Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH JOURNAL READING

RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

OSTEOMYELITIS OF MAXILLA : A RARE PRESENTATION YET NOT


SO RARE

Disusun Oleh:
Regina Puspita Sari 160112220037
Nabilla Faraliza 160112220038

Dosen Pembimbing:

Lusi Epsilawati, drg., Sp.RKG(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2024
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : OSTEOMYELITIS OF MAXILLA : A RARE


PRESENTATION YET NOT SO RARE

PENYUSUN : REGINA PUSPITA SARI 160112220037


NABILLA FARALIZA 160112220038

Bandung, 15 Januari 2024


Mengetahui,
Pembimbing

Lusi Epsilawati, drg., Sp.RKG(K)


NIP. 19800426 200604 2 001

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah

ini disusun untuk memenuhi tugas Journal Reading Departemen Radiologi

Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Dalam penyusunan makalah ini, penulis

dengan segala hormat mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dudi Aripin, drg., Sp.KG (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Padjadjaran.

2. Dr. drg. Elih, Sp.Ort (K), selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Gigi

3. Lusi Epsilawati, drg., Sp.RKG (K) selaku dosen pembimbing.

Semoga Tuhan YME membalas dan melimpahkan karunia dan rahmat-Nya atas

kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak. Akhir kata, semoga makalah ini

dapat menjadi karya yang bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi yang

membacanya.

Bandung, 15 Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................. v
BAB I LATAR BELAKANG ..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................................3

2.1 Definisi ..................................................................................................................... 3


2.2 Epidemiologi ............................................................................................................ 3
2.3 Etiologi dan Patogenesis ........................................................................................... 4
2.4 Klasifikasi................................................................................................................. 5
2.5 Gambaran Klinis ....................................................................................................... 6
2.6 Gambaran Histologis................................................................................................. 6
2.7 Metode Radiografi yang Diindikasikan...................................................................... 6
2.8 Gambaran Radiografi dan Interpretasi ....................................................................... 7
2.9 Diagnosis Banding .................................................................................................... 9
2.10 Perawatan dan Prognosis ......................................................................................... 11

BAB III JOURNAL REVIEW......................................................................................................... 12

3.1. Terjemahan Jurnal................................................................................................... 12


3.2. Interpretasi Kasus ................................................................................................... 33
3.3. Critical Review ....................................................................................................... 34

BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................................................. 36
BAB V SIMPULAN........................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... v

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Osteomielitis mandibula dengan reaksi periosteal pada korteks inferior


............................................................................................................................ 8
Gambar 2. Osteomielitis dengan gambaran moth-eaten........................................ 9
Gambar 3. Fibrous Dysplasia ............................................................................. 10
Gambar 4. Neoplasma Maligna.......................................................................... 11
Gambar 5. Gambaran klinis pasien 10 ............................................................... 27
Gambar 6. Gambaran klinis pasien 18 ............................................................... 30
Gambar 7. Gambaran klinis pasien 21 ............................................................... 31

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Lokasi, etiologi, faktor predisposisi/status medis, keluhan, diagnosis .. 19

Tabel 2. Perawatan dan rehabilitasi, laporan pertumbuhan


mikroorganisme/histopatologi, hari pemberian antibiotik, komplikasi pasca operasi
.......................................................................................................................... 21

v
BAB I

LATAR BELAKANG

Osteomielitis merupakan inflamasi pada tulang terbuka yang kadang disertai

pus sebagai akibat dari gagalnya penyembuhan pasca tindakan.1 Osteomielitis

rahang merupakan suatu infeksi yang ekstensif pada tulang rahang yang mengenai

spongiosa, sum-sum tulang, korteks, dan periosteum.2 Osteomielitis rahang sering

dikaitkan dengan penyebaran infeksi bakteri yang terjadi secara hematogen, riwayat

radiasi, dan penyebaran infeksi odontogenik lokal dan non-odontogenik.1

Osteomielitis rahang dapat membuat perubahan pertahanan yang mendasar pada

sebagian besar pasien yang menyebabkan pasien rentan terhadap osteomielitis

seperti radiasi, osteoporosis, penyakit tulang paget, dan tumor ganas tulang.2

Osteomielitis ditemukan pada 60-70% kasus tersebar di seluruh regio tubuh

namun masih jarang pada daerah rahang.1 Osteomielitis rahang atas merupakan

suatu kondisi yang sangat jarang terjadi dan langka sedangkan osteomielitis pada

rahang bawah lebih umum terjadi karena bentuk tulang dan vaskularisasinya.

Tulang maksila adalah irregular bone yang terdapat rongga udara dimana pada

dindingnya berupa tulang kompak pipih, pada bagian bawahnya terdapat massa

tulang alveolar medula berongga dimana infeksinya berkumpul dan menyebar di

massa tulang tersebut, kemudian ke tulang kompak pada dinding antral. Jika

dibandingkan dengan tulang frontal, susunan arteri dan vena diploic yang sedikit

membuat maksila menjadi rentan terkena infeksi. Infeksi dapat berasal dari antrum,

lacrimal apparatus, benih gigi, ataupun bone-borne. Maksila dapat suplai darah dari

1
arteri maksilaris internal yang cabangnya membentuk anastomosing loops. Pada

maksila lesi biasnya lebih terlokalisir dan tidak menyebar sedangkan pada

mandibula lesi bersifat lebih menyebar.1

Osteomielitis dapat diklasifikasikan menjadi osteomielits supuratif dan non-

supuratif dan sebagai proses dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronis.

Pada masa sekarang, insidensi osteomielitis telah menurun karena telah meluas dan

tersedianya agen antimikroba dan perawatan kesehatan gigi yang lebih baik.

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat, kurangnya kesadaran mengenai kesehatan

gigi dan mulut, malnutrisi, dan berkembangnya strain mikroorganime yang resisten

terhadap beberapa antibiotik dapat dikaitkan dengan kasus osteomyelitis rahang.

Selain faktor virulensi mikroorganisme, kondisi sistemik yang mempengaruhi daya

tahan tubuh dan kondisi yang merubah vaskularisasi tulang rahang sangat berperan

dalam onset dan keparahan osteomyelitis.3

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Osteomielitis merupakan peradangan pada sumsum tulang, secara klinis

osteomielitis merupakan infeksi pada tulang. Osteomielitis biasanya dimulai pada

rongga sumsum tulang, termasuk tulang kanselous, lalu menyebar ke tulang kortikal

dan periosteum. Diagnosis pasti dari osteomielitis hanya dapat dilakukan dengan

pemeriksaan histopatologi dan kultur mikrobiologi, termasuk actinomyces dan

nocardia, dan tes sensitivitas.4

2.2 Epidemiologi

Fase akut osteomielitis dapat menyerang orang-orang dari segala usia, lebih

sering terjadi pada pria, dan lebih sering terjadi pada mandibula dibandingkan

dengan maksila.4 Hal tersebut terjadi karena pada mandibula pembuluh darah

utamanya hanya berasal dari arteri alveolaris inferior dan tulang kortikal mandibula

lebih tebal sehingga mencegah penetrasi dari pembuluh darah ke dalam periosteal

tulang dan tulang kanselus mandibula lebih mudah mengalami iskemia jika

terinfeksi, sedangkan pada maksila lebih banyak vaskularisasi pembuluh darah yang

berasal dari beberapa arteri dan tulang kortikal maksila lebih tipis dan memiliki

jaringan medula lebih sedikit sehingga mencegah terperangkapnya infeksi pada

tulang yang memungkinkan edema dan pus keluar ke jaringan lunak dan sinus

paranasal. 2,5

3
2.3 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab utama dari osteomielitis kronis adalah infeksi odontegenik.

