Anda di halaman 1dari 35

Bagian Ilmu Anestesi Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Januari 2024


Universitas Pattimura

“Anestesi General pada Pasien Laki- Laki 19 Tahun dengan Fraktur


Clavicula”

Oleh:

Billy Oliviera Pattiasina


NIM : 201683055

Pembimbing:

dr. Agus Eko Susilo Sp.An

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan


Klinik Pada Bagian Ilmu Anestesi
Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura
Ambon
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan
judul ”Anestesi General pada Pasien Laki-Laki 19 Tahun dengan Fraktur
Clavicula”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian anestesi.
Penyelesaian laporan kasus ini dapat diselesaikan karena atas bantuan,
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya
mengucapkan terima kasih kepada dr. Agus Eko Susilo, Sp.An selaku
pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu penulis
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini
masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun dapat membantu penulisan laporan kasus ini menjadi lebih
baik. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi ilmiah dan semua pihak
yang membantu.

Ambon, Januari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii
BAB I1LAPORAN KASUS...................................................................................1
I.1 Identitas Pasien........................................................................................1
I.2 Evaluasi Pasien........................................................................................1
I.3 Persiapan Pre-Anestesi...........................................................................3
BAB II6TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
II.1 Definisi..........................................................................................................6
II.1.1 Etiologi...................................................................................................6
II.1.2 Epidemiologi..........................................................................................6
II.1.3 Patofisiologi...........................................................................................7
II.1.4 Penatalaksanaan...................................................................................8
II.1.5 Diagnosis Diferensiasi...........................................................................9
II.2 Tinjauan Pustaka........................................................................................9
II.2.1 Fraktru Clavicula...............................................................................10
II.2.2 Teknik Anastesi Umum......................................................................12
II.2.3 Farmako Klinis Anestesi Inhalasi.....................................................12
KESIMPULAN.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I

LAPORAN KASUS
I.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. MB
Tanggal lahir : 02 Mei 2004
Umur : 19 Tahun
No. RM : 02 58 17
Tanggal MRS : 01 Januari 2024
Jam MRS : 08.15 WIT
Ruang perawatan : Mutiara 2
I.2 Evaluasi Pasien
Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri pada bahu kiri

Anamnesis terpimpin : Pasien laki-laki umur 19 tahun datang ke RS


Bhayangkara setelah terjadi kecelakaan lalu lintas. Keluhan utama pasien
terasa nyeri pada bahu kiri, dan luka lecet pada kaki dan tangan pasien
membuat pasien merasa nyeri. Setelah pemberian anti nyeri yaitu
ketorolac, didapatkan pasien ternyata alergi ketorolac. Hari pertama masuk
rumah sakit pasien merasa mual dan muntah.

Riwayat penyakit dahulu : -


Riwayat penyakit keluarga : -
Riwayat Alergi : Ketorolac
Riwayat kebiasaan : -
Riwayat Asma :-

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)
c. Status Gizi : Normal

3
d. Breathing (B1) : A: Bebas, B: Spontan, RR: 22x/menit,
Inspeksi: Pergerakan dada simetris kiri dan kanan, Auskultasi:
Suara napas vesikuler dan regular pada dada kiri dan kanan, SpO 2:
99%, Rh (-/-), Wh (-/-), tidak ada riwayat asma
e. Blood (B2) : Akral hangat, TD: 120/80 mmHg, HR:
78x/menit
f. Brain (B3) : Sadar, GCS: E4 V5 M6, Pupil ishokor,
refleks cahaya (+/+)
g. Bladder (B4) : BAK kateter (-)
h. Bowel (B5) : Abdomen tampak datar,
i. Bone, Skin (B6) : Fraktur (+), Edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
No Hematologi Hasil Nilai Normal
1. Leukosit 8 ribu/μl 4.0-12.0 ribu/μl
2. Eritrosit 5.21 juta/μl 4.00-6.20 juta/μl
3. Hemoglobin 13.4 g/dl 11.0-17.0 g/dl
4. Hematokrit 42.3 % 35.0-55.0 %
5. Trombosit 253 ribu/μl 150-400 ribu/μl
6. Waktu Pembekuan (CT) 3 menit 2-6 menit
7. Waktu Pendarahan (BT) 3 menit 1-7 menit
8. Golongan Darah O/Rh(+)
9. Rapid Covid-19 Rapid Negatif (-) Negatif (-)
Antigen

No Kimia Klinik Hasil Nilai Normal


1. HIV Non Reaktif Non Reaktif
2. HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Diagnosis
Fraktur Clavicula 1/3 tengah

4
Planning
a. Konsul Sp.An terapi dan tatalaksana
b. Tindakan operasi : Orif Clavicula
c. Rencana anestesi : Anestesi general

I.3 Persiapan Pre-Anestesi


Persiapan Pasien

a. Informed consent, KIE kepada pasien dan keluarga,


b. Surat persetujuan tindakan anestesi,
c. Pasien diminta untuk stop intake oral (puasa) sebelum tindakan,
untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi
isi lambung yang akan membahayakan pasien,
d. Pemeriksaan fisik di ruang persiapan,
e. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan
pasien,
f. Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi.
Persiapan Obat
a. Midazolam 2 mg
b. Fentanyl 100 mg
c. Propofol 100 mg
d. Maintenance gas sevofluran 2-4 vol%
Persiapan Pre-Operative
a. Diagnosis pra bedah : Fractur Clavicula
b. Tindakan pembedahan : ORIF clavicula
c. Jenis anestesi : Anestesi General
d. Posisi : Supine
e. Lama anestesi : 19.35 – 20.25 WIT
f. Lama operasi : 19.35 – 20.25 WIT
g. Premedikasi : Ondansetron 1 amp/IV, pada pukul
17.06 WIT.

5
Teknik Inhalasi

1. Pasien telah disiapkan sesuai dengan pedoman.


2. Pasang alat pantau yang diperlukan
3. Siapkan alat-alat dan obat resusitasi
4. Siapkan mesin anastesi dengan sistem sirkuitnya dan gas
anastesi yang digunakan
5. Pasien posisi supine, monitor terpasang, IV line terpasang
pada tangan kanan, cairan RL
6. Akses IV: Diberikan Fentanyl 120 mg, kemudian diberikan
Propofol 70 mg
7. Dilanjutkan dengan pemasangan face mask dan mulai
berikan oksigen dan isoflurane 1.5 mac
8. Berikan Atracurium 30 mg, setelah obat mulai bekerja lakukan
intubasi
9. Intubasi: Ekstensi kepala dengan sniffing position, lepas face
mask, pegang laringoskop dengan tangan kiri, masukan
laringoskop dari sisi kanan geser lidah ke kiri, telusuri lidah
pasien sampai pangkal lidah, terlihat epiglottis, dibelakang
epiglottis tampak plica vocalis, masukan ETT dengan tangan
kanan, pertahankan posisi ETT dan tarik laringoskop
10. Kembangkan cuff, sambil memegang ETT pada sudut bibir
pasien berikan ventilasi dan oksigenasi, nilai kesimetrisan
udara yang masuk pada kedua lapangan paru, kemudian
fiksasi. Masukan kassa steril dan pipa orofaringeal.
Hubungkan pangkal ETT dengan mesin anestesi
Intra-Operative

a. Medikasi :
1. Midazolam 2 mg
2. Fentanyl 30 mg
3. Propofol 100 mg
4. Maintenance gas sevofluran 2-4 vol%

