Anda di halaman 1dari 38

1

STUDI INTERAKSI SOSIAL PEDAGANG BURUNG MURAI BATU DI


JALAN TJILIK RIWUT KOTA PALANGKA RAYA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada

FAKULTASILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

Oleh :

RICHO MEILANO
GAA 118 065

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTASILMU SOSIAL DAN POLITIK
JURUSAN SOSIOLOGI
2023

1
i

KATA PENGANTAR

Segala ipuji isyukur ikehadirat iTuhan iyang imaha ikuasa iatas iberkat

irahmat idan ihidayahnya ipenulis idapat imenyelesaikan iproposal skripsi ini.

Berikut iini penulis imempersembahkan isebuah iproposal skripsi idengan

ijudul “(Studi Interaksi Sosial Pedagang Burung Murai Batu Di Jalan Cilik

Riwut Kota Palangka Raya )” iyang imenurut ipenulis idapat imemberikan

imanfaat idan ipengetahuan iyang ibesar ibagi isemua.

Melalui ikata ipengantar iini ikami ilebih idahulu imeminta i imaaf ibila

imana iisi iproposal skirpsi iini iada ikekurangan i idan iada itulisan iyang ipenulis

ibuat ikurang itepat iatau imenyinggung iperasaan ipembaca.

Dengan iini ipenulis imempersembahkan iproposal skripsi iini idengan

ipenuh irasa iterima ikasih idan isemoga iTuhan iyang imaha ikuasa imemberkahi

ipenelitian iini isehingga idapat imemberikan imanfaat.

Proposal skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun dalam upaya

menyelesaikan pendidikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Jurusan Sosiologi Universitas Palangka Raya.

Demikian kata pengantar ini penulis buat, namun demikian penulis

menyadari bahwa penyusun proposal skripsi ini mungkin kurang sempurna dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya saran dan kritik bersifat

membangun untuk kesempurnaan penyusunan propoal selanjutnya.

i
ii

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6


2.1. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 6
2.2. Teori Interaksi Sosial ....................................................................... 12
2.3. Burung Murai Batu ......................................................................... 16
2.4. Pedagang Burung ............................................................................. 22
2.5. Kerangka Berpikir ............................................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 29
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................ 29
3.2. Lokasi Penelitian ............................................................................. 29
3.3. Unit Analisis dan Informan .............................................................. 30
3.3.1. Unit Analisis ......................................................................... 30
3.3.2 Informan ............................................................................... 30
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 31
3.5. Data Primer ...................................................................................... 31
3.6. Data Sekunder .................................................................................. 33
3.7. Teknik Analisis Data (Miles dan Huberman) .................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 34

ii
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keanekaragaman satwa liar di Indonesia sangat beragam

sehubungan dengan variasi keadaan tanah, letak geografi dan keadaan

iklim. Hal ini ditambah pula dengan keanekaragaman tumbuhan sebagai

habitat satwa. Terdapat banyak ragam jenis satwa yang menghuni

hamparan bumi, termasuk jenis satwa khas atau asli dari suatu daerah.

Satwa endemik, begitulah istilah yang digunakan untuk menyebut satwa

dengan ciri khusus yang ditemukan hanya di suatu tempat dan tidak

ditemukan di tempat lain. Indonesia menjadi salah satu negara dengan

keanekaragaman hayati yang melimpah. Iklim tropis serta kesuburan tanah

menjadikan Indonesia rumah bagi berbagai jenis satwa untuk tinggal dan

mencari makan. .1

Murai batu saat ini menjadi salah satu jenis burung kicau termahal

di Indonesia. Murai batu menjadi primadona para pecinta burung kicau.

Selain fisiknya yang menawan, murai batu mengeluarkan suara yang

merdu. Dari berbagai kontes burung, kontes murailah yang paling

bergengsi. Biasanya yang memiliki murai batu adalah dari kalangan atas.

Bagi para pencinta burung, pasti sudah tak asing lagi dengan nama burung

murai batu. Burung jenis ini adalah salah satu burung yang cukup banyak

dikembangkan dan mulai dijadikan komoditi.


4

Burung cantik ini tersebar mulai dari Kalimantan, Sumatra hingga ke

Malaysia. banyak orang mulai melakukan perkembangan biakan untuk

memperbanyak jenis burung ini.

Berbicara mengenai burung berkicau, pasti tidak akan terlepas dari

satu jenis burung yang disebut dengan nama burung murai. Burung murai

batu termasuk salah satu burung yang cocok jadi hewan peliharaan.

Burung murai batu yang bernama latin Copsychus malabaricus adalah

anggota keluarga Turdidae. Burung keluarga Turdidae dikenal memiliki

kemampuan berkicau yang baik dengan suara merdu, bermelodi, dan

sangat bervariasi. Sekalipun relatif pemalu, murai batu merupakan burung

yang relatif mudah beradaptasi, mudah dijinakkan, dan tidak mudah stres

asal diberikan perawatan yang memadai. Murai batu mempunyai tingkat

kecerdasan yang cukup tinggi dibandingkan dengan burung-burung

lainnya. ditunjukkan dengan kemampuannya dalam merekam, mengingat,

dan kemudian menirukan berbagai macam suara burung lain dan suara

benda di sekitarnya menjadi lagu suaranya sendiri . Selain itu, murai batu

dapat bernyanyi dan menghasilkan suara yang merdu, lantang, memiliki

variasi lagu suara yang tidak terputus-putus, dan dilakukan dengan satu

tarikan nafas .1

Kicauannya yang indah dapat menghipnotis para pecintanya,

ditambah lagi sewaktu bernyanyi murai batu juga mampu menunjukkan

gaya bertarungnya yang sangat aktraktif, yakni dengan

menggerak-gerakkan bagian ekornya, menegakkan atau membungkukkan


5

bagian dadanya, serta menggerak-gerakkan kepalanya. Berbagai

kemampuan tersebut menyebabkan burung ini sangat disukai banyak

orang. Mereka memburu murai batu yang dikehendaki hingga ke pelosok

daerah. Berapapun harga burung murai batu tidak menjadi persoalan. Fakta

tersebut menjadi peluang bagi para penjual burung. Para penjual burung

seringkali mendapatkan murai batu dari alam liar. Murai Batu umur 2-3

bulan dapat dihargai antara Rp.2.000.000- Rp.5.000.000 bergantung pada

kualitas indukan. Murai Batu yang sudah berprestasi dan sering

memenangkan lomba dapat dihargai hingga ratusan juta rupiah. Hal ini

merupakan salah satu alasan banyak orang yang mulai menangkarkan

murai batu.

