Prinsip dasar tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah bahwa bisnis harus
berperilaku dengan cara yang melampaui kewajiban hukum mereka kepada
pemegang saham, staf, vendor, dan konsumen. Tetap saja, bisnis diharapkan
menerima tanggung jawab penuh untuk setiap efek non-ekonomi pada publik dan
lingkungan yang tidak memerlukan pembentukan batasan legislatif internal (Fred
Robins, 2005).
Menurut Yusuf Babatunde Adeneye dan Maryam Ahmed (2015), "CSR" mengacu
pada kapasitas perusahaan untuk bertanggung jawab secara sosial untuk
pengembangan lingkungan operasi dan kemajuan ekonomi. Hal ini menunjukkan
bahwa bisnis menawarkan layanan sosial sukarela masyarakat.
Dari definisi yang diberikan, dapat dilihat bahwa pengertian CSR bersifat laten
dalam tiga peran bisnis dan lebih mirip dengan konsep yang dikemukakan oleh
Elkington, antara lain:
2. Fungsi sosial adalah yang dilakukan dengan menggerakan sumber daya manusia
untuk turut serta menegakkan keadilan dalam distribusi manfaat dan pembagian
biaya yang terkait dengan operasi bisnis.
Mark S. Schwartz dan Archie B. Carroll melakukan upaya pada tahun 2003 untuk
kembali ke pembatasan piramida Carroll yang dibentuk tahun 1991. Pertama,
piramida carroll menunjukkan bahwa pentingnya domain piramida lebih penting
daripada basis piramida. Akibatnya, teori tipe prioritas Carroll tidak
mendukungnya sebagaimana mestinya. Ada tiga model yang disarankan untuk
gagasan CSR (tanggung jawab ekonomi, hukum dan etika). Berikut adalah
bagaimana model CSR ketiga dijelaskan:
Gambar 2 Model Tiga domain Corporate Social Responsibility
Sumber : Mark S. Schwartz and Archie B. Carroll, 2003
Untuk membangun komunikasi yang kuat dan efektif antara perusahaan dan
publik, salah satu tujuan pengungkapan CSR adalah untuk merepresentasikan
akuntabilitas, tanggung jawab perusahaan, dan transparansi kepada investor dan
pemangku kepentingan lainnya. Perusahaan juga dapat menyajikan laporan
tambahan, seperti laporan mengenai lingkungan dan pernyataan nilai tambah,
khususnya untuk industri yang faktor lingkungannya memegang peranan penting
dan untuk industri mengenai karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang
berperan penting. Nasihat ini secara jelas disampaikan kepada pembuat kebijakan
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (Revisi 2004).
Ada keuntungan dan kerugian untuk menerapkan CSR, meskipun faktanya hal itu
dapat membawa nilai bagi bisnis. Pelaksanaan CSR bukanlah sesuatu yang wajib
dilakukan, menurut kelompok usaha yang lebih fokus pada penyediaan
keuntungan daripada berpartisipasi dalam kelompok organisasi sosial. Argumen
ini dibuat karena, selain menghasilkan keuntungan, perusahaan juga membayar
pajak kepada pemerintah. Seharusnya pihak pemerintah bertugas meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tampaknya masuk akal bahwa pemerintah akan
menggunakan dana pajak. Pendapatan ini untuk pembangunan negara, yang
selanjutnya akan bermanfaat bagi masyarakat.
Untuk organisasi bisnis yang mendukung penggunaan CSR, hal yang berbeda.
Untuk rangkaian bisnis ini, memaksimalkan keuntungan untuk kepentingan
pemilik adalah tujuan utama yang sah. Namun perlu diingat bahwa bisnis tersebut
juga didirikan dengan dukungan masyarakat, sehingga masuk akal untuk
mengasumsikan bahwa ia dapat tanggap terhadap masalah lingkungan. Namun,
individu yang mengadopsi CSR dalam perusahaan menjalankan risiko merusak
pentingnya relawan dalam setiap inisiatif CSR. Sementara laba merupakan sumber
pendanaan CSR, korporasi juga diharapkan lebih fokus untuk mencari laba terlebih
dahulu.
Referensi
[1] Rice. 2017. Corporate Social Responsibility Disclosure : Between Profit And
Ethics. Program Studi Akuntansi STEI Mikroskil