DISUSUN OLEH:
ADELINA SIA
NPM : 23203042
Penyakit jantung
bawaan tipe
sianotik (gagal
jantung kongesti,
anemia/polisitemia
, tetanus
hipoplasia paru (disertai neonatorum,
hernia diafragma Immaturitas, Syok,
kongenital), infeksi, sepsis.
aspirasi mekoneum, dan
peristent pulmonary GAGAL NAPAS
hypertension.
Hiperkapnia PH abnormal PO2 dan PCO2 Penigkatan kerja
hipoksemia
Menurun napas
Gangguan
Ventilasi spontan Gangguan difusi O2
dan CO2 kelelahan
Menurunkan
suplai O2 ke otak Menigkatkan
Pirau (shut) Menurunya suplai metabolisme anaerob Refleks menelan dan
darah keseluruh menghisap belum baik
Penurunan kesadaran Penurunan o2 ke tubuh berkurang
jaringan Penumpukan asam
laktat
Penurunan refleks CRT menurun
batuk sianosis Menyusui tidak efektif
Asidosis respiratorik
Penigkatan sekre Perfusi perifer tidak
pernapasan efektif
Alkalosis metabolik
hipoventilasi
Penumpukan sekret di
saluran pernapasan Bantuan fentilator
mekanik
Sesak napas
Obstruksi seluruh
pernapasan
Resiko infeksi
Pola napas tidak
Bersih jalan napas efektif
tidak efektif
D. MANIFESTASI KLINIK
Gagal napas akut terjadi bila dengan peningkatan upaya napas dan laju napas,
tidak dapat mempertahankan oksigenasi adekuat atau bila oksigenasi tetap buruk.
Dasar patofisiologi gagal napas menentukan gambaran klinisnya. Pasien gagal napas
yang masih mempunyai kemampuan bernapas normal akan tampak sesak dan gelisah.
Sebaliknya, pasien yang telah menurun kemampuan pusat pernapasannya akan
tampak tenang atau bahkan mengantuk. Peningkatan upanya dan laju napas serta
takikardia akan berkurang bila gagal napas memburuk, bahkan dapat terjadi henti
napas.
Gagal napas diawali oleh stadium kompensasi. Pada keadaan ini ditemukan
peningkatan upaya napas yang ditandai dengan adanya distress pernapasan
(pemakaian otot pernapasan tambahan, retraksi, takipnea dan takikardia). Peningkatan
upanya napas terjadi dalam usaha mempertahankan aliran udara walaupun
compliance paru menurun. Sebaliknya, stadium dekompensasi muncul belakangan
ditandai dengan napas cepat atau takipnea, pemakaian otot pernapasan tambahan
berlebihan dan retraksi epigastrik, interkosta, serta supraklavikula. Ancaman gagal
napas yang disebabkan oleh disfungsi pusat pengatur napas mungkin lebih sulit
dikenali karena bayi tersebut tidak dapat menunjukkan tanda distres pernapasan,
misalnya pada pasien overdosis narkotik akan terjadi penurunan upaya napas dan
hipoventilasi. Laju pernapasan yang rendah atau napas yang dangkal dapat
mengidentifikasi pasien tersebut.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Analisisgas darah
Gagal napas memiliki gejala klinis yang sangat beragam dan tidak
spesifik. Analisa gas darah harus dilakukan jika gejala gagal napas
sudah muncul untuk memastikan diagnosis, membedakan antara gagal
napas akut dan kronik. Hal ini sangat penting untuk menilai intensitas
gagal napas dan memudahkan terapi. Untuk patokan terapi oksigen dan
evaluasi objektif berat-ringan gagal napas,analisis gas darah dilakukan.
Ada dua cara untuk memahami hasil analisis gas darah: gangguan
keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan
(Syarani,Dr.Dr.Fajrinur,M.Ked(Paru, 2017).
2) PulseOksimetri
Alat ini mengukur perubahan jumlah cahaya yang melewati aliran
darah arteri yang berdenyut. Pengukuran saturasi oksigen non-invasif
yang konsisten dilakukan,yang dapat dilakukan pada jari tangan atau
kaki atau dilobusdibawahtelinga. Menurut
Syarani,Dr.Dr.Fajrinur,M.Ked, Paru (2017), saturasi oksigen akan
menurun jika tekanan oksigen turun dibawah 90%.
a) PemeriksaanEKG
b) PemeriksaanRadiologi
c) Rontgendada
d) Ekocardiografi
F. KOMPLIKASI
Menurut Shebl, E., & Burns, B. (2018) komplikasi dari gagal napas dapat disebabkan
oleh gangguan gas darah atau dari pendekatan terapeutik itu sendiri diantaranya:
a) Komplikasi paru-paru: misalnya, emboli paru, jaringan parut ireversibel pada
paru-paru, pneumotoraks, dan ketergantungan pada ventilator.
b) Komplikasi jantung: misalnya, aritmia gagal jantung dan infark miokard akut.
c) Komplikasi neurologis: periode hipoksia otak yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel dan kematian otak.
d) Ginjal: gagal ginjal akut dapat terjadi karena hipoperfusi dan/atau obat
nefrotoksik
e) Gastro-intestinal: stress ulcer, ileus, dan perdarahan
f) Nutrisi: malnutrisi, diare hipoglikemia, gangguan elektrolit
G. PETALAKSANAAN
Penatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada
penyakit yangmendasarinya. Saat ini terapi gagal nafas pada neonatus ditujukan untuk
mencegahkomplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-
paru pada neonatus,seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan
dapat berlangsung. Tujuan terapi gagal napas adalah memaksimalkan pengangkutan
oksigen dan membuang CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan
oksigen arteri dan menyokong curah jantung serta ventilasi. Karena itu, dalam
tatalaksanaterhadap gagal nafas, yang perlu segeradilakukan adalah: perbaikan
ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab gagal
nafas,tatalaksana terhadap komplikasi yangterjadi, dan terapi supportif.
Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif
dengan berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis
adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan
pada FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta
tekanan ventilator/volume tidal yang minimal. Derajat distress pernafasan,
derajat abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan derajat
instabilitas kardiopulmonal serta keadaan fisiologis penderita harus ikut
dipertimbangkan dalam memutuskan untuk memulai penggunaan ventilator
mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh parameter
yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan mekanis
yang diinginkan.
Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain:
1) prolonged apnea,
2) PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik
3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan
4) bayi yang menggunakan anestesi umum.
Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi mekanis antara
lain:
1) frequent intermittent apnea
2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas
3) dan pada pemberian surfaktan
Surfaktan
Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan
permukaanalveolar sehinggga terjadi stabilisasi volume paru pada tekanan
transpulmonal yang rendah.Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas
saatekspirasi dan memungkinkan tekananyang lebih rendah untuk
mengembangkan paru-paru, sehingga peregangan yang berlebihandari paru-
paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat
surfaktanmengurangi tekanan negatif yang diperlukan untuk membuka jalan
nafas dan kerjapernafasan. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam
setelah bayi lahir apabila bayimengalami respiratory distress syndrome yang
berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah
dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen
30% atau lebih. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan
antara lain, bradikardi, hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea.
Bradikardi, hipoksemia dan sumbatan pada endotracheal tube (ETT) dapat
terjadi pada saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan perfusi serebral
dapat terjadi pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi
yangmendadak dari aliran darah paru kedalam sirkulasi otak. Seluruh efek
samping tersebut dapat diatasi dengan menghentikan pemberian surfaktan dan
meningkatkan aliran oksigen dan ventilasi.
High Frequency Ventilation
High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik
yang menggunakan volume tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat.
Keuntungan HFV adalah dapat memberikan gas yang adekuat dengan tekanan
pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga mengurangi kejadian barotrauma.
High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma
volumedan atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko
barotrauma yang kecil padaparu-paru. HFV telah digunakan pada bayi dengan
respiratory distress syndrome (RDS) yang memerlukan bantuan nafas lebih
lanjut. HFV juga sangat efektif pada bayi dengan aspirasi mekonium. HVF
juga mengurangi kejadian barotrauma pada bayi dengan berat badan rendah.
Pada saat ini penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena komplikasi
yang lebihsedikit. Terdapat beberapa macam mode high frequency ventilator
yang digunakan, yaitu:high-frequency positive-pressure ventilators, high
frequency jet ventilators, dan highfrequency oscillators.
Inhaled Nitric Oxide
Inhaled nitric oxide (iNO) dapat memperbaiki vasodilatasi paru dan
oksigenisasi pada bayi cukup bulan dengan gagal nafas yang berat. Beberapa
penelitian multisenter menyebutkanbahwa iNO akan mengurangi kebutuhan
akan extracorporeal membrane oxygenation(ECMO). Penggunaan iNO pada
terapi gagal nafas pada bayi berdasar kepada kemampuannya sebagai
vasodilator di paru-paru tanpa menurunkan tonus vaskuler paru. Penggunaan
Ino dipertimbangkan karena memiliki kemampuan selektif menurunkan
pulmonary vascular resistance (PVR).
Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan alat yang
menghubungkanlangsung darah vena pada alat paru-paru buatan (membrane
oxygenator), dimana oksigenditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian
darah dipompa balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau
aorta (venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat dan
menghindari tekanan tinggi ventilator. Selama ECMO berlangsung paru-paru
bayi dapat terus bekerja namun dalam volume yang lebih kecil untuk
mencegah terjadinya atelektasis.
Pasien neonatus biasanya memerlukan terapi ECMO selama 7-8 hari.
Selama periodeini bayi dengan gagal napas dapat secara perlahan diberikan
seting ventilator yang minimal dan apabila perbaikan dapat di ekstubasi dalam
24-48 jam. Setelah dilakukan ekstubasi bayimemerlukan oksigen selama 5-7
hari dan perlu pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan elektrolit dalam
6-18 jam setelah ECMO. Komplikasi dari ECMO antara lain perdarahan
intrakranial, infark sistem saraf pusat, kejang, perdarahan paru, hipertensi, dan
tamponde jantung.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN (SECARA TEORI)
1. PENGKAJIAN
a) Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b) Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping
hidung
c) Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
d) Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
a) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum
dan interkosta, nafas cuping hidung, cyanosis pada udara kamar,
grunting, respirasi cepat atau lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
2. DIAGNOSA
1) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upanya napas
4) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan pencegahan syok
5) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan hambatan pada neonates
6) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA
Pudjiadi AH dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.h.84-8.
Snell, RS. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran ed. 6. Jakarta: EGC; 2006.
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Buku Ajar Histologi Ed. 5. Jakarta : EGC; 1996.