Berdasarkan hasil Pra-observasi Usaha pedagang burung murai

batu (Copsychus malabaricus) yang berada di Kota Palangka Raya ,

khususnya di jalan tjilik riwut menunjukan bahwa berdagang burung Murai

Batu cukup banyak diminati masyarakat umum. Dengan dagangan yang

dijual relatif sama serta kepentingan individu diantara pedagang burung

murai batu untuk menarik pembeli sebanyak-banyaknya demi

mendapatkan keuntungan menjadikan persaingan tentu tidak bisa

dihindarkan. Maka Interaksi sosial yang terjadi diantara pedagang burung

murai batu di jalan Tjilik Riwut Kota Palangka Raya adalah dikarenakan

burung murai batu pada saat ini memasuki status langka, oleh karena itu

adanya persaingan dari segi modal untuk bisa mendapatkan burung murai

batu tersebut dalam keadaan sehat. Pedagang tersebut juga harus bersaing
6

penuh mengeluarkan modal yang cukup besar untuk merawat dan

memelihara burung murai batu tersebut sehingga bisa menarik pembeli.

Selain itu pedagang juga memiliki kesulitan dalam proses pemeliharaan

burung murai batu tersebut yang terbilang sangat sulit, karena burung

murai adalah salah satu burung yang sangat sensitif, karena harus

membuatnya beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan sekitar tempat

burung murai tersebut di pelihara. Sejak maraknya perlombaan burung

kicau, permintaan burung berbagai jenis termasuk murai batu makin

meningkat kondisi ini, menyebabkan pengambilan burung dari habitat

menjadi masif hingga sulit menemui burung ini hidup alami di alam.

Dampak akibat dari kelangkaan tersebut pedagang mengalami kesulitan

dalam mendapatkan burung jenis murai batu seperti yang diinginkan

pembeli.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peniliti tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul “ ( Studi Interaksi Sosial Pedagang
Burung Murai Batu di Jalan Tjilik Riwut Kota Palangka Raya ) ”.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Interaksi Sosial Pedagang Burung Murai Batu di Jalan Tjilik

Riwut Kota Palangka Raya ?


7

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian yang berdasarkan rumusan masalah yang telah

dipaparkan maka tujuan penelitiannya adalah : Mengetahui dan Menganalisis

Bagaimana Studi Interaksi Sosial Pedagang Burung Murai Batu di Jalan Tjilik

Riwut Kota Palangka Raya.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah yang telah dikemukakan di

atas, adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Teoritis


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan perkembangan

ilmu pengetahuan terutama bagi penulis sendiri dan juga mahasiswa

yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Secara Praktis


a. Sebagai bahan kajian sekaligus pelengkap pengetahuan

pengembangan usaha perdagangan burung murai batu.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi bagi masyarakat

pada umumnya.

c.iDapat imenjadi iacuan iinformasi idalam ipenelitian imendatang,


iuntuk imenambah iwawasan ikajian iilmiah ibagi imahasiswa,idan
ipengembangan iSosiologi isebagai ibidang iilmu ikemasyarakatan.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Skripsi, oleh Aji Setyawan judul INTERAKSI SOSIAL ANTAR

PEDAGANG DI DALAM OBYEK WISATA KETEP PASS DESA

KETEP KECAMATAN SAWANGAN KABUPATEN MAGELANG

TAHUN 2013.

Penelitian ini melihat bagaimana interaksi sosial didalam kelompok

pedagang terjadi karena dipengaruhi kedekatan fisik, lapak, kedekatan

tempat tinggal, kesamaan nasib, kesamaaan profesi, kesamaan pemikiran,

kontak dan komunikasi yang intensif antar pedagang. Bentuk interaksi

sosial antar pedagang meliputi : Pertama, kerjasama yang dilakukan karena

adanya tujuan dan kepentingan yang sama dalam menjalani pekerjaan yaitu

didasari atas dasar pemenuhan kebutuhan hidup. Kedua persaingan yang

terjadi sesama pedagang terwujud dengan adanya keinginan untuk

mendapatkan pembeli atau konsumen. Ketiga, konflik yang terjadi

cenderung merupakan konflik kecil yang timbul karena adanya perbedaaan

kepentingan antar pedagang untuk memperoleh keuntungan. Keempat,

akomodasi konflik yang terjadi melalui kompromi, mediasi, dan toleransi

antar pedagang, sehingga jarang ditemui konflik yang muncul secara

terbuka.

Pada penelitian ini penulis juga menggunakan konsep studi


9

interkasi sosial, yang dimana terjadi interaksi antar sesama pedagang yaitu,

adanya persaingan yang terjadi antar sesama pedagang terwujud dengan

adanya keinginan untuk mendapatkan konsumen. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dan akan dianalisis

secara kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan membuat deskripsi secara

sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat populasi atrau

objek tertentu.

Skripsi oleh Yoyok Tri Wahono, judul INTERAKSI SOSIAL

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL), ( SUATU STUDI DESKRIPTIF

PADA PAGUYUBAN PKL ALUN-ALUN KABUPATEN JOMBANG ).

TAHUN 2014.

