NPM : 2101103010065
Perusahaan swasta memiliki tanggung jawab kepada masyarakat yang lebih dari sekadar
mencari keuntungan. Terdapat dua perspektif mengenai tanggung jawab perusahaan bisnis
terhadap masyarakat.
Hanya ada satu tanggung jawab sosial bisnis, yaitu menggunakan sumber dayanya dan terlibat
dalam kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan keuntungannya selama tetap berada dalam
aturan main, yaitu, terlibat dalam persaingan terbuka dan bebas tanpa penipuan atau
kecurangan.
Archie Carroll mengusulkan para manajer organisasi perusahaan untuk memiliki empat
tanggung jawab:
1. Tanggung jawab ekonomi
Salah satu tanggung jawab ekonomi manajemen perusahaan adalah menghasilkan barang
dan jasa yang bernilai bagi masyarakat sehingga perusahaan dapat membayar kreditur dan
pemegang saham.
2. Tanggung jawab hukum
Tanggung jawab hukum ditetapkan oleh pemerintah, dan manajemen diharapkan dapat
mematuhi hukum tersebut. Sebagai contoh, perusahaan bisnis di Amerika Serikat diwajibkan
untuk mempekerjakan dan mempromosikan kandidat berdasarkan kemampuan mereka
dengan tidak mendiskriminasi ras, jenis kelamin, atau agama, atau kriteria lain yang tidak
terkait dengan pekerjaan.
Konsep Keberlanjutan
Ekologi dan lingkungan alam bukan satu-satunya aspek keberlanjutan. Crane dan Matten
menyatakan bahwa konsep keberlanjutan dapat ditingkatkan untuk mencakup masalah
lingkungan dan ekonomi. Mereka percaya bahwa menangani keberlanjutan lingkungan alam
terkadang tidak mungkin tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi dari masyarakat
yang bersangkutan dan kegiatan masyarakat tersebut. Contohnya, meskipun program
pembangunan jalan dapat membahayakan satwa liar dan upaya konservasi, tetapi bagi
masyarakan pembangunan jalan tersebut bermanfaat karena menghasilkan lebih banyak lapangan
pekerjaan dan mengurangi kemacetan lalu lintas.
Daftar tanggung jawab bisnis Carroll memiliki banyak kesamaan dengan konsep
keberlanjutan yang lebih luas. Sebuah perusahaan harus memenuhi kewajiban ekonomi, hukum,
etika, dan kebijaksananya jika mereka ingin bertahan lama dan sukses. Oleh karena itu,
keberlanjutan melibatkan banyak masalah, tantangan, dan pengorbanan. Akibatnya, perusahaan
harus melakukan pemeriksaan terhadap pemangku kepentingan perusahaan.
Relativisme Moral
Menurut relativisme moral, moralitas berkaitan dengan norma sosial, budaya, atau
pribadi, dan tidak ada cara pasti untuk mengetahui pilihan mana yang lebih baik. Manajer
biasanya menggunakan empat jenis relativisme moral:
1. Relativisme naif: Setiap orang memiliki hak untuk dapat memahami keadaan dan
bertindak sesuai dengan prinsip moral mereka sendiri. Ini sering digunakan sebagai
alasan untuk tidak bertindak ketika melihat perilaku tidak etis.
2. Relativisme peran: Manajer harus mengesampingkan keyakinan pribadi dan bertindak
sesuai dengan kewajiban yang terkait dengan peran sosial mereka, bahkan jika
bertentangan dengan nilai pribadi mereka. Ini dapat menyebabkan tindakan yang tidak
etis dalam konteks tugas atau peran yang ditugaskan.
3. Relativisme kelompok sosial: Suatu keputusan dianggap sah jika dilakukan oleh banyak
orang dalam suatu kelompok sosial, tanpa mempertimbangkan etika atau prinsip yang
umum. Ini dapat menyebabkan adopsi perilaku tidak etis karena alasan "semua orang
melakukannya".
4. Relativisme budaya: Moralitas dipandang relatif terhadap budaya atau masyarakat
tertentu, dan individu diharapkan memahami praktik budaya lain tanpa menghakiminya.
Ini bisa mengarah pada penggunaan norma budaya sebagai justifikasi untuk perilaku
tidak etis, dengan alasan "ketika berada di Roma, lakukan seperti yang dilakukan orang
Roma."
Kode Etik
Kode etik membantu mengklarifikasi harapan perusahaan terhadap perilaku karyawan
dan menekankan pentingnya pengambilan keputusan dan tindakan yang etis. Meskipun banyak
perusahaan telah mengembangkan kode etik dan melaksanakan pelatihan etika, manajer
cenderung mengabaikan kode etik dalam menghadapi dilema etika. Untuk mengatasi ini,
perusahaan perlu mengkomunikasikan kode etik melalui berbagai program, kebijakan, prosedur,
dan tindakan, serta mendukung para peniup peluit yang melaporkan perilaku ilegal atau tidak
etis. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki budaya etika yang kuat dan
menegakkan kode etik memiliki lebih sedikit pilihan tidak etis bagi karyawan, serta keuntungan
jangka panjang dalam reputasi. Namun, tidak semua perusahaan menerapkan kode etik dengan
ketat, terutama dalam hal menegakkan standar etika terhadap pemasok mereka. Meskipun
memiliki kode etik untuk pemasok, masih ada risiko kerusakan reputasi jika pelanggaran tidak
terdeteksi. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan implementasi dan penegakan kode
etik, terutama dalam mengatur perilaku pemasok di luar negeri.
Cavanagh mengusulkan tiga pertanyaan untuk memandu tindakan atau keputusan etis:
1. Apakah itu mengoptimalkan kepuasan semua pemangku kepentingan?
2. Apakah menghormati hak-hak individu?
3. Apakah konsisten dengan aturan keadilan?