Patogenesis osteomielitis diawali oleh adanya invasi bakteri ke dalam sumsum

tulang sehingga terjadi inflamasi akut, edema, dan pembentukan pus sehingga

terjadi peningkatan tekanan intramedula yang dapat menyebabkan kolapsnya

pembuluh darah, iskemia dan nekrosis pada tulang. Infeksi umumnya berasal dari

infeksi periapikal gigi dengan pulpa yang non-vital.6

Tulang yang mengalami iskemia dan nekrotik tidak mendapatkan

vaskularisasi yang adekuat sehingga pertahanan tubuh tidak mampu melawan invasi

dan proliferasi bakteri.4 Infeksi pada tulang berhubungan dengan virulensi

organisme mikro, pertahanan tubuh dan struktur anatomis yang terlibat. Organisme

yang terlibat dalam osteomielitis antara lain Stapphylococcus Aureus,

S.epidermidis, Actinomyeces, Staphylococcus albus, Streptococci hemolitik,

organisme Gram-negatif seperti Klebsiella, protease, Escherichia coli,

Pseudomonas, bakteri anaerob Peptostreptococcus spp, Fusobacterium dan

Prevotella. Beberapa bentuk mikroba tertentu, seperti mycobacterium tuberkulosis,

treponema paladium, dan actinomysis Israel, juga telah diidentifikasi sebagai

organisme penyebab osteomielitis tulang rahang.5

Osteomielitis dapat sembuh secara spontan atau dengan terapi antibiotik yang

tepat. Namun, jika kondisi ini tidak ditangani secara efektif, agen infeksi dapat

bertahan dan terus menyebar pada beberapa pasien; terutama mereka yang memiliki

4
penyakit sistemik kronis, kondisi imunosupresi, dan gangguan penurunan

vaskularisasi (misalnya osteopetrosis, penyakit sel sabit, dan HIV/AIDS).6

Enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang mati dapat menyebabkan kerusakan

jaringan, thrombosis vaskular dan iskhemi, sehingga terbentuklah pus yang semakin

bertambah jumlahnya sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intramedula

yang berakibat gangguan vaskularisasi lokal. Jumlah pus yang meningkat

menyebabkan periosteum terdesak dari kortek tulang sehingga vaskularisasi

minimalis. Bila proses ini terus berlanjut maka pus akan menembus periosteum dan

mukosa kemudian terbentuk abses subkutan dan fistula.1

2.4 Klasifikasi

Secara garis besar osteomielitis dapat dibagi atas dua, yakni akut dan kronis.

Osteomielitis akut ditandai dengan onset yang cepat, nyeri, pembengkakan jaringan

lunak di sekitarnya, limfadenopati, demam, malaise, selulitis, leukositosis, trismus,

dan parasthesia pada bibir bawah.6 Secara umum, osteomielitis kronis adalah bentuk

sekunder osteomielitis akut.5 Osteomyelitis akut terjadi jika proses inflamasi akut

menyebar ke ruang medula sehingga tidak ada waktu untuk tubuh bereaksi terhadap

timbulnya infiltrat inflamasi. Masa peralihan antara fase akut dan kronis terjadi pada

minggu keempat. Osteomielitis kronis memiliki onset yang lambat, nyeri minimal,

dan peningkatan ukuran rahang secara perlahan, lalu ditandai oleh pembengkakan,

nyeri, demam, limfadenopati yang berulang dan intermiten, parasthesia, purulent,

fistula intraoral dan ekstraoral, tulang nekrotik, dan luka jaringan lunak.4 Selain itu

terdapat osteomielitis kronis primer yang tidak diawali oleh fase akut. Osteomyelitis

5
kronis timbul jika terdapat respon pertahanan tubuh sehingga menghasilkan jaringan

granulasi yang akan menjadi jaringan parut padat sebagai usaha pertahanan dan

mengisolasi daerah infeksi. Daerah nekrotik yang terisolasi berfungsi sebagai

penampungan bakteri dimana sulit untuk antibiotik mencapai daerah tersebut.3

2.5 Gambaran Klinis

Diagnosis osteomielitis akut berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis seperti

parastesia dari n.alveolaris inferior dan n.mentalis, dan demam, atau dari hasil

pemeriksaan darah. Pada kasus osteomielitis kronis, kerusakan tulang terlihat jelas

dengan radiografi biasa seperti panoramik, diagnosis ditegakkan berdasarkan

kombinasi riwayat kesehatan, pemeriksaan klinis, dan radiografi.4

2.6 Gambaran Histologis

Secara histopatologis, keterlibatan ruang medula yang jarang dapat terlihat

pada fibrosis sumsum tulang dan infiltrat sel inflamasi kronis dengan daerah

inflamasi yang tersebar. Pada tahap ini, hasil kultur biasanya negatif dan

mikroorganisme patogen jarang ditemukan. Jika tidak diobati, osteomielitis bisa

menyebar ke seluruh rahang. Pada mandibula, hal ini dapat mencakup sendi

temporomandibular, dan menyebabkan artritis septik. Infeksi telinga dan infeksi sel

udara mastoid juga dapat terjadi.6

2.7 Metode Radiografi yang Diindikasikan

Pemeriksaan radiografi inisial osteomielitis dapat dilakukan dengan teknik

panoramik serta intraoral periapikal dan oklusal untuk melihat perluasan lesi dan

6
gigi yang terlibat. Pada gambaran radiografi panoramik dapat terlihat adanya

rarefaction (penipisan tulang) dan sklerosis, sedangkan gambaran oklusal dapat

memperlihatkan pembentukan tulang periosteal baru. Pemeriksaan MDCT atau

CBCT dapat menjadi pilihan untuk mendeteksi pembentukan tulang periosteal baru

dan sequestra.6

2.8 Gambaran Radiografi dan Interpretasi

Gambaran radiografi osteomielitis dapat bervariasi berdasarkan respon

inflamasi dan usia pasien. Pada umumnya, osteomielitis ditemukan di bagian

posterior korpus mandibula akibat suplai darah yang rendah pada area ini.

Keterlibatan maksila dalam osteomielitis jarang ditemukan. Osteomielitis fase akut

memiliki gambaran lesi dengan area radiolusensi yang tidak rata atau “moth eaten”

dengan outline yang tidak jelas dan tidak tegas, adanya lesi sequestra kecil dalam

area radiolusen, serta adanya pembentukan tulang subperiosteal baru di bawah area

nekrosis terutama di sepanjang batas bawah mandibula.7 Pada struktur internal,

terjadi penurunan densitas tulang yang terlibat yang disertai penurunan ketajaman

trabekula. Sequestra dapat diidentifikasi dengan melihat area radiolusen tulang yang

teresorpsi dengan bagian internal yang radiopak menyerupai pulau-pulau.

Osteomielitis akut dapat menyebabkan resorpsi atau pembentukan tulang pada

struktur sekitar lesi. Sebagian tulang kortikal yang diresorpsi akan tergantikan oleh

pembentukan tulang baru sebagai hasil dari stimulasi periosteal, gambaran ini

terlihat seperti “onion skin”. Garis radiopak pertama tulang baru dipisahkan oleh

garis radiolusen yang merupakan jaringan ikat fibrosa pada lapisan dalam

periosteum.6,7

7
Pada fase osteomielitis kronis, pembentukan tulang baru berlanjut dan meluas

ke jaringan ikat di bawahnya, membentuk lapisan baru (lapisan kedua).

