Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAPAS DI RUANGAN NICU RSUD RUTENG

DISUSUN OLEH:
ADELINA SIA
NPM : 23203042

PROGRAM STUDI SARJANAN KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI


NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2023/2024
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAPAS
A. DEFINISI

Gagal napas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress)


merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak
mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Gagal nafas
merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi kebutuhan pertukaran gas
oksigen dan karbon dioksida antara udara dan darah, sehingga terjadi gangguan dalam
asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida, keadaan ini ditandai dengan
abnormalitas nilai PO2 dan PCO2. Gagal napas dapat disebabkan oleh penyakit paru
yang melibatkan jalan napas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal
nafas juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan
neurosmukular dan gangguan sistem saraf.
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas. Faktor resiko utama gagal
napas pada neonatus adalah prematuritas dan berat badan bayi lahir rendah.
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
Fungsi dari surfaktan itu sendiri adalah meredahkan tengangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi.
Penyakit ini sering terjadi pada bayi prematur mengingat produksi surfaktan yang
kurang. Kegawatan pernapasan dapat terjadi pada bayi aterm maupun pada bayi
preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena belum
maturnya fungsi organ-organ tubuh.
Gagal napas dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat
menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan
kematian. Akibat dari gangguan pernapasan adalah terjadinya kekurangan oksigen
(hipoksia) pada bayi. Bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan
mengaktifkan metabolisme anaerob yang akan menghasilkan asam laktak. Dengan
memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi
kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Hal ini dapat
menyebabkan kematian pada neonatus.
B. ETIOLOGI
Predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar.
Gagal napas pada neonatus dapat disebabkan oleh hipoplasia paru (disertai hernia
diafragma kongenital), infeksi, aspirasi mekoneum, dan peristent pulmonary
hypertension.
Secara umum, etiologi gagal napas pada neonatus yaitu antara lain :
1) Paru-paru
- Aspirasi
- Pneumonia
- perdarahan paru
- pneumotoraks
- edema paru
- bronkopulmonal
- hernia diafragma
- tumor
- efusi pleura
- emfisema lobaris kongenital.
2) Jalan nafas
- Laringomalasia
- Trakeomalasia
- atresia/stenosis choana
- pierre robin syndrome
- tumor dan kista.
3) Otot-otot respirasi
- paralisis nervus frenikus
- trauma medulla spinalis
- miasthenia gravis.
4) Sistem saraf pusat
- apnea of prematurity
- sedatif
- analgesik
- magnesium
- kejang
- asfiksia
- hipoksis ensefalopati
- perdarahan sistem saraf pusat.
5) Penyakit jantung bawaan tipe sianotik
- gagal jantung kongesti
- anemia/polisitemia
- tetanus neonatorum
- Immaturitas
- Syok
- sepsis.
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme gagal napas menggambarkan ketidakmampuan tubuh untuk
melakukan oksigenasi dan ventilasi dengan adekuat yang ditandai oleh
ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasuk oksigen yang cukup atau
membuang karbondioksida. Pada gagal napas terjadi peningkatan tekanan parsial
karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50 mmHg, tekanan parsial oksigen
arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia
mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi
metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar ekstrim (>90 mmHg). Diatas
kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan henti
napas. Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya
adalah gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai
curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko
henti jantung.
Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas yang
dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan
meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg. Dengan hipoventilasi, PaO2 akan turun kira-
kira dengan jumlah yang sama dengan peningkatan PaCO2. Kadang pasien yang
menunjukkan petanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati
normal. Disfungsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien mempunyai penyakit
paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal melalui peningkatan ventilasi.
Anak yang mengalami gangguan padanan ventilasi atau pirau biasanya dapat
mempertahankan PaCO2 normal pada saat penyakit paru memburuk hanya melalui
penambahan laju pernapasan saja. Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila
pasien sudah tidak bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan,
biasanya karena kelelahan otot.
PATHWAY

Otot-otot respirasi (paralisis Sistem saraf pusat


Paru-paru (Aspirasi, Pneumonia, Jalan nafas (Laringomalasia, nervus frenikus, trauma (apnea of prematurity,
perdarahan paru, pneumotoraks, edema Trakeomalasia, atresia/stenosis medulla spinalis, sedative, analgesic,
paru, bronkopulmonal, hernia diafragma, choana, pierre robin syndrome, miasthenia gravis) magnesium, kejang,
tumor, efusi pleura, emfisema lobaris tumor dan kista) asfiksia, hipoksis
congenital)
ensefalopati,
perdarahan sistem
saraf pusat)

