A. Latar Belakang
Masalah Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan
yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang
akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan. Tindakan pemasangan
infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang
telah ditetapkan (Priharjo, 2018). Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai
kondisi penderita di semua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah
satu terapi utama. Sebanyak 70% pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi
cairan infus. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka
waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari
pemasangan infus, salah satunya adalah infeksi (Hinlay, 2016). Salah satu infeksi yang
sering ditemukan dirumah sakit adalah infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tersebut
diakibatkan oleh prosedur diagnosis yang sering timbul diantaranya flebitis. Keberhasilan
pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan pemasangan infus bukanlah ditentukan
oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan klien secara benar (Andares, 2019).
Perawat profesional yang bertugas dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak
terlepas dari kepatuhan perilaku perawat dalam setiap tindakan prosedural yang bersifat
invasif seperti halnya pemasangan infus. Pemasangan infus dilakukan oleh setiap
perawat. Semua perawat dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan mengenai
pemasangan infus yang sesuai standar operasional prosedur (SOP). Berdasarkan hasil
penelitian Andares (2019), menunjukkan bahwa perawat kurang memperhatikan
kesterilan luka pada pemasangan infus. Perawat biasanya langsung memasang infus tanpa
memperhatikan tersedianya bahan-bahan yang diperlukan dalam prosedur tindakan
tersebut, tidak tersedia handscoen, kain kasa steril, alkohol, pemakaian yang berulang
pada selang infus yang tidak steril.
Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku individu yang bersangkutan untuk
mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP
pemasangan infus tergantung dari perilaku perawat itu sendiri. Perilaku kepatuhan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat
dikategorikan menjadi faktor intrernal yaitu karakterisitk perawat itu sendiri (umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi
dan motivasi) dan faktor eksternal (karakteristik organisasi, karakteristik kelompok,
karakteristik pekerjaan, dan karakteristik lingkungan) (Andareas, 2009).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui issue yang muncul dalam pemasangan infus yang tidak
tercantumnya tanggal dan jam di ruang Teratai 2.
2. Untuk mengetahui kemungkinan penyebab munculnya issue terkait pemasangan infus
di ruang Teratai 2.
3. Untuk mengetahui tindak lanjut untuk mengurangi issue terkait pemasangan infus di
ruang Teratai 2.
BAB II
LAPORAN HASIL DISKUSI
A. KESIMPULAN
Hasil diskusi refleksi kasus ini dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan
dalam melakukan tindakan perawatan pada pasien yang terpasang infus dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya phlebitis pada pasien yakni
usia, cairan infus, dressing dan penyakit penyerta.
B. SARAN
Diskusi refleksi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk selalu
konsisten menjalankan kebijakan atau standart yang sudah ditetapkan oleh perawat Teratai
2 dalam upaya mencegah kejadian phlebitis tersebut, sehingga mutu rumah sakit akan
menjadi lebih baik.
Daftar Hadir Pesrta
Diskusi Refleksi Kasus (DRK)
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
Jepara, 2022
Kepala Ruang
( )