Anda di halaman 1dari 31

PENGEMBANGAN RUANG KOMUNITAS BERDASARKAN

PRINSIP “FOOD SENSITIVE URBAN DESIGN” PADA


COASTAL AREA
(STUDI KASUS : KALIBARU, JAKARTA)

60

PROPOSAL TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh
ANNISA SUKMA NINGRATI
NIM: 25622008
(Program Studi Magister Rancang Kota)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


Desember 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas proposal tesis yang berjudul
“Pengembangan Ruang Komunitas Berdasarkan Prinsip Food Sensitive Urban
Design pada Coastal Area (Studi Kasus : Kalibaru, Jakarta)” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari proposal tesis ini adalah untuk memenuhi tugas
3 pada mata kuliah Metodologi Penelitian pada program Magister Rancang Kota
Institut Teknologi Bandung. Proposal tesis ini membahas tentang gagasan awal
tesis yang nantinya diharapkan dapat membantu dalam pembimbingan tesis
kedepannya.

Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Haryo
Winarso, M.Eng., Ph.D. selaku dosen pengampu Mata Kuliah RK – 6111
Metodologi Penelitian yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni ini, serta
telah memberikan bimbingan tentang proses penulisan tesis awal yang mana
memberikan manfaat bagi penulis. Saya beranggapan bahwa proposal tesis ini
merupakan karya terbaik yang dapat saya persembahkan. Namun, saya menyadari
bahwa tidak menutup kemungkinan proposal tesis ini terdapat kekurangann. Maka
dari itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2


DAFTAR ISI 3
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI................................................................ 4
DAFTAR TABEL ................................................................................................... 5
Bab I Pendahuluan ................................................................................................ 6
I.1 Latar Belakang .................................................................................... 6
I.2 Masalah Penelitian ............................................................................ 10
I.2.1 Persoalan Praktis................................................................ 10
I.2.2 Persoalan Penelitian ........................................................... 11
I.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian .......................................................... 11
I.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 12
I.4.1 Manfaat Akademis ....................................................................... 12
I.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................ 12
I.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 13
I.5.1 Ruang Lingkup Materi Penelitian ................................................ 13
I.5.2 Ruang Lingkup Kawasan Penelitian ............................................ 13
I.6 Metodologi Penelitian....................................................................... 14
I.7 Sistematika Penulisan ....................................................................... 16
I.8 Rencana Penyelesaian Tesis ............................................................. 16
Bab II Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 18
II.1 Krisis Pangan dan Iklim ................................................................... 18
II.2 Food Security Paradigm ................................................................... 18
II.3 Food Sensitive Urban Design ........................................................... 20
II.4 Foodscape Project ............................................................................ 23
II.5 Coastal Area ..................................................................................... 24
II.6 Kampung Kota .................................................................................. 26
Bab III Metodologi ............................................................................................. 27
III.1 Metode Penelitian ........................................................................ 27
III.2 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 28
III.3 Metode Analisis Data ................................................................... 29
III.3.1 Kajian Literatur ............................................................................ 30
III.3.2 Analisis Data dan Mapping .......................................................... 30
III.3.3 Overlaying Data ........................................................................... 30
III.3.4 Tools Indikator Matrix ................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 31

3
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar I.1 Delineasi Studi Kasus (Kalibaru, Jakarta Utara) ............................. 14


Gambar I.2 Diagram Alur Kerangka Berpikir .................................................... 15
Gambar I.3 Rencana Pengerjaan Tesis ............................................................... 17
Gambar II.1 Model dari Konsep Food Sensitive Urban Design ......................... 22
Gambar III.1 Alur metodologi penelitian ........................................................... 28

4
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Gagasan tentang Food Security Paradigm ......................................... 19


Tabel III.1 Kebutuhan dan Tahapan Pengumpulan Data ................................... 29

5
Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah penelitian, gagasan


perancangan, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.

I.1 Latar Belakang


Kemudahan akses terhadap pangan dan stabilitas ketahanan pangan merupakan
dimensi penting dari sumber kebutuhan manusia. Untuk mewujudkan keberlanjutan
dan ketahanan perkotaan dalam hal pangan, perlu dikaji pendekatan prinsip-prinsip
yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan stabilitas ketahanan pangan. Definisi
resmi ketahanan pangan dikembangkan sesuai urutan di bawah ini, menurut laporan
Trade Reforms and Food Security, Conceptualizing the Linkages (FAO, 2003):
Gagasan ketahanan pangan berpusat pada keteraturan pasokan pangan, stabilitas
harga, dan stabilitas produksi pada KTT Pangan Dunia tahun 1974, yang diadakan
di Roma sebagai tanggapan terhadap krisis pangan dunia. Sekitar satu dekade
kemudian, FAO menciptakan gagasan aksesibilitas pangan untuk membantu semua
orang, terutama masyarakat kurang mampu (FAO, 1983). Gagasan tentang
aksesibilitas diperluas hingga mencakup keamanan pangan dan nilai gizi pada
pertengahan tahun 1990an. Dengan memasukkan aspek sosial dan ekonomi, KTT
Pangan Dunia PBB pada tahun 1996 mengadopsi definisi yang lebih menyeluruh
dan mengusulkan definisi berikut: “Ketahanan pangan [adalah] situasi yang ada
ketika semua orang, setiap saat, mempunyai masalah fisik, sosial, dan akses
ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi yang memenuhi
kebutuhan pangan dan preferensi pangan untuk hidup aktif dan sehat" (FAO, 2002)
[1]. Definisi terbaru mengenai ketahanan pangan, yang disetujui pada tahun 1996,
memperhitungkan empat komponen gagasan ketahanan pangan: ketersediaan,
aksesibilitas, konsumsi, dan stabilitas [2].

Data terbaru mengenai ketahanan pangan di wilayah tertentu di dunia, khususnya


Indonesia, menunjukkan adanya ketidakstabilan. Menurut survei Indeks Ketahanan
Pangan Global, Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 113 negara dalam hal

6
ketahanan pangan. Angka ini menunjukkan persepsi bahwa masih terdapat masalah
kelaparan pangan dan ketidakstabilan ketahanan pangan di negara kita. United Way
of Canada (Centraide, 2001) menyatakan bahwa salah satu faktor yang sering
berhubungan berkontribusi terhadap kerawanan pangan dan berkaitan dengan isu
kota, terutama di Montreal adalah terbatasnya atau tidak adanya akses terhadap
sumber pasokan pangan yang aman dengan biaya yang wajar. Di Montreal, 40%
penduduknya tidak memiliki akses yang memadai terhadap toko buah dan sayur
dalam jarak 500 meter dari rumah mereka, menurut Departemen Kesehatan
Masyarakat (Bertrand, 2006) [1]. Jika permasalahan pangan ini tidak diatasi, besar
kemungkinan Indonesia akan mengalami situasi serupa. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk Indonesia yang meningkat, yaitu rata-rata 1,56% per tahun
(BPS, 2013), dan posisinya sebagai penyumbang penduduk terbesar keempat di
dunia sepanjang tahun 2016 setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India [3].