Pembentukan banyak lapisan tulang baru ini dinamakan “proliferative periostitis”

yang umumnya terjadi pada anak-anak. Gambaran radiografi osteomielitis kronis

meliputi area kerusakan tulang (radiolusen) yang terlokalisir dengan pola tidak rata

atau “moth eaten”, sklerosis pada area tulang sekitar, adanya sequestra radiopak

kecil di dalam area kerusakan tulang, dan terdapat involucrum di sekeliling area

kerusakan tulang yang diikuti oleh pembentukan tulang subperiosteal baru.6,7

Gambar 1. Osteomielitis mandibula dengan reaksi periosteal pada korteks inferior

8
Gambar 2. Osteomielitis dengan gambaran moth-eaten

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosa banding osteomielitis meliputi fibrous dysplasia pada anak-anak

atau penyakit malignansi pada orang dewasa. Secara radiografis, osteomielitis

ditandai oleh adanya sequestra.6,7

1. Fibrous Dysplasia

Pada osteomielitis akut yang terjadi pada anak-anak, adanya pembengkakan

rahang unilateral perlu dibedakan dari fibrous dysplasia. Pada fibrous dysplasia,

pembentukan tulang baru dimulai dari dalam dan korteks terluar menjadi tipis,

lokasi permukaan korteks tidak berubah, dan tidak terdapat sequestra. Sedangkan

pada osteomielitis, pembentukan tulang baru terjadi pada permukaan tulang melalui

deposisi periosteal yang terletak di lapisan terluar korteks tulang. Perbedaan ini

dianggap penting karena gambaran histopatologis spesimen biopsi tulang periosteal

baru pada osteomielitis mirip dengan fibrous dysplasia.7

9
Gambar 3. Fibrous Dysplasia

2. Neoplasia Maligna

Neoplasma maligna terkadang sulit dibedakan dengan osteomielitis akut,

terutama jika sudah terinfeksi sekunder oleh ulser dan menyebabkan gambaran

radiografi inflamasi dan malignansinya tumpang tindih. Beberapa neoplasma

maligna seperti Langerhans cell histiocytosis, leukemia, limfoma, dan Ewing

sarcoma dapat menstimulasi periosteum dan membentuk tampilan “onion skin”

yang secara radiografis menyerupai osteomielitis. Jika terdapat kerusakan struktur

sekitar atau kerusakan tulang periosteal, kemungkinan neoplasma maligna harus

dipertimbangkan. Pada Langerhans cell histiocytosis, terdapat area kerusakan

tulang radiolusen dengan batas yang tidak jelas dan tidak terkortikasi, namun lesi

ini jarang menstimulasi tulang sklerotik.7

10
Gambar 4. Neoplasma Maligna

2.10 Perawatan dan Prognosis

Untuk lesi inflamasi pada rahang, tujuan utama perawatan adalah untuk

menghilangkan sumber inflamasi. Ekstraksi gigi atau perawatan saluran akar dapat

diindikasikan.7 Terapi antimikroba merupakan perawatan utama untuk osteomielitis

akut, diikuti dengan insisi dan drainase. Osteomielitis kronis lebih sulit untuk

ditangani. Pada kasus ekstrim dengan tulang yang sangat sklerotik, penurunan

suplai darah ke dalam tulang dapat menghambat proses penyembuhan.6 Terapi

oksigen hiperbarik dan terapi antibiotik jangka panjang banyak digunakan namun

tingkat kesuksesannya terbatas. Intervensi bedah seperti sequestrektomi,

dekortikasi, atau reseksi biasanya dilakukan untuk kasus osteomielitis kronis.7

Probabilitas keberhasilan perawatan, terutama jika melibatkan terapi antibiotik

jangka panjang dan dekortikasi lebih tinggi pada dekade kedua kehidupan.

Penggunaan obat antiinflamasi seperti steroid dan NSAID efektif untuk menangani

respon inflamasi, penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi bifosfonat dapat

digunakan untuk mengobati osteomielitis kronis.7

11
BAB III

JURNAL REVIEW

3.1. Terjemahan Jurnal

Osteomyelitis of Maxilla: A Rare Presentation Yet Not So Rare8

Abstrak

Tujuan : Untuk mempelajari secara retrospektif pasien yang didiagnosis

osteomielitis rahang di Universitas dan Rumah Sakit Gigi Pemerintah Punjab,

Amritsar.

Bahan dan Metode : Sebanyak 21 kasus pasien yang mengalami osteomielitis

rahang dianalisis secara retrospektif dari Januari 2018 hingga Desember 2020 di

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Universitas dan Rumah Sakit Gigi

Pemerintah Punjab, Amritsar, India.

Hasil : Dari 21 pasien, keterlibatan maksila ditemukan pada 14 (66,6%) pasien,

sedangkan 6 pasien (28,6%) mengalami osteomielitis mandibula dan 1 pasien

(4,8%) mengalami osteomielitis zigoma. Pada 18 pasien memiliki penyakit

sistemik dengan diabetes ditemukan pada 10 pasien (47,6%). Riwayat alkohol

terdapat pada 5 pasien (23,8%) sebagai salah satu dari faktor predisposisi. Pada

14 pasien infeksi odontogenik merupakan etiologi utama lalu diikuti oleh sinusitis

pada 3 pasien. Osteomielitis akibat infeksi post-herpetic dan infeksi hematogen,

trauma, dan penyebab yang tidak diketahui ditemukan pada masing-masing 1

pasien. Dengan perawatan yang memadai dan intervensi bedah, sebagian besar

pasien menunjukkan hasil yang sangat baik.

12
Kesimpulan : Insidensi osteomielitis pada maksila yang tinggi ditemukan pada

penelitian ini yang mana bertentangan dengan penelitian serta literatur

sebelumnya. Karena ini adalah penelitian kecil, studi prospektif dan tindak lanjut

jangka panjang dengan jumlah pasien yang lebih banyak diperlukan untuk

mengkonfirmasi temuan ini.

Pendahuluan

Istilah 'osteomielitis' diperkenalkan oleh Nelaton pada tahun 1844.

Osteomielitis adalah peradangan tulang dan sumsum tulang yang biasanya dimulai

sebagai infeksi rongga medula yang dengan cepat melibatkan sistem haversian dan

meluas ke periosteum. Sebelum adanya antibiotik, osteomielitis rahang adalah

penyakit yang lebih sering menjadi infeksi fatal di daerah maksilofasial. Namun,

dengan adanya antibiotik, gizi yang baik, dan perawatan gigi, diagnosis awal dan

penentuan pengobatan yang lebih baik sangat mempengaruhi insidensi dan

prognosis osteomielitis. Kondisi osteomielitis biasanya terjadi pada pasien dengan

imunitas yang rendah, seperti sindrom imunodefisiensi, malnutrisi, diabetes yang

tidak terkontrol, pasien kemoterapi atau radioterapi.

Dahulu penyebab utama osteomielitis pada rahang, seperti pada tulang

panjang adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, atau

haemolytic streptococci. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat keterlibatan

beberapa bakteri anaerob. Saat ini penyebab utama osteomielitis rahang adalah

Streptococcus dan anaerob oral, khususnya Peptostreptococcus, Fusobacterium,

dan Prevotella (Bacteroides), organisme yang berperan dalam terjadinya infeksi

13
odontogenik.

Ini merupakan bukti yang jelas bahwa berdasarkan suplai darah yang luas,

tulang kortikal tipis dan relatif kekurangan jaringan meduler, osteomielitis maksila

lebih jarang dibandingkan dengan mandibula. Meskipun bertentangan dengan ini,

persentase osteomielitis maksila yang tinggi dibandingkan dengan mandibula

ditemukan di institusi kami.

