Anda di halaman 1dari 11

TEKNOLOGI PASCA PANEN

METODE PENGOLAHAN PASCA PANEN


“Perbandingan Pendinginan dan Pengasapan”

Disusun oleh :

Nama : Iffa Nur Jannah


NIM / Semester : B32230102
Golongan :A

Dosen pengampu :
PUTU TESSA FADHILA,S.TP,M.SC.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
TAHUN 2024
Daging merupakan bahan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi,
karena daging mengandung protein yang cukup tinggi dengan asam amino
esensial yang lengkap. Selain itu daging merupakan salah satu komoditi
pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi (Anjarsari, 2010).
Menurut Suryani (2010), dalam Wardani dan Wudjanarko (2013), daging
adalah salah satu komoditi sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan
zatzat gizi dalam tubuh, karena protein daging mengandung susunan amino
yang lengkap. Secara umum konsumsi protein masyarakat Indonesia seharihari
masih dibawah kebutuhan minimum, terutama protein hewani dikarenakan
harga protein hewani yang relatif mahal dari hari ke hari dan sumber bahan
bakunya yang terbatas.
Kerusakan atau pembusukan daging disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme. Lawrie (2003) menyebutkan bahwa daging memang
merupakan media yang ideal bagi perkembangbiakan mikroorganisme (baik
mikroorganisme perusak maupun pembusuk). Hal ini disebabkan kadar air
daging yang sangat tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen,
mengandung sejumlah zat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral, dan
mempunyai pH yang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme (5,3-
6,5). Cepat atau lambatnya daging mengalami kerusakan dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti suhu daging, suhu lingkungan, kadar air, kelembapan,
jumlah oksigen, tingkat pH, dan kandungan gizinya (Soeparno, 1998). Oleh
karena itu, upaya mencegah terjadinya kerusakan daging tersebut dilakukan
dengan pengawetan dan salah satunya dengan pengawetan suhu rendah atau
pembekuan.
Daging sapi merupakan salah satu produk pangan hasil ternak yang
memiliki proporsi tinggi di antara produk daging lainnya yang dikonsumsi oleh
masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Pertanian pada Buku
Statistik Tahun 2018, tercatat pada tahun 2018 bahwa produksi daging sapi di
Indonesia mencapai 496,3 ton/tahun dan di Jawa Tengah produksi daging sapi
mencapai 333,148 ton/tahun. Daging sapi memiliki sifat sangat mudah
mengalami kerusakan (highly perishable) (Agustina et al., 2017). Hal ini tidak
terlepas dari tingginya kandungan nutrisi pada daging sapi. Komposisi dari
daging sapi terdiri dari 72,16% air; 21,10% protein; 6,09% lemak; abu 0,96%
dan kolesterol 54,6 mg/100 g (Purchas et al., 2014). Kerusakan daging
utamanya disebabkan oleh aktivitas enzyme dan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penurunan kandungan nutrien daging Penanganan pada produk
daging sapi untuk mencegah kerusakan salah satunya ialah pengawetan dengan
pengasapan daging.
Metode pengolahan daging segar dengan pengasapan adalah salah satu
teknik pengawetan tertua yang dikenal manusia. Walaupun saat ini sudah
banyak metode pengawetan moden, teknik pengasapan masih dipakai di banyak
tempat. Seiring perkembangan zaman, metode pengasapan juga dimodifikasi
sesuai kebutuhan manusia. Inti dari metode pengasapan adalah meniupkan asap
pada daging sehingga daging menjadi tahan lama & memiliki rasa serta aroma
yang khas. Jika menelusuri sejarahnya, teknik pengasapan diperkirakan sudah
dilakukan oleh orang-orang Inggris & daratan Eropa sejak Abad Pertengahan
(sekitar abad ke-5) pada bahan-bahan makanan seperti daging & ikan mentah.
Khusus untuk ikan, ikan yang banyak diasapkan di kawasan Eropa adalah ikan
hering & kod asin (salt cod). Tujuan utama dari pengasapan pada masa itu
adalah agar daging atau ikan tahan lama dalam perjalanan jauh sehingga bisa
dikirim ke wilayah-wilayah lain di Eropa, Timur Tengah, bahkan India.
Kemungkinan besar itulah penyebab utama mengapa metode pengasapan bisa
begitu populer di berbagai belahan dunia. Teknik pengasapan kembali populer
dengan ditemukannya metode pengasapan baru yang mirip dengan metode
pengasapan sekarang. Bila tujuan utama dari metode pengasapan yang lama
adalah untuk membuat daging atau ikan lebih tahan lama, metode pengasapan
yang baru bertujuan untuk memberi rasa serta aroma yang khas pada daging