6
Post-Operative

a. Pasien masuk ke Recovery Room (RR) pukul 20.28 WIT


b. Keluhan pasien : Nyeri (-), mual/muntah (-), lendir (-)
c. Obat-obatan
1. Bila mual/muntah : Ondansetron
2. Bila kesakitan : Tramadol
3. Infus : RL
d. Pemeriksaan fisik
1. Breathing (B1) : A: Bebas, B: Spontan, RR: 24x/menit, Inspeksi:
Pergerakan dada simetris kiri dan kanan, Auskultasi: Suara napas vesikuler
dan regular pada dada kiri dan kanan, Rh (-/-), Wh (-/-), Airway bebas,
pernapasan spontan, SpO2 99% dengan pemberian O2 nasal
cannul 3 lpm, RR 24x/menit reguler
2. Blood (B2) : Akral dingin, TD: 120/80 mmHg, HR: 90x/menit
3. Brain (B3) : Sadar, GCS: E3 V3 M5, Pupil ishokor, refleks cahaya (+/+)
4. Bladder (B4) : BAK kateter (-)
5. Bowel (B5) : Abdomen tampak datar,
6. Bone, Skin (B6) : Fraktur (+), Edema (-)
e. Diagnosis pasca bedah : Fractur Clavicula 1/3 ke arah sinistra
f. Tindakan pembedahan : Orif Clavicula

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Fraktur Clavicula

II.1.1. Pendahuluan

Fraktur klavikula cukup umum terjadi, menyumbang hingga 10% dari semua
fraktur1. Ini merupakan fraktur paling umum pada masa kanak-kanak. Jatuh ke
bahu samping paling sering menyebabkan fraktur klavikula. Radiograf
memastikan diagnosis dan membantu dalam evaluasi dan pengobatan lebih lanjut.
Meskipun sebagian besar fraktur klavikula diperlakukan secara konservatif,
fraktur yang sangat bergeser atau hancur mungkin memerlukan fiksasi bedah.

II.1.2. Etiologi

Dalam 87% kasus yang dilaporkan, fraktur klavikula disebabkan oleh jatuh
langsung ke bahu samping. Lebih jarang, fraktur dapat disebabkan oleh trauma
langsung pada klavikula atau dari jatuh ke tangan yang terentang.

II.1.3. Epidemiologi
Fraktur klavikula mencakup 2% hingga 10% dari semua fraktur. Fraktur klavikula
memengaruhi 1 dari 1000 orang per tahun. Mereka merupakan fraktur paling
umum selama masa kanak-kanak, dan sekitar dua pertiga dari semua fraktur
klavikula terjadi pada pria. Terdapat distribusi bimodal fraktur klavikula, dengan
dua puncak pada pria yang lebih muda dari 25 tahun (cedera olahraga) dan pasien
yang lebih tua dari 55 tahun (jatuh)2. Sekitar 20 persen wanita dan lebih dari
sepertiga pria dengan fraktur klavikula berada dalam rentang usia 13-20 tahun.3

Bagian tengah klavikula mengalami fraktur pada 69% kasus, bagian distal
mengalami fraktur pada 28% kasus, dan bagian proksimal mengalami fraktur pada
3% kasus.3

Bagian tengah klavikula mencakup 95% dari fraktur yang terlihat pada anak-anak.
Pada anak-anak di bawah 10 tahun, fraktur ini seringkali tidak bergeser,

8
sedangkan pada anak-anak di atas 10 tahun, sebagian besar fraktur tersebut
bergeser. Fraktur klavikula mencakup 95% dari fraktur yang terlihat selama
persalinan.

II.1.4. Patofisiologi

Klavikula adalah tulang berbentuk S dan merupakan satu-satunya ikatan tulang


antara anggota tubuh atas dan batang tubuh. Klavikula berartikulasi secara distal
dengan akromion di sendi akromioklavikula dan berartikulasi secara proksimal
dengan sternum di sendi sternoklavikula. Karena lokasinya yang dangkal di
bawah kulit dan adanya banyak gaya ligamentous dan otot yang diterapkan
padanya, klavikula mudah mengalami fraktur. Karena segmen tengah klavikula
adalah yang paling tipis dan tidak mengandung lampiran ligamentous, ini adalah
lokasi yang paling mudah mengalami fraktur.

Fraktur klavikula umumnya dijelaskan menggunakan sistem klasifikasi Allman,


yang membagi klavikula menjadi 3 kelompok berdasarkan lokasi. Fraktur terletak
di pertengahan atau segmen tengah termasuk dalam Kelompok I (yang paling
umum), fraktur di bagian distal atau lateral termasuk dalam Kelompok II, dan
fraktur di bagian proksimal atau medial termasuk dalam Kelompok III.7

Klasifikasi Allman telah dimutakhirkan lebih lanjut oleh Neer dan mencakup hal
berikut:8
Tipe 1: Fraktur ini memiliki sedikit pergeseran. Fraktur ini terjadi tepat di sebelah
lateral ligamen korakoklavikular yang utuh

Tipe 2: Fraktur terjadi ketika fragmen medial terpisah dari kompleks


korakoklavikular. Fragmen ini tergeser ke bawah akibat tarikan otot
sternokleidomastoid. Fragmen distal tergeser ke arah kranial. Fraktur ini
menyebabkan deformitas yang jelas dan memiliki tingkat nonunion yang tinggi.

9
Tipe 3: Fraktur ini tidak memiliki pergeseran, tetapi mencapai sendi
akromioklavikular., perubahan degeneratif AC yang terlambat dapat terjadi dan
mungkin memerlukan eksisi segmen klavikula distal.

Banyak struktur penting berdekatan dengan klavikula dan oleh karena itu rentan
terhadap cedera saat terjadi fraktur. Arteri subklavia melewati anterior tulang
rusuk pertama dan berdekatan dengan segmen tengah klavikula. Selain itu,
pleksus brakialis juga berjalan di belakang klavikula dan berisiko cedera saat
terjadi fraktur klavikula bagian tengah.

Lebih dari 85 persen fraktur klavikula terjadi akibat jatuh ke bahu 9. Sebagian
besar fraktur ini pada individu muda terjadi dalam kecelakaan lalu lintas atau
cedera olahraga3. Sekitar 40 persen cedera yang disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas terjadi pada pengendara sepeda, lebih dari 25 persen pada pengemudi atau
penumpang mobil, 17 persen pada pengendara sepeda motor, dan 17 persen pada
pejalan kaki3. Tampaknya tidak ada korelasi antara lokasi fraktur klavikula dan
mekanisme cedera9. Fraktur klavikula dapat terjadi secara terisolasi, tetapi ketika
terjadi cedera energi tinggi, selalu perlu mencari cedera terkait seperti
pneumotoraks, hemotoraks, dan trauma kepala.

II.1.5. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan fraktur klavikula umumnya datang dengan nyeri yang terlokalisasi
dengan baik di atas situs fraktur. Anggota tubuh yang terkena biasanya dipegang
dekat dengan tubuh. Pasien dapat melaporkan suara retak atau pecah saat cedera
terjadi. Mekanisme yang paling umum dilaporkan adalah jatuh ke bahu samping.
Pukulan langsung ke klavikula atau jatuh dengan tangan terentang adalah
mekanisme yang kurang umum.

Pada pemeriksaan fisik, pasien dapat menunjukkan deformitas yang terlihat atau
dapat diraba di atas situs fraktur. Bahu biasanya tertarik ke bawah pada pasien
dengan fraktur bagian tengah klavikula, akibat efek otot pectoralis major dan

10
latissimus dorsi pada fragmen distal. Sternokleidomastoid memindahkan fragmen
proksimal ke atas. Mungkin ada nyeri lokal, krepitus, memar, atau edema di atas
klavikula. Angulasi atau pergeseran fraktur yang parah dapat menyebabkan kulit
terangkat, yang menandakan risiko tinggi untuk berkembang menjadi fraktur
terbuka.