Pada penelitian ini, peneliti melihat bagaiamana Interaksi sosial

antar PKL di Alun-alun Kabupaten Jombang merupakan permasalahan

yang menarik untuk dibahas dalam penelitian ini. Interaksi sosial antar

PKL di paguyuban Alun-alun Kabupaten Jombang menarik karena

intensitas interaksi sosial tersebut yang sering dilakukan dan lebih

bervariasai akibat aktivitas berjualan mereka setiap hari.

Banyaknya PKL di Alun-alun Kabupaten Jombang dengan barang

dagangan yang dijual relatif sama serta kepentingan individu diantara PKL

untuk menarik pembeli sebanyak-banyaknya demi mendapatkan

keuntungan menjadikan persaingan tentu tidak bisa dihindarkan.

Banyaknya pedagang akibat pesatnya pertambahan PKL di Alun-alun


10

Jombang dari data observasi, tentu akan dapat berdampak menjadikan

lebih bervariasinya interaksi sosial yang terjadi diantara mereka. Variasi

bentuk kerjasama, berbagai aksi persaingan yang mengakibatkan

perselisihan atau konflik, serta proses penyelesaian melalui akomodasi

juga sangat mungkin terjadi setelah adanya Paguyuban PKL Alun-alun

Jombang.

Pada penelitian ini juga penulis menggunakan Konsep Studi

Interaksi Sosial Gillin , yang dimana melihat bagaimana Interaksi sosial

antar PKL di paguyuban Alun-alun Kabupaten Jombang menarik karena

intensitas interaksi sosial tersebut yang sering dilakukan dan lebih

bervariasai akibat aktivitas berjualan mereka setiap hari.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dan

akan dianalisis secara kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan membuat

deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat

populasi atau objek tertentu.

Penarikan kesimpulan tentang interaksi sosial antar PKL dalam

paguyuban PKL alun-alun Jombang dalam bentuk-bentuk interaksi sosial

antar PKL alun-alun Jombang antara lain ialah: Pertama, kerjasama

meliputi; kerjasama membantu mempersiapkan barang dagangan atau

kelengkapan untuk berdagang, kerjasama penarikan iuran kebersihan dan

iuran paguyuban, kerjasama meminjam atau menukar uang receh,

kerjasama membantu menjagakan sementara, kerjasama memberikan


11

sumbangan kepada PKL lain yang terkena musibah, dan kerjasama

keamanan. Kedua, Persaingan yang terjadi meliputi; persaingan dalam

memberikan pelayanan, persaingan dalam mendapatkan pembeli,

persaingan harga. Ketiga, konflik atau pertikaian meliputi konflik non fisik

dan fisik. Keempat, Akomodasi atau penyelesaian pertikaian atau konflik.

Penjabaran lebih lanjut mengenai hasil penelitian tersajikan dalam

keseluruhan tulisan ini.

Skripsi oleh, Muh Nuzuldin dalam skripsinya yang berjudul

INTERAKSI SOSIAL PEDAGANG SAYUR DI PASAR INDUK

MINASA MAUPA KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA,

FAKULTASDAKWAH DAN KOMUNIKASI, tahun 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk interaksi sosial

dan faktor yang mempengaruhi terjadinya bentuk interaksi sosial pedagang

sayur di pasar induk Minasa Maupa kecamatan Somba Opu kabupaten

Gowa. Pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

pendekatan mikro, mezzo, dan makro. Adapun metode pendekatan yang

digunakan yaitu metode pendekatan sosiologi dan komunikasi.

Berdasarkan hasil penelitian tentang interaksi sosial pedagang sayur di

pasar induk Minasa Maupa kecamatan Somba Opu kabupaten Gowa, hasil

penelitian ini menggambarkan tentang bentuk interaksi sosial pedagang

sayur adalah interaksi yang berbentuk kerjasama, persaingan, pertikaian,

akomodasi, kontravensi dan asimilasi yang terjadi pada waktu tertentu,

serta masing-masing bentuk interaksi tersebut dapat berupa interaksi


12

antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan

kelompok dengan kelompok. Interaksi tersebut terbagi menjadi dua

kategori, yaitu interaksi sosial asosiatif dan disosiatif. Adapun faktor yang

mempengaruhi terjadinya bentuk interaksi sosial di pasar induk Minasa

maupa ialah interaksi sosial asosiatif disebabkan oleh adanya tujuan yang

sama, kedekatan fisik dalam berdagang, rasa simpati antar pedagang, dan

adanya kepentingan selain berdagang, kurangnya jumlah pelanggan,

banyaknya jumlah pedagang sayur, tidak memadainya sarana dan

prasarana pasar, akses angkot tidak masuk ke area pasar. Sedangkan

interaksi sosial disosiatif adalah pribadi setiap pedagang sayur

berbeda-beda, jumlah pedagang sayur tak seimbang dengan jumlah

pelanggan, struktur penempatan pedagang yang salah, dan denah bangunan

pasar yang dianggap salah. Adapun persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang telah peneliti lakukan adalah objek penelitian yang sama

yaitu pedagang dan pembeli yang ada di pasar tradisional.

Pada penelitian ini penulis menggunakan Konsep Interaksi Sosial

Gillin, yang dimana melihat tentang bentuk interaksi sosial pedagang sayur

adalah interaksi yang berbentuk kerjasama, persaingan, pertikaian,

akomodasi, kontravensi dan asimilasi yang terjadi pada waktu tertentu,

serta masing-masing bentuk interaksi tersebut dapat berupa interaksi

antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan

kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial antar pedagang terlihat

dengan obrolan mereka ketika sedang tidak ada pelanggan. Hal ini bisa
13

dijumpai di salah satu pusat perbelanjaan yang berada di daerah Kelurahan

Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, yaitu di Pasar

Induk Minasa Maupa Kelurahan Sungguminasa Kecamatan Somba Opu

Kabupaten Gowa. Meski ada persaingan, akan tetapi hubungan baik harus

selalu dibina untuk menciptakan suasana pasar yang tentram tanpa

perselisihan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dan

akan dianalisis secara kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan membuat

deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat

populasi atau objek tertentu. Penulis dapat menarik kesimpulan, Interaksi

sosial pedagang sayur yang terjadi dalam Pasar Induk Minasa Maupa

adalah hubungan antara individu dengan individu, kelompok dengan

individu maupun kelompok dengan kelompok dan terjadi pada waktu

tertentu. Interaksi tersebut terbagi menjadi dua kategori, yaitu interaksi

sosial asosiatif dan disasosiatif.