atau ikan. Metode pengasapan modern secara umum sama dengan metode
pengasapan tradisional, namun memakai peralatan yang canggih & langkah-
langkah yang lebih terkontrol.
Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya
(potentially hazardous foods) atau PHF. Pendinginan daging dilakukan untuk
menurunkan suhu karkas/daging menjadi di bawah +7 oC dan di atas titik beku
daging (-1,5 oC) dengan tujuan untuk mempertahankan kesegaran daging,
memperpanjang masa simpan daging, memberikan bentuk atau tekstur daging
yang lebih baik, dan mengurangi kehilangan bobot daging. Dengan
pendinginan, maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging
akan dihambat, serta aktivitas enzim-enzim dalam daging dan reaksi-reaksi
kimia juga akan dihambat. Untuk lebih memperpanjang masa simpan daging
maka daging harus dibekukan pada cold storage, pembekuan daging diperoleh
dengan menurunkan suhu daging di bawah titik beku daging (< - 1,5oC).
Pembekuan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging tanpa
mengubah susunan kimiawi daging. Saat ini pembekuan daging sapi diperoleh
dengan membekukan daging pada suhu udara -25 oC sampai -45 oC.
Sebagai solusi dari permasalahan tersebut maka digunakan sistem
refrigerasi cascade yang dapat digunakan untuk aplikasi temperatur sangat
rendah. Sistem refrigerasi cascade minimal terdiri dari dua sistem refrigerasi
tunggal. Dua sistem refrigerasi tunggal ini dihubungkan oleh penukar kalor
cascade di mana kalor yang dilepaskan kondensor di sirkuit temperatur rendah
diserap oleh evaporator dari sirkuit temperatur tinggi.
Perbedaan dari metode pengasapan (smoking) dan pembekuan (freezing)
adalah dua proses pengolahan makanan yang berbeda. Kedua proses ini
melibatkan perubahan fase zat, tetapi keduanya terjadi pada ekstrem yang
berlawanan dalam spektrum termal. Berikut adalah perbedaan utama antara
keduanya :
1. Tujuan Utama :
 Pengasapan : Memiliki tujuan utama memberikan rasa dan
aroma khas pada makanan sambil memperlambat
pertumbuhan mikroorganisme. Proses ini dapat digunakan
sebagai metode pengawetan, terutama pada daging dan ikan.
 Pembekuan : Bertujuan untuk menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme dan menghentikan reaksi kimia dalam
makanan dengan menurunkan suhu dibawah titik beku. Ini
membantu menjaga kualiatas dan keamanan makanan untuk
waktu yang lebih lama.
2. Proses :
 Pengasapan : Melibatkan paparan makanan pada asap yang
dihasilkan dari bahan-bahan tertentu, seperti kayu atau
rempah-rempah. Asap tersebut memberikan rasa, aroma, dan
kadang-kadang warna khas pada makanan.
 Pembekuan : Melibatkan penurunan suhu makanan
dibawah titik beku, yang dapat dicapai dengan menggunakan
freezer atau metode lainnnya. Prosesini memperlambat
pergerakan molekul dalam makanan, menghentikan
pertumbuhan bakteri, enzim, dan reaksi kimia lainnya.
3. Penggunaan Umum :
 Pengasapan : Biasannya digunakan pada daging, ikan, dan
makanan laut untuk memberikan citarasa tertentu dan
sebagai metode pengawetan.
 Pembekuan : Digunakan untuk mengawetkan makanan
dengan menjaganya dalam keadaan beku. Ini umumnya
digunakan untuk mengawetkan daging, ikan, sayuran, buah,
dan produk makanan lainnya.
4. Efek pada Makanan :
 Pengasapan : Memberikan rasa asap, aroma, dan kadang-
kadang warna tertentu pada makanan.
 Pembekuan : Membekukan air di dalam sel-sel makanan,
yang dapat mempengaruhi tekstur makanan setelah
mengalami proses penyimpanan beku.
5. Penerapannya :
 Pengasapan : Umumnya terjadi pada suhu diatas titik didih
zat tersebut. Misalnya, air menjadi uap ketika dipanaskan
hingga mencapai suhu 100 °C pada tekanan atmosfer
normal.
 Pembekuan : Pembekuan terjadi pada suhu dibawah titik
beku zat tersebut. Sebagai contoh, air akan membeku
menjadi es pada suhu dibawah 0 °C pada tekanan atmosfer
normal.
6. Prinsip :
 Pengasapan : Dalam pengasapan, zat cair mendapatkan
energi panas untuk mengatasi gaya tarik antar molekul dan
berubah menjadi gas. Ini adalah proses endotermik karena
membutuhkan energi.
 Pembekuan : Dalam pembekuan, zat cair kehilangan energi
panas sehingga molekulnya kehilangan gerakan cukup untuk
membentuk struktur padat. Ini adalah proses eksotermik
karena melepaskan energi.
7. Definisi :
 Pengasapan : Merupakan proses perubahan fase dari zat
cair menjadi gas dengan menambahkan energi panas.
 Pembekuan : Merupakan proses perubahan fase dari zat cair
menjadi padat dengan menghilangkan energi panas.