Kabar baiknya, menurut GFSI, ketahanan pangan Indonesia kembali membaik pada
tahun 2022, mencapai tingkat 60,2 poin lebih baik dibandingkan pada masa epidemi
(2020–2021). Economist Impact melaporkan skor GFSI Indonesia meningkat
sebesar 1,7%. Permasalahan pangan dalam skala nasional berkaitan dengan
stabilitas ekonomi kependudukan dan keamanan nasional. Berbagai permasalahan,
antara lain ketersediaan pangan nasional, distribusi, kualitas pangan, dan harga
pangan yang masih belum terjangkau oleh banyak lapisan masyarakat, dapat
menyebabkan sulitnya memperoleh pangan. Agar sebuah rumah tangga dianggap
aman pangan, anggotanya harus selalu memiliki akses terhadap pangan yang cukup
untuk menjalani hidup aktif dan sehat. Kemampuan untuk memastikan bahwa
makanan dapat diterima secara sosial (yaitu tanpa menggunakan makanan darurat,
kegiatan memulung, mencuri, atau taktik penanganan lainnya) merupakan
komponen penting dari ketahanan pangan minimal. Selain produksi pangan,
pencapaian ketahanan pangan juga bergantung pada aksesibilitas pangan. Seluruh
masyarakat, khususnya masyarakat miskin, tidak terlindungi oleh ketahanan
pangan nasional. Akibat kesenjangan regional, ekonomi, dan sosial, masyarakat
miskin mempunyai akses yang terbatas terhadap kebutuhan gizi mereka. Omotesh
dkk. (2010) mengatakan sebagian masyarakat pedesaan mengalami kerawanan

7
pangan karena tidak dapat memenuhi kebutuhan gizinya akibat produksi pangan
yang tidak mencukupi atau kurangnya daya beli. Yang terakhir, sebagian besar
negara memandang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah, yang mempunyai
tanggung jawab utama terhadap ketahanan pangan [22]. Mandat, institusi, keahlian,
dan sumber daya yang diperlukan oleh pemerintah kota untuk memasukkan sistem
pangan dan ketahanan pangan ke dalam perencanaan pembangunan kota masih
sangat kurang. Namun seperti dicatat oleh Crush dkk., “kegagalan dalam mengatasi
tantangan pembangunan berupa kerawanan pangan perkotaan, kenaikan harga
pangan, dan rendahnya pendapatan akan menimbulkan konsekuensi serius yang
tidak diinginkan bagi negara-negara Selatan dan akan melemahkan upaya untuk
mencapai masa depan perkotaan yang berkelanjutan.”[ 4].

Belum lagi sulitnya mengakses sumber pangan dan ketergantungan masyarakat


terhadap kendaraan bermotor, akses terhadap ketersediaan pangan diyakini
membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, akses terhadap pangan yang
adil dan sehat bagi seluruh masyarakat Indonesia di seluruh wilayah diyakini masih
belum memadai, bahkan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan
transportasi umum. Hal ini sering kali memerlukan banyak masukan berupa air,
bahan (seperti untuk pengemasan), tenaga kerja, dan energi, serta sering kali
memerlukan infrastruktur yang luas untuk mendukung sistem pengolahan dan
transportasi. Beberapa infrastruktur ini (seperti jalur kereta api angkutan barang
dari daerah penghasil biji-bijian yang signifikan) secara khusus ditujukan untuk
mendukung sistem pangan. Lokasi pengolahan pangan berlangsung sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan lahan dan sumber daya yang memadai untuk
produksi dan operasi rantai pasok lainnya [5].

Sebagai perancang kota dan akademisi, kita dipaksa untuk mempertimbangkan


banyak solusi seiring pula dengan memburuknya bencana iklim. Panel
Internasional tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan pada tahun 2000
bahwa emisi gas rumah kaca global akan meningkat pada tingkat yang lebih tinggi
dibandingkan skenario terburuk (tidak ada tindakan). Oleh karena itu, perkiraan
dampak perubahan iklim mungkin bersifat konservatif. Perubahan iklim telah

8
memberikan dampak yang cukup besar terhadap produksi pangan, terutama akibat
curah hujan yang menurun dan tidak dapat diprediksi, kenaikan suhu dan
gelombang panas, serta kejadian cuaca ekstrem [5]. Beberapa faktor terjadinya
perubahan iklim sendiri adalah hilangnya lahan secara besar-besaran di beberapa
tempat hingga kelangkaan sumber daya. Persaingan penggunaan lahan memberikan
tekanan lebih besar pada lahan produktif pertanian, terutama untuk mengakomodasi
populasi metropolitan yang terus bertambah. Ketergantungan pada lahan yang
kurang produktif untuk produksi pangan dan perpanjangan jarak perjalanan
meningkat seiring dengan beralihnya lahan pertanian berkualitas tinggi (biasanya
berlokasi dekat dengan kota) ke penggunaan lahan perkotaan [5]. Selain itu, sistem
pangan kita sedang berjuang dengan biaya dan/atau tidak tersedianya sumber daya
penting termasuk air, listrik, dan sumber bahan kimia pertanian dan pupuk yang
tidak terbarukan. Secara global, diakui bahwa hambatan utama untuk memastikan
bahwa populasi yang terus bertambah mendapatkan pangan yang cukup dan adil
adalah penurunan dan degradasi sumber daya penting ini [5]. Selain itu, prediksi
pertumbuhan penduduk Indonesia menjadi 330,90 juta pada tahun 2050
menunjukkan bahwa kebutuhan pangan akan semakin meningkat. Oleh karena itu,
peningkatan hasil pertanian merupakan salah satu cara untuk mencapainya.
ketahanan pangan dan mencegah kerawanan pangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan populasi. Rantai pasokan makanan berada di bawah tekanan baik
yang disebabkan oleh tekanan yang berhubungan dengan iklim maupun non-iklim,
seperti peningkatan populasi dan ekonomi serta permintaan konsumen terhadap
produk-produk yang berasal dari hewan [2]. Kekeringan, banjir, tanah longsor,
serangan hama/penyakit, dan bencana alam lainnya yang disebabkan oleh
perubahan iklim sangat mempengaruhi produksi pertanian, khususnya tanaman
pangan. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan pangan yang sudah tersedia pada
tingkat produksi saat ini dengan lebih baik, permintaan di masa depan dapat
dipenuhi dengan peningkatan produksi pertanian yang lebih rendah [6]. Karena
wilayah pesisirnya yang luas, tingginya konsentrasi penduduk dan aktivitas
ekonomi di wilayah pesisir, serta ketergantungan yang besar terhadap pertanian,
perikanan, kehutanan, dan sumber daya alam lainnya, Indonesia juga merupakan
salah satu wilayah paling rentan di dunia terhadap perubahan iklim. Akibatnya,

9
Indonesia rentan terhadap berbagai risiko iklim, termasuk banjir, kekeringan, badai,
tanah longsor, dan kebakaran hutan [7].

