Anda di halaman 1dari 16

FILSAFAT UMUM DAN ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat

MAKALAH
Dosen Pengampu: Jamil Abdul Aziz M.A

Oleh:
Dewi Nurhalimah (221310209)
Dwi Irwanto (221310205)
Bara Maulana (221310199)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


TARBIYAH
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QUR’AN
(PTIQ)
JAKARTA
1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirraahiim, Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan nikmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Filsafat Umum dan Islam dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu
tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
ajarannya dari zaman kegelapan hingga terang benderang.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Jamil Abdul Aziz M.A selaku dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Umum dan Islam yang telah memberikan kesempatan
kepada Penulis untuk membuat makalah sebagai sarana untuk memperluas wawasan
Penulis. Tak lupa Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang
telah medukung dan membantu selama proses penyelesaian tugas makalah ini.
Tentunya Penulis mengakui segala kekurangan dari penulisan karya tulis
makalah ini, maka dari itu dengan senang hati Penulis menerima kritik dan saran dari
para Pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
aaamiin.

Depok, 30 Maret 2023

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2
A. Latar Belakang....................................................................................................2
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5
A. Pengertian Filsafat..............................................................................................5
B. Pengertian Filsafat Islam....................................................................................7
C. Tujuan Filsafat Umum......................................................................................11
D. Tujuan Filsafat Islam........................................................................................13
BAB III PENUTUP.....................................................................................................5
A. Kesimpulan.........................................................................................................5
B. Saran...................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................5

2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak orang memahami istilah ‘filsafat’ sebagai suatu teori umum tentang
sesuatu, khususnya tentang bagaimana mendekati suatu masalah yang besar dan
penting. Dalam media massa, contohnya, dinyatakan bahwa kelompok ini liberal,
sementara kelompok itu konservatif. Keduanya mempunyai perbedaan pendapat
tentang filsafat politik, dan dinyatakan bahwa para pendiri negara kita telah sepakat
tentang suatu filsafat negara. Sistem pendidikan yang diterapkan di tanah air juga
didasarkan atas suatu filsafat. Dalam semua kasus ini, kata ’filsafat’ barangkali dapat
digantikan dengan ‘teori’. Secara lebih umum lagi, dalam perkataan sehari-hari,
‘filsafat’ lebih banyak bermakna ‘pemikiran’ atau ‘pendapat’. Pernyataan bahwa “ia
berfilsafat begini,” maksudnya adalah “ia berpendapat seperti itu.” Istilah ‘filsafat’
juga menunjuk kepada arti pandangan hidup (view of life) seseorang atau sekelompok
orang, atau teori umum tentang bagaimana kita harus mengatur hidup dan kehidupan
kita dari sini terlihat bahwa bahwa filsafat dipahami sebagai sesuatu yang mempunyai
orientasi praktis. Bahwa ‘hidup untuk makan’ atau ‘makan untuk hidup’ dikatakan
suatu filsafat, karena secara praktis mempengaruhi orang yang meyakininya. Dalam
konteks ini, ‘mumpungisme’ juga termasuk ‘filsafat, dan sekarang banyak
pengikutnya.
Di kalangan masyarakat, ‘filsafat’ kerap dikaitkan dengan keinginan untuk
memikirkan suatu permasalahan secara lebih jauh dan mendalam, dan tidak terbatas
pada tuntutan lahiriah. Siapa yang tidak sedih mengalami kegagalan setelah berupaya
dan berkorban segala macam, tetapi nasehat yang datang “cobalah lebih filosofis
melihatnya. Pasti ada hikmah yang tersembunyi di balik kegagalan ini!.” Atau juga,
“berjuanglah dengan memakai filsafat garam, dan jangan pergunakan filsafat gincu!”,
demikian nasehat para orang pintar.

3
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Apa Pengertian Filsafat Umum?


2. Apa Pengertian Filsafat Islam?
3. Apa Tujuan Mempelajari Filsafat dan Islam?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan penulisan
sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Pengertian Filsafat Umum dan Filsafat Islam


