi sosial
rehabilitative
Kesehatan Jiwa
merupakan
kegiatan dan/atau Memulihkan fungsi okupasional
serangkaian
kegiatan pelayanan
Kesehatan Jiwa
yang ditujukan Mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ
untuk: agarmandiri di masyarakat.
Pada tahap penanganan dengan cara pengungkapan lewat penyelidikan dan
penyidikan, yaitu ketika telah terjadi tindak pidana, psikologi hukum
Tahap Penanganan dapat membantu polisi dalam mengidentifikasi pelaku dan motif pelaku,
sehingga dapat mengungkap siapa pelaku tersebut.

Misalnya dengan teknik Criminal Profiling dan Geographical Profiling.

Criminal Profiling merupakan salah satu cara atau teknik investigasi untuk
menggambarkan profil pelaku kriminal dari segi demografi (umur, tinggi,
suku), psikis (motif, kepribadian), modus operandi dan setting kejadian (scene).

Geographical Profiling yaitu teknik investigasi yang menekankan pengenalan


terhadap karakteristik daerah, pola tempat, setting kejadian tindak
kriminal, yang bertujuan untuk memprediksi tempat kejadian kriminal dan
tempat tinggal pelaku sehingga mudah mengetahui dan menangkap pelaku.
Adanya siasat penyidikan oleh penyidik dalam
mengumpulkan dan merangkai barang bukti dapat
Tahap Penanganan memudahkan prosesnya dalam menggali
keterangan dari tersangka sebanyak mungkin.

Siasat Penyidikan, dianjurkan dengan membedakan


tersangka yang masih diragukan salah tidaknya
dengan tersangka yang sudah jelas kesalahannya.

Kelancaran dalam menarik keterangan dalam


penyidikan bergantung pada kemampuan dan
pengalaman penyidik dalam menerapkan taktik dan
teknik penyidikan
• Pada tahap pemidanaan, psikologi hukum
memberi penjelasan mengenai kondisi psikis
pelaku tindak pidana sehingga hakimmemberikan
hukuman (pemidanaan)berdasarkan sarana bukti
dengan mempertimbangkan motif/kondisi psikis
pelaku dan keyakinan hakim.
• Apabila pelaku tindak pidana ditemukan jiwanya
Tahap cacat makapemidanaan yang akan dikenakan
Pemidanaan danberlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 44
ayat (2) KUHP, yaitu “Jika ternyata perbuatan
itutidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat
atau terganggu karena penyakit, hakim dapat
memerintahkan supaya orang itu dimasukan ke
rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun
sebagai waktu percobaan
• Berdasarkan UU No 1 Tahun 2023 Pasal 38:
Setiap Orang yang pada waktu melakukan
Tindak Pidana menyandang disabilitas mental
dan/atau disabilitas intelektual dapat dikurangi
pidananya dan/atau dikenai Tindakan.
Tahap • Berdasarkan UU No 1 Tahun 2023 Pasal 39:
Setiap Orang yang pada waktu melakukan
Pemidanaan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental
yang dalam keadaan kekambuhan akut dan
disertai gambaran psikotik dan/ atau disabilitas
intelektual derajat sedang atau berat tidak
dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai
Tindakan.
• Penjelasan Pasal 38: Yang dimaksud dengan "disabilitas
mental" adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku,
antara lain:
a. psikososial, antara lain, skizofrenia, bipolar, depresi, anxiety,
dan gangguan kepribadian; dan
b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada
Tahap kemampuan interaksi sosial, antara lain, autis dan hiperaktif.
Yang dimaksud dengan "disabilitas intelektual" adalah
Pemidanaan terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah
rata-rata, antara lain, lambat belajar, disabilitas grahita, dat
down syndrome.
Pelaku Tindak Pidana yang menyandang disabilitas mental
dan/atau disabilitas intelektual dinilai kurang mampu untuk
menginsafi tentang sifat melawan hukum dari perbuatan yang
dilakukan atau untuk berbuat berdasarkan keinsafan yang dapat
dipidana.
• Penjelasan Pasal 39:
• Dalam ketentuan ini, penyandang disabilitas
mental yang dalam keadaan kekambuhan akut
dan disertai gambaran psikotik dan/atau
penyandang disabilitas intelektual derajat
Tahap sedang atau berat, tidak mampu bertanggung
Pemidanaan jawab.
• Untuk dapat menjelaskan tidak mampu
bertanggung jawab dari segi medis, perlu
dihadirkan ahli sehingga pelaku Tindak Pidana
dipandang atau dinilai sebagai tidak mampu
bertanggung jawab.
• Pada tahap terakhir adalah
pelaksanaan pidana (penghukuman)
dengan tujuan agar terpidana
mengalami perubahan perilaku
Tahap menjadi lebih baik. Dalam konsep
psikologi hukum, adanya Lembaga
Permasyarakatan harus menjadi tempat
Penghukuman rehabilitasiterpidana. Idealnya terjadi
perubahan psikis dan perubahan perilaku
sehingga setelah keluar dari Lembaga
Permasyarakatan menjadi orang yang
berguna.
Ali, Achmad, (2002). Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis.
Cet. II. Jakarta: Gunung Agung.

Soekanto, Soerjono, (1989). Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum. Bandung:


Citra Aditya Bakti.

Atkinson. (1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Djamil, Abdul. (1984). Psikologi Dalam Hukum. Bandung: Armico.


REFERENSI
Akhdiat, Hendra. (2011). Psikologi Hukum. Bandung: CV Pustaka Setia

Constanzo, Mark (2006). Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Cetakan
Ketiga. 2013.

Anda mungkin juga menyukai