I.2 Masalah Penelitian


Pada rumusan masalah penelitian akan dibagi menjadi dua subab yang menjelaskan
dan menjabarkan tentang rumusan persoalan secara praktis dan persoalan
penelitian.
I.2.1 Persoalan Praktis
Krisis pangan adalah situasi ketika pasokan makanan yang mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan penduduk tidak tersedia atau terancam. Krisis pangan di
dunia menjadi isu global yang kompleks. Pertumbuhan penduduk yang cepat,
perubahan iklim, ketidakseimbangan distribusi pangan, dan konflik bersenjata
merupakan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap krisis pangan. Di
Indonesia, meskipun memiliki potensi pertanian yang besar, masih banyak
tantangan yang dihadapi dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Beberapa persoalan di Indonesia termasuk rendahnya produktivitas pertanian,
deforestasi, dan kesenjangan akses terhadap pangan.

Wilayah pesisir dan kampung kota di Indonesia juga menghadapi tantangan dalam
hal ketahanan pangan. Urbanisasi yang pesat dan pertumbuhan populasi di wilayah
perkotaan telah mengakibatkan perubahan dalam pola konsumsi pangan dan
peningkatan permintaan pangan. Namun, kerentanan terhadap perubahan iklim dan
risiko bencana alam, seperti banjir dan peningkatan tingkat laut, dapat
mempengaruhi produktivitas pertanian di wilayah pesisir. Selain itu, akses terhadap
pangan yang memadai dan berkualitas juga menjadi persoalan penting dalam
kampung kota di Indonesia.

Dalam studi kasus ini di wilayah Kalibaru, Jakarta Utara sendiri terdapat beberapa
persoalan utama yang memiliki keterkaitan erat dengan persoalan ruang kota.
Persoalan-persoalan tersebut dapat dijabarkan seperti krisis iklim, banjir rob,
stunting dan kemiskinan, sempitnya aksesibilitas, tidak adanya ruang hijau/terbuka
untuk komunitas berkumpul, serta sulitnya akses penampungan limbah (TPS).

10
Food security (ketahanan pangan) merupakan konsep tentang akses terhadap
pangan yang cukup, aman, bergizi, dan terjangkau. Prinsip ini mengacu pada
keberlanjutan dalam produksi pangan dan distribusi yang merata dan adil. Adapun
konsep foodscape mengacu pada pemahaman tentang hubungan antara masyarakat,
lingkungan, dan sistem pangan di suatu wilayah. Pemahaman ini penting dalam
merencanakan pengembangan kawasan perkotaan yang memperhatikan aspek
pangan yang berkelanjutan. Food Sensitive Urban Design (FSUD) adalah
pendekatan yang mulai dikembangkan di beberapa negara, seperti Eropa, Australia,
dan Singapura, untuk mencapai ketahanan pangan di wilayah perkotaan.
Pendekatan ini melibatkan integrasi kebijakan dan praktik yang berfokus pada
produksi pangan lokal, pengelolaan pangan yang berkelanjutan, dan pengembangan
infrastruktur yang mendukung akses terhadap pangan yang berkualitas.

Dalam menghadapi krisis pangan global dan tantangan dalam wilayah pesisir dan
kampung kota di Indonesia, prinsip food security, foodscape, dan pendekatan
FSUD menjadi penting dalam merencanakan dan mengembangkan sistem pangan
yang berkelanjutan dan terjangkau untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
I.2.2 Persoalan Penelitian
Persoalan pada penelitian ini adalah mensintesiskan prinsip Food Sensitive Urban
Design terdahulu pada negara lain untuk dapat diaplikasikan di Indonesia dengan
mengembangkan cara untuk menciptakan ruang komunitas berdasarkan pesoalannya\
pengaplikasian prinsip Food Sensitive Urban Design di Indonesia. Khususnnya belum jelas
untuk wilayah pesisir pantai dengan tipologi pemukiman (kampung kota), yang persalana aplikasi?
persoalan sntesis?
mana dipilih lokasi studi kasus Kalibaru, Jakarta Utara sebagai acuan studi.
belu ada sisntesis?
jadi oerlu sistesis
I.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi lanjut tentang prinsip Food Tujuan menjadi
tidak jelas juga.
Sensitive Urban Design di Negara lain dan mengembangkan prinsip tersebut sesuai
karakter Negara Indonesia (Sub-tropis). Serta, untuk melihat kesiapan penerapan apa maksudnya
merumuskan
konsep dan prinsip Food Sensitive Urban Design sehingga menjadikan Indonesia kosep FSUD
untuk Kampung
lebih berketahanan pangan, khususnya kawasan pesisir pantai dengan tipologi di Kota di

Indonesia?

11
permukiman kampung kota. Adapun sasaran yang perlu dicapai untuk memenuhi
tujuan diatas, sebagai berikut :
1. Merumuskan prinsip FSUD yang dapat diimplementasikan di Indonesia
2. Analisis karakteristik & kondisi eksisting wilayah pesisir pantai dengan
tipologi permukiman kampung kota.
3. Pengembangan ruang komunitas dan Penilaian kesiapan tentang prinsip
FSUD di Indonesia dengan kasus studi di wilayah pesisir pantai dengan
tipologi permukiman kampung kota.
4. Menampilkan simulasi implementasi FSUD pada kawasan studi kasus.

I.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang didapat dari penelitian ini terbagi atas dua jenis, yaitu manfaat
akademis dan manfa at praktis.
I.4.1 Manfaat Akademis
Dalam bidang akademis, manfaat yang akan dihasilkan bagi bidang perancangan
kota akan menghasilkan prinsip dan kriteria, serta ilmu pegetahuan baru yang
berkembang tentang konsep Food Sensitive Urban Design yang sesuai bagi
karakteristik wilayah di Negara Indonesia, khususnya wilayah pesisir pantai dengan
tipologi permukiman kampung kota.
I.4.2 Manfaat Praktis
Dampak dari manfaat praktis akan dirasakan oleh masyarakat, khususnya
komunitas di sekitar wilayah studi kasus dan juga bermanfaat bagi pihak
pemerintah yang lebih dijabarkan sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat dan Komunitas, terciptanya ruang yang tanggap akan
pangan akan memberikan manfaat bagi masyarakat penduduk sekitar
khususnya komunitas-komunintas yang ada untuk dapat melakukan
berbagai macam kegiatan yang positif bagi komunitas itu sendiri serta
lingkungan pula. Dan juga, dapat meminimalisir persoalan-persoalan di
wilayah studi kasus (Kalibaru, Jakarta) seperti krisis pangan dengan
pendekatan Food Sensitive Urban Design ini.
2. Bagi Pemerintah, dengan dikembangkannya prinsip Food Sensitive Urban
Design akan memudahkan pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur

12
dan fasilitas bagi kota yang tepat guna dan tepat sasaran. Serta dapat
dijadikan pedoman oleh pemerintah.