Adapun interaksi sosial asosiatif dapat berupa kerja sama yaitu

kerja sama antar pedagang sayur, pedagang sayur dengan pelanggan,

pedagang sayur dengan tukang becak/tukang bentor, dan pedagang sayur

dengan pemasok/distributror, dan asimilasi yang terjadi di Pasar Induk

Minasa Maupa dapat dilihat pada keseharian pedagang sayur ketika

melakukan transaksi jual beli dan mayoritas pedagang di Pasar Induk

Minasa Maupa juga paham atau dapat berbahasa Makassar sedangkan

interaksi sosial disosiatif dapat berupa persaingan yang dapat dilihat dari
14

ketika pedagang sayur saling berebut perhatian pelanggan, persaingan

tersebut dapat bersifat pribadi maupun bersifat kelompok namun lebih

cenderung pada persaingan pribadi, kontravensi yang dapat memicu

konflik seperti menjelek-jelekkan barang dagangan pedagang lain di mata

pelanggan dan konflik.

2.2. Teori Studi Interaksi Sosial ( Gillin dan Gillin)

Menurut Gillin1 interaksi sosial adalah hubungan sosial yang

dinamis berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu, kelompok

dengan kelompok dan individu dengan kelompok. Hubungan ini tercipta karena

pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Interaksi sosial menurut

Gillin juga merupakan pertemuan seseorang dengan individu lain yang bertujuan

untuk memberikan aksi atau respon untuk menjadi teman dan mengarah ke arah

kerjasama jika reaksinya positif, namun jika reaksinya negatif akan muncul

konflik. Bentuk interaksi antar pedagang khususnya Pedagang Burung Murai Batu

di Jalan Tjilik Riwut Kota Palangka Raya dapat terlihat dengan adanya kerjasama

sesama pedagang burung tersebut, persaingan, dan konflik baik antara pedagang

Burung Murai Batu dengan Pedagang Lainnya. Bentuk umum proses sosial adalah

interaksi sosial, oleh karena itu interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya

aktivitas dalam masyarakat. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan

bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan

sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, dengan

kelompok manusia. interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan

mempelajari banyak masalah yang terjadi di dalam masyarakat. Interaksi sosial


15

merupakan hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antara

orang-orang perorangan, kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang

perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial adalah kunci dari semua

kehidupan sosial oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada

kehidupan bersama. Interaksi adalah proses dimana orang- orang berkomunikasi

saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Dan apabila dua orang bertemu,

interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur sapa, berjabat

tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelehi. Aktifitas seperti ini

merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial

menurut Gillin dan Gillin adalah proses yang asosiatif yaitu suatu proses sosial

yang mengindikasikan adanya gerak pendekatan atau penyatuan. Bentuk-bentuk

asosiatif meliputi kooperasi, akomodasi, dan asimilasi. Proses yang disosiatif yaitu

suatu proses sosial yang mengindikasikan pada gerak kearah perpecahan.

b) Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Bentuk Interaksi sosial dapat berupa kerjasama, persaingan, dan

konflik. Konflik selalu menuju pada penyelesaian, namun dalam prosesnya

dapat berkondisi sementara, yang disebut akomodasi. Ada juga yang

menganggap akomodasi merupakan bentuk keempat dari interaksi sosial

bahwa ada dua golongan proses sosial yang merupakan akibat interaksi

sosial.

Penelitian yang telah dilakukan ini mengetahui pola interaksi antar

pedagang burung murai batu yang menjadi modal sosial yang membentuk
16

sistem ekonomi pada pedagang Burung Murai Batu di Jalan Tjilik Riwut

Kota Palanga Raya, terlebih pula penulis melihat interaksi antar sesama

peadagang burung murai batu, pedagang dengan pengepul, sehingga

nantinya penelitian ini akan kaya dengan berbagai kejadian-kejadian unik

yang berhubungan langsung dengan pedagang burung murai batu serta

dapat melihat tipologi dari pembentukan pendapatan sektor informal

melalui modal sosial dan modal finansial.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Jalan Tjilik Riwut

Kota Palangka Raya, tentang pola interaksi sosial pedagang burung murai

batu dapat ditemukan persaingan, kerjasama, dan konflik. Persaingan yang

terjadi diantara mereka salah satunya adalah kemampuan dalam menjaga

kepercayaan penjual burung murai batu, pengepul, dan pembeli.

Sedangkan kerjasama yang terjalin merupakan sikap saling percaya satu

sama lain serta saling membantu dalam mendapatkan relasi. Dan konflik

yang terjadi yaitu persaingan modal.

Namun yang menjadi hal utama dalam usaha pedagang burung

murai batu adalah adanya modal sosial yang mengacu pada (trust)

kepercayaan, norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan (networks) yang

terlihat pada pedagang burung murai batu, menunjukan adannya nilai

modal sosial yang terbentuk dan terjalin diantara pedagang dari

aturan-aturan informal yang berlaku di kelompok pedagang mampu

mereka patuhi bersama, meskipun tidak ada perjanjian tertulis, sehingga

aturan-aturan informal tersebut menjadi norma-norma tersendiri yang


17

berkembang serta dilaksanakan secara bersama-sama, merefleksikan

semangat saling memberi (reciprocity), saling percaya (trust), dan adanya

jaringan-jaringan sosial (sosial networking).