Metode yang digunakan dalam Pengolahan Daging

 Pembekuan
Pada metode pembekuan kali ini menggunakan metode pembekuan
daging dalam cold storage. Pembekuan daging dalam cold storage
adalah proses yang umum digunakan untuk mempertahankan
kesegaran dan kualitas daging selama jangka waktu yang lebih
lama, dimana temperaturnya dijaga konstan dalam standar tertentu
untuk mempertahankan kesegaran, memperpanjang masa simpan
dan memberikan tekstur daging yang lebih baik. Kontrol
kelembaban juga penting untuk mencegah pembentukan kristal es
yang besar dan dehidrasi pada daging.
 Pengasapan
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif. Dalam proses penelitian ini data kualitatif berupa uraian
hasil kuesioner dari panelis mengenai kualitas dari daging sapi asap
dengan menggunakan ampas biji kopi dalam proses memasaknya
(Sugiyono, 2013). Objek penelitian ini adalah ampas biji kopi jenis
arabika yang telah melalui proses ekstraksi dengan mesin espresso
yang sudah melalui proses roasting dan telah di haluskan dengan
mesin grinder. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah
penulis sendiri yang melaksanakan eksperimen dan sebagai salah
satu sumber data primer mengenai cara pembuatan daging sapi
asap dengan ampas biji kopi tersebut. Penelitian dilaksanakan di
dapur praktek STP Nusa Dua Bali yang beralamat di
jl.darmawangsa, Kampial, Kuta Selatan.
Data diperoleh dari uji organoleptic (Saragih, 2015), dokumentasi,
dan studi pustaka (Sugiyono, 2013) untuk memahami hasil
eksperimen. Eksperimen yang dilakukan yaitu membuat daging
sapi asap dengan ampas biji kopi sebagai bahan bakaran sesuai
dengan resep baku (Chris Lilly, 2009)

Hasil dan Pembahasan

Eksperimen pembuatan daging sapi asap dengan ampas kopi sebagai


bahan bakaran dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk memperoleh
data yang reliable. Berikut adalah deskripsi data yang dihasilakan selama tiga
kali tahap percobaan eksperimen. eksperimen dengan hasil yang paling bagus
ditunjukkan pada Gambar 1.
Hasil uji organoleptik bertujuan untuk mendapatkan kualitas terhadap
warna, aroma, tekstur,keempukan dan rasa Daging Sapi Asap Dengan Ampas
Biji Kopi sebagai bahan bakaran. Hasil uji organoleptik diukur menggunakan
metode Skala Likert guna mendapatkan hasil skor akhir variabel yang diukur.
Rekapitulasi nilai indeks Skala Likert ditunjukkan pada Tabel 2