Sebuah studi retrospektif dilakukan terhadap semua pasien osteomielitis

rahang yang dilaporkan ke departemen kami dari Januari 2018 hingga Desember

2020 (periode 3 tahun). Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengevaluasi semua

pasien dengan osteomielitis rahang yang dirawat di institusi kami selama periode

tiga tahun yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, lokasi, etiologi, tanda dan

gejala klinis, serta kondisi medis yang mendasari.

Bahan dan Metode

Sebanyak 26 laporan kasus pasien osteomielitis rahang yang dirawat di

departemen kami selama periode tiga tahun dari Januari 2018 hingga Desember

2020 dianalisis untuk penelitian ini. Rekam medis dan radiografi yang

terdokumentasi lengkap dipelajari dan dianalisis oleh penulis untuk dijadikan

berbagai variabel. Dari jumlah tersebut, 5 pasien dikeluarkan dari penelitian ini

karena laporan kasus yang tidak lengkap. Pada 21 pasien, dilakukan pengumpulan

data yang meliputi usia, jenis kelamin, keterlibatan rahang, etiologi, faktor

predisposisi atau kondisi medis yang mendasari, gambaran klinis, pengobatan yang

diberikan, laporan histopatologis, tindak lanjut pasca pengobatan dan komplikasi.

14
Dalam penelitian kami, diagnosis difokuskan pada temuan klinis dan

radiologis. Semua pasien yang didiagnosis osteomielitis rahang dievaluasi untuk

penyakit sistemik yang mendasarinya. Setelah kondisi sistemik yang mendasari

telah stabil, pengobatan definitif dilakukan. Biopsi dilakukan untuk

mengesampingkan patologi jamur atau proses neoplastik yang mungkin terlihat

seperti osteomielitis.

Antibiotik empiris pra-operasi diberikan kepada semua pasien ketika awal

perawatan. Protokol standar untuk penatalaksanaan osteomielitis dilakukan

sesuai dengan jenis dan luasnya penyakit. Pasien diberikan terapi pembedahan

yang meliputi pencabutan gigi yang terlibat, debridemen, kuretase,

sequestrectomy dan saucerization bersama dengan manajemen obat.

Perawatan pasca operasi terdiri dari pemberian lebih lanjut antibiotik

empiris yang sama, irigasi intraoral, dan dressing jika diperlukan. Menurut

laporan kultur mikroba mereka, pemberian antibiotik berubah pada beberapa

pasien. Lokasi bedah di irigasi dengan povidone-iodine dan normal saline. Pasien

dipulangkan sesuai kesembuhan mereka dan ditindaklanjuti secara rutin.

Hasil

Dari 21 pasien, 11 pasien (52,4%) adalah laki-laki dan 10 pasien (47,6%)

adalah perempuan dengan rentang usia antara 40 sampai 70 tahun dengan usia

rata-rata 51,6 tahun. Data lokasi anatomis yang terkena menunjukkan insidensi

osteomielitis yang sangat tinggi pada maksila, yaitu 14 dari 21 pasien (66,7%)

dibandingkan dengan mandibula, yaitu 6 dari 21 pasien (28,6%), dan 1 pasien

15
(4,8%) dengan osteomielitis zygoma. Distribusi osteomielitis dianalisis lebih

lanjut dan menunjukkan insiden penyakit yang sedikit lebih tinggi di regio

posterior (33,3%) pada maksila dan regio body (28,6%) pada mandibula.

Berbagai etiologi, faktor predisposisi, keluhan dan diagnosa dirangkum dalam

Tabel 1.

Keluhan utama pasien adalah nyeri (81%), tereksposnya tulang (52,4%),

keluar pus terus-menerus (57,1%), dan bengkak (38,1%). Keluhan utama lainnya

termasuk halitosis, terasa berat, kegoyangan gigi, parestesia, dan trismus.

Dalam penelitian ini, pada 14 dari 21 pasien (66,6%) infeksi odontogenik

merupakan etiologi yang paling umum, diikuti oleh sinusitis maksilaris kronis

pada 3 pasien (14,2%). Etiologi lain yang ditemukan adalah infeksi hematogen,

trauma, dan osteomielitis yang disebabkan oleh herpes zoster. Terdapat 1 pasien

osteomielitis dengan etiologi yang tidak diketahui dalam penelitian ini.

Berbagai komorbiditas dikaitkan pada sebagian besar pasien yang

menyebabkan keadaan immunocompromise. Dalam penelitian ini, 18 dari 21

pasien (85,7%) memiliki penyakit sistemik yang mendasari termasuk 10 pasien

(47,6%) mengalami diabetes melitus, 6 pasien (28,6%) mengalami hipertensi, 4

pasien (19%) mengalami anemia, dan 1 pasien ( 4,8%) mengalami peningkatan

tes fungsi hati. Diantara 21 pasien, riwayat alkoholisme terdapat pada 5 pasien

(23,8%), merokok pada 3 pasien (14,3%), dan mengunyah tembakau pada 2

pasien (9,5%).

Sangat sulit untuk mengetahui durasi pasti dari keluhan tetapi gejala seperti

keluarnya pus, tereksposnya tulang, kegoyangan gigi, parestesia, dll.,

16
menunjukkan proses penyakit kronis. Sebagian besar pasien (95,2%) mengalami

osteomielitis kronis. Terdapat 11 pasien (52,4%) mengalami osteomielitis

supuratif kronis, 9 pasien (42,8%) mengalami osteomielitis non-supuratif kronis.

Osteomielitis supuratif akut terdapat pada 1 pasien (4,8%) dan 2 pasien (9,5%)

mengalami osteomielitis dengan infeksi actinomycotic. Pada 4 pasien (19,1%)

mengalami osteomielitis jamur (mucormycosis) pada maksila.

Penatalaksanaan pasien pada dasarnya terdiri dari pengendalian penyakit

sistemik yang mendasari diikuti dengan pengobatan definitif osteomielitis (Tabel

2). Semua pasien sebelum operasi diberikan terapi antibiotik empiris. Sampel

dikirim untuk kultur sensitivitas bagi pasien yang memiliki pengeluaran pus

persisten, kemudian obat diganti. Dalam manajemen bedah, pencabutan,

sequestrectomy, and saucerization dilakukan pada 19 pasien. Pada 2 pasien

diberikan terapi antibiotik. Terdapat 3 pasien yang memiliki infeksi ruang selain

osteomielitis, mereka dilakukan insisi dan drainase bersama dengan prosedur

yang disebutkan di atas. Pada 1 pasien dilakukan fiksasi intermaxillary untuk

menghindari fraktur patologis. Pada 7 pasien osteomielitis maksila, komunikasi

oroantral atau oro-nasal terbentuk setelah sequestrektomi dan debridemen.

Rehabilitasi dilakukan pada pasien dengan obturator rahang atas.

Waktu pemberian antibiotik memiliki rentang waktu 1 hingga 6 minggu

dengan waktu pemberian rata-rata 15 hari. Protokol pemberian antibiotik meliputi

injeksi intravena (Inj.) Amoxicillin + Clavulanic acid (1.2 g) 2x sehari, infus

Metronidazole 100 ml 3x sehari minimal selama 5 hari. Setelah itu, pasien

dialihkan ke antibiotik oral berdasarkan responnya. Pada beberapa kasus,

17
penggantian obat didasari oleh laporan sensitivitas kultur. Injeksi Gentamicin 80

mg 2x sehari atau injeksi Amikacin 500 mg 2x sehari diterapkan pada beberapa

kasus selama 5-7 hari. Pemberian Clindamycin kapsul 300 mg 2x sehari diberikan

pada 4 pasien selama 1 minggu.