Penyakit jantung
bawaan tipe
sianotik (gagal
jantung kongesti,
anemia/polisitemia
, tetanus
hipoplasia paru (disertai neonatorum,
hernia diafragma Immaturitas, Syok,
kongenital), infeksi, sepsis.
aspirasi mekoneum, dan
peristent pulmonary GAGAL NAPAS
hypertension.
Hiperkapnia PH abnormal PO2 dan PCO2 Penigkatan kerja
hipoksemia
Menurun napas

Gangguan
Ventilasi spontan Gangguan difusi O2
dan CO2 kelelahan

Menurunkan
suplai O2 ke otak Menigkatkan
Pirau (shut) Menurunya suplai metabolisme anaerob Refleks menelan dan
darah keseluruh menghisap belum baik
Penurunan kesadaran Penurunan o2 ke tubuh berkurang
jaringan Penumpukan asam
laktat
Penurunan refleks CRT menurun
batuk sianosis Menyusui tidak efektif
Asidosis respiratorik
Penigkatan sekre Perfusi perifer tidak
pernapasan efektif
Alkalosis metabolik

hipoventilasi
Penumpukan sekret di
saluran pernapasan Bantuan fentilator
mekanik
Sesak napas
Obstruksi seluruh
pernapasan
Resiko infeksi
Pola napas tidak
Bersih jalan napas efektif
tidak efektif
D. MANIFESTASI KLINIK
Gagal napas akut terjadi bila dengan peningkatan upaya napas dan laju napas,
tidak dapat mempertahankan oksigenasi adekuat atau bila oksigenasi tetap buruk.
Dasar patofisiologi gagal napas menentukan gambaran klinisnya. Pasien gagal napas
yang masih mempunyai kemampuan bernapas normal akan tampak sesak dan gelisah.
Sebaliknya, pasien yang telah menurun kemampuan pusat pernapasannya akan
tampak tenang atau bahkan mengantuk. Peningkatan upanya dan laju napas serta
takikardia akan berkurang bila gagal napas memburuk, bahkan dapat terjadi henti
napas.
Gagal napas diawali oleh stadium kompensasi. Pada keadaan ini ditemukan
peningkatan upaya napas yang ditandai dengan adanya distress pernapasan
(pemakaian otot pernapasan tambahan, retraksi, takipnea dan takikardia). Peningkatan
upanya napas terjadi dalam usaha mempertahankan aliran udara walaupun
compliance paru menurun. Sebaliknya, stadium dekompensasi muncul belakangan
ditandai dengan napas cepat atau takipnea, pemakaian otot pernapasan tambahan
berlebihan dan retraksi epigastrik, interkosta, serta supraklavikula. Ancaman gagal
napas yang disebabkan oleh disfungsi pusat pengatur napas mungkin lebih sulit
dikenali karena bayi tersebut tidak dapat menunjukkan tanda distres pernapasan,
misalnya pada pasien overdosis narkotik akan terjadi penurunan upaya napas dan
hipoventilasi. Laju pernapasan yang rendah atau napas yang dangkal dapat
mengidentifikasi pasien tersebut.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Analisisgas darah
Gagal napas memiliki gejala klinis yang sangat beragam dan tidak
spesifik. Analisa gas darah harus dilakukan jika gejala gagal napas
sudah muncul untuk memastikan diagnosis, membedakan antara gagal
napas akut dan kronik. Hal ini sangat penting untuk menilai intensitas
gagal napas dan memudahkan terapi. Untuk patokan terapi oksigen dan
evaluasi objektif berat-ringan gagal napas,analisis gas darah dilakukan.
Ada dua cara untuk memahami hasil analisis gas darah: gangguan
keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan
(Syarani,Dr.Dr.Fajrinur,M.Ked(Paru, 2017).
2) PulseOksimetri
Alat ini mengukur perubahan jumlah cahaya yang melewati aliran
darah arteri yang berdenyut. Pengukuran saturasi oksigen non-invasif
yang konsisten dilakukan,yang dapat dilakukan pada jari tangan atau
kaki atau dilobusdibawahtelinga. Menurut
Syarani,Dr.Dr.Fajrinur,M.Ked, Paru (2017), saturasi oksigen akan