Keterangan:
Nilai Index = Total Skor Pada Setiap Variabel / Skor Tertinggi (Y) X 100%
Berdasarkan Tabel 2 hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh 20 orang
panelis, data yang didapat dari segi warna untuk daging sapi asap dengan ampas
kopi sebagai bahan bakaran adalah 2 dari 20 orang panelis atau10% menyatakan
Merah Cerah, 8 dari 20 orang panelis 40% menyatakan cukup merah cerah, 9
dari 20 orang panelis 45% menyatakan kurang merah cerah dan 1 dari 20 orang
panelis 5% menyatakan sangat kurang merah cerah dan pucat. Aroma untuk
daging sapi asap dengan ampas kopi sebagai bahan bakaran adalah 8 dari 20
orang panelis atau 40% menyatakan aroma sangat beraroma khas daging dengan
aroma asap ampas kopi, 10 dari 20 orang panelis atau 50% menyatakan
beraroma khas daging dengan aroma asap ampas kopi, 1 dari 20 orang panelis
atau 5% menyatakan aroma cukup beraroma khas daging dengan aroma asap
ampas kopi, dan 1 dari 20 orang panelis atau 5% menyatakan aroma kurang
khas daging dengan aroma asap ampas kopi. Rasa untuk daging sapi asap
dengan ampas kopi sebagai bahan bakaran adalah 6 dari 20 orang panelis atau
30% menyatakan rasa sangat gurih, 12 dari 20 orang panelis atau 60%
menyatakan rasa gurih, dan 2 dari 20 orang panelis atau 10% menyatakan rasa
cukup gurih. Tekstur untuk daging sapi asap dengan ampas kopi sebagai bahan
bakaran adalah 6 dari 20 orang panelis atau 30% menyatakan tekstur mudah
putus dan mudah dikunyah, 10 dari 20 orang panelis atau 50% menyatakan
tekstur cukup mudah putus dan mudah dikunyah dan 4 dari 20 orang panelis
atau 20% menyatakan tekstur kurang mudah putus dan kurang mudah dikunyah.

Warna dari daging sapi asap merah agak kecokelatan. Saat daging sapi di
marinade warnanya stabil. Hal ini disebabkan adanya garam dan gula pasir
yang menyebabkan warna daging sapi menjadi merah cerah. Merah kehitaman
dari daging sapi tersebut dikarenakan daging sapi yang tadinya merah cerah
dipengaruhi asap yang mengandung karbon berwarna hitam sehingga
mempengaruhi warna daging sapi tersebut. Penampakan umum dari daging sapi
asap agak kurang menarik jika ditinjau dari indera penglihatan karena warna
cokelat kehitaman dari bagian luar produk tersebut. Penampilan umum daging
sapi asap dipengaruhi oleh proses marinade dan pengasapan. Setelah
dimarinade warna daging merah cerah tetapi setelah diasap berubah menjadi
merah muda kecokelatan.
Aroma dari daging sapi asap dengan menggunakan ampas biji kopi
sebagai bahan bakaran yaitu perpaduan bau asap dengan bau kopi dan aroma
khas daging sapi. Aroma daging sapi asap dengan ampas kopi sebagai bahan
bakaran merangsang penciuman sehingga membuat seseorang tertarik untuk
mencicipinya. Bau atau aroma dipengaruhi oleh proses marinade dengan
penambahan garam, gula pasir dan bumbu kering. Selain itu bau atau aroma
juga dipengaruhi oleh senyawa fenol dan komponen asap yang dihasilkan oleh
ampas kopi. Menurut Cruz et.al (2012), ampas kopi mengandung 1,2%
Nitrogen, 0,02% Fosfor, dan 0,35% Kalium. Ampas kopi mengandung 2,28%
nitrogen, fosfor 0,06% dan 0,6 kalium. pH ampas kopi sedikit asam, berkisar
6,2 pada skala pH. Selain itu, ampas kopi mengandung magnesium, sulfur, dan
kalsium (Losito, 2011). Pembakaran ampas biji kopi menghasilkan aroma khas
kopi dengan yang wangi dan adiktif.