2. Untuk Mengetahui Tujuan Filsaat Umum dan Filsafat Islam
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Filsafat (dalam bahasa Arab adalah falsafah, dan dalam bahasa Inggris adalah
philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari kata ‘philein’ yang
berarti cinta (love) dan ‘sophia’ kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis, filsafat
berarti berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam artinya sedalam-dalamnya.
Seorang filosof (philosopher) adalah pencinta, pendamba dan pencari kebijaksanaan.
Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali digunakan oleh Pythagoras, seorang
filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum Masehi. Cicero (106-43 SM),
seorang penulis Romawi terkenal pada zamannya dan sebagian karyanya masih
dibaca hingga saat ini, mencatat bahwa kata ‘filsafat’ dipakai Pythagoras sebagi
reaksi terhadap kaum cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya ‘ahli
pengetahuan’ Pythagoras menyatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan terus
berkembang. Tiada seorangpun yang mungkin mencapai ujungnya. Jadi, jangan
sombong menjuluki diri kita ‘ahli’ dan ‘menguasai’ ilmu pengetahuan, apalagi
kebijaksanaan. Kata Pythagoras, kita ini lebih cocok dikatakan sebagai pencari dan
pencinta pengetahuan dan kebijaksanaan, yakni filosof. Pernyataan Pythagoras
memang diabaikan dan diselewengkan oleh banyak pihak terutama oleh kaum
‘sophist’. Mereka seakan menjadi orang yang paling tahu dan bijaksana. Mereka
mempergunakan kefasihan bahasa dan kelihaian bersilat lidah untuk meyakinkan
masyarakat dan merebut pengaruh. Kata ini kerap pula digunakan oleh Socrates (470-
399 SM). Socrates tidak saja terkenal karena pemikirannya yang brillian, tetapi juga
karena ia banyak mengajukan pertanyaan. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada siapa saja yang dijumpainya, dan pertanyaan tersebut membuat sebagian
orang menjadi lebih arif, lebih sadar diri, lebih pintar, tetapi ada yang merasa
disudutkan dan dicemoohkan. Oleh sebagian penguasa dan tokoh masyarakat,
pertanyaan-pertanyaan Socrates dianggap berbahaya dan subversif. Pertanyaannya
yang menyadarkan banyak membuat generasi muda menjadi ragu terhadap status quo,

5
6

murtad dan memberontak. Kemudian, ia diadili dan dijatuhi hukuman mati, bukan
ditembak atau digantung, tetapi dengan minum racun. Ketika tidak ada seorang pun
tega menyodorkan piala berisi racun kepadanya, maka ia rela menegaknya sendiri
demi menunjukkan bahwa ia filosof yang agung, seorang yang cinta kebijaksanaan
dan benci kemunafikan dan kejahilan (seharusnya kita bersyukur karena tidak harus
berkorban seperti Socrates untuk bisa cinta ilmu-kebijaksanaan dan benci
kemunafikan-kejahilan). Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta
merumuskan bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya daripada segala yang ada
dalam alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ‘adanya’ sesuatu. Dalam
Merriam Webster’s Collegiate Dictionary yang sering dirujuk kalangan terdidik
berbahasa Inggris menyebutkan bahwa philosophy is all learning exclusive of
technical precepts and practical arts; a discipline comprising as its core logic,
aesthetic, ethics, metaphysic and epistemology; a search for a general understanding
of values and reality by chiefly speculative rather than observational means; an
analysis of the ground of and concepts expressing fundamental beliefs; a theory
underlying or regarding a sphere of activity of thought; the most general beliefs,
concepts and attidutes of an individual or group; calmess of temper and judgment.
Pernyataan tersebut sengaja tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, karena
ingin menggalakkan Anda menerjemahkannya sendiri. Kemampuan membaca bahasa
asing (paling tidak Inggris) memang mutlak diperlukan, jika Anda ingin memperluas
wawasan, termasuk filsafat. Jika Anda tertarik pada filsafat Islam, maka Anda harus
menguasai bahasa. Cukup banyak juga pengertian filsafat yang dihimpun oleh kamus
ini. pengertiannya mencakup yang sangat tehnis seperti suatu disiplin keilmuan yang
bahasan pokoknya meliputi logika, estetika, etika, metafisika dan epistemologi.
Sampai kepada arti yang sepele seperti sikap seseorang yang ‘kalem’, meyakinkan
dalam bertindak, menilai dan berpikir.
Menurut Plato (427-347 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang
hakekat. Bagi Aristoteles (384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang
7

kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis. Menurut
Bertrand Russel, filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam ilmu pengetahuan. Akan
tetapi, secara kritis dalam arti kata: setelah segala sesuatunya diselidiki
problemaproblema apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang
demikian itu, dan setelah kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan,
yang menjadi dasar bagi pengertian kita seharihari ….(problemen der Philosophic,
1967: 7). Menurut R. Beerling, bahwa filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang
bebas, diilhami oleh rasio, mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman. (Er
zijn eigenlijksheidvragen dalam Filosofic als sciencefiction, 1968: 44). Karl Popper
berkata “saya rasa kita semuanya mempunyai filsafat dan bahwa kebanyakan dari
filsafat kita itu tidak bernilai banyak. Saya kira, bahwa tugas utama dari filsafat
adalah untuk menyelidiki berbagai filsafat itu secara kritis, filsafat mana dianut oleh
berbagai orang secara tidak kritis. (dikutip dari perdebatan televisi, 14 Nopember
1971). Sementara itu, Immanuel Kant (1724-1804) merumuskan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dan puncak segala pengetahuan yang
tercakup di dalamnya empat persoalan yaitu: Apa yang dapat kita ketahui?
Metafisika; Apa yang seharusnya dilakukan? Etika; Sampai dimanakah harapan kita?
Agama; Apa hakikat manusia? Anthropologi.1

B. Pengertian Filsafat Islam


Di abad keduapuluh hingga sekarang ini, para ahli ketimuran dan keislaman
masih belum sepakat mengenai istilah yang tepat dan seharusnya digunakan apabila
kita bicara tentang filsafat yang digeluti golongan ahli pikir dari umat Islam. Sebagian
sarjana orientalis lebih suka menyebutnya ‘Filsafat Arab‘ (Arabic Philosophy). Ernest
Renan, Dimitri Gutas, dan Peter Adamson yang mewakili kelompok ini beralasan
bahwa filsafat yang tumbuh berkembang di dunia Islam adalah hasil sebuah proses
1
Nur. A. Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum, (Medan: Perdana Publishing, 2015), h. 5.
8

intelektual yang panjang dan rumit, di mana para sarjana Muslim maupun non-
Muslim (terutama Yahudi dan Nasrani) turut aktif mengambil bagian. Namun,
mereka yang berbeda-beda bangsa dan agama itu mengambil bahasa Arab sebagai
medium untuk menyatakan pikiran-pikirannya. Bahasa Arab telah menjadi ‘lingua
franca‘ bagi para ilmuwan dan cendekiawan yang berasal dari berbagai negeri yang
berjauhan seperti Andalusia (kini Spanyol) dan Khurasan (Iran) itu.
Alasan kedua, para penekun filsafat pada periode awal seperti al-Kindi dan al-
Farabi lebih banyak bergelut dengan karya-karya filsuf Yunani semisal Plotinus dan
Aristoteles ketimbang merintis filsafat Islam tersendiri. Namun, bukan mustahil di
balik semua alasan itu tersembunyi rasisme intelektual bahwa yang namanya filsafat
itu mesti produk pemikiran Yunani dan karenanya apa yang dikerjakan kaum Muslim
sekadar menerima dan memeliharanya untuk diwariskan kepada generasi sesudah
mereka.2 Pun bisa jadi terselip alasan ideologis untuk pilihan istilah tersebut.
Menurut Seyyed Hossein Nasr, mereka yang suka memakai istilah “Arabic
Philosophy” biasanya mengkaji filsafat Islam sebagai barang purbakala atau artifak
museum, sehingga pendekatannya melulu historis dan filologis. Maka, filsafat Islam
di mata para orientalis semisal Van den Bergh hingga Gutas ibarat sosok mumi dari
mahluk yang lahir di abad ke-9 dan mati di abad ke-12 Masehi. Mereka ini, kata
Nasr, biasanya tidak peduli dan tidak mengerti bahwa filsafat Islam adalah kegiatan
pikiran yang senantiasa hidup dari dahulu sampai sekarang. 3 Tetapi, mayoritas
orientalis, seperti W. Montgomery Watt, Richard Walzer, Michael E. Marmura,
George F. Hourani, Oliver Leaman, Samuel Stern, Parviz Morewedge, Seyyed
Hossein Nasr, Hossein Ziai, dan Hans Daiber lebih memilih istilah Islamic
Philosophy (Filsafat Islam),4 manakala Max Horten dan T.J. de Boer dalam bukunya
memakai istilah Philosophie in Islam (Filsafat dalam Islam). 5 Beberapa alasan telah
2
Syamsuddin Arif, “Filsafat Islam Antara Tradisi dan Kontroversi”, Jurnal Tsaqafah, Vol.1
No.10 Tahun 2014, h. 8.
3
S.H. Nasr, History of Islamic Philosophy, (London: Routledge, 1996), 11-18
4