Regimen medikasi antifungal tambahan diberikan kepada 4 pasien yang

memiliki diagnosis osteomielitis fungal. Pada 1 pasien, injeksi Amphotericin

B/lipid complex 50 mg diberikan selama 1 minggu setelah dirawat di rumah sakit.

Injeksi disiapkan dengan menambahkan air steril sebanyak 12 ml. Sediaan

selanjutnya diencerkan dengan menambahkan D5W (larutan dekstrosa 5% dalam

air) untuk membuat konsentrasi final 1-2 mg/ml yang diinfus setidaknya selama

2 jam (setelah pemeriksaan dosis). Pemantauan rutin kadar ureum darah dan

kreatinin dilakukan pada pasien ini selama pemberian obat karena dapat

menyebabkan toksisitas pada ginjal. Setelah 1 minggu, pemberian Fluconazole

tablet 400 mg per oral selama 1 bulan dilanjutkan pada pasien ini. Pada 3 pasien

lainnya, disarankan untuk mengkonsumsi Fluconazole tablet 400 mg 1x sehari

selama 4-6 minggu.

Periode follow up berkisar mulai dari 3 bulan hingga 34 bulan. Selama

follow up, pemeriksaan yang dilakukan pada pasien meliputi status medis umum,

penyembuhan luka dan gejala lain yang menetap seperti keluarnya pus, fistula,

parastesi, terbukanya luka operasi, atau gejala lainnya. Dari 21 pasien, sebanyak

17 pasien (81%) tidak menunjukkan tanda-tanda komplikasi, namun 4 pasien

memiliki parestesia persisten yang juga muncul sebelum operasi. Luka terbuka

post operatif (dehisensi luka) terjadi pada 1 pasien yang dibiarkan sembuh secara

18
sekunder. 1 pasien memiliki kemerahan dan nyeri persisten selama lebih dari satu

bulan yang sembuh dengan pemberian antibiotik dan analgesik. Tidak terdapat

laporan kekambuhan penyakit yang terjadi pada pasien.

Tabel 1. Lokasi, etiologi, faktor predisposisi/status medis, keluhan, diagnosis

Umur/
Faktor
Pasien Lokasi Etiologi Keluhan Diagnosis
predisposisi
JK

Osteomielitis
Anterior Diabetes Pus, nyeri,
Pasien supuratif
40/P maksila Odontogenik (tidak tereksposnnya
1 kronis dengan
kiri terkontrol) tulang, halitosis
infeksi jamur

Nyeri,
Osteomielitis
pembengkakan,
Posterior Sinusitis non-supuratif
Pasien
42/P maksila maksilaris Hipertensi kronis
2 terasa berat,
kanan kronis
kegoyangan
gigi

Nyeri, pus,
Posterior Osteomielitis
Pasien tereksposnya
60/P maksila Odontogenik Anemia supuratif
3 tulang,
kanan kronis
pembengkakan

Alkoholik
Body Osteomielitis
Pasien kronis, Tereksposnya
50/L mandibula Odontogenik non-supuratif
4 merokok, tulang, halitosis
kiri kronis
hipertensi

Pus, nyeri,
tereksposnya
Body Alkoholik, Osteomielitis
Pasien tulang,
42/L mandibula Odontogenik anemia, supuratif
5 kegoyangan
kanan LFT kronis
gigi,
pembengkakan

Pus, nyeri, Osteomielitis


Body Diabetes
Pasien pembengkakan, supuratif
65/P mandibula Odontogenik (tidak
6 trismus, kronis dengan
kiri terkontrol)
parestesia infeksi spasia
submandibular

19
kiri

Maksila
Nyeri, Osteomielitis
kanan + Diabetes
Pasien tereksposnya non-supuratif
42/L anterior Odontogenik (terkontrol),
7 tulang, kronis dengan
maksila tobacco
pembengkakan infeksi jamur
kiri

Posterior Sinusitis Diabetes Terasa berat, Osteomielitis


Pasien
50/P maksila maksilaris (tidak terksposnya non-supuratif
8
kanan kronis terkontrol) tulang, halitosis kronis

Anterior Osteomielitis
Pasien Nyeri, pus,
40/P maksila Hematogenous - supuratif
9 parestesia
kanan kronis

Diabetes Osteomielitis
Pasien Zygoma Tereksposnya
40/P Odontogenik (terkontrol), non-supuratif
10 kiri tulang
hipertensi kronis

Hipertensi, Nyeri, pus, Osteomielitis


Body
Pasien alkoholik, tersksposnya supuratif
40/L mandibula Odontogenik
11 diabetes tulang, kronis dengan
kanan
(terkontrol) pembengkakan infeksi jamur

Posterior Diabetes Osteomielitis


Pasien Nyeri, pus,
48/L maksila Odontogenik (tidak supuratif
12 halitosis
kanan terkontrol) kronis

Tereksposnya
Anterior Merokok, Osteomielitis
Pasien tulang,
45/L maksila Odontogenik anemia, non-supuratif
13 kegoyangan
kanan tobacco kronis
gigi

Posterior Nyeri, pus, Osteomielitis


Pasien
70/P maksila Odontogenik Hipertensi tereksposnya supuratif
14
kiri tulang kronis

Osteomielitis
supuratif
Pus, nyeri,
Posterior Diabetes kronis dengan
Pasien terasa berat,
60/P maksila Odontogenik (tidak infeksi jamur
15 pembengkakan,
kiri terkontrol) dan infeksi
parestesia
spasia kaninus
kiri

20
Pus, nyeri, Osteomielitis
tereksposnya supuratif
Body
Pasien Anemia, tulang, kronis dengan
55/L mandibula Odontogenik
16 merokok pembengkakan, infeksi spasia
kanan
trismus, submandibular
parestesia kanan

Nyeri,
Anterior Osteomielitis
Pasien Post herpes Hipertensi, kemerahan
70/L maksila non-supuratif
17 (virus) alkoholik pada puncak
kiri kronis
tulang alveolar

Maksila
Nyeri, terasa
kiri + Sinusitis Diabetes Osteomielitis
Pasien berat, fistula
55/P anterior maksilaris (tidak non-supuratif
18 oroantral,
maksila kronis terkontrol) kronis
halitosis
kanan

Nyeri, pus,
Pasien Anterior Tidak Osteomielitis
40/L - kegoyangan
19 palatum diketahui supuratif akut
gigi, halitosis

Posterior Diabetes Nyeri, luka Osteomielitis


Pasien
60/L maksila Odontogenik (tidak sulit sembuh, non-supuratif
20
kiri terkontrol) halitosis kronis

Body Nyeri, pus, Osteomielitis


Pasien
62/L mandibula Trauma Alkohol fistula ekstra supuratif
21
kanan oral kronis

Tabel 2. Perawatan dan rehabilitasi, laporan pertumbuhan mikroorganisme/histopatologi, hari


pemberian antibiotik, komplikasi pasca operasi

Perawatan dan rehabilitasi


Hari
Pertumbuhan Komplikas
pemberia
Pasien mikroorganisme/has i post-
n
Pemberian il histopatologi operatif
Pembedahan antibiotik
obat

Inj. amoxicillin
+ clavulanic acid Ekstraksi,
Pasien dan debridemen,
Mucormycosis 33
1 Metronidazole x kuretase,
5 hari lalu Tab. sequestrectomy
Fluconazole

21
400 mg x 4
minggu

Ekstraksi,
debridemen,
Cap.
Pasien kuretase,
Clindamycin Tidak tumbuh 7
2 sequestrectomy
300 mg x 7 hari
, obturator
maksila