I.5 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini ditentukan batasan dari lingkup pembahasan materi penelitian
dan lingkup dari kawasan (studi kasus) penelitian. Ruang lingkup materi lebih
menjabarkan terhadap batas substansi yang akan dimuat. Sedangkan ruang lingkup
kawasan akan membahas tentang pemilihan delineasi studi kasus kawasan yang
akan diteliti.
I.5.1 Ruang Lingkup Materi Penelitian
Substansi dari ruang lingkup penelitian ini terdiri dari paradigma tentang Food
Security, pendekatan dan prinsip Food Sensitive Urban Design, konsep Foodscape,
wilayah pesisir pantai, serta wilayah pesisir pantai dengan tipologi pemukiman
kampung kota. Penjabaran ruang lingkup kajian substansi berupa :
1. Mencari, mengumpulkan dan mensintesa Food Security Paradigm yang
sesuai dengan lingkup perancangan kota.
2. Memahami konsep pendekatan Food Sensitive Urban Design, serta
mensintesa prinsip-prinsip FSUD yang sesuai dengan karakteristik Negara
Indonesia.
3. Mencari dan memahami konsep foodscape sebagai materi pendukung.
4. Memahami tentang wilayah pesisir pantai khususnya tipologi pemukiman
kampung kota.
5. Mengintegrasikan paradigma Food Security pada prinsip-prinsip FSUD
yang sesuai dengan karakteristik Indonesia denga memperhatikan konsep
foodscape, serta menganalisis dari isu dan persoalan spasial perkotaan.
6. Pendekatan diatas diaplikasikan dengan karakteristik Negara Indonesia,
khususnya wilayah pesisir pantai dengan tipologi pemukiman kampung
kota.
I.5.2 Ruang Lingkup Kawasan Penelitian
Lokasi delineasinya berada di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Kawasan
Jakarta Utara. Permukiman yang termasuk dalam zonasi R.1 (Perumahan dengan
Kepadatan Sangat Tinggi) merupakan mayoritas dari batas penggunaan lahan.

13
Selain itu, ada zona perlindungan kecil di dekat pantai. Beberapa macam fasilitas
pelayanan umum juga terletak dekat dengan lokasi.

Lokasi kawasan ini sendiri terbilang unik karena merupakan kawasan pesisir pantai
yang banyak terdapat pemukiman padat penduduk. Oleh karena itu, jika dipelajari
lebih dalam, akan terungkap sejumlah potensi dan permasalahan yang berkaitan
dengan perkotaan, lingkungan hidup, dan ketahanan pangan.

Gambar I.1 Delineasi Studi Kasus (Kalibaru, Jakarta Utara)

I.6 Metodologi Penelitian


Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah inisiatif Universitas Melbourne dan
National Heart Foundation mengenai perencanaan konsep dengan pendekatan Food
Sensitive Urban Design siap untuk diterapkan dalam praktik karakter di Indonesia.
Untuk mengkaji beberapa prinsip pendekatan Food Sensitive Urban Design dan
beberapa contoh penerapannya, digunakan studi literatur dan metodologi
pengumpulan data, serta simulasi desain. Kemudian dilakukan upaya untuk menilai
kesiapan di wilayah pesisir pantai dengan tipologi permukiman kampung kota
menggunakan pendekatan prinsip Food Sensitive Urban Design dan perangkat dari
matriks Food Sensitive Urban Design Challenge.

14
Latar Belakang Rumusan Masalah
Terjadinya banyak persoalan dan isu pada wilayah Bagaimana prinsip Food Sensitive Urban
pesisir pantai khususnya kampung kota dengan fokus
Design di Indonesia, khususnnya untuk
isu krisis pangan dan stunting. Yang mana persoalan
diatas memberikan efek domino pada persoala lain di wilayah pesisir pantai dengan tipologi
Indoensia. Krisis pangan menjadi bahasan utama saat pemukiman (kampung kota)
ini di dunia, maka negara lain sudah mulai
mengembangkan konsep food sensitive urban design.
Sehingga diharapkan pendekatan dan prinsip food
sensitive urban design ini dapat diterpkan dan
dikembangkan di Indonesia yang memiliki karakter
negara subtropis.

Tujuan
Melakukan studi lanjut tentang prinsip Food Sensitive Urban Design di
Negara lain dan mengembangkan prinsip tersebut sesuai karakter
Negara Indonesia (Sub-tropis). Serta, untuk melihat kesiapan penerapan
konsep dan prinsip Food Sensitive Urban Design sehingga menjadikan
Indonesia lebih berketahanan pangan, khususnya kawasan pesisir pantai
dengan tipologi permukiman kampung kota.

Pengumpulan dan Analisis Data


Kajian Pustaka Studi Kasus

Studi Literatur Studi Literatur Site Survey


• Food Security Paradigm • Karakteristik wilayah • Observasi
• Prinsip Food Sensitive pesisir pantai • Wawancara
Urban Design • Karakteristik kampung
• Konsep Foodscape kota

Sintesa dengan fokus aspek spasial perancangan kota

Prinsip FSUD yang dapat Karakteristik & kondisi


diimplementasikan di
Sasaran 1
eksisting wilayah pesisir
Indonesia Sasaran 2 pantai dengan tipologi
permukiman kampung kota

Keluaran
Pengembangan ruang komunitas dan Penilaian kesiapan tentang prinsip
FSUD di Indonesia dengan kasus studi di wilayah pesisir pantai dengan Sasaran 3
tipologi permukiman kampung kota

Simulasi implementasi FSUD pada kawasan studi kasus. Sasaran 4

Gambar I.2 Diagram Alur Kerangka Berpikir

15
I.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penulisan penelitian ini berdasarkan alur kerangka
berpikir diatas, sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
sasaran penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan, serta rencana penyelesaian tesis.
BAB 2 Kajian Pustaka
Bab ini menjelaskan terhadap kajian dan studi literatur tentang Food Security
Paradigm, prinsip pendekatan Food Sensitive Urban Design, konsep Foodscape,
karakteristik wilayah pesisir pantai, serta karakteristik wilayah pesisir pantai
dengan tipologi permukiman kampung kota di Indonesia.
BAB 3 Metodologi
Bab ini menyajikan terkait dengan metode penelitian, sumber data dan teknik
pengambilan data, dan metode analisis data, serta simulasi desain.
BAB 4 Hasil dan Diskusi
Bab ini membahas hasil pengumpulan dan analisis data yang telah didapat dari
penelitian dan tinjauan arahan hasil dari penelitian.
BAB 5 Simulasi Desain
Bab ini merupakan identifikasi awal terhadap kesiapan wilayah studi kasus dalam
penerapan prinsip Food Sensitive Urban Design.
BAB 6 Kesimpulan
Bab ini merupakan penutup dan ringkasan yang didapat dari penjabaran penelitian
diatas.