5
Syamsuddin Arif, “Filsafat Islam Antara Tradisi dan Kontroversi”, Jurnal Tsaqafah, Vol.1
No.10 Tahun 2014, h. 8.
9

dikemukakan untuk itu, antara lain oleh Oliver Leaman. Filsafat Islam, katanya,
adalah nama generik keseluruhan pemikiran yang dihasilkan masyarakat dalam
bingkai tradisi dan konteks peradaban Islam terlepas apakah mereka yang punya andil
di dalamnya adalah keturunan Arab ataupun bukan Arab, Muslim ataupun non-
Muslim, di Timur Tengah, Andalusia, India, Asia Tengah dan Asia Tenggara, dengan
bahasa Arab, Parsi, Ibrani, Turki, ataupun Melayu sebagai mediumnya, sejak zaman
dahulu sampai sekarang ini.
Filsafat Islam membawa agenda dan misi tersirat, bagaimana menyelaraskan
ajaran wahyu dengan tuntutan akal, meskipun hakikatnya dikotomi semacam ini
bukannya persoalan sentral dalam wacana filsafat Islam. Leaman mencermati
lunturnya corak asal dan universal dari perkara-perkara yang dibahas akibat
terjadinya proses penetralan dan pengislaman; kendati masalah-masalah yang dikupas
bukannya baru sama sekali, namun perbincangannya dilakukan dalam bahasa yang
mencerminkan cara pandang Islami (framed within the language of Islam, within the
cultural context of Islamic society). Menurutnya, filsafat Islam itu sudah barang tentu
sangat is, senantiasa hidup dan dinamis, tidak sekadar melanjutkan tradisi
sebelumnya, akan tetapi juga membuat terobosan-terobosan kreatif dalam menjawab
persoalan-persoalan lama maupun baru: Much Islamic philosophy, like much
philosophy of any kind, is just the accretion of new technical representaions of
existing issues .... new traditions of thinking about problems and resolving difficult
conceptual issues.6 Jadi, jelas keliru mengatakan filsafat Islam itu hanya kelanjutan
dari filsafat Yunani atau menyempitkannya sebagai teologi saja atau menganggapnya
sebagai sejarah belaka. Argumen lain diutarakan oleh pakar-pakar filsafat dari Mesir,
antara lain Ibrahim Madkour dan Mustafa Abdur Raziq. Menurut Madkour, filsafat
Islam itu bersifat “islami” ditinjau dari empat sisi: pertama, dari segi masalah-
masalah yang dibahas; kedua, dari aspek konteks sosio-kulturalnya; ketiga, dari segi
faktor-faktor pendorong serta maksud-tujuannya; dan keempat, dari kenyataan bahwa

6
O. Leaman, History of Islamic Philosophy, (London: Routledge, 1996), h. 1-10.
10

para pelakunya berada di bawah naungan kekuasaan Islam. 7 Sementara Mustafa


‘Abdul Raziq berpendapat sebaiknya kita memakai istilah yang telah digunakan sejak
dulu oleh para pemikir Muslim seperti Ibnu Sina, al-Syahrastani, dan Ibnu Khaldun –
untuk menyebut beberapa fakta konkret- yang masing-masing memakai istilah-istilah
berikut ini: “al-mutafalsifah al-islâmiyyah”, “falâsifat al-Islâm”, dan “h}ukamâ‘ al-
Islâm”,8 dimana terjadi penisbatan eksplisit kepada Islam, bukan kepada Arab,
terlepas dari pro-kontra kesahihannya. Akan tetapi ada juga beberapa sarjana yang
memutuskan untuk memakai istilah “filsafat Muslim”. Mereka adalah orientalis
Perancis Léon Gauthier dalam Introduction a L’étude de la Philosophie Musulmane
(1923) dan Louis Gardet dalam artikelnya, Le Problème de la Philosophie
Musulmane.9 Begitu pula sarjana Pakistan M.M. Sharif yang memilih istilah Muslim
Philosophy untuk judul buku hasil suntingannya. Dalam kata pengantar buku
tersebut, Sharif menegaskan bahwa filsafat Islam itu sangat luas bidang kajiannya,
meliputi aneka macam cabang ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, filsafat Islam
hanyalah satu dari sekian banyak aspek dari peradaban Islam yang bersumberkan
kitab suci al-Qur’an. Meskipun bukan buku filsafat, al-Qur’an berbicara mengenai
masalah-masalah besar yang menjadi tumpuan filsafat, seperti soal Tuhan, alam
semesta, jiwa manusia, hidup sesudah mati, dan nilai-nilai universal seperti
kebenaran, kebaikan, keadilan, dan masih banyak lagi. Demikian penjelasan M.M.
Sharif.10 Istilah lain yang cukup menarik dilontarkan oleh Harry A. Wolfson lewat
karyanya Philosophy of the Kalam (filsafat ilmu kalam). 11 Pakar sejarah teologi ini
tercengang melihat betapa seru, tajam dan rasionalnya argumen-argumen yang