menurun jika tekanan oksigen turun dibawah 90%.
a) PemeriksaanEKG
b) PemeriksaanRadiologi
c) Rontgendada
d) Ekocardiografi
F. KOMPLIKASI
Menurut Shebl, E., & Burns, B. (2018) komplikasi dari gagal napas dapat disebabkan
oleh gangguan gas darah atau dari pendekatan terapeutik itu sendiri diantaranya:
a) Komplikasi paru-paru: misalnya, emboli paru, jaringan parut ireversibel pada
paru-paru, pneumotoraks, dan ketergantungan pada ventilator.
b) Komplikasi jantung: misalnya, aritmia gagal jantung dan infark miokard akut.
c) Komplikasi neurologis: periode hipoksia otak yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel dan kematian otak.
d) Ginjal: gagal ginjal akut dapat terjadi karena hipoperfusi dan/atau obat
nefrotoksik
e) Gastro-intestinal: stress ulcer, ileus, dan perdarahan
f) Nutrisi: malnutrisi, diare hipoglikemia, gangguan elektrolit
G. PETALAKSANAAN
Penatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada
penyakit yangmendasarinya. Saat ini terapi gagal nafas pada neonatus ditujukan untuk
mencegahkomplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-
paru pada neonatus,seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan
dapat berlangsung. Tujuan terapi gagal napas adalah memaksimalkan pengangkutan
oksigen dan membuang CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan
oksigen arteri dan menyokong curah jantung serta ventilasi. Karena itu, dalam
tatalaksanaterhadap gagal nafas, yang perlu segeradilakukan adalah: perbaikan
ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab gagal
nafas,tatalaksana terhadap komplikasi yangterjadi, dan terapi supportif.
 Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif
dengan berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis
adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan
pada FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta
tekanan ventilator/volume tidal yang minimal. Derajat distress pernafasan,
derajat abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan derajat
instabilitas kardiopulmonal serta keadaan fisiologis penderita harus ikut
dipertimbangkan dalam memutuskan untuk memulai penggunaan ventilator
mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh parameter
yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan mekanis
yang diinginkan.
Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain:
1) prolonged apnea,
2) PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik
3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan
4) bayi yang menggunakan anestesi umum.
Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi mekanis antara
lain:
1) frequent intermittent apnea
2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas
3) dan pada pemberian surfaktan
 Surfaktan
Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan
permukaanalveolar sehinggga terjadi stabilisasi volume paru pada tekanan
transpulmonal yang rendah.Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas
saatekspirasi dan memungkinkan tekananyang lebih rendah untuk
mengembangkan paru-paru, sehingga peregangan yang berlebihandari paru-
paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat
surfaktanmengurangi tekanan negatif yang diperlukan untuk membuka jalan
nafas dan kerjapernafasan. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam
setelah bayi lahir apabila bayimengalami respiratory distress syndrome yang
berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah
dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen
30% atau lebih. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan
antara lain, bradikardi, hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea.
Bradikardi, hipoksemia dan sumbatan pada endotracheal tube (ETT) dapat
terjadi pada saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan perfusi serebral
dapat terjadi pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi
yangmendadak dari aliran darah paru kedalam sirkulasi otak. Seluruh efek
samping tersebut dapat diatasi dengan menghentikan pemberian surfaktan dan
meningkatkan aliran oksigen dan ventilasi.
 High Frequency Ventilation
High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik
yang menggunakan volume tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat.
Keuntungan HFV adalah dapat memberikan gas yang adekuat dengan tekanan
pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga mengurangi kejadian barotrauma.
High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma
volumedan atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko
barotrauma yang kecil padaparu-paru. HFV telah digunakan pada bayi dengan
respiratory distress syndrome (RDS) yang memerlukan bantuan nafas lebih
lanjut. HFV juga sangat efektif pada bayi dengan aspirasi mekonium. HVF
juga mengurangi kejadian barotrauma pada bayi dengan berat badan rendah.
Pada saat ini penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena komplikasi
yang lebihsedikit. Terdapat beberapa macam mode high frequency ventilator
yang digunakan, yaitu:high-frequency positive-pressure ventilators, high
frequency jet ventilators, dan highfrequency oscillators.
 Inhaled Nitric Oxide
Inhaled nitric oxide (iNO) dapat memperbaiki vasodilatasi paru dan
oksigenisasi pada bayi cukup bulan dengan gagal nafas yang berat. Beberapa
penelitian multisenter menyebutkanbahwa iNO akan mengurangi kebutuhan
akan extracorporeal membrane oxygenation(ECMO). Penggunaan iNO pada
terapi gagal nafas pada bayi berdasar kepada kemampuannya sebagai
vasodilator di paru-paru tanpa menurunkan tonus vaskuler paru. Penggunaan
Ino dipertimbangkan karena memiliki kemampuan selektif menurunkan
pulmonary vascular resistance (PVR).
 Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan alat yang
menghubungkanlangsung darah vena pada alat paru-paru buatan (membrane
oxygenator), dimana oksigenditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian
darah dipompa balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau
aorta (venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat dan
menghindari tekanan tinggi ventilator. Selama ECMO berlangsung paru-paru
bayi dapat terus bekerja namun dalam volume yang lebih kecil untuk
mencegah terjadinya atelektasis.
Pasien neonatus biasanya memerlukan terapi ECMO selama 7-8 hari.
Selama periodeini bayi dengan gagal napas dapat secara perlahan diberikan
seting ventilator yang minimal dan apabila perbaikan dapat di ekstubasi dalam
24-48 jam. Setelah dilakukan ekstubasi bayimemerlukan oksigen selama 5-7
hari dan perlu pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan elektrolit dalam
6-18 jam setelah ECMO. Komplikasi dari ECMO antara lain perdarahan
intrakranial, infark sistem saraf pusat, kejang, perdarahan paru, hipertensi, dan
tamponde jantung.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN (SECARA TEORI)