Karena kedekatan pleksus brakialis dan pembuluh subklavia dengan klavikula,


penting untuk melakukan pemeriksaan neurovaskular lengkap. Penurunan denyut
nadi distal, perubahan warna, atau edema mungkin ada pada cedera pembuluh
subklavia. Cedera pleksus brakialis dapat menghasilkan temuan neurologis distal.
Pemeriksaan paru-paru lengkap juga harus dilakukan, karena jarang terjadi cedera
pada apiks paru, yang dapat menyebabkan pneumotoraks atau hemotoraks. Sesak
napas atau suara napas yang berkurang mungkin menjadi petunjuk klinis. Palpasi
tulang rusuk dan skapula sekitarnya juga harus dilakukan untuk mengevaluasi
kemungkinan adanya fraktur tulang rusuk atau skapula yang terkait.

Stres repetitif pada klavikula proksimal dari berbagai aktivitas dapat


menyebabkan fraktur stres pada pasien tanpa riwayat trauma akut.10,11,12

II.1.6. Evaluasi

Seharusnya dilakukan radiografi klavikula anteroposterior standar pada semua


pasien yang mengalami cedera klavikula. Pemeriksaan radiografi tambahan
dengan sudut kemiringan kepala sebesar 45 derajat dapat meningkatkan penilaian
terhadap derajat pergeseran klavikula. Pemeriksaan tambahan ini juga mengurangi
tumpang tindih tulang rusuk pertama dan skapula. Meskipun sebagian besar
fraktur klavikula dapat terlihat dengan menggunakan pandangan ini, CT scan
mungkin diperlukan untuk membimbing pengobatan pada fraktur proksimal atau
distal yang lebih jarang terjadi untuk mengevaluasi keterlibatan intra-artikular. 13
Sebuah radiografi dada posteroanterior saat ekspirasi sebaiknya dilakukan jika ada
kekhawatiran klinis terkait kemungkinan pneumotoraks atau cedera tulang rusuk.

11
Jika terdapat kekhawatiran akan cedera neurovaskular, arteriografi, ultrasonografi,
dan CT dapat digunakan untuk membimbing manajemen lebih lanjut.

Evaluasi fraktur stres klavikula proksimal dimulai dengan citra radiografi


sederhana dan CT scan jika diperlukan. Pemeriksaan lanjutan mungkin diperlukan
untuk menyingkirkan peradangan dan neoplasia pada pasien dengan bukti
radiografi dan klinis pembengkakan di sekitar area ini.

II.1.7. Pengobatan
Konsultasi ortopedi segera sebaiknya diperoleh untuk pasien dengan komplikasi
neurovaskular, fraktur terbuka, kulit terangkat, angulasi atau pergeseran yang
parah, atau adanya luka di kulit dekat fraktur, yang merupakan indikasi mutlak
untuk operasi. Indikasi relatif untuk operasi meliputi fraktur Neer Tipe II dengan
pergeseran di bagian distal ketiga, pemendekan fraktur di atas 1,5 cm, atau 15%
dari sisi kontralateral, bahu lepas, politrauma, kejang signifikan atau gangguan
neuromuskuler, dan masalah kosmetik akibat pergeseran. 14,15,16 Setelah evaluasi
lengkap cedera terkait dan mengesampingkan indikasi untuk operasi, pijat,
imobilisasi, dan tindak lanjut ortopedi yang tepat menjadi dasar utama pengobatan
fraktur klavikula.

Pada fraktur klavikula di bagian tengah (kelompok I), penanganan konservatif


tanpa operasi adalah pendekatan paling umum. Pengobatan untuk fraktur ini
melibatkan tindakan pendukung atau reduksi. Pengobatan pendukung melibatkan
penggunaan sling atau sling dan pembungkus, sedangkan pengobatan reduksi
melibatkan penggunaan penjepit berbentuk angka delapan. Tingkat persatuan
yang serupa dapat dicapai dengan menggunakan metode apa pun. Pada fraktur
bagian tengah yang tidak bergeser, pasien yang diobati secara nonbedah dengan
tindakan konservatif ini memiliki lebih sedikit komplikasi dan pemulihan yang
lebih cepat daripada mereka yang diobati secara bedah. Namun, pada pasien
dengan risiko nonunion yang lebih tinggi (akibat pergeseran fraktur, pemendekan
klavikula, atau fraktur yang hancur), fiksasi bedah menghasilkan perbaikan hasil

12
pasien dibandingkan dengan manajemen nonbedah. Fiksasi bedah dicapai dengan
reduksi terbuka dan pemasangan plat atau fiksasi intramedular.17

Pada fraktur klavikula di bagian distal (kelompok II), pasien sebaiknya


diimobilisasi dengan sling sederhana atau sling dan pembungkus. Penjepit
berbentuk angka delapan sebaiknya dihindari, karena dapat meningkatkan
pergeseran fraktur. Karena nonunion terjadi pada sekitar 30% kasus, rujukan
ortopedi diperlukan. Pengobatan definitif masih kontroversial, beberapa penelitian
menunjukkan hasil yang lebih baik dengan fiksasi bedah, sementara yang lain
menunjukkan hasil yang serupa pada pasien yang dikelola secara nonbedah.

Fraktur klavikula di bagian proksimal yang tidak bergeser pada kelompok III
diperlakukan secara konservatif, dengan sling digunakan untuk dukungan dan
kenyamanan. Analgesik dan gerakan rentang awal dianjurkan. Fraktur klavikula
proksimal yang signifikan pergeserannya jarang terjadi karena dukungan ligamen
yang kuat. Cedera terkait serius ditemukan pada sekitar 90% fraktur klavikula
proksimal yang bergeser. Jika tanda-tanda komplikasi neurovaskular ada, fraktur
proksimal yang bergeser sebaiknya segera direduksi. Pasien ini sebaiknya
dievaluasi dengan hati-hati untuk cedera intratorakal yang parah.18

Pengobatan untuk anak-anak mirip dengan orang dewasa. Karena potensi


regenerasi periosteum yang besar pada anak-anak, penyembuhan terjadi lebih
cepat daripada pada orang dewasa. Formasi kalus dapat menjadi mencolok pada
anak-anak, dan orangtua sebaiknya diberi informasi tentang temuan normal ini.

II. 1.8. Differential Diagnosis


Diagnosis banding dari fraktur klavikula melibatkan cedera sendi
akromioklavikular, fraktur tulang rusuk, fraktur skapula, dislokasi bahu, cedera
rotator cuff, dan cedera sendi sternoklavikula. Komplikasi yang mungkin dari
fraktur klavikula juga harus dievaluasi sepenuhnya, termasuk pneumotoraks,
cedera pleksus brakialis, dan cedera pembuluh subklavia. Proses inflamasi atau
neoplastik dapat meniru fraktur stres klavikula.

13
II.1.9. Prognosis

Prognosis sebagian besar fraktur klavikula umumnya baik. Sebagian besar fraktur
klavikula diobati secara konservatif dan nonbedah. Pasien diimobilisasi dengan
sling atau penjepit berbentuk angka delapan hingga penyatuan klinis tercapai. Ini
biasanya terjadi dalam waktu 6 hingga 12 minggu pada orang dewasa dan 3
hingga 6 minggu pada anak-anak. Pasien sebaiknya melakukan latihan rentang
gerak dan penguatan di bawah perawatan fisioterapi setelah imobilisasi tidak lagi
diperlukan. Pasien umumnya dapat melanjutkan aktivitas harian penuh sekitar 6
minggu setelah cedera. Untuk kembali ke olahraga kontak penuh, atlet sebaiknya
menunjukkan bukti radiografis penyembuhan tulang, tidak ada nyeri pada palpasi,
rentang gerak penuh, dan kekuatan bahu normal, yang biasanya memerlukan
rehabilitasi selama 2 hingga 4 bulan.