Inj. amoxicillin
+ clavulanic
Ekstraksi,
acid,
debridemen,
Metronidazole,
Pasien kuretase, Gram positif, gram
Inj. Amikacin x 10
3 sequestrectomy negatif bacilli
5 hari lalu Tab.
, obturator
amoxicillin +
maksila
clavulanic acid
625 mg x 5 hari

Inj. amoxicillin Ekstraksi,


+ clavulanic debridemen,
Pasien acid, kuretase,
Tidak tumbuh 7
4 Metronidazole, sequestrectomy
Inj. Gentamicin , fiksasi
x 7 hari intermaksila

Ekstraksi,
Cap.
Pasien debridemen, Gram positif, gram
Clindamycin 7
5 kuretase, negatif bacilli
300 mg x 7 hari
sequestrectomy

Inj. amoxicillin
+ clavulanic
Ekstraksi,
acid,
debridemen,
Metronidazole,
Pasien kuretase,
Inj. Amikacin x Tidak tumbuh 14 Parestesia
6 sequestrectomy
7 hari lalu Tab.
dengan insisi
amoxicillin +
dan drainase
clavulanic acid
625 mg x 7 hari

Inj. amoxicillin Ekstraksi,


+ clavulanic acid debridemen,
Pasien dan kuretase,
Mucormycosis 33
7 metronidazole x sequestrectomy
5 hari lalu Tab. , obturator
Fluconazole maksila

22
400 mg x 4
minggu

Inj. amoxicillin
+ clavulanic Debridemen,
Pasien
acid, Inj. kuretase, Tidak tumbuh 7
8
Gentamicin x 7 sequestrectomy
hari

Ekstraksi,
debridemen,
Cap.
Pasien kuretase, Gram positif, gram
Clindamycin 7 Parestesia
9 sequestrectomy negatif bacilli
300 mg x 7 hari
, obturator
maksila

Inj. amoxicillin
+ clavulanic Debridemen,
Pasien
acid, kuretase, Tidak tumbuh 7
10
Metronidazole x sequestrectomy
7 hari

Inj. amoxicillin
+ clavulanic acid
dan
metronidazole x
5 hari lalu Inj.
Ekstraksi,
Amphotericin
Pasien debridemen,
Mucormycosis 40
11 kuretase,
B x 7 hari dan
sequestrectomy
Tab.
Fluconazole

400 mg x 4
minggu

Ekstraksi,
debridemen,
Cap.
Pasien kuretase, Gram positif, gram
Clindamycin 7
12 sequestrectomy negatif bacilli
300 mg x 7 hari
, obturator
maksila

Inj. amoxicillin
Ekstraksi,
+ clavulanic acid
Pasien debridemen,
dan Tidak tumbuh 10
13 kuretase,
metronidazole x
sequestrectomy
5 hari lalu Tab.
amoxicillin +

23
clavulanic acid

625 mg x 5 hari

Inj. amoxicillin
+ clavulanic
acid, inf.
Ekstraksi,
Metronidazole,
Pasien debridemen, Gram positif, gram
Inj. Amikacin x 8
14 kuretase, negatif bacilli
5 hari lalu Tab.
sequestrectomy
amoxicillin +
clavulanic acid
625 mg x 3 hari

Inj. amoxicillin
+ clavulanic acid Ekstraksi,
dan debridemen, Parestesia,
Metronidazole x kuretase, nyeri,
Pasien
5 hari lalu Tab. sequestrectomy Mucormycosis 33 kemerahan
15
Fluconazole , obturator yang
maksila, insisi persisten
400 mg x 4 dan drainase
minggu

Inj. amoxicillin
+ clavulanic Parestesia,
Ekstraksi,
acid, dehisensi
debridemen,
Metronidazole, Actinomycosis luka
Pasien kuretase,
Inj. Amikacin x 22
16 sequestrectomy
7 hari lalu Tab. (bakteri)
, insisi dan
amoxicillin +
drainase
clavulanic acid
625 mg x 15 hari

Cap.
Pasien
Clindamycin - Tidak tumbuh 7
17
300 mg x 7 hari

Inj. amoxicillin
+ clavulanic
Ekstraksi,
acid,
debridemen,
Metronidazole, Actinomycosis
Pasien kuretase,
Inj. Amikacin x 22
18 sequestrectomy
7 hari lalu Tab. (bakteri)
, obturator
amoxicillin +
maksila
clavulanic acid
625 mg x 15 hari

24
Inj. Amikacin x
5 hari dan Tab.
Pasien Trimethoprim Gram positif, gram
- 21
19 dan negatif bacilli
sulfamethoxazol
e x 21 hari

Inj. amoxicillin
+ clavulanic acid Debridemen,
Pasien
dan kuretase, Tidak tumbuh 7
20
metronidazole x sequestrectomy
7 hari

Inj. amoxicillin
+ clavulanic
acid,
Ekstraksi,
Metronidazole,
Pasien debridemen, Gram positif, gram
Inj. Amikacin x 12
21 kuretase, negatif bacilli
7 hari lalu Tab.
sequestrectomy
amoxicillin +
clavulanic acid
625 mg x 5 hari

Pembahasan

Istilah osteomielitis berasal dari Bahasa Yunani “osteon” yang berarti

tulang, “myelo” yang berarti sumsum tulang, dan “itis” yang berarti inflamasi.

Osteomielitis merupakan inflamasi pada tulang yang dimulai dari rongga medula

dan berakhir pada periosteum yang melibatkan sistem havers. Osteomielitis pada

maksila awalnya dijelaskan oleh Rees pada tahun 1847. Hal tersebut dapat berasal

dari penyebaran hematogen, penyebaran yang berdekatan dari fokus infeksi, atau

inokulasi bakteri langsung ke tulang karena trauma.

Faktor predisposisi utama osteomielitis adalah berkurangnya sistem

pertahanan inang dan status imun yang terganggu seperti sindrom imunodefisiensi,

diabetes, kondisi autoimun, keganasan, dan malnutrisi. Osteomielitis hematogen

25
umumnya terlihat pada kelompok usia pediatrik (85% pasien dengan usia di bawah

17 tahun), sedangkan pada kelompok dewasa sebanyak lebih dari 50% kasus

merupakan post-trauma.

Predileksi laki-laki terhadap perempuan pada osteomielitis bervariasi hingga

5.2:1. Pada institusi kami, rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 1.1:1 yang

sama dengan studi sebelumnya. Usia pasien berkisar antara 40 hingga 70 tahun

dengan rata-rata usia 51.6 tahun. Kebanyakan pasien berada pada dekade keempat

kehidupan, temuan ini sama dengan penelitian lainnya.

Tinjauan literatur secara menyeluruh menunjukkan bahwa rasio insidensi

osteomielitis maksila dibandingkan mandibula adalah 1:16.5 dan 1:6 berdasarkan

studi Koorbusch et al. dan Rangne dan Ruud, sedangkan insidensi 1.07:1 dilaporkan

oleh studi Peravali et al. Temuan signifikan dalam studi ini menunjukkan insidensi

osteomielitis maksila dibandingkan mandibula yang lebih tinggi, yaitu 2.3:1. Pada

studi ini, 1 pasien dilaporkan memiliki osteomielitis zigoma dengan faktor

predisposisi diabetes (Gambar 1a dan b). Pasien ini juga memiliki riwayat

pengobatan osteomielitis fungal 15 tahun lalu. Berbeda dengan hasil literatur, studi

ini menunjukkan insidensi osteomielitis maksila yang lebih tinggi (66.7%)

dibandingkan osteomielitis mandibula. Sejauh yang kami ketahui, hanya Peravali et

al. yang melaporkan dominasi osteomielitis maksila (51.7%) dalam studinya. Hasil

studi yang dilakukan oleh Sood et al. menunjukkan bahwa insidensi osteomielitis

maksila (44.44%) hampir sama dengan mandibula. Studi-studi tersebut dapat

mengindikasikan perubahan tren osteomielitis pada rahang, namun terlalu dini

26
untuk diprediksi. Studi jangka panjang lebih lanjut diperlukan untuk mencapai

kesimpulan tersebut.