1. PENGKAJIAN
a) Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b) Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping
hidung
c) Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
d) Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
a) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum
dan interkosta, nafas cuping hidung, cyanosis pada udara kamar,
grunting, respirasi cepat atau lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
2. DIAGNOSA
1) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upanya napas
4) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan pencegahan syok
5) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan hambatan pada neonates
6) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. INTERVENSI

No. SDKI SLKI SIKI

1 Gangguan ventilasi Luaran utama: MANAJEMEN


spontan berhubungan ventilasi spontan VENTILASI MEKANIK
dengan kelelahan otot Ekspetasi : Meningkat Observasi :
pernapasan Kriteria hasil :  Periksa indikasi
Di buktikan dengan :  Volume tidal ventilator mekanik
Gejala dan Tanda meningkat  Monitor efek ventilator
Mayor  Dyspnea terhadap status
Subjektif: menurun oksigenasi
 Dispnea  Penggunaan otot  Monitor kriteria perlunya
Objektif: bantu napas penyapihan ventilator
 Penggunaan otot menurun  Monitor efek negatif
bantu napas  Gelisah vantilator
meningkat menurun  Monitor gejala
 Volume tidal  PCO2 membaik peningkatan pernapasan
menurun  PO2 membaik (mis, peningkatan denyut
 PCO2 meningkat  PO2 membaik jantung atau pernapasan,
 PO2 menurun  Takikardia peningkatan tekanan
 SaO2 menurun membaik darah, diafroresis,
perubahan status
mental).
Gejala dan Tanda  Monitor kondisi yang
Minor meningkatkan konsumsi
Subjektif oksigen (mis, demam,
 - menggigil, kejang, dan
Objektif: nyeri)
 Gelisah  Dokumentasikan respon
 Takikardia terhadap ventilator
 Monitor gangguan
mukosa oral, nasal,
trakea dan laring.
Terapeutik :
 Atur posisi kepala 45-600
untuk mencegah aspirasi
reposisi pasien setiap 24
jam atau sesuai prosedur
 Dokumentasi respon
terhadap ventilator
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemilihan
mode ventilator (mis.
Kontrol volume,
kontrol tekanan atau
gabungan)
 Kolaborasi pemberian
agen pelumpuh otot,
sedatif, analgesik,
sesuai kebutuhan.
 Kolaborasi penggunaan
PS atau PEEP untuk
meminimalkan
hipoventilasi alveolus.
2. Bersihan jalan nafas tidak Luaran Utama: MANAJEMEN JALAN
efektif berhubungan Bersihan Jalan Napas NAPAS
dengan Ekspetasi: Meningkat Observasi
sekresi yang tertahan Kriteria Hasil:  Monitor pola napas
Di buktikan dengan :  Batuk (frekuensi, kedalaman,
Gejala dan Tanda efektifmeningka usaha napas)
Mayor t  Monitor bunyi napas
Subjektif:  Produksi tambahan (misalnya:
 tidak tersedia sputummenurun gurgling, mengi,
Objektif:  Mengi menurun wheezing, ronchi
 Batuk tidak efektif  Wheezing kering).
atautidak menurun  Monitor sputum
mampubatuk  Dispnea (jumlah, warna dan
 Sputumberlebih/ menurun aroma).
obstruksidi jalan  Gelisah Terapeutik :
napas/meconium menurun  Pertahankan kepatenan
dijalan napas  Frekuensi jalan napas dangan
(pada neonates) napasmembaik head-tilt dan chin-lif
 Mengi,  Pola (jaw thrust jika curigai
wheezing,dan/atau napasmembaik trauma fraktur servikal)
ronkhi  Posisikan semi-fowler
atau fowler
 Berikan minuman
Gejala dan Tanda
hangat
Minor
 Lakukan fisioterapi
Subjektif:
dada, jika perlu.
 Dispnea
 Lakukan penghisapan
 Sulit bicara
lendir kurang dari 15
 Ortopnea detik
Objektif:
 Lakukan
 Gelisah hiperoksigenasi
 Sianosis sebelum penghisapan
 Bunyi napas endotrakeal.
menurun  Keluarkan sumbatan
 Frekuensi napas benda padat
berubah  Berikan oksigen, jika
 Pola napas perlu.
berubah Edukasi :
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu.
3. Pola napas tidak efektif Luaran Utama: Pola PEMANTAUAN
berhubungan dengan Napas RESPIRASI
hambatan upanya napas Ekspetasi : Membaik Observasi :
Di buktikan dengan : Kriteria Hasil:  Monitor frekuensi,
Gejala dan Tanda  Ventilasi semenit irama, kedalaman dan
Mayor meningkat upaya napas
Subjektif:  Kapasitas vital  Monitor pola napas
 Dispnea meningkat (seperti bradipnea,
Objektif:  Tekanan ekspirasi takipnea, hiperventilasi,
 Penggunaan otot meningkat kussmaul).
bantu pernapasan  Tekanan inspirasi  Monitor kemampuan
 Fase ekspirasi meningkat batuk efektif
memanjang  Dispnea menurun  Monitor adanya
 Pola napas abnormal  Penggunaan otot produksi sputum
(takipna, bradipnea, bantu napas  Monitor adanya
kelemahan otot menurun sumbatan jalan napas
pernapasan)  Frekuensi napas  Palpasi kesimetrisan
membaik ekspansi paru
Kedalaman napas  Auskultasi bunyi napas
Gejala dan Tanda
Minor
membaik  Monitor saturasi
Subjektif oksigen
 Ortopnea  Monitor nilai AGD
Objektif:  Monitor hasil x-ray
 Ventilasi seminet toraks
menurun Terapeutik :
 Kapasitas vital  Atur interval
menurun pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Tekanan inspirasi
menurun  Dokumentasikan hasil
Tekanan ekspirasi pemantauan
menurun Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