II.1.10. Komplikasi
Pada fraktur klavikula, komplikasi serius jarang terjadi. Cedera pleksus brakialis
atau cedera pembuluh subklavia dapat terjadi pada saat presentasi atau selama
penyembuhan dan pembentukan kalus klavikula. Pembentukan kalus yang
berlebihan dapat menyebabkan tekanan pada pleksus brakialis, yang
mengakibatkan neuropati perifer.

Komplikasi paling umum dari fraktur klavikula adalah malunion, atau ketika
fraktur klavikula sembuh dengan angulasi, pemendekan, atau penampilan
kosmetik yang buruk. Pasien dengan malunion fraktur klavikula biasanya
memiliki fungsi penuh dan secara klinis tidak signifikan. Beberapa malunion
dapat menyebabkan masalah neurologis atau fungsional, terutama jika terdapat
pemendekan lebih dari 2 cm.19 Pada pasien dengan nyeri terus-menerus, rentang
gerak berkurang, atau kekuatan berkurang akibat malunion, pembedahan koreksi
tertunda dapat dipertimbangkan.

Nonunion adalah kegagalan penyembuhan fraktur dalam 4 hingga 6 bulan. Pada


fraktur klavikula di bagian tengah, tingkat nonunion untuk semua fraktur yang

14
diobati secara nonbedah adalah 6%, meningkat menjadi 15% pada fraktur yang
bergeser. Tingkat nonunion untuk fraktur klavikula di bagian distal berkisar antara
28% hingga 44%. Faktor risiko nonunion termasuk usia tua, jenis kelamin wanita,
merokok, pergeseran atau pemendekan fraktur yang signifikan, fraktur yang
hancur, dan imobilisasi yang tidak memadai. Banyak pasien dengan nonunion
fraktur klavikula bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan pengobatan lebih
lanjut. Pasien nonunion fraktur klavikula lainnya yang bersifat simtomatik
mungkin mengalami nyeri terus-menerus, hilangnya rentang gerak, atau hilangnya
fungsi. Pasien-pasien ini sebaiknya dirujuk ke ahli bedah ortopedi untuk
manajemen bedah lebih lanjut.20

Komplikasi fraktur klavikula di bagian proksimal termasuk nonunion dan artritis


posttraumatik. Akut, fraktur klavikula di bagian proksimal yang bergeser ke
dalam dapat mengakibatkan cedera intratorakal yang parah, termasuk cedera
pleksus brakialis, cedera pembuluh subklavia, dan pneumotoraks. 21 Fraktur di
bagian distal klavikula memiliki insiden nonunion tertinggi; namun, banyak
nonunion pasien ini bersifat asimtomatik.22 Artritis degeneratif di dalam sendi
akromioklavikular dapat menjadi komplikasi yang muncul belakangan.

II.2. Anestesi Umum

II.2.1 Definisi

Anestesi umum yang modern dikenal sebagai Balanced Anesthesia


(anestesi seimbang), yaitu pengunaan beberapa macam obat anestesi untuk
mencapai tujuan anestesi (trias anestesia): analgesia, hipnotik dan relaksasi.
Tahapan pelaksanaan anestesi umum meliputi premedikasi, induksi, rumatan,
dan pemulihan. Teknik induksi anestesi pada pediatrik terdiri dari induksi
inhalasi dan induksi intravena.23 General anestesi merupakan tindakan
menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran
(reversible). Tindakan general anestesi dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu dengan teknik intravena anestesi, general anestesi dengan inhalasi yaitu
dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan

15
endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena. 23
Pilihan untuk anestesi meliputi anestesi umum, anestesi regional, dan
perawatan anestesi yang dipantau (monitored anesthesia care, MAC). Ada
beberapa perdebatan tentang definisi klinis anestesi umum, termasuk komponen-
komponennya, yaitu imobilitas, amnesia, analgesia, dan keamanan pasien.
American Society of Anesthesiologists (ASA) menjelaskan anestesi umum
sebagai “kehilangan kesadaran yang disebabkan oleh obat, meskipun pasien
menerima rangsangan, bahkan dengan rangsangan yang menyakitkan”. Anestesi
umum modern melibatkan pemberian kombinasi obat-obatan, seperti obat-obatan
hipnotik, obat penghambat neuromuskular, dan obat analgesik. 23

II.2.1. Teknik Anestesi Umum

Pada anestesi umum, dikenal istilah induksi dan rumatan (maintenance)


yang diartikan sebagai tindakan untuk mengawali dan mempertahankan
kedalaman anestesi, dengan menggunakan kombinasi agen intravena dan
inhalasi. Anestesi umum tidak selalu merupakan pilihan terbaik, bergantung pada
kondisi klinis pasien. Pada kondisi tertentu, anestesi lokal atau regional mungkin
merupakan pilihan yang lebih baik. Seorang anestesiolog bertanggung jawab
untuk menilai semua faktor yang memengaruhi kondisi medis pasien dan
memilih teknik anestesi yang terbaik. 23
(1). Preoksigenasi
Preoksigenasi adalah proses penggantian nitrogen di paru-paru dengan
oksigen yang dapat memberikan waktu sebelum desaturasi hemoglobin terjadi
pada pasien apnea. Waktu apnea yang diperpanjang in memberikan kesempatan
bagi anestesiolog untuk dapat mengamankan jalan napas dan melanjutkan
ventilasi. Preoksigenasi yang adekuat menjadi sangat penting pada pasien
dengan sulit ventilasi, sulit intubasi, dan pada pasien dengan FRC yang rendah
seperti pasien dengan obesitas atau hamil. Preoksigenasi direkomendasikan
selalu dilakukan sebelum induksi anestesi umum karena kesulitan manajemen
saluran napas dapat teriadi secara tidak terduga.

Preoksigenasi dilakukan dengan sungkup muka atau sirkuit Mapleson dan

16
dipastikan tidak ada kebo101coran di sekitar sungkup muka. Preoksigenasi
dilakukan menggunakan oksigen 100% dengan aliran cukup tinggi sekitar 10-12
L/menit (untuk mencegah rebreathing) dan konsentrasi oksigen pada end-tidal
lebih dari 90%. Preoksigenasi dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode. Metode pertama menggunakan tidal volume ventilation melalui sungkup
muka selama 3 menit, yang memungkinkan pertukaran 95% gas di paru-paru.
Metode kedua menggunakan napas kapasitas vital untuk mencapai preoksigenasi
yang memadai lebih cepat. Metode ini dilakukan dengan cara 4 kali napas dalam
30 detik. Cara ini tidak seefektif metode tidal volume, tetapi masih dapat
dilakukan pada situasi klinis tertentu. Cara lain yang dapat dilakukan dan
terbukti lebih efektif adalah dengan 8 kali napas dengan kapasitas vital dalam 60
detik. Kualitas preoksigenasi juga dapat ditingkatkan dengan melakukan posisi
head-up pada pasien. Penggunaan ventilasi tekanan positif (VTP) non-invasif
untuk preoksigenasi juga dapat memperpanjang waktu apnea.23