Gambar 5. Gambaran klinis pasien 10: a. Osteomielitis zigoma, b. Sequestrum

Mayoritas pasien pada studi ini memiliki komponen odontogenik (66.6%)

sebagai sumber infeksi, diikuti dengan sinusitis maksilaris (14.2%). Hasil ini

sebanding dengan studi Peravali et al. yang juga melaporkan komponen

odontogenik sebagai sumber utama infeksi. Pada 1 pasien kami, terjadi osteomielitis

maksilaris yang diinduksi oleh herpes zoster, hal ini merupakan komplikasi infeksi

herpes zoster yang jarang terjadi. Nekrosis alveolar post-herpetik dan eksfoliasi gigi

spontan telah dijelaskan dalam literatur pada 41 kasus hingga tahun 2009.

Osteomielitis merupakan penyakit infeksius yang sulit untuk dirawat,

namun adanya faktor-faktor tertentu dapat membuat perawatannya semakin sulit.

Diabetes, radioterapi, malnutrisi, anemia, keganasan, hipertensi, dan imunosupresi

merupakan komorbid yang mempengaruhi kekebalan tubuh dan mengganggu

proses penyembuhan luka. Studi oleh Cierny menjelaskan bahwa tidak hanya faktor

27
anatomis, namun kondisi inang, vaskularisasi regional, local milieu, dan luasnya

nekrosis dapat mempengaruhi riwayat penyakit. Studi yang dilakukan oleh Sood et

al. menunjukkan 77.77% pasien dengan penyakit sistemik yang mendasari,

sedangkan pada studi ini komorbiditas terdapat pada 85.7% pasien.

Diabetes mellitus dikenal sebagai supresor respon imun inang dan memiliki

korelasi yang kuat dengan osteomielitis. Korelasi ini sejalan dengan studi kami,

bahwa diabetes ditemukan sebagai salah satu faktor utama osteomielitis (47.6%).

Mekanisme yang memfasilitasi infeksi tulang meliputi berkurangnya kemotaksis

leukosit dan fagositosis dengan berkurangnya vaskularisasi, sehingga mengurangi

perfusi jaringan. Pemanfaatan glukosa yang tidak sempurna menyebabkan

terhambatnya proses penyembuhan luka.

Berdasarkan studi Peravali et al. 68% kasus osteomielitis maksila

berhubungan dengan diabetes. Insidensi osteomielitis maksilaris sebesar 45.1%

dilaporkan oleh Koorbusch et al. diantara pasien diabetes melitus yang tidak

terkontrol pada populasi pedesaan India. Pada studi ini, hubungan osteomielitis

maksila lebih banyak ditemukan pada diabetes yang tidak terkontrol (33.3%)

dibandingkan dengan diabetes yang terkontrol (9.5%).

Osteomielitis fungal (mucormycosis) ditemukan pada 4 pasien (19.1%)

dengan diabetes mellitus sebagai faktor predisposisinya pada studi ini. Dominasi

osteomielitis fungal pada maksila dibandingkan mandibula juga ditemukan pada

hasil studi ini. Terlepas dari menurunnya mekanisme pertahanan dan perubahan

vaskularisasi, keberadaan badan keton mendukung pertumbuhan jamur pada pasien

diabetik. Ketoreduktase merupakan enzim yang dihasilkan oleh jamur, enzim ini

28
bekerja pada badan keton. Berdasarkan studi Niranjan et al., 52% kasus

osteomielitis fungal dan 48% kasus osteomielitis non fungal diobservasi dalam studi

10 tahun yang dilakukan pada populasi Karnataka Utara. Keterlibatan maksila

terjadi pada 80.76% kasus dengan predominasi laki-laki yang berhubungan dengan

diabetes mellitus pada studi tersebut.

Seperti yang terlihat pada 4 pasien kami (19%), anemia juga memperparah

kondisi secara signifikan dengan mengubah respon imun inang pasien untuk

melawan infeksi. Alkoholisme (23.8%) juga ditemukan sebagai faktor predisposisi

umum terbanyak kedua dalam studi ini. Gangguan imunitas pada alkoholik kronis

tidak memungkinkan inang untuk membangun pertahanan yang memadai untuk

melawan infeksi.

Sebagian besar penelitian menunjukkan infeksi mikroba campuran.

Sebanyak 93% kasus osteomielitis kronis adalah polimikroba seperti yang

disimpulkan dalam studi Coviello dan Stevens. Pada studi ini, hasil kultur dan

sensitivitas menunjukkan tidak adanya pertumbuhan positif pada 8 pasien yang

mungkin disebabkan oleh konsumsi antibiotik jangka panjang. 7 dari kultur positif

menunjukkan infeksi campuran yang memiliki korelasi dengan studi lainnya.

Laporan histopatologi menunjukkan mucormycosis pada 4 pasien dan

actinomycosis pada 2 pasien (Gambar 2a-i).

29
Gambar 6. Gambaran klinis pasien 18: a. Foto intraoral menunjukkan sinus pada maksila anterior
bilateral, b. Foto intraoral menunjukkan fistula palatal, c. Penampang aksial CT-scan, d. Gambaran
intraoperatif, e. Sequestrum, f. Gambaran post-operatif menunjukkan fistula palatal yang sudah
sembuh, g. Gambaran post-operatif menunjukkan obturator maksila, h. Gambaran post-operatif
PNS, i. Penampang histopatologis menunjukkan fenomena Splendor-Hoeppeli menunjukkan
Actinomycosis

Kondisi sistemik penyerta diobati dan pasien diberikan konseling untuk

menghentikan kebiasaan buruk. Area yang terinfeksi dan sequestrum menunjukkan

karakteristik iskemik dan menghasilkan area dengan penurunan tekanan oksigen.

Laju difusi antibiotik ke dalam tulang yang mati sangat lambat, sehingga seringkali

antibiotik tidak dapat mencapai nidus infeksi secara memadai. Protokol pengobatan

terdiri dari kombinasi operasi dan terapi antimikroba. Durasi antimikroba

bergantung pada tanda dan gejala klinis, berkisar antara satu minggu hingga satu

bulan.

Dalam studi ini, 1 pasien mengalami osteomielitis supuratif akut pada

maksila dengan drainase sinus pada palatum. Riwayat medis pasien tidak signifikan

30
dan tidak terdapat riwayat kebiasaan buruk pada rongga mulut. Debridemen

menyeluruh dan pemberian medikasi dilakukan pada pasien ini. Sulfamethoxazole

dan Trimethoprim tablet 400/80 mg 2x sehari diresepkan untuk 3 minggu

berdasarkan hasil sensitivitas kultur.

Intervensi bedah merupakan salah satu perawatan pilihan utama perawatan

osteomielitis pada rahang (Gambar 3a-h). Tujuan dari pembedahan ini adalah

mengeliminasi semua jaringan yang terinfeksi dan nekrosis, sehingga kemungkinan

reperfusi dan drainase dapat difasilitasi pada area yang terlibat. Intervensi dini

memiliki prognosis yang lebih baik dan dapat menjadi faktor kunci dalam

menghindari prosedur bedah ablatif.