7
Ibrahim Madkour, Al-Falsafah al-Islâmiyyah: Manhaj wa Tat}biquhu (Kairo: t.p., T.Th), h. 19.
8
5 Mustafa ‘Abdul Raziq, Tamhîd li Târîkh al-Falsafah al-Islâmiyyah, (Kairo: 1944), h. 19-
20.
9
Syamsuddin Arif, “Filsafat Islam Antara Tradisi dan Kontroversi”, Jurnal Tsaqafah, Vol.1
No.10 Tahun 2014, h. 10.

10
7 M.M. Sharif, A History of Muslim Philosophy, 2 jilid, (Wiesbaden: Harrassowitz, 1963-6),
1 :136 (Bab: Philosophical Teachings of the Qur’an).
11
H.A. Wolfson, The Philosophy of the Kalam, (Cambridge, MA: Harvard University Press,
1976).
11

dilontarkan tokohtokoh ilmu kalam mulai dari Imam al-Asyari sampai al-Iji. Boleh
dikata Wolfson ini sebenarnya menggaungkan kembali apa yang pernah dinyatakan
Ernest Renan kira-kira seabad sebelumnya, bahwa filsafat Islam yang sejati itu dapat
ditemukan dalam literatur kalam, di mana direkam adu pendapat yang sengit namun
rasional antara berbagai aliran pemikiran Islam: “Le véritable mouvement
philosophique de l’islamisme doit se chercher dans le sectes théologiques: Kadarites,
Djabarites, Sifatites, Motazélites, Baténites, Ta’limites, Asch’arite, et surtout dans le
Kalâm”, tulis Renan.

C. Tujuan Filsafat Umum


Segala sesuatu yang terdapat di alam ini diciptakan dengan fungsinya, dengan
kata lain bahwa tidak ada materi yang tidak bermanfaat tak terkecuali lahirnya filsafat
ilmu. Lahirnya filsafat ilmu memberikan jawaban terhadap persoalan yang muncul
terutama yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Oleh karena, di antara
tujuannya ialah:
1. Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia lebih mendidik dan membangun
diri sendiri. Sifat yang khusus bagi seorang filsuf ialah bahwa sesadar-sadarnya
apa saja yang termasuk dalam kehidupan manusia, Tetapi dalam pada itu juga
mengatasi dunia itu, Sanggup melepaskan diri, menjauhkan diri sebentar dari
keramaian hidup dan kepentingan-kepentingan subyektif untuk menjadikan
hidupnya sendiri itu obyek peyelidikannya. Dan justru kepentingan-kepentingan
dan keinginan-keinginan subyektif itu maka ia mencapai keobyektifan dan
kebebasan hati, Yang perlu buat pengetahuan dan penilaian yang obyektif dan
benar tentang manusia dan dunia. Dan sifat ini, sifat mengatasi kesubyektifan
belaka, Sifat melepaskan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan
sendiri,
2. Berusaha mempertahankan sikap yang obyektif mengenai intisari dan sifat-sifat
objek-objek itu sendiri. Bila seseorang semakin pantas di sebut “berkepribadian”,
12

semakin mendekati kesempurnaan kemanusiaan, Semakin memiliki


“kebijaksanaan”.
3. Mengajar dan melatih kita memandang dengan luas dan menyembuhkan kita dari
sifat Akuisme dan Aku sentrimisme. Ini berhubungan erat pula dengan
“Spesialisasi” dalam ilmu pengetahuan yang membatasi lapangan penyelidikan
orang sampai satu aspek tertentu dari pada keseluruhan itu. Hal inilah dalam ilmu
pengetahuan memang perlu akan tetapi sering membawa kita kepada kepicikan
dalam pandangan, Sehingga melupakan apa saja yang tidak termasuk lapangan
penyelidikan itu sendiri, Sifat ini sangat merugikan perkembangan manusia
sebagai keutuhan maka obatnya yang paling manjur ialah “pelajaran filsafat”
4. Agar menjadi orang yang dapat berpikir sendiri. Dengan latihan akal yang di
berikan dalam filsafat kita harus menjadi orang yang sungguh-sungguh “berdiri
sendiri” / mandiri terutama dalam lapangan kerohanian, mempunyai pendapat
sendiri. Jika perlu dapat dipertahankan pula menyempurnakan ara kita berpikir,
hingga dapat bersikap kritis, melainkan mencari kebenaran dalam apa yang
dikatakan orang baik dalam buku-buku maupun dalam surat – surat kabar dan
lain –lain.
5. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
6. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai
bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara
histories.
7. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamiah dan non-
alamiah.
8. Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami
ilmu dan mengembangkanya.
13

9. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama
tidak ada pertentangan.12

D. Tujuan Filsafat Islam


Filsafat sebagai suatu usaha untuk memahami makna dan nilai alam semesta
ini, memiliki suatu tujuan untuk mendapatkan pengertian dan kebijaksanaan
(understanding and wisdom). Sebagaimana halnya dengan ilmu mempunyai tujuan
deskripsi dan kontrol; seni punya tujuan kreativitas (creativity), kesempurnaan
(perfection), bentuk (form), keindahan (beauty), komunikasi (communication) dan
ekspresi (expression) Kalaulah ilmu dapat memberikan manusia pengetahuan, maka
filsafat dapat memberikan hikmah sehingga memberikan kepuasan kepada manusia
dengan pengetahuan yang teratur rapi dan benar. Filsafat bukan sekedar pintu penjara
tradisi yang penuh dengan mitos dan mite, melainkan juga membebaskan manusia
dari keterkungkungan penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan
dan kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara
berpikir yang mistis dan mitis itu. Lebih dari itu, filsafat membimbing manusia untuk
berpikir secara logis dan sistematis, secara integral dan koheren, sehingga manusia
menemukan kebenaran yang hakiki yang menjadi persoalan yang dihadapi semua
manusia.13

12
https://www.scribd.com/embeds/498669971/content?
start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf
13
https://www.academia.edu/5971533/PENGERTIAN_DAN_TUJUAN_FILSAFAT
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan dari Filsafat Umum :
o Filsafat umum berperan penting dalam membangun pemahaman
manusia tentang realitas, baik itu dalam bentuk konsep, teori, maupun
praktek.
o Filsafat umum juga memungkinkan manusia untuk memahami
hakikat dari berbagai fenomena dalam kehidupan, termasuk tentang
tujuan hidup, moralitas, dan kebenaran.
o Filsafat umum dapat membantu manusia untuk mengeksplorasi ide-
ide baru dan mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2. Kesimpulan dari Filsafat Islam :
o Filsafat Islam adalah disiplin ilmu yang sangat penting dalam
memahami ajaran Islam secara lebih mendalam dan kontekstual.
o Filsafat Islam membantu manusia untuk memahami aspek-aspek
spiritual dalam agama, seperti iman, akhlak, dan tauhid.
o Filsafat Islam juga dapat membantu manusia untuk mengatasi
berbagai perbedaan pandangan dalam agama dan mendorong dialog
antarumat beragama.

B. Saran
 Filsafat Islam juga dapat membantu manusia untuk mengatasi berbagai
perbedaan pandangan dalam agama dan mendorong dialog antarumat
beragama.
 Filsafat umum dan Islam perlu diintegrasikan dengan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia.
 Pengembangan filsafat umum dan Islam juga perlu memperhatikan
peran pemuda dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta memperkuat toleransi dan keberagaman.

14
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Nur. A. Fadhil, Pengantar Filsafat Umum, (Medan: Perdana Publishing, 2015).

Arif, Syamsuddin, “Filsafat Islam Antara Tradisi dan Kontroversi”, Jurnal Tsaqafah,
Vol.1 No.10 Tahun 2014.

Nasr, History of Islamic Philosophy, (London: Routledge, 1996).

Madkour, Ibrahim, Al-Falsafah al-Islâmiyyah: Manhaj wa Tat}biquhu (Kairo: t.p.,


T.Th).

Raziq, Mustafa Abdul, Tamhîd li Târîkh al-Falsafah al-Islâmiyyah, (Kairo: 1944).

Wolfson, H.A., The Philosophy of the Kalam, (Cambridge, MA: Harvard University
Press, 1976).

https://www.scribd.com/embeds/498669971/content?
start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf,
diakses pada 30 Maret 2023 pukul 22.00.

https://www.academia.edu/5971533/Pengertian_Dan_Tujuan_Filsafat, diakses pada


29 Maret 2023 pukul 20.00.

15

Anda mungkin juga menyukai