(2)Induksi Anestesi
Induksi anestesi umumnya dilakukan intravena. Dalam kondisi akses
intravena belum terpasang, induksi dapat dilakukan dengan agen inhalasi.
Sevofluran dapat ditoleransi sebagai agen anestesi untuk induksi inhalasi pada
anak maupun orang dewasa. Selain obat induksi, sebagian besar pasien mendapat
opioid, yang bekerja sinergis untuk mencapai derajat anestesi yang dinginkan.
Opioid mengurangi respons simpatis terhadap rangsang nyeri akibat intubasi atau
insisi kulit. Opioid, dengan demikian secara tidak langsung mencegah morbiditas
akibat peningkatan respons hemodinamik pada pasien berisiko, misalnya pasien
dengan penyakit jantung yang berat. 23
Langkah selanjutnya dari proses induksi adalah mengamankan jalan napas.
Berbagai cara dapat dilakukan, seperti triple airway maneuver sampai
penggunaan supraglotic device (misalnya laryngeal mask) dan intubasi
endotrakeal. Indikasi intubasi endotrakeal pada anestesi umum termasuk hal-hal
berikut: 23

 Potensi kontaminasi saluran napas (lambung penuh/puasa tidak

17
cukup, refluks gastroesofagus, perdarahan gastrointestinal atau
faring).
 Kebutuhan pembedahan untuk relaksasi otot.
 Mempertahankan akses jalan napas tetap aman (misalnya, posisi
pasien lateral atau prone).
 Operasi pada mulut, sekitar jalan napas atau wajah.
 Prosedur pembedahan dengan durasi lama.
Beberapa jenis operasi memerlukan relaksasi otot cukup lama. Dengan
sendirinya diperlukan pemberian pelumpuh otot jangka menengah atau
panjang. Tentu, sebagai konsekuensinya, pasien perlu diintubasi untuk
memudahkan pemberian ventilasi mekanik. Pasien-pasien yang sulit dintubasi
dapat dilakukan intubasi dengan alat bantu, seperti video laryngoscope atau
bronkoskop fleksibel.23 Kombinasi anestesi intravena dengan pelumpuh otot
merupakan teknik farmakologi yang paling sering digunakan untuk intubasi
endotrakea. Teknik ini memfasilitasi laringoskopi dengan baik, membuka pita
suara, dan mencegah batuk sehingga mengurangi risiko kerusakan laring pasca-
intubasi. Kekurangan teknik ini adalah terjadinya apnea. Teknik dengan
pemberian pelumpuh otot sebaiknya tidak digunakan bila diprediksi ada kondisi
sulit intubasi atau ventilasi sungkup. Teknik Rapid Sequence Intubation (RSI)
diindikasikan pada pasien yang memiliki risiko aspirasi isi lambung (misalnya
penyakit refluks gastroesofagus yang signifikan secara klinis, pengosongan
lambung melambat, dan puasa yang tidak diketahui).23
Persiapan intubasi (STATICS)

 S (scope): stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan


jantung laringoscope
 T (tubes): endotracheal tube

 A (Airway): Orofaring, nasofaring

 T (tape) : Plester

 I (introducer): stilet atau mandrin

18
 C (Connector): penyambung pipa dan peralatan anestesia

 S (suction): Penyedot lendir

Kesulitan intubasi

Defenisi dari sulit intubasi (difficult tracheal intubation) itu


sendiri adalah suatu keadaan dimana dibutuhkannya 3 kali kesempatan untuk
berhasil memasukkan pipa endotrakea dengan laringoskop konvensional atau
bila menggunakan satuan waktu maka sulit intubasi adalah keadaan dimana
keberhasilan memasukkan pipa endotrakea memerlukan waktu lebih dari 10
menit.
Mnemonic “LEMON” digunakan pada evaluasi untuk jalan nafas yang
berpotensi sulit:
a) L (Look externally)

Adalah dengan melihat seluruh bagian wajah. Apakah ada hal- hal
yang dapat menyebabkan kemungkinan sulit ventilasi maupun
intubasi seperti trauma pada wajah, lidah yang besar, protrusi
gigi, leher pendek, mandibula yang kecil.
b) E (Evaluate 3-3-2)
Pemeriksaan dengan jari tangan, yaitu:
 3 – jari membuka mulut
 3 – Fingers Hypomental Distance
 2 – jari diantara penonjolan tiroid sampai dengan dasar

mandibula
c) M (Mallampaty score)
Pemeriksaan Mallampati dilakukan untuk mengetahui seberapa

19
besar faring yang tertutup oleh lidah. Terdapat 4 kelas penilaian
untuk skoring Mallampati, yaitu:
 Kelas I = tampak palatum mole, palatum durum, uvula,
pilar anterior dan posterior.
 Kelas II = tampak palatum mole, palatum durum, dan uvula

 Kelas III = tampak palatum mole dan dasar uvula


 Kelas IV = tidak tampak palatum mole

d) O (Obstruction)
Adanya pertanda kesulitan jalan napas harus selalu kita
pertimbangkan sebagai akibat adanya obstruksi pada jalan napas.
3 tanda utama adanya obstruksi yaitu muffled voice (hot potato
voice), adanya kesulitan menelan ludah (karena nyeri atau
obstruksi) dan adanya stridor.
e) N (Neck mobility)
Keterbatasan mobilisasi leher harus dipertimbangan sebagai suatu
kesulitan dalam intubasi. Mobilisasi leher dapat dinilai dengan
Ekstensi sendi atlanto-oksipital yaitu posisi leher fleksi dengan
menyuruh pasien memfleksikan kepalanya kemudian mengangkat
mukanya, hal ini untuk menguji ekstensi daripada sendi atlanto-
oksipital. Aksis oral, faring dan laring menjadi satu garislurus
dikenal dengan posisi Magill. Nilai normalnya adalah 35 derajat.

20
(3). Pemeliharaan/ Rumatan Anestesi (Maintenance)
Selama prosedur, kedalaman anestesi dipertahankan dengan agen inhalasi
atau intravena kontinu, baik sebagai agen tunggal maupun kombinasi. Fase
rumatan biasanya merupakan bagian paling stabil dari seluruh tahapan anestesi.
Kedalaman anestesi dapat berubah dan tingkat kedalaman yang diperlukan dapat
berbeda antara satu operasi dengan operasi lainnya. Tingkat kedalaman anestesi
yang memuaskan untuk operasi pada kulit ekstremitas, misalnya dapat berbeda
dengan operasi besar pada abdomen. Kedalaman anestesi selalu disesuaikan
dengan tingkat manipulasi pembedahan sepanjang prosedur pembedahan.
Misalnya selama persiapan kulit, pemasangan kateter urine atau menandai garis
insisi dengan tinta, tidak ada stimulus nyeri yang memerlukan anestesi dalam.
Kondisi berubah ketika insisi akan dilakukan. Dalam situasi ini, tentu dibutuhkan
kedalaman anestesi yang adekuat. Dibutuhkan juga pengalaman dalam menilai
dan menjaga kedalaman anestesi yang memadai. Pemantauan kedalaman
anestesi diperlukan juga untuk mencegah intraoperative awareness. 23
Di sisi lain, anestesi yang terlalu dalam dikaitkan dengan penurunan
denyut jantung dan tekanan darah yang dapat membahayakan perfusi ke organ
vital. Anestesi yang terlalu dalam juga berakibat lambatnya pulih sadar dan efek
samping yang lebih banyak. Pengalaman dan komunikasi yang baik dengan ahli
bedah memungkinkan pelaku anestesi untuk memprediksi waktu selesainya
operasi sehingga kedalaman anestesi pun dapat disesuaikan. 23

21
Termoregulasi juga menjadi tantangan tersendiri selama anestesi umum.

Anestesi menyebabkan respons termogenesis seperti menggigil akan hilang.