Menunjukan adannya nilai modal sosial yang terbentuk dan terjalin

diantara pedagang dari aturan-aturan informal yang berlaku di kelompok

pedagang mampu mereka patuhi bersama, meskipun tidak ada perjanjian

tertulis, sehingga aturan-aturan informal tersebut menjadi norma-norma

tersendiri yang berkembang serta dilaksanakan secara bersama-sama,

merefleksikan semangat saling memberi (reciprocity).1

2.3. Burung Murai Batu

a. Pengertian Burung Murai Batu

Berdasarkan klasifikasi ilmiah, murai batu berasal dari

keluarga Muscicapidae, ordo Copsychus, spesies ini mempunyai nama

ilmiahnya Copsychus Malabaricus. Sedangkan habitat aslinya berada di

hutan hutan dataran rendah hingga 1500 m. Namun paling sering dijumpai

pada ketinggian mencapai 500-600 m.

Kemudian banyak juga dijumpai di hutan sekunder, hutan tropis

lembab dan wilayah perkebunan yang ada di wilayah Asia Tenggara,

seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan sekitarnya. Murai batu juga

tersebar di daerah Asia bagian selatan seperti Nepal, Srilangka, India dan

Burma.
18

Di habitat aslinya murai batu terkenal sebagai hewan teritorial dan

amat kuat dalam hal mempertahankan wilayah yang dikuasainya, sehingga

murai batu jarang mendapat gangguan dari burung lainnya. Jika Anda

sedang jalan jalan ke pulau Sumatra, maka akan banyak dijumpai murai

batu medan, murai batu aceh, murai batu nias dan murai batu lampung.

Burung Murai atau kucica hutan bernama latin Copychus

malabaricus. Di Indonesia jenisnya sangat beragam sesuai dengan habitat

aslinya. Ciri-ciri fisik dan kicauannya pun berbeda-beda. Karena

banyaknya peminat murai, burung ini termasuk salah satu dari hewan yang

terancam punah. 1

Berikut jenis Murai Batu berdasarkan habitat di daerah asalnya:

1. Murai Batu Medan

Murai ini memilik ciri paling khas dengan ekor yang panjang

melengkung ke bawah kurang lebih 30 cm. Bagi murai batu jantan warna

merah bata dan hitam begitu kontras dan jelas, selain itu juga terdapat

kombinasi bulu warna putih pada ekor dan sayapnya yang membuat

penampilan Murai Batu Medan semakin matching. Variasi kicauan indah &

banyak, daya tempur dahsyat, mental baja dengan volume dan variasi suara

di atas rata-rata. Murai Batu Medan merupakan jenis yang paling digemari

pecinta burung karena dari segi fisik, penampilan, warna dan gaya

bertarung, burung murai batu Medan lebih baik dari yang lain.
19

2. Murai Batu Aceh

Populasi burung ini di daerah asalnya sana sudah mulai sulit

ditemukan atau langka, sehingga usaha penangkaran Murai Aceh sudah

sangat perlu untuk digalakkan. Membedakan Murai Aceh dengan Murai

Medan bisa dikatakan hampir sangat sulit. Ekor murai Aceh sedikit lebih

pendek dari Murai Medan +/- 27cm. Namun burung berekor panjang ini

memiliki ekor yang lebih cantik daripada jenis murai lainnya.

3. Murai Batu Nias

Ciri yang utama adalah pada bagian ekornya yang hitam semua.

Volume suara sangat keras, memiliki kemampuan adaptasi sangat tinggi,

sehingga burung ini lebih cepat jinak dan tidak mudah stress meskipun

berulang kali pindah tangan atau pindah tempat. Namun karena warna

bulunya hanya Hitam, banyak pecinta burung yang kurang suka, padahal

kicauan murai nias tidak kalah dengan murai medan maupun murai aceh,

bahkan Murai Nias memiliki kemampuan merekam suara lebih cepat

dibandingkan burung murai lainnya.

4. Murai Batu Lampung

Mempunyai ekor lebih pendek daripada murai Medan dan Aceh

sekitar 12 - 18 cm. Tubuh, leher, kepala burung murai lampung tampak

lebih besar daripada burung murai medan. Mempunyai daya tempur yang

bagus. Jika perawatannya benar mentalnya bisa sangat bagus. Variasi suara
20

dasar cenderung ngeban (mengulang-ulang suara yang sama), perlu

pemasteran yang baik untuk menutupi kelemahannya. Kelebihan yang

menonjol saat bertanding, mempunyai stamina yang baik.

5. Murai Batu Borneo/Kalimantan

Panjang ekor 8 - 13 cm. Ciri khasnya saat bertarung dengan murai

lain dadanya membusung/menggelembung. Mempunyai sifat yang lebih

agresif dan terkesan ngotot. Kicauannya cenderung "ngeban" ( mengulang)

dan suaranya agak "mendem". Di lapangan kontes, kelas tersendiri tidak

menyatu dengan Murai batu Sumatera.

6. Murai Batu Jawa/Larwo

Keberadaan murai batu Jawa atau Larwo tinggal kenangan, saat ini

populasi burung Larwo dipastikan telah langka, jadi jangan harap bisa

menemukan burung ini di pasaran. Karena popularitas burung Larwo kalah

tenar dibandingkan Murai Batu Medan maka burung Larwo sangat jarang

ada yang mau menangkarkannya.

7. Murai Batu Blorok


21

Ini adalah species baru hasil breeding burung murai batu, beberapa

peternak enggan menjual burung ini bersamaan burung kicau lainnya

karena mengangagap murai blorok sebagai burung yang langka sehingga

harga bahannya saja sudah sangat mahal.