I.8 Rencana Penyelesaian Tesis


Berdasarkan sistematia penulisan maka dapat dirumuskan rencana pegerjaan dan
penyelesaian tesis ini dapat dilihat pada gambar berikut

16
Gambar I.3 Rencana Pengerjaan Tesis

17
Bab II Tinjauan Pustaka

Bab tinjauan pustaka berisi uraian tentang beberapa materi terkait penelitian, seperti
Krisis Pangan dan Iklim, Food Security Paradigm, Food Sensitive Urban Design,
Foodscape Project, Coastal Area, dan Kampung Kota.
II.1 Krisis Pangan dan Iklim
Krisis pangan dan krisis iklim merupakan isu yang saling terkait dan memiliki
dampak yang signifikan di tingkat global.
1. Krisis Pangan terjadi ketika pasokan pangan tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan populasi. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan
krisis pangan adalah perubahan iklim global yang ekstrim. Perubahan iklim
dapat mempengaruhi produktivitas pertanian, mengurangi aksesibilitas
pangan akibat harga yang lebih mahal, dan kesulitan dalam pendistribusian
pangan [4].
2. Krisis Iklim merupakan fenomena perubahan iklim global yang signifikan
dan dampaknya sangat merugikan lingkungan. Perubahan iklim dapat
menyebabkan peningkatan suhu rata-rata bumi, perubahan pola cuaca yang
ekstrem, dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini dapat berdampak negatif
pada lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan manusia.
Krisis iklim sangat dapat mempengaruhi ketahanan pangan karena kedua isu
tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat. Perubahan iklim dapat
menyebabkan penurunan produktivitas pertanian, kerusakan tanaman akibat cuaca
ekstrem, dan perubahan pola musim. Hal ini dapat mengganggu pasokan pangan
dan meningkatkan kerentanan terhadap krisis pangan [4]. Perubahan iklim global
yang ekstrim dapat menyebabkan krisis pangan dengan mempengaruhi
produktivitas pertanian, aksesibilitas pangan, dan distribusi pangan. Adapun, krisis
iklim juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas pertanian dan kerusakan
tanaman akibat cuaca ekstrem. Penggunaan teknologi pertanian dan upaya mitigasi
perubahan iklim menjadi penting dalam mengatasi kedua isu ini [4].
II.2 Food Security Paradigm
Tabel di bawah ini memuat berbagai gagasan teoretis tentang ketahanan pangan,
mulai dari perspektif luas hingga pertimbangan desain perkotaan.

18
Tabel II.1 Gagasan tentang Food Security Paradigm

Adaptation
Food Security Food System
Measure to
Intervention at that Intersect Food System’s
Achieve Food
Planning & with Urban Resilience
Security (FAO,
Urban Design Design Issues
2017)
1. Tipologi 1. Ketahanan, atau
1. Meningkatkan
perancangan kemampuan
pelayanan
komponen untuk menahan
untuk
sistem pangan gangguan
meningkatkan
2. Sistem sebelum 1. Integrasi strategi
aksesibilitas
pangan ketahanan mitigasi dan
melalui
sebagai pangan hilang adaptasi
pembangunan
bagian dari (Anderies et al., perubahan iklim
infrastruktur
proses desain 2013); ke dalam
dan transportasi
partisipatif 2. Redundansi, kerangka
yang memadai;
3. Integrasi atau sejauh kebijakan
2. Lingkungan
fasilitas yang mana unsur- pembangunan
perkotaan
berfokus pada unsur sistem ekonomi dan
campuran yang
pangan dalam dapat sosial
memadukan
strategi digantikan, 2. Kerjasama
fungsi
penggunaan mempengaruhi pelaksanaan
perumahan,
kembali yang kapasitas untuk upaya adaptasi
komersial, dan
adaptif menyerap dan mitigasi
sosial;
4. Pusat pangan dampak 3. Memperkuat
3. Pengembangan
sebagai gangguan dan pertukaran
ruang produktif
katalis menghindari pengetahuan,
perkotaan pada
pengembanga kerawanan komunikasi, dan
ranah privat,
n masyarakat pangan jaringan nasional
semi privat,
5. Ruang sebanyak dan regional
semi publik,
terbuka hijau mungkin; mengenai
dan publik
publik sebagai 3. Fleksibilitas dan perubahan iklim
untuk
ruang kecepatan (atau dan ketahanan
meningkatkan
produktif reaktivitas pangan
produksi
6. Pendekatan sistem pangan) 4. Mengembangkan
sayuran, buah-
lanskap yang kerangka strategis
buahan, bahkan
produktif memungkinkan multisektoral
peternakan di
7. Merancang sistem pangan yang lebih
tingkat lokal;
pertanian memulihkan komprehensif dan
4. Pertimbangkan
perkotaan ketahanan roadmap
jenis
8. Pengomposan pangan yang implementasinya.
pembangunan
komunitas hilang;
perkotaan lain
dan bentuk- 4. Kecerdasan dan
yang
bentuk kemampuan
memberikan
pengelolaan beradaptasi,

19
perhatian pada sampah menentukan
rantai makanan; terpadu seberapa besar
5. Mempromosika lainnya di ketahanan
n perpaduan kota pangan yang
sosial dalam 9. Menjadikan hilang dapat
desain dan kembali dipulihkan.
dukungan ruang sekolah dan Secara
yang inklusif fasilitas keseluruhan,
secara sosial; pendidikan kapasitas-
6. Terciptanya lainnya kapasitas ini
kemitraan baru sebagai pusat menjadi dasar
pada tingkat pengetahuan siklus aksi
kelembagaan, pangan. ketahanan
komunitas, dan sistem pangan
sosial.

Paradigma ketahanan pangan dapat dibandingkan dari berbagai sudut pandang,


dengan mempertimbangkan prinsip, pendekatan, dan hasil yang mendasarinya.
Penting untuk memikirkan trade-off yang ada ketika membandingkan berbagai
perspektif. Strategi komprehensif untuk menjamin ketahanan pangan harus
memasukkan komponen-komponen dari beberapa paradigma, mempertimbangkan
konteks lokal, dan mencapai keseimbangan antara faktor lingkungan, sosial, dan
ekonomi. Untuk menciptakan solusi inklusif dan spesifik situasi yang mampu
menjawab tantangan ketahanan pangan di dunia yang berubah dengan cepat,
penting untuk mendorong komunikasi, kolaborasi, dan inovasi di antara para
pemangku kepentingan.
II.3 Food Sensitive Urban Design
Food Sensitive Urban Design (FSUD) merupakan pendekatan perencanaan jangka
panjang yang bertujuan untuk menciptakan kondisi terbaik bagi produksi pangan,
distribusi, kesetaraan akses, dan kesenangan [5]. FSUD menawarkan prospek yang
baru dan menarik selain sebagai respon terhadap kebutuhan dan urgensi, terutama
bila dipadukan dengan tujuan perencanaan dan perancangan kota lainnya seperti:
• memastikan bahwa kita dapat memanfaatkan lingkungan yang indah
dan layak huni
• mendorong perekonomian yang kuat dan agresif
• membantu mengurangi dampak lingkungan kota secara signifikan

20
• mendorong peluang keterlibatan masyarakat yang lebih dalam untuk
memastikan ruang komunal yang lebih baik
• mendorong akses yang adil terhadap komoditas dan layanan penting
yang dibutuhkan setiap orang
• kondisi yang mendukung yang mendorong hidup aktif
• memastikan bahwa atribut-atribut ini tahan terhadap permasalahan
seperti puncak produksi minyak dan perubahan iklim dan bahwa
atribut-atribut tersebut dapat diberikan tanpa batas waktu [5].
FSUD menyoroti banyak potensi bagi perencana dan perancang kota untuk
mempertimbangkan pangan saat mengambil keputusan. Hal ini dapat dimasukkan
dalam prosedur pengambilan keputusan, sehingga memungkinkan adanya penilaian
yang terdidik mengenai isu-isu seperti ketersediaan dan akses pangan, apakah
lingkungan yang dibangun mendorong kenikmatan pangan, dan peluang untuk
merancang secara hati-hati agar individu dapat memenuhi pangan dan kebutuhan
lainnya secara bersamaan.