Ditambah dengan vasodilatasi yang disebakan oleh obat anestesi dan terpaparnya
sebagian tubuh dengan udara luar, hipotermia selama pembedahan sangat
mungkin terjadi. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah hipotermia,
misalnya dengan penghangatan eksternal. Pada pasien neonatus atau bayi,
ruangan umumnya dihangatkan terlebih dahulu, dapat dengan menggunakan
penghangat ruangan atau lampu penghangat eksternal. Hipotermia berat dapat
menyebabkan koagulopati, pemulihan kesadaran tertunda, atau aritmia. 23

22
II.3.1. Obat-obatan Anestesi Inhalasi
Anestesi umum adalah keadaan yang ditandai dengan ketidaksadaran,
analgesia, amnesia, relaksasi otot rangka, dan hilangnya refleks. Obat yang digunakan
sebagai anestesi umum adalah depresan SSP dengan tindakan yang dapat diinduksi
dan diakhiri lebih cepat daripada obat penenang-hipnotik konvensional.24

Gambar 2. 1 Klasifikasi anestesi umum

Sumber: Katzung BG. Pharmacology Examination & Board Review. 12th ed. United States: McGraw-
Hill Education; 2019.
Perlu dibuat suatu pembedaan jelas antara anestetika yang mudah menguap
(volatile) dan yang berbentuk gas (gaseous), di mana keduanya diberikan secara
inhalasi. Anestetika volatile (halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran)
memiliki tingkat uap rendah dan karenanya titik didih tinggi sehingga mereka
berbentuk cair dalam suhu ruangan (20°C) dan tekanan udara permukaan laut,
sementara anestetika gas (nitrosa oksida/nitrous oxide, xenon) memiliki tekanan uap
tinggi dan titik didih rendah sedemikian sehingga terbentuk gas di suhu ruangan.25,26

Gambar 2. 2 Obat-obatan anestsi inhalas11

1
Sumber: Aelberry. GENERAL ANESTHESIA Classification. 2018;262–8.

Gambar 2. 3 Sifat-sifat anestesi inhalasi

Sumber: Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. 6th ed. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi
I, editors. Jakarta: Universitas Indonesia; 2016. 123–133 p.

II.3.2 Farmako Klinis Anestesi Inhalasi


II.3.2.1 Isofluran
Isoflurane adalah cairan yang mudah menguap pada suhu kamar dan tidak
mudah terbakar atau meledak dalam campuran udara atau O2. Isoflurane adalah
anestesi inhalasi yang umum digunakan di seluruh dunia.24
lsofluran ialah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi
isofluran mirip enfluran, tetapi secara farmakologis sangat berbeda. lsofluran berbau
tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi membuat pasien menahan napas
dan terbatuk. Setelah pemberian medikasi pra-anestetik, stadium induksi dilalui
kurang dari 10 menit dengan lancar dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O -
O2. Umumnya digunakan anestetik IV barbiturat untuk mempercepat induksi. Tanda
yang digunakan untuk mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan
darah, volume dan frekuensi napas (kecuali bila ventilasi dikendalikan), dan
meningkatnya frekuensi denyut jantung.25
lsofluran merelaksasi otot rangka lebih baik dan meningkatkan efek
pelumpuh otot depolarisasi maupun nondepolarisasi lebih dari yang ditimbulkan oleh

2
enfluran. Dengan demikian dosis isofluran maupun pelumpuh ototnya dapat
dikurangi. Selain itu, meningkatnya aliran darah ke otot rangka dapat mempercepat
eliminasi pelumpuh otot.25
Tekanan darah turun cepat dengan makin dalamnya anestesia, tetapi berbeda
dengan efek enfluran curah jantung dipertahankan oleh isofluran. Hipotensi lebih
disebabkan oleh vasodilatasi di otot. Pembuluh koroner juga berdilatasi dan aliran
koroner dipertahankan walaupun konsumsi O2 berkurang. Dengan kerjanya yang
demikian isofluran dipandang lebih aman untuk pasien penyakit jantung daripada
halotan atau enflur.an. Tetapi ternyata, isofluran dapat menyebabkan iskemia
miokardium melalui fenomena coronary steal yaitu: pengalihan aliran darah dari
daerah yang perfusinya buruk ke daerah yang perfusinya baik. Kecenderungan
timbulnya aritmia pun amat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin.25
Ventilasi mungkin perlu dikendalikan untuk mendapatkan normokapnia
sebab seperti semua anestetik inhalasi, isofluran menyebabkan depresi napas dan
menekan respons ventilasi terhadap hipoksia. lsofluran dapat memicu refleks saluran
napas yang menyebabkan hipersekresi, batuk, dan spasme laring, yang lebih kuat
daripada enfluran. Ditambah dengan terganggunya fungsi silia di jalan napas,
anestesia yang lama dapat menyebabkan menumpuknya mukus di saluran napas.
Kejadian ini dapat dikurangi dengan medikasi pra-anestetik yang memadai dan
induksi dengan barbiturat IV. Di sisi lain, seperti juga anestetik inhalasi lainnya,
isofluran juga bersifat bronkodilator.25
Pada anestesia yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP
seperti pada pemberian enfluran. lsofluran meningkatkan aliran darah otak sementara
metabolisme otak hanya menurun sedikit. Sirkulasi otak tetap responsif terhadap CO2
maka hiperventilasi bisa menurunkan aliran darah, metabolisme otak, dan tekanan
intrakranial. ltu sebabnya isofluran merupakan anestetik pilihan dalam bedah saraf.13
Keamanan isofluran pada wanita hamil, atau waktu partus, belum terbukti.
lsofluran dapat merelaksasikan otot uterus sehingga tidak dianjurkan untuk analgesik
pada persalinan. Penurunan kewaspadaan mental terjadi 2-3 jam sesudah anestesia,
tetapi tidak terjadi mual, muntah atau eksitasi sesudah operas.25

3
lsofluran yang mengalami biotransformasi jauh lebih sedikit. Asam
trifluoroasetat dan ion fluor yang terbentuk jauh di bawah batas yang merusak. sel.
Belum pernah dilaporkan gangguan fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan
isofluran.25
Isoflurane biasanya digunakan untuk pemeliharaan anestesi setelah induksi
dengan agen lain karena baunya yang menyengat. Induksi anestesi dapat dicapai
dalam waktu kurang dari 10 menit dengan konsentrasi inhalasi 1,5%–3% isofluran
dalam O2; konsentrasi ini dikurangi menjadi 1%–2% (~1–2 MAC) untuk
pemeliharaan anestesi. Penggunaan agen tambahan seperti opioid atau nitro oksida
mengurangi konsentrasi isofluran yang diperlukan untuk anestesi bedah.25
Isoflurane memiliki koefisien partisi darah:gas yang jauh lebih rendah
daripada enfluran. Akibatnya, induksi dengan isofluran dan pemulihan dari isofluran
relatif lebih cepat. Lebih dari 99% isoflurane inhalasi diekskresikan tidak berubah
oleh paru-paru. Isoflurane tampaknya bukan mutagen, teratogen, atau karsinogen.25
II.3.2.2 Sevofluran
Sevofluran adalah anestetik inhalasi baru yang memberikan induksi dan
pemulihan lebih cepat dari pendahulunya. Sayangnya, zat ini tidak stabil secara
kimiawi. Bila terpajan absorben CO2, sevofluran akan terurai menghasilkan zat yang
bersifat nefrotoksik. Metabolismenya di hati pun menghasilkan ion fluor yang juga
merusak ginjal. Oleh karena itu kedudukan zat ini sebagai anestetik inhalasi belum
jelas.25
Penggunaan Klinis26,27
1. Induksi inhalasi anestesi umum pada pasien neonatal dan anak sekunder
akibat akses intravena pra-induksi yang tidak adekuat
2. Induksi inhalasi anestesi umum pada pasien dewasa yang kondisi klinisnya
memerlukan pernapasan spontan selama induksi
3. Ini dapat digunakan untuk perawatan anestesi umum lengkap atau
bersamaan dengan anestesi intravena untuk mempertahankan anestesi
umum pada pasien dewasa dan anak-anak.