Gambar 7. Gambaran klinis pasien 21: a. Foto intraoral menunjukkan osteomielitis pada badan
kanan mandibula, b. Gambaran preoperatif menunjukkan fistula ekstraoral pada regio
submandibula kanan, c. Orthopantomogram menunjukkan sequestrum mandibula pada sisi kanan,
d. CBCT pasien (tampak sagital), e. CBCT pasien (tampak koronal), f. CBCT pasien (rekonstruksi
3D), g. Gambaran intra operatif menunjukkan komunikasi antara kavitas infraboni dan fistula
ekstra oral, h. Sequestrum

Tingkat komplikasi dalam studi ini adalah 19.1%. 4 pasien mengalami

parestesia persisten yang tidak dapat dihindari karena proksimitas saraf dengan area

31
yang terinfeksi. 1 pasien memiliki dehisensi luka yang ditangani dengan debridemen

lokal dan irigasi dengan povidone-iodine serta air saline normal. 1 pasien yang

mengalami infeksi ruang kaninus dengan osteomielitis maksila memiliki eritema

ekstraoral yang persisten serta nyeri pada regio tersebut selama lebih dari satu bulan

post-operatif. Tingkat komplikasi yang sama terdapat dalam studi yang dilakukan

oleh Sood et al. dan Peravali et al.

Kesimpulan

Hasil dari studi retrospektif ini menyimpulkan bahwa terdapat perubahan

tren insidensi osteomielitis pada maksila yang lebih tinggi dibandingkan dengan

studi terdahulu. Walaupun ukuran sampel dalam studi ini kecil, namun ditemukan

bahwa terdapat korelasi yang kuat antara osteomielitis dengan diabetes mellitus,

diikuti dengan alkoholisme sebagai faktor predisposisi terbanyak kedua. Temuan

serupa didukung oleh studi-studi terdahulu lainnya, namun dibutuhkan studi

longitudinal lebih lanjut dengan jumlah pasien yang lebih banyak untuk

mengkonfirmasi temuan ini.

32
3.2. Interpretasi Kasus

Missing teeth: gigi 17, 11, 21, 22, 23, 24, 28, 38, 37, 36, 44, 45,
46, 48
Persistensi: -
Impaksi: -
Kondisi mahkota: terdapat gambaran radiolusen pada ⅓ insisal
Area 1 Gigi gigi 33 mendekati kamar pulpa
Geligi Kondisi akar: terdapat gambaran sisa akar pada gigi 12, 25, 26,
33, 47
Kondisi alveolar crest - furkasi: terdapat penurunan tulang
horizontal ±4 mm pada mesial-distal gigi 12, 13, 14, 15 16, 18,
25, 27
Kondisi periapikal: DBN

Maksila
- DBN
Area 2 Maksila - Sinus
Sinus - Nasal - Tidak dapat diinterpretasi
Nasal
- Tidak dapat diinterpretasi

Site: corpus mandibula dekstra, pada area gigi 44 - 48


Size: ± 4x2 cm
Shape: irregular, berbentuk seperti pulau-pulau (sequestrum)
Area 3
Symmetry: asimetris
Mandibula
Border: tidak jelas dan tidak tegas
Content: radiolusen dengan bagian dalam pulau–pulau radiopak
Association: destruksi tulang kortikal di sekitar lesi

33
Kondilus kanan dan kiri berbentuk ovoid, simetris, terletak di
Area 4 TMJ
dalam fossa glenoid

Area 5 Ramus -
DBN
Os. Vertebrae

Kesan Terdapat kelainan pada area 1, 2, 3

Suspek
Osteomielitis akut at regio corpus mandibula dextra
Radiologis

3.3. Critical Review

Jurnal dengan judul “Osteomyelitis of Maxilla: A Rare Presentation Yet Not

So Rare” merupakan jurnal retrospektif. Jurnal ini ditulis oleh Jeevan Lata dan

Neetu Pansotra dari Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Universitas

Punjab. Penulis telah menulis beberapa jurnal terkait kista nasolabial,

ameloblastoma, serta laporan kasus lainnya. Jurnal ini dipublikasikan oleh Journal

of Maxillofacial and Oral Surgery pada tahun 2022 dan terdaftar di PubMed.

Studi retrospektif ini melaporkan kasus osteomielitis yang terjadi Punjab

Government Dental College, India sejak bulan Januari 2018 hingga Desember 2020.

Terdapat konten abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil, pembahasan, serta

kesimpulan yang dijelaskan dengan cukup lengkap. Pada bagian hasil, terdapat

rangkuman kasus osteomielitis pada 21 pasien yang disertai keterangan lokasi, usia

dan jenis kelamin pasien, keluhan utama, etiologi, faktor predisposisi, dan

34
diagnosis. Studi ini juga membahas jenis perawatan, hasil pemeriksaan

mikrobiologi, durasi pemberian antibiotik, serta komplikasi pasca bedah yang

dialami pasien. Akan tetapi, jurnal ini tidak menampilkan foto klinis pasca

perawatan dengan lengkap . Referensi yang digunakan pada studi ini berjumlah 19

jurnal dengan rentang tahun 1971 hingga 2020.

35
BAB IV

PEMBAHASAN

36
BAB V

SIMPULAN

Osteomielitis merupakan inflamasi sumsum tulang yang biasanya diawali

oleh infeksi pada kavitas medular, dapat menyebar dengan cepat ke sistem havers,

dan meluas hingga periosteum. Pada era pra-antibiotik, osteomielitis pada rahang

merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan dan menyebabkan infeksi

yang fatal pada area maksilofasial. Seiring dengan perkembangan antibiotik,

perbaikan nutrisi, dan perawatan gigi, osteomielitis kini dapat dideteksi sejak awal

sehingga dapat ditangani dengan berbagai jenis perawatan.

Studi retrospektif ini bertujuan untuk memberikan laporan kasus

osteomielitis di Punjab Government Dental College and Hospital, Amritsar, India

sejak bulan Januari 2018 hingga Desember 2020. Berdasarkan studi ini, didapatkan

bahwa terdapat perubahan tren insidensi osteomielitis pada rahang atas yang

meningkat dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Akan tetapi, dibutuhkan

penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk

mengkonfirmasi temuan ini.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Rochmah YS. OSTEOMYELITIS KRONIS MANDIBULA PASCA


EKSTRAKSI GIGI DISERTAI BELL’S PALSY. Odonto Dent J.
2019;6(1):52–5.
2. Lorè B, Gargari M, Ventucci E, Cagioli A, Nicolai G, Calabrese L. A
complication following tooth extraction: chronic suppurative osteomyelitis.
Oral Implantol (Rome). 2013;6(2):43.
3. Simanjuntak HF, Sylvyana M, Fathurachman F. Osteomyelitis kronis
supuratif mandibula sebagai komplikasi sekunder impaksi gigi molar tiga.
MKGK (Majalah Kedokt Gigi Klin (Clinical Dent Journal) UGM; Vol 2, No
1. 2017;
4. Rasul MI, Prasetiawaty E. Management of chronic osteomyelitis with extra
oral fistula in the mandible. Makassar Dent J. 2020;9(1).
5. Bala M, Braimah RO, Taiwo AO, Yabo SU, Aliyu B. Chronic osteomyelitis
of the jaws: A 7-year retrospective clinico-surgical evaluation in a tertiary
hospital in Northwest Nigeria. Sci Dent J. 2023;7(1):1–5.
6. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology-E-Book: Principles and
interpretation. Elsevier Health Sciences; 2014.
7. Whaites E, Drage N. Radiography and Radiology for Dental Care
Professionals E-Book. Elsevier Health Sciences; 2020.
8. Lata J, Pansotra N. Osteomyelitis of maxilla: a rare presentation yet not so
rare. J Maxillofac Oral Surg. 2022;21(3):1023–31.

Anda mungkin juga menyukai