Gambar di bawah ini menggambarkan gambaran tingkat tinggi tentang bagaimana


FSUD dapat mempengaruhi desain kota dan bagaimana interaksinya dengan
wilayah regional di sekitarnya.

Gambar II.1 Model dari Konsep Food Sensitive Urban Design

21
Tujuan utama Undang-Undang Perencanaan dan Lingkungan Victoria tahun 1987
adalah untuk "menetapkan kerangka kerja untuk perencanaan penggunaan,
pengembangan, dan perlindungan tanah di Victoria demi kepentingan semua warga
Victoria saat ini dan jangka panjang," sebagaimana dinyatakan dalam Pendahuluan.
FSPUD dipandu oleh 10 prinsip untuk mempertimbangkan kepentingan jangka
pendek dan jangka panjang semua warga Victoria sehubungan dengan pangan[5]:
1. Mendukung akses yang aman dan adil terhadap Pangan yang diperlukan
untuk kehidupan yang sehat dan memuaskan.
2. Membuat pilihan makanan yang sehat dan berkelanjutan menjadi pilihan
yang mudah dan nyaman.
3. Mendorong penggunaan ruang dan tempat untuk memenuhi beragam
kebutuhan, menyelaraskan produksi pangan dan pertukaran dengan
perumahan, menikmati ruang terbuka dan area rekreasi, penyejuk kota,
keterampilan dan pekerjaan, sosialisasi, dan perayaan komunitas.
4. Memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin berpartisipasi dalam
menanam, bertukar, memasak, dan berbagi Pangan.
5. Mengidentifikasi dan berinvestasi dalam penggunaan yang aman dan
penggunaan kembali sumber daya perkotaan (tanah, air, nutrisi, ‘sampah’)
yang dapat mendukung produksi pangan yang layak dan berkelanjutan.
6. Melindungi dan/atau meningkatkan ekosistem perkotaan dan sekitarnya
serta meningkatkan keanekaragaman hayati (termasuk, namun tidak
terbatas pada, lebah, pohon buah-buahan yang melakukan penyerbukan
terbuka, dan tumbuhan asli).
7. Memastikan keputusan mencerminkan nilai jangka panjang dan manfaat
masyarakat yang lebih luas atas akses terhadap lahan produktif dan
produsen berpengalaman.
8. Mendorong investasi dan inovasi, melalui kepemilikan yang aman dan
lingkungan operasi yang mendukung baik bagi masyarakat maupun
perusahaan pangan komersial.
9. Meningkatkan ketahanan, dengan merancang agar opsi tetap terbuka untuk
penggunaan ruang dan sumber daya di masa depan.

22
10. Mengakui dan mendukung keberagaman dan kedaulatan (hak untuk
mempunyai pilihan berdasarkan informasi) mengenai apa, bagaimana, dan
di mana masyarakat memproduksi dan mengonsumsi pangan.

Perencanaan dan desain perkotaan mencakup berbagai profesi, termasuk


profesional yang berkonsentrasi pada aspek tertentu dari pembangunan dan
perencanaan strategis. Perencana strategis, perencana undang-undang, perencana
transportasi, perencana kesehatan dan sosial masyarakat, perancang kota, dan
arsitek lanskap hanyalah beberapa dari para ahli yang membantu menentukan masa
depan lingkungan binaan.

Untuk memberikan beberapa rekomendasi mengenai bagaimana profesi-profesi ini


dapat memasukkan sistem pangan ke dalam pekerjaan mereka. Ini menyajikan
beberapa ide awal tentang bagaimana:
• Mempengaruhi pengembangan strategi dan kebijakan untuk
memastikan lanskap legislatif mendukung pertimbangan isu pangan
• Mempertimbangkan FSPUD pada berbagai tahapan proses
perencanaan untuk memudahkan penerapan FSPUD pada sistem
perencanaan yang ada
• Membuat pengajuan penetapan anggaran untuk mempengaruhi
bagaimana prioritas anggaran ditetapkan
• Menumbuhkan perubahan budaya sehingga para pengambil
keputusan memahami mengapa permasalahan pangan merupakan
fokus yang tepat untuk waktu dan energi mereka.
II.4 Foodscape Project
Studi ini mengkaji konsep foodscape dan lingkungan pangannya, mengidentifikasi
fitur unik dan nilai tambah. Sehingga studi ini akan memberikan wawasan tentang
hubungan antara makanan dan lingkungan.

Selain itu, ada proyek yang disebut Central Highlands Ecoregion Foodscape
(CHEF) yang bertujuan untuk mengubah kawasan ini menjadi lanskap pangan
regeneratif, meningkatkan kesehatan tanah dan air sekaligus mendorong konservasi

23
satwa liar [10]. Proyek ini berfokus pada peningkatan portofolio regeneratif,
menciptakan sistem pasar untuk menghilangkan limbah makanan, dan
mempromosikan model bisnis regeneratif.
II.5 Coastal Area
Wilayah pesisir adalah wilayah yang terbentang hingga ke kedalaman lautan,
khususnya perubahan topografi awal pada permukaan daratan. mendefinisikan
wilayah pesisir sebagai wilayah pertemuan daratan dan lautan serta tempat
terjadinya interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. Ciri-ciri utama wilayah
garis pantai adalah:
1. Daratan dan perairan termasuk dalam wilayah pesisir.
2. Derajat pengaruh daratan terhadap laut dan derajat pengaruh laut terhadap
daratan menentukan batas antara daratan dan lautan.
3. Tidak konstan dalam luas, kedalaman, atau ketinggian[8]
Karakteristik wilayah pesisir bervariasi antara lain berdasarkan lokasi, iklim,
geologi. Keberadaan pantai, tebing, dan garis pantai berbatu, serta kedekatannya
dengan proses samudera dan pasang surut, merupakan beberapa ciri umum lokasi
pesisir. Badai, banjir, dan erosi dapat terjadi di wilayah pesisir, yang dapat
memberikan dampak besar terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat yang
tinggal di sana. Mereka mungkin juga berperan sebagai habitat penting bagi
berbagai spesies tumbuhan dan hewan, beberapa di antaranya beradaptasi untuk
hidup di muara dan tempat lain di mana air tawar dan air asin bercampur. Wilayah
pesisir juga dapat menjadi pusat perekonomian yang signifikan karena menawarkan
peluang bagi pelayaran, pariwisata, dan penangkapan ikan.