Mekanisme :

4
Seperti anestesi inhalasi terhalogenasi lainnya, mekanisme yang tepat
dari sevofluran untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi umum tidak
diketahui. Ada beberapa upaya untuk mengidentifikasi hipotesis kesatuan.
Namun, tidak ada satu pun mekanisme aksi yang diusulkan yang sepenuhnya
menjelaskan efek klinisnya. Hipotesis kerja saat ini adalah bahwa anestesi
inhalasi meningkatkan aktivitas saluran postinaptik penghambatan (asam
gamma-aminobutirat (GABA) dan glisin) dan menghambat aktivitas saluran
sinaptik rangsang (N-metil-D-aspartat (NMDA), nikotinat asetilkolin,
serotonin, dan glutamat) dalam sistem saraf pusat.28
Farmakodinamik/Kinetika :
Agar sevofluran memberikan efeknya, agen tersebut harus dilewatkan dari
gas yang diinspirasi ke dalam darah kapiler paru, kemudian diedarkan ke dalam
sistem saraf pusat. Onset aksi sevofluran ditentukan oleh konsentrasi agen yang
diilhami, koefisien partisi, menit ventilasi pasien, dan aliran darah paru pasien.
Keempat faktor ini bertanggung jawab atas kecepatan keseimbangan antara
gradien konsentrasi sevofluran antara alveoli, aliran darah paru, dan sistem saraf
pusat, dan oleh karena itu bertanggung jawab atas kecepatan induksi anestesi.29.30
Nilai MAC Dewasa untuk Tingkat Anestesi Bedah31
 Usia 25 tahun: Sevoflurane dalam oksigen: 2,6%
 Usia 40 tahun: Sevofluran dalam oksigen: 2,1%
 Usia 60 tahun: Sevoflurane dalam oksigen: 1,7%
 Usia 80 tahun: Sevoflurane dalam oksigen: 1,4%

Nilai MAC Pediatrik untuk Tingkat Anestesi Bedah20


 Neonatus cukup bulan baru lahir hingga 1 bulan: Sevoflurane dalam
oksigen: 3,3%
 Satu hingga lebih muda dari enam bulan: Sevoflurane dalam oksigen: 3%
 Enam bulan hingga kurang dari satu tahun: Sevoflurane dalam oksigen:
2,8%
 Satu hingga lebih muda dari tiga tahun: Sevoflurane dalam oksigen: 2,8%

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inhalasi Sevoflurane Upta ke dan Clearance

5
 Konsentrasi anestesi inhalasi
 Koefisien partisi (darah:gas, otak:darah, jaringan:darah, minyak:gas)
 Ventilasi menit pasien
 Aliran darah paru pasien

Efek samping
1. Kardiovaskular
Sevofluran menginduksi penurunan tekanan darah dan curah jantung yang
tergantung dosis terutama dengan mengurangi resistensi vaskular sistemik.
2. Respirasi
Seperti semua agen anestesi volatil, sevofluran adalah iritasi saluran napas
dan dapat memicu batuk, apnea, dan laringospasme. Reaksi ini lebih kecil
kemungkinannya terlihat dengan sevofluran daripada desfluran dan
isofluran karena baunya yang manis dan kepedasan sevofluran yang
rendah. Efek samping pernapasan lebih sering terjadi pada pasien dengan
patologi paru yang sudah ada sebelumnya seperti asma, penyakit paru
obstruktif kronik, dan fibrosis kistik. Sevofluran dan anestesi inhalasi
lainnya juga menyebabkan bronkodilatasi, penumpulan respon ventilasi
hipoksia/hiperkapnia, dan membalikkan vasokonstriksi paru hipoksia.
3. Sistem syaraf pusat

Sevoflurane menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah serebral yang tergantung


dosis, sehingga meningkatkan aliran darah serebral dan tekanan intrakranial.
Sevoflurane mengurangi tingkat metabolisme otak.
Defisit Kehamilan dan Perkembangan Saraf: Sementara beberapa studi
observasional telah menemukan peningkatan risiko defisit perkembangan saraf
pada anak-anak yang terpapar anestesi, saat ini, tidak ada bukti kuat yang
mengaitkan efek ini dengan anestesi secara langsung. Pada saat ini, tidak ada agen
anestesi khusus yang harus dihindari selama kehamilan, atau operasi yang
diperlukan tidak boleh ditunda karena kekhawatiran mengenai neurotoksisitas.
Sebuah studi yang sangat kecil yang mencakup sevofluran selama operasi caesar
tidak menunjukkan efek buruk pada ibu atau janin. Saat ini, tidak ada data

6
terkontrol mengenai penggunaannya dalam kehamilan pada subjek manusia, dan
sampai ada data yang lebih pasti, penggunaan obat ini selama kehamilan harus
dibatasi hanya jika benar-benar diperlukan.
Kontraindikasi
Sevofluran dikontraindikasikan pada pasien yang diketahui hipersensitif
terhadap sevofluran atau anestesi halogen lainnya. Agen ini juga
dikontraindikasikan pada pasien yang diketahui atau diduga rentan terhadap
hipertermia maligna.

BAB III

DISKUSI

Pasien Tn MB umur 19 tahun datang ke RS Bhayangkara setelah terjadi


kecelakaan lalu lintas pada pagi hari. Keluhan utama pasien terasa nyeri pada
bahu kiri, dan luka lecet pada kaki dan tangan pasien membuat pasien merasa
nyeri. Setelah pemberian anti nyeri yaitu ketorolac, didapatkan pasien ternyata
alergi ketorolac. Hari pertama masuk rumah sakit pasien merasa mual dan
muntah. BAB dan BAK baik, tidak ada rewayat sesak dan tidak ada Riwayat
asma. Riwayat penyakit dahulu dan keluarga disangkal. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien
termasuk dalam ASA I, yakni pasien penyakit bedah tanpa disertai adanya
penyakit sistemik ringan.
Pada kasus ini, obat anestesi umum yang digunakan adalah propofol 100
mg IV, ditambah fentanyl 100 mg, midazolam 2mg IV. Propofol merupakan
hipnotik-sedatif dan anetsesi dengan awitan yang cepat. Efek yang di timbukan
oleh pengnambatan neurotransmisi yang dimediasi oleh reseptor GABA, Fentanyl
adalah opioid sintetik poten tanpa sifat ansiolitik atau amnestik intrinsik. Ini
memiliki onset yang cepat, durasi aksi yang singkat, kurangnya efek depresan
miokard secara langsung, pemberian Midazolam adalah agen yang ideal untuk

7
memberikan anxiolysis dan anterograde amnesia untuk prosedur singkat, serta
memberikan efek hipotensi pada dosis yang lebih tinggi.
Pada kasus ini, anestesi dimulai jam 19-35, pasien terlihat sudah teranestsi
< 1 menit melalui pemeriksaan, ini sesuai dengan Induksi dengan pemberian
sevofluran 2%-4% dalam campuran N2O 50% dan oksigen dapat mencapai
kedalaman anestesi yang cukup dalam satu menit, dengan pemberian rumatan
propofol, dengan durasi yang 2-8 menit, di tambah pemebrian fentanyl 5-10
menit, dan penggunaan midazolam memeberikan efek anterograde amnesia
singkat, agar pasien, lupa akan kejadian tidak menyenangkan selama oprasi
berlangsung. Terlihat pasien berada di ruangan recovery sampai jam 20.28 WIT
dan waktu anestesi sudah berlangsung 1 jam 15 menit. Kesadaran pasien pulih
sempurna, pernapasan baik, dan pergerakan bebas.