8. Murai Batu Mentawai

Burung murai batu Mentawai termasuk salah satu burung yang

dilindungi di Sumatera Barat. Oleh karena itu tidak boleh diperjual

belikan. memiliki ciri hampir mirip dengan murai Batu Nias.1

c. Perkembangbiakan Burung Murai Batu

Siklus kehidupan Burung Murai Batu di alam liar diatur oleh perubahan

iklim. Selama musim hujan, dimana air hujan turun hampir sepanjang hari,

merupakan masa-masa tersulit bagi Burung Murai Batu untuk mencari pakan

hidup seperti serangga. Oleh karena itu, burung mengatur berkembang biak dan

masa rontok bulu (mabung) nya pada masa sebelum musim hujan.

Hal ini terjadi karena pada masa-masa tersebut persediaan makanan di

alam berlimpah sehingga kebutuhan nutrisi mereka dapat terpenuhi. Aktivitas

berkembang biak burung-burung tropis, termasuk Burung Murai Batu dimulai

pada akhir musim hujan antara bulan Januari dan berlanjut sampai akhir Agustus.

Bersamaan dengan berkembang biak tersebut, burung juga mengalami periode

tahunan pergantian bulu yang ditandai oleh rontoknya bulu-bulu lama untuk
22

digantikan dengan bulu-bulu baru (mabung) dan proses ini akan paripurna

sebelum musim penghujan mendatang tiba. Perkawinan Burung Murai Batu yang

ditangkarkan tidak mengenal musim kawin. Setelah berjodoh dan dimasukkan ke

dalam kandang penangkaran, biasanya langsung kawin dalam waktu relatif singkat

yang ditandai kedua pasangan membawa bahan sarang. Biasanya perkawinan

tersebut terjadi setelah 7-10 hari dipasangkan.

Burung Murai Batu dapat bertelur 2-3 butir dalam sekali pengeraman,

induk Burung Murai Batu yang masih muda, biasanya bertelur hingga 3 butir,

sedangkan induk Burung Murai Batu yang sudah tua hanya bertelur 2 butir.

Umumnya burung berkicau, Burung Murai Batu yang ditangkarkan mengerami

telurnya selama 14-15 hari. Masa mengeram bisa dikatakan masa kritis. karena

telur yang dierami bisa pecah atau dibuang dari sarang jika ada yang membuatnya

ketakutan. Oleh karena itu, lingkungan harus dijaga dari gangguan dan tetap

terkendali. Burung Murai Batu termasuk hewan poligami karena satu Burung

Murai Batu jantan dapat dikawinkan dengan 2-3 ekor betina. Namun, pada

umumnya Burung Murai Batu ditangkarkan secara monogami untuk menghindari

perkelahian antar Burung Murai Batu dalam satu kandang dan mempermudah

dalam melakukan recording.1

2.4. Pedagang Burung

Berbagai bentuk pemanfaatan burung oleh manusia dalam kehidupan

sehari-hari menggambarkan adanya hubungan atau interaksi manusia dengan


23

lingkungan sekitarnya, tepatnya sumber daya alam berupa burung.

Di zaman modern ini, banyak masyarakat yang memanfaatkan burung

salah satunya menjadi pedagang burung, sebagai hewan yang memiliki nilai

ekonomi, baik masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan.

Masyarakat yang menjadi pedagang burung, biasanya tertarik dengan

warnanya yang indah, bentuknya yang unik, dan suara kicauannya yang merdu.

Selain itu, ternyata masyarakat yang memelihara burung kerap kali mengadakan

berbagai perlombaan atau kontes burung. Salah satu kontes yang diadakan yaitu

kontes kicau burung. Selain hanya menjadi pedagang, jika ada suatu lomba

mereka bisa untuk ikut serta, mengikuti lomba tersebut, bukan hanya semata-mata

menjadi pedagang burung tersebut.

2.5. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dibuat berdasarkan permasalahan dan fokus penelitian,

serta menggambarkan secara singkat alur penelitian yang dilakukan.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


PEDAGANG PEDAGANG
BURUNG

KOTA PALANGKA RAYA


24

Keterangan Kerangka Berpikir :


Budidaya burung berkicau dan burung hias merupakan salah satu

kegemaran masyarakat Indonesia. Burung kicau atau burung hias digemari karena

pemeliharaan tidak memerlukan lahan yang luas dan tidak menimbulkan

pencemaran lingkungan.

Burung berkicau mampu juga menghasilkan suara yang indah, sehingga

bisa menjadi hiburan bagi masyarakat. Jika hal ini dikelola dengan baik, maka bisa

mendatangkan keuntungkan secara ekonomis, meningkatkan pendapatan

masyarakat, bahkan sangat prospektif sebagai ajang bisnis. Dengan menerapkan

Interaksi yang tepat, Bentuk-bentuk interaksi antara sesama pedagang, maupun

pedagang dengan pembeli, serta Pola Interaksi yang tepat, mampu menjadi

Pengembangan Usaha Pedagang Burung Murai Batu di jalan Tjilik Riwut Kota

Palangka Raya. Dengan menggunakan teori Studi Interaksi Sosial.

Tentang pola interaksi sosial pedagang burung murai batu dapat

ditemukan persaingan, kerjasama, dan konflik. Persaingan yang terjadi diantara

mereka salah satunya adalah kemampuan dalam menjaga kepercayaan penjual


25

burung murai batu, pengepul, dan pembeli. Sedangkan kerjasama yang terjalin

merupakan sikap saling percaya satu sama lain serta saling membantu dalam

mendapatkan relasi. Dan konflik yang terjadi yaitu persaingan modal. Kegiatan

yang terus berlanjut hingga menemukan titik tujuan untuk menghasilkan suatu hal

yang terbaik dan terus mengembangkan pemikiran atau ide. Contohnya, dari

adanya interaksi, seseorang melakukan terjalin kerjasama bisnis, muncul suatu

pertentangan, adanya persaingan, dan lain sebagainya.