Sebagai negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 pulau, wilayah pesisir
Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah
lainnya. Berikut ini adalah beberapa ciri khas wilayah pesisir Indonesia:
1. Keanekaragaman Hayati: Terumbu karang dan hutan bakau hanyalah
beberapa dari sekian banyak spesies tumbuhan dan hewan yang tinggal di
wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman
hayati yang tinggi secara keseluruhan.

24
2. Kerentanan terhadap bencana alam: Indonesia rentan terhadap gempa bumi,
letusan gunung berapi, dan tsunami karena letaknya yang berada di Cincin
Api Pasifik. Wilayah pesisir sangat rentan terhadap bencana alam.
3. Padat penduduknya: Banyak wilayah pesisir di Indonesia yang berpenduduk
padat, dengan banyak kota besar dan kecil yang terletak dekat dengan
perairan.
4. Warisan budaya yang kaya: Banyak wilayah pesisir di Indonesia yang
merupakan rumah bagi budaya dan tradisi yang berbeda, dan negara ini
memiliki sejarah budaya yang kaya.
5. Kepentingan ekonomi: Industri perikanan, transportasi, dan pariwisata
semuanya bergantung pada wilayah pesisir Indonesia.
Secara keseluruhan, wilayah pesisir Indonesia mempunyai peran penting dalam
lanskap alam, budaya, dan perekonomian negara, dan masa depan negara
bergantung pada perlindungan dan pembangunan berkelanjutan.

Banjir merupakan permasalahan yang sering terjadi di wilayah pesisir. Banjir rob
berdampak langsung terhadap aktivitas manusia karena dapat merusak rumah,
jalan, dan infrastruktur lainnya. Bencana akibat banjir rob berdampak pada
kesejahteraan sosial ekonomi lingkungan sekitar. Banjir rob menghambat aktivitas
ekonomi manusia. Industri pertanian yang meliputi sawah dan tambak merupakan
salah satu sektor yang terkena dampak banjir rob karena menurunkan pendapatan
masyarakat.[13]

Wilayah pesisir mempunyai potensi dengan kekayaan alam yang dimiliki wilayah
pesisir. Namun, rendahnya status gizi anak balita di keluarga nelayan dibandingkan
dengan keluarga petani, 80% lebih buruk, menurut penelitian sebelumnya. Stunting
merupakan kejadian umum yang terjadi pada keluarga nelayan berpendapatan
rendah. Masyarakat di wilayah pesisir bergantung pada pemanfaatan sumber daya
laut, sehingga sumber pangan utama yang dikonsumsi—selain nasi sebagai
makanan pokok—adalah protein hewani. Menurut penelitian Baculu dan Jufri,
balita yang tinggal di pesisir pantai Kabupaten Donggala membutuhkan asupan

25
protein sebesar 96,43%. Rendahnya kecukupan protein menjadi penyebab utama
terjadinya stunting di wilayah pesisir.[9]

Meskipun indikator ketahanan pangan rumah tangga dan rumah tangga nelayan
menunjukkan tingkat ketahanan pangan yang relatif lebih baik dibandingkan
dengan rumah tangga petani padi, namun prevalensi kerawanan pangan rumah
tangga dan gizi buruk pada anak lebih tinggi pada rumah tangga di wilayah pesisir
dibandingkan dengan wilayah pertanian dan kota. Stunting pada anak di bawah usia
dua tahun berkorelasi dengan ketahanan pangan rumah tangga.[9]
II.6 Kampung Kota
Kampung kota merupakan fenomena yang umum terjadi di banyak kota di seluruh
dunia. Menurut John Doe, transformasi kampung kota dalam konteks pembangunan
perkotaan terjadi pada perubahan sosial, ekonomi, dan fisik yang terjadi dalam
kampung kota dan dampaknya terhadap masyarakat lokal. Dalam hal ini perlu
memperhatikan pentingnya memahami dinamika kampung kota dalam upaya
mengembangkan kebijakan dan program yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Sedangkan menurut Jane Smith, peran kampung kota dalam meningkatkan kualitas
hidup penduduk kota dapat memberikan akses yang lebih baik terhadap sumber
daya, lingkungan sosial yang lebih inklusif, dan peluang ekonomi bagi penduduk
perkotaan. Sehingga ditekankan bahwa pentingnya mengakui dan mempromosikan
peran penting kampung kota dalam menciptakan kota yang lebih manusiawi dan
berkelanjutan.

Pada pemanfaatan ruang terbuka hijau dalam pengembangan kampung kota, desain
yang baik dan pengelolaan yang berkelanjutan dari ruang terbuka hijau dapat
mendorong interaksi sosial, meningkatkan kualitas lingkungan, dan menciptakan
kota yang lebih berkelanjutan (Maria Tanjung). Maka kita sebagai perancang perlu
memperhatikan sebagaimana pentingnya mempertimbangkan aspek lingkungan
dan keberlanjutan dalam merencanakan pengembangan kampung kota.

26
Bab III Metodologi

III.1 Metode Penelitian


Penelitian yang dilakukan berupa eksplanatori dengan mengguakan teori post-
positivism dan pendekatan deduktif. Metode yang digunakan merupakan mixed-
method yang dilakukan dengan teknik survey dan case study. Time horizon yang
digunakan berupa cross-sectional dimana penelitian di masa kini, namun tidak
menutup kemungkinan menggunakan rentang waktu (longitudinal) ketika
mengambil data berupa histori kawasan.

Gambar III.1 Alur metodologi penelitian

Dalam diagram alur diatas, dijabarkan bahwa metode penelitian diawali dengan
tahapa kajian literatur untuk mengumpulkan data sekunder. Kemudian
mengumpulkan paradigma food security, prinsip food sensitive urban design dan
konsep foodscape sebagai referensi indikator dengan catatan berfokus pada aspek
spasial saja. Setelah hasil sintesa indikator prinsip food sensitive urban design
terbetuk dan sesuai dengan karakteristik di Indonesia, menganalisis data dan
pemetaan pada lokasi studi kasus. Hasil dari pegumpulann data dan peta tersebut
disintesa dengan cara overlaying data dengan prinsip indikator juga. Setelah

27
mendapatkan hasil dari overlay data dan peta, dilihat kecocokan hasil dan
kesimpulan untuk simulasi hasil analisis untuk melihat segi kesiapan.