8
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropars M, Thomazeau H, Huten D. Clavicle fractures. Orthop
Traumatol Surg Res. 2017 Feb;103(1S):S53-S59. [PubMed]
2. Wiesel B, Nagda S, Mehta S, Churchill R. Management of
Midshaft Clavicle Fractures in Adults. J Am Acad Orthop
Surg. 2018 Nov 15;26(22):e468-e476. [PubMed]
3. Robinson CM. Fractures of the clavicle in the adult. Epidemiology
and classification. J Bone Joint Surg Br. 1998 May;80(3):476-
84. [PubMed]
4. Hughes K, Kimpton J, Wei R, Williamson M, Yeo A, Arnander M,
Gelfer Y. Clavicle fracture nonunion in the paediatric population: a
systematic review of the literature. J Child Orthop. 2018 Feb
01;12(1):2-8. [PMC free article] [PubMed]
5. Ban I, Troelsen A. Risk profile of patients developing nonunion of
the clavicle and outcome of treatment--analysis of fifty five
nonunions in seven hundred and twenty nine consecutive
fractures. Int Orthop. 2016 Mar;40(3):587-93. [PubMed]
6. Robinson CM, Court-Brown CM, McQueen MM, Wakefield AE.
Estimating the risk of nonunion following nonoperative treatment
of a clavicular fracture. J Bone Joint Surg Am. 2004
Jul;86(7):1359-65. [PubMed]
7. Allman FL. Fractures and ligamentous injuries of the clavicle and
its articulation. J Bone Joint Surg Am. 1967 Jun;49(4):774-
84. [PubMed]
8. Neer CS. Fractures of the distal third of the clavicle. Clin Orthop
Relat Res. 1968 May-Jun;58:43-50. [PubMed]
9. Stanley D, Trowbridge EA, Norris SH. The mechanism of
clavicular fracture. A clinical and biomechanical analysis. J Bone
Joint Surg Br. 1988 May;70(3):461-4. [PubMed]

9
10. Abbot AE, Hannafin JA. Stress fracture of the clavicle in a female
lightweight rower. A case report and review of the literature. Am J
Sports Med. 2001 May-Jun;29(3):370-2. [PubMed]
11. Fallon KE, Fricker PA. Stress fracture of the clavicle in a young
female gymnast. Br J Sports Med. 2001 Dec;35(6):448-9. [PMC
free article] [PubMed]
12. Peebles CR, Sulkin T, Sampson MA. 'Cable-maker's clavicle':
stress fracture of the medial clavicle. Skeletal Radiol. 2000
Jul;29(7):421-3. [PubMed]
13. Sambandam B, Gupta R, Kumar S, Maini L. Fracture of distal end
clavicle: A review. J Clin Orthop Trauma. 2014 Jun;5(2):65-
73. [PMC free article] [PubMed]
14. Pandya NK, Namdari S, Hosalkar HS. Displaced clavicle fractures
in adolescents: facts, controversies, and current trends. J Am Acad
Orthop Surg. 2012 Aug;20(8):498-505. [PubMed]
15. Zenni EJ, Krieg JK, Rosen MJ. Open reduction and internal
fixation of clavicular fractures. J Bone Joint Surg Am. 1981
Jan;63(1):147-51. [PubMed]
16. Fanter NJ, Kenny RM, Baker CL, Baker CL. Surgical treatment of
clavicle fractures in the adolescent athlete. Sports Health. 2015
Mar;7(2):137-41. [PMC free article] [PubMed]
17. Coppa V, Dei Giudici L, Cecconi S, Marinelli M, Gigante A.
Midshaft clavicle fractures treatment: threaded Kirschner wire
versus conservative approach. Strategies Trauma Limb
Reconstr. 2017 Nov;12(3):141-150. [PMC free article] [PubMed]
18. Anderson K. Evaluation and treatment of distal clavicle
fractures. Clin Sports Med. 2003 Apr;22(2):319-26, vii. [PubMed]
19. McKee MD, Wild LM, Schemitsch EH. Midshaft malunions of the
clavicle. J Bone Joint Surg Am. 2003 May;85(5):790-7. [PubMed]
20. Luo TD, Ashraf A, Larson AN, Stans AA, Shaughnessy WJ,
McIntosh AL. Complications in the treatment of adolescent

10
clavicle fractures. Orthopedics. 2015 Apr;38(4):e287-91. [PMC
free article] [PubMed]
21. Bishop JY, Flatow EL. Pediatric shoulder trauma. Clin Orthop
Relat Res. 2005 Mar;(432):41-8. [PubMed]
22. Banerjee R, Waterman B, Padalecki J, Robertson W. Management
of distal clavicle fractures. J Am Acad Orthop Surg. 2011
Jul;19(7):392-401. [PubMed]
23. Vautrin M, Kaminski G, Barimani B, Elmers J, Philippe V, Cherix
S, Thein E, Borens O, Vauclair F. Does candidate for plate fixation
selection improve the functional outcome after midshaft clavicle
fracture? A systematic review of 1348 patients. Shoulder
Elbow. 2019 Feb;11(1):9-16. [PMC free article] [PubMed]

24. Rehatta NM, Hanindito E, Tantri AR, Redjeki IS, Soenarto RF,
Bisri DY, et al. Anestesiologi dan Terapi Intensif Buku Teks
KATI-PERDATIN. 1st ed. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama; 2019.
25. Katzung BG. Pharmacology Examination & Board Review. 12th
ed. United States: McGraw-Hill Education; 2019.
26. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Katzung: Farmakologi Dasar
dan Klinik. 12th ed. McGraw Hill Education; 2016. 614–7 p.
27. Katzung BG. Basic & Clinical. 14th ed. United States: McGraw
Hill Education; 2018. 440–449 p.
28. Miller AL, Theodore D, Widrich J. StatPearls [Internet]. StatPearls
Publishing; Treasure Island (FL): Sep 6, 2022. Inhalational
Anesthetic. [PubMed]
29. Michel F, Constantin JM. Sevoflurane inside and outside the
operating room. Expert Opin Pharmacother. 2009 Apr;10(5):861-
73. [PubMed]
30. Campagna JA, Miller KW, Forman SA. Mechanisms of actions of
inhaled anesthetics. N Engl J Med. 2003 May 22;348(21):2110-
24. [PubMed]

11
31. Mapelli J, Gandolfi D, Giuliani E, Casali S, Congi L, Barbieri A,
D'Angelo E, Bigiani A. The effects of the general anesthetic
sevoflurane on neurotransmission: an experimental and
computational study. Sci Rep. 2021 Feb 22;11(1):4335. [PMC free
article] [PubMed]
32. Lockwood G. Theoretical context-sensitive elimination times for
inhalation anaesthetics. Br J Anaesth. 2010 May;104(5):648-
55. [PubMed]
33. LiverTox: Clinical and Research Information on Drug-Induced Liver
Injury [Internet]. National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases; Bethesda (MD): Jan 1, 2018. Halogenated
Anesthetics. [PubMed]

12

Anda mungkin juga menyukai