4. Perfusi perifer tidak Luaran Utama: PERAWATAN


efektif berhubungan Perfusi Perifer SIRKULASI
dengan pencegahan syok Ekspetasi : Meningkat Observasi
Di buktikan dengan : Kriteria hasil:  Periksa sirkulasi perifer
Gejala dan Tanda  Denyut nadi perifer  Identifikasi faktor
Mayor meningkat risiko gangguan
Subjektif:  Sensasi meningkat sirkulasi
 -  Warna kulit pucat
Objektif: menurun  Monitor panas,
 Penngisian kapiler >3  Edema perifer kemerahan, nyeri atau
detik menurun bengkak pada
 Nadi perifer menurun  Nyeri ekstermitas ekstremitas
atau tidak teraba menurun Terapeutik
 Akral teraba dingin  Kelemahan otot  Hindari pemasangan
 Warna kulit pucat menurun infuse atau
 Turgor kulit menurun  Kram otot menurun pengambilan darah di
Gejala dan Tanda  Nekrosis menurun area keterbatasan
Minor  Pengisian kapiler perfusi
Subjektif membaik  Lakukan pencegahan
 Parastesia  Akral membaik infeksi
(kesemutan)  Turgor kulit  Lakukan hidrasi
 Nyeri ekstermitas membaik
(klaudikasi
intermiten)
Objektif:
 Edema
 Penyembuhan luka
lambat
 Indeks ankle-brachial
<0,90
 Bruit femoral

5. Menyusui tidak efektif Luaran Utama: Status KONSELING LAKTASI


berhubungan dengan Menyusui Observasi
hambatan pada neonatus Ekspetasi : Membaik  Identifikasi keadaan
(retraksi dada) Kriteria hasil: emosional ibu saat akan
Di buktikan dengan :  Perlekatan bayi dilakukan konseling
Gejala dan Tanda pada payudara menyusui
Mayor ibu meningkat  Identifikasi keinginan
Subjektif:  Kemampuan ibu dan tujuan menyusui
 Kelelahan maternal memposisikan  Identifikasi
 Kecemasan maternal bayi dengan permasalahan yang ibu
Objektif: benar meningkat alami selama proses
 Bayi tidak mampu  Tetesan / menyusui
melekat pada pancaran ASI Terapeutik
panyudara ibu membaik  Gunakan teknik
 ASI tidak lancar  Hisapan bayi menfengar aktif
Gejala dan Tanda meningkat  Berikan pujian
Minor  Lecet pada terhadap perilaku ibu
Subjektif putting menurun yang benar
 -  Bayi rewel Edukasi
Objektif: menurun  Ajarkan teknik
 Intake bayi tidak  Bayi menangis menyusui yang benar
adekuat setelah sesuai kebutuhan ibu.
 Bayi tidak menyisap menyusui
terus menerus menurun
 Bayi menangis saat
disusui
 Menolak untuk
menghisap

6. Risiko infeksi Luaran Utama: PENCEGAHAN INFEKSI


berhubungan dengan efek Observasi :
Tingkat infeksi
prosedur invasif
 Monitor tanda dan
Ekspetasi : Menurun
gejala infeksi local
Kriteria hasil: dan sistemik.
 Kadar sel darah Terapeutik
putih membaik  Batasi jumlah
 Demam menurun pengunjung
 Periode menggigil  Berikan perawatan
menurun kulit pada daerah
 Sputum berwarna edema
hijau menurun  Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi : -
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
imunisasi .

DAFTAR PUSTAKA
Pudjiadi AH dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.h.84-8.

Wratney A, Chifetz I, Fortenberry J, Paden M. Disorders of the lung parenchyma.


Dalam: Slonim A, Pollack M, penyunting. Pediatric critical care medicine.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.h.683-93.
Jing L, Yun S, Jian-ying D, Tian Z, Jing-ya L, Li-li L, dkk. Clinical characteristics,
diagnosis and management of respiratory distress syndrome in full-term neonates.
Chin Med J. 2010;123(19):2640-44.

Levy M. Pathophysiology of oxygen delivery in respiratory failure. Chest.


2005;128:547-53.

Sweet D, Carnielli V, Greisen G, Hallman M, Ozek E, Plavka R, dkk. European


consensus guidelines on the management of neonatal respiratory distress syndrome in
preterm infants: 2010 Update. Neonatology. 2010;97:402-17.

UNDP-Bappenas. Usaha Pencapaian MDGs di Indonesia (Diunduh 23 November 2014);


Tersedia dari: http://www.targetmdgs.org.

Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Akselerasi pelayanan kesehatan: Peran


penelitian kesehatan. 2006; (Diunduh 23 November 2014); Tersedia dari:
http://www.depkes.go.id.

Snell, RS. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran ed. 6. Jakarta: EGC; 2006.

Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Buku Ajar Histologi Ed. 5. Jakarta : EGC; 1996.

Anda mungkin juga menyukai