Namun yang menjadi hal utama dalam usaha pedagang burung murai batu

adalah adanya modal sosial yang mengacu pada (trust) kepercayaan, norma-norma

(norms) dan jaringan-jaringan (networks) yang terlihat pada pedagang burung

murai batu, menunjukan adannya nilai modal sosial yang terbentuk dan terjalin

diantara pedagang dan pembeli.1

Interaksi sosial ini sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat

dimanapun berada, tujuannya untuk menjalin hubungan baik pertemanan bahkan

bisnis untuk mencari keuntungan. Interaksi sosial merupakan suatu kemampuan

yang bisa diasah. Dengan kata lain, setiap orang bisa memiliki kemampuan untuk

berinteraksi sosial dengan baik selama ia selalu terus mengasah kemampuan

interaksi sosialnya.

1. Kerjasama

Kerjasama antar pedagang, berupa kerukunan antar pedagang burung

murai batu, yaitu saling membantu tanpa mengharapkan imbalan. Bentuk

kerukunan dalam gotong royong adalah saling menjaga lapak, membantu

menyiapkan lapak, menunjukkan barang kepada pedagang lain dan menjual


26

dagangannya.

2. Persaingan

Persaingan yang terjadi sesama pedagang terwujud dengan adanya

keinginan untuk mendapatkan pembeli atau konsumen.

3. Konflik

Konflik yang terjadi cenderung merupakan konflik kecil yang timbul karena

adanya perbedaan kepentingan antar pedagang untuk memperoleh keuntungan.

Tapi jarang sekali, bahkan hampir tidak ada konflik yang terjadi diantara sesama

pedagang itu terjadi.


27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sementara metode deskriptif

adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka.

Sebelum melakukan penelitian langsung, peneliti terlebih dahulu

mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian seperti halnya

mengumpulkan refrensi yang berhubungan dengan penelitian yang dalam

hal ini dapat berupa jurnal, penelitian terdahulu, hasil skripsi, serta hal-hal

yang dapat menambah wawasan peneliti sebelum melakukan penelitian

lapangan. Minimal ada tiga hal yang digambarkan dalam penelitian

kualitatif, yaitu karakteristik perilaku, kegiatan atau kejadian yang terjadi

didalam selama penelitian, dan lingkungan atau karakteristik tempat

penelitian berlangsung.
28

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kota Palangka Raya, tepatnya di

pertokoan penjualan burung dijalan tjilik riwut. Penelitian ini

memfokuskan pada Interkasi Sosial pedagang Burung Murai Batu tersebut.

3.3. Unit analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah keseluruhan unsur yang menjadi fokus

penelitian. Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang

diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian yang lain, unit

analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau

komponen yang diteliti. Unit analisis suatu penelitian dapat berupa

individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai

dengan fokus permasalahannya. Dalam penelitian ini, yang menjadi unit

analisis penelitian adalah pedagang burung di jalan Tjilik Riwut Kota

Palangka Raya.

3.3.2. Informan

Informan merupakan subjek yang dapat memahami permasalahan

peneliti sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan

penelitian. Informan adalah orang yang akan diwawancarai dan dimintai

informasi oleh pewawancara. Adapun kriteria informan adalah sebagai

berikut :
29

a. Telah berdagang burung lebih dari satu tahun

b. Menjual berbagai jenis burung termasuk burung murai batu

c. Pedagang memahami burung dengan baik dari segi perawatan

dan pemeliharaan

d. Dan bersedia menjadi informan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan yang sangat

penting dalam penilitian. Penggunaan teknik pengumpulan data yang tepat

akan sangat menentukan kualitas data yang diperoleh. Untuk mengumpulkan

data dalam penilitian ini, peniliti akan menggunakan beberapa metode yang

saling mendukung sehingga data yang diperoleh dapat menggambarkan

realita yang sebenarnya. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penilitian ini adalah Wawancara, Observasi, Dokumentasi.

3.5. Data Primer

Data primer merupakan data mentah yang didapatkan secara


langsung dari informan dan temuan dilapangan. Data primer dapat
diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan serta observasi
dilapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer
yaitu:

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis

terhadap gejala – gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik
30

pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan

dan dicatat secara sistematis. Dalam menggunakan teknik observasi ialah

mengandalkan ingatan si peneliti. Akan tetapi penglihatan dan ingatan

manusia terbatas sehingga diperlukan alat bantu untuk merekam dan

mencatat data – data hasil obervasi seperti catatan harian, kamera, dan

alat-alat lainya yang dianggap relevan.

b. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden. Dalam

berwawancara terdapat interaksi antara pewawancara dengan informan.

Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni wawancara tak

tersruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga

disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif,

dan wawancara terbuka ( open ended interview ). Sedangkan wawancara

terstruktur sering juga disebut wawancara baku ( standardized interview )

yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya biasanya tertulis.

Melalui wawancara ini penulis mengharapkan bisa menemukan informasi

yang diperlukan untuk kepentingan penelitian ini. Untuk mengetahui

bagaimana Interaksi Sosial Pedagang Burung Murai Batu tersebut. 1

c. Dokumentasi

Metode Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang

tidak langsung ditujukan kepada subjek penilitian. Dokumentasi adalah


31

suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis

dokumen-dokemen baik tertulis, gambar, maupun elektronik. Dokumentasi

digunakan untuk mendukung metode-metode lainnya.

3.6. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua

atau pihak lain yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.

Pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui penelitian, kepustakaan yang diperlukan data yang

diperoleh dari buku-buku ilmiah, jurnal, tulisan ilmiah, laporan peniltian

yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.6. 1. Teknik Analisis Data ( Miles dan Huberman)

Teknik Analisis Data Miles & Huberman. Proses analisis dalam


penelitian ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu:

1. Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari hasil wawancara,


observasi dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri
dari dua bagian yaitu deskriptif dan reflektif. Catatan deskriptif adalah
catatan alami, (catatan tentang apa yang dilihat, didengar, disaksikan
dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran
dari peneliti terhadap fenomena yang dialami. Catatan reflektif adalah
catatan yang berisi kesan, komentar, pendapat, dan tafsiran peneliti
tentang temuan yang dijumpai, dan merupakan bahan rencana
pengumpulan data untuk tahap berikutnya.

2. Reduksi Data Setelah data terkumpul, selanjutnya dibuat reduksi data,


guna memilih data yang relevan dan bermakna, memfokuskan data yang
32

mengarah untuk memecahkan masalah, penemuan, pemaknaan atau


untuk menjawab pertanyaan penelitian. Kemudian menyederhanakan
dan menyusun secara sistematis dan menjabarkan hal-hal penting
tentang hasil temuan dan maknanya. Pada proses reduksi data, hanya
temuan data atau temuan yang berkenaan dengan permasalahan
penelitian saja yang direduksi. Sedangkan data yang tidak berkaitan
dengan masalah penelitian dibuang. Dengan kata lain reduksi data
digunakan untuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan dan membuang yang tidak penting, serta
mengorganisasikan data, sehingga memudahkan peneliti untuk menarik
kesimpulan.

3. Penyajian Data Penyajian data dapat berupa bentuk tulisan atau


kata-kata, gambar, grafik dan tabel. Tujuan sajian data adalah untuk
menggabungkan informasi sehingga dapat menggambarkan keadaan
yang terjadi. Dalam hal ini, agar peneliti tidak kesulitan dalam
penguasaan informasi baik secara keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dari hasil penelitian, maka peneliti harus membuat naratif,
matrik atau grafik untuk memudahkan penguasaan informasi atau data
tersebut. Dengan demikian peneliti dapat tetap menguasai data dan tidak
tenggelam dalam kesimpulan informasi yang dapat membosankan. Hal
ini dilakukan karena data yang terpencar-pencar dan kurang tersusun
dengan baik dapat mempengaruhi peneliti dalam bertindak secara
ceroboh dan mengambil kesimpulan yang memihak, tersekat-sekat daan
tidak mendasar. Untuk display data harus disadari sebagai bagian dalam
analisis data.

4. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan selama


proses penelitian berlangsung seperti halnya proses reduksi data, setelah
data terkumpul cukup memadai maka selanjutnya diambil kesimpulan
sementara, dan setelah data benar-benar lengkap maka diambil
kesimpulan akhir.Sejak awal penelitian, peneliti selalu berusaha mencari
33

makna data yang terkumpul. Untuk itu perlu mencari pola, tema,
hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan
sebagainya. Kesimpulan yang diperoleh mula-mula bersifat tentatif,
kabur dan diragukan akan tetapi dengan bertambahnya data baik dari
hasil wawancara maupun dari hasil observasi dan dengan diperolehnya
keseluruhan data hasil penelitian.Kesimpulan–kesimpulan itu harus
diklarifikasikan dan diverifikasikan selama penelitian berlangsung.1
34

DAFTAR PUSTAKA

Akdiatmojo, S. (2018). Panduan menangkarkan murai batu (Hal 15).

Bieng Brata. (2019). Deskripsi Manajemen Pemeliharaan Hewan Potensial


Burung Murai Batu.

Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus


Teknologi Komunikasi di Masyarakat.

Fathurohman 2014. Analisis Kelayakan Ternak Burung Puyuh Di DEsa Pasir


Kawung Cileunyi Kabupaten Bandung. Sekripsi Institut Nasional
Bandung.
Gillin, J. Lewis dan John Philip Gillin.(1954 hal.55). Cultural Sociology.

Gunawan (2012). Karakteristik Sifat Kualitatif Induk Murai Batu (Copsychus


Malabaricus) Siap Produksi.
Https://rimbakita.com/burung-murai/(diakses 12-juli-2023)
IE, Marika. (2014 ). Teknik Pengelolaan Penangkaran Burung Murai Batu . Jurnal
Wartazoa No. 20 (4) : 172 : 187
Iskandar, L. 2009. Peternakan Indonesia. Jakarta. PT. Remaja Rosdakarya. Jalil
A., dan Turut. 2012. Sukses Beternak Murai Batu. Penebar Swadaya.
Jakarta. Ken Suratiyah.( 2008). Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya .
Jakarta.
Jalil A., dan Turut. 2012. Sukses Beternak Murai Batu. Penebar Swadaya. Jakarta

Lexy J. Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosda Karya.

Munandi, A. (2011). Jenis-Jenis Burung Murai Batu.


Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Rudini. 2016. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Kawasan Hutan Lindung
Vol.4(2):hal, 74.

Siagian, Sondang, P. (2012). Manajemen Strategik. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Syahrial Syarbaini dan Rudiyanta. 2009. Dasar-dasar Sosiologi. Yogyakarta:


35

Graha Ilmu.

Supriyanto Akdiatmojo, (2017). Panduan Menangkarkan Murai Batu. PT


Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sujana 2016, Analisis Studi Kelayakan Bisnis Penangkakaran Burung Murai Batu
Sumatra. Skripsi Universitas tarumanegara
Sambas, Basumi. (2005). Study Beberapa Aspek Ekologi Burung Murai Batu
Dihutan Wisata Panjang Pangandaran. Jurnal Media Konservasi Vol (X)
No.2 : 47 -50.
Sukmantoro W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp, M. Muchtar.
2007. Daftar Burung Indonesia no. 2. Indonesia Ornithologists’ Union.
Bogor.

Soekanto, S. (1982). Sosiologi: Suatu Pengantar.

Saputro, A. D. (2016). Perilaku burung murai batu (Copsychus malabaricus) siap


produksi.

Anda mungkin juga menyukai