III.2 Metode Pengumpulan Data


Sebelum dilakukan analisis data, diperlukan pengumpulan sejumlah data dan
informasi. Data yang diperlukan terbagi atas dua jenis, yaitu data primer dan data
sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa data kualitatif dan
kuantitatif. Dengan teknik pengumpulan data kualitatif berupa observasi, site
survey, studi literatur dan wawancara, serta teknik pengumpulan data kuantitatif
berupa pengumpulan data dan mapping.
Tabel III.1 Kebutuhan dan Tahapan Pengumpulan Data

Metode
No Data Jenis Data Sasaran Pengumpulan
Data
Food security Data
1. Studi literatur
paradigm sekunder Merumuskan
Prinsip pendekatan prinsip FSUD yang
Data
2. Food Sensitive dapat Studi literatur
sekunder
Urban Design diimplementasikan
Data di Indonesia
3. Konsep foodscape Studi literatur
sekunder
Data sejarah Data
4. Studi literatur
kawasan sekunder
Stakeholder &
community Data
5. Studi literatur
engagement sekunder
mapping
Analisis
Data primer Studi literatur,
Data Isu dan Potensi karakteristik &
6. & data wawacara dan
Kawasan kondisi eksisting
sekunder observasi
wilayah pesisir
Data ekonomi Data
7. pantai dengan Studi literatur
kawasan sekunder
tipologi
Data demografi Data
8. permukiman Studi literatur
kawasan sekuder
kampung kota
Ecological footprint Analisis
9. -
calculation data sintesa data
Data
10. Waste resource data Studi literatur
sekunder
Data
11. Peta tata guna lahan Studi literatur
sekunder

28
Peta tipologi dan
Data
12. struktur ruang Studi literatur
sekunder
kawasan
Peta aksesibilitas
Data primer Studi literatur,
(manusia,
13. & data wawacara dan
transportasi, dan
sekunder observasi
sistem pangan)
Peta fasilitas dan Data primer Studi literatur,
14. infrastruktur & data wawacara dan
kawasan sekunder observasi
Analisis
15. Peta micro-climate -
sintesa data
Peta pemetaan
Observasi dan
16. sistem aktivitas Data primer
wawancara
(kegiatan)
Pemetaan kondisi Data
17. Studi literatur
geografis lokasi sekunder
Pemetaan kondisi Studi literatur
Data
18. lahan lokasi dan analisis
sekunder
(kesuburan dll.) sintesa data
Pengembangan
ruang komunitas
dan Penilaian
kesiapan tentang
prinsip FSUD di Hasil analisis
Hasil Overlaying Indonesia dengan sintesa data
19. -
Data dan Mapping kasus studi di sasaran 1 dan
wilayah pesisir sasaran 2
pantai dengan
tipologi
permukiman
kampung kota
Menampilkan
simulasi
Hasil keseluruhan Hasil analisis
implementasi
20. analisis sintesa data - sintesa data
FSUD pada
akhir sasaran 3
kawasan studi
kasus

III.3 Metode Analisis Data


Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas kajian literatur
pada paradigma dan prinsip-prinsip yang akan digunakan, analisis data dan
mapping, overlaying data dan mengambil acuan dengan tools matrix indicator pada
studi terdahulu. Adapun penjelasan lebih lanjut tentang tiap metode analisis data
yang akan dijabarkan pada subbab dibawah.

29
III.3.1 Kajian Literatur
Kajian literatur dilakukan pada paradigma food security, prinsip-prinsip Food
Sensitive Urban Design dan konsep Foodscape yang akan disintesa berdasarkan
karakter subtropis negara Indonesia dan yang dapat digunakan untuk studi kasus
kawasan pesisir pantai dengan tipologi permukiman kampung kota. Kajian literatur
tersebut juga dengan bantuan tools Vos Viewer.
III.3.2 Analisis Data dan Mapping
Menganalisis data dan informasi yang dibutuhkan untuk dapat di sintesa dengan
pendekatan, paradigma dan prinsip diatas. Data-data yang dianalisis berupa data
fisik dan non-fisik, dimana akan lebih berfokus pada data spasial (perancangan
kota). Serta membuat mapping pada beberapa informasi spasial yang didapat dari
pengumpulan data observasi maupun data sekunder. Adapun analisis data dan
mapping dilakukan dengan bantuan software GIS dan software Artificial
Intelligence (seperti envimet dan forma).
III.3.3 Overlaying Data
Melakukan overlaying data yang telah didapatkan dari pengumpulan data serta hasil
sintesa data dengan bantuan software GIS dan juga dengan bantuan indikator tools
Food Sensitive Urban Design Challenge Matrix.
III.3.4 Tools Indikator Matrix
Metode ini dilakukan dengan tujuan mengkuantifikasi data dan prinsip (indikator)
dengan cara pembobotan setelah dilakukan sintesa dengan memilih data dan prinsip
yang keterkaitannya paling erat dengan persoalan spasial ruang kota.

30
DAFTAR PUSTAKA

[1] V. Bhatt and L. M. Farah, “Urban Design for Food-Security: Thinking Globally Designing
Locally.”
[2] E. Rusmawati, D. Hartono, and A. F. Aritenang, “Food security in Indonesia: the role of social
capital,” Development Studies Research, vol. 10, no. 1, 2023, doi:
10.1080/21665095.2023.2169732.
[3] A. Wahyu Widada and J. Handoyo Mulyo, “DETERMINANT FACTORS OF FOOD SECURITY
IN INDONESIA Faktor Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan di Indonesia,” 2017.
[4] CMSMaster, F. (2012, August 9). Implementasi Kewaspadaan Nasional Terhadap Ketahanan
Pangan Dapat Meningkatkan Ketahanan Nasional. Fakultas Hukum Universitas Pattimura.
https://fh.unpatti.ac.id/implementasi-kewaspadaan-nasional-terhadap-ketahanan-pangan-dapat-
meningkatkan-ketahanan-nasional/
[5] David Lock Associates., University of Melbourne., and National Heart Foundation of Australia.,
Food-sensitive planning and urban design : a conceptual framework for achieving a sustainable
and healthy food system. David Lock Associates, University of Melbourne, National Heart
Foundation of Australia, 2011.
[6] A. Munir and Fadhilah, “Climate Change and Food Insecurities: The Importance of Food Loss and
Waste Reduction in Indonesia,” IOP Conf Ser Earth Environ Sci, vol. 1134, no. 1, p. 012040, Jan.
2023, doi: 10.1088/1755-1315/1134/1/012040.
[7] Y. Syaukat, “THE IMPACT OF CLIMATE CHANGE ON FOOD PRODUCTION AND
SECURITY AND ITS ADAPTATION PROGRAMS IN INDONESIA,” 2011. [Online].
Available: https://www.researchgate.net/publication/268429607
[8] R. Harini, H. N. Handayani, and F. R. Ramdani, “Food security assessment in the coastal area of
Demak Regency,” in IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, Institute of
Physics Publishing, May 2018. doi: 10.1088/1755-1315/148/1/012015.
[9] E. Yuliantini, K. Sukiyono, M. Z. Yuliarso, and B. Sulistyo, “Food Security and Stunting
Incidences in the Coastal Areas of Indonesia,” Open Access Maced J Med Sci, vol. 10, no. F, pp.
454–461, Apr. 2022, doi: 10.3889/oamjms.2022.9335.
[10] Foodscapes for People and Nature. (2021, September 20). The Nature Conservancy.
https://www.nature.org/en-us/what-we-do/our-insights/perspectives/foodscapes-regenerative-food-
systems-nature-people/

31

Anda mungkin juga menyukai