Rasa daging sapi asap dirasakan oleh indera perasa yaitu rasa gurih
daging sapi dipengaruhi oleh proses curing dimana ditambah dengan garam
dapur dan gula pasir. Peranan gula pasir pada proses curing bertujuan untuk
menetralkan rasa asin yang ditimbulkan oleh garam menghasilkan rasa yang
gurih. pH ampas kopi sedikit asam, berkisar 6,2 pada skala pH. Selain itu,
ampas kopi mengandung magnesium, sulfur, dan kalsium (Losito, 2011). Asap
ampas kopi pada rasa daging memberikan rasa segar dipermukaan daging sapi
asap.
Tekstur daging sapi asap sudah cukup empuk. Hal ini dikarenakan proses
curing pada daging sapi yang dilakukan cukup lama. Semakin lama proses
curing maka semakin tinggi tingkat keempukan. Selain itu daging alot juga
disebabkan kurang masak akibat kurang lama diasap.

Senyawa kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain asam
formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal
glioksal, furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan
3,4- benzinpiren (Lawrie, 1995). Daging segar mempunyai pH pada kisaran pH
normal, yaitu 5,4 sampai 5,9 (Snyder dan Orr, 1964 dalam Soeparno, 1998),
sehingga mudah busuk karena merupakan pH yang ideal bagi pertumbuhan dan
perkembang biakan bakteri. Pemanasan akan menyebabkan peningkatan pH
daging (Cross dan Overby, 1988), namun dapat juga menurunkan pH, karena
komponen asap yang melekat pada daging mempunyai sifat asam, diantaranya
asam karboksilat yang meliputi asam format, asetat, dan butirat (Winarno et al,
1980). Senyawa yang terdapat di dalam asap, yaitu alkohol-alkohol aliphatik,
aldehida, keton, dan asam organik termasuk furfural, formaldehida, asam-asam
dan fenol yang memiliki daya bakterostatik atau bakterisidal. Bagian ligninnya
akan pecah menjadi senyawa fenol, quinol, quaicol dan pyrogalol yang
merupakan bagian dari jenisjenis senyawa antioksidan dan antiseptik
(Moelyanto, 1982)
Hasil dari analisis yang telah dilakukan maka didapat kesimpulan. Total
beban pendinginan ruang Frozen di Cold Storage adalah 243.222,57 W. Total
beban pendinginan tersebut dengan kondisi suhu perencaan ruang frozen adalah
-25 oC, dimensi 16875 m3 dan produk daging sapi yang disimpan 100 ton/hari.
Beban transmisi menjadi salah satu faktor utama penyumbang beban
pendinginan tertinggi yaitu 228.732,78 W. Beban transmisi pada ruang Frozen
pengaruhi oleh luasan permukaan selubung dan konduktivitas termal material
insulasi selubung. Semakin tebal insulasi selubung, maka semakin besar
hambatan kalor yang mengalir. Semakin kecil nilai konduktivitas termal, maka
kalor yang mengalir akan semakin kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Purbatin Hari, & Biantoro Agung Wahyudi. (2023). PERENCANAAN


PERHITUNGAN BEBAN PENDINGINAN RUANG FROZEN DENGAN
KAPASITAS 100 TON PER HARI PADA PERGUDANGAN
PENYIMPANAN BERPENDINGIN. Jurnal Teknik Mesin: Vol. 12, No. 1,
Februari 2023
Safitri Ghani Arrad and Putra Ary Bachtiar Khrisna. (2013). Studi Variasi
Beban Pendinginan Di Evaporator Low Stage Sistem Refrigerasi
Cascade Menggunakan Heat Exchanger Tipe Concentric Tube Dengan
Fluida Kerja Refrigeran Musicool-22 Di High Stage Dan R-404a Di Low
Stage . JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1
Atmaja I Made Purwa Dana. (2018). Kualitas Organoleptik Daging Sapi Asap
dengan Memanfaatkan Ampas Gilingan Kopi Sebagai Bahan Bakaran.
International Journal of Natural Sciences and Engineering. Volume 2,
Number 3, Tahun 2018, pp. 92-98.
Badarus Samsi, Hanif, 2012, “Tugas Akhir Studi Eksperimental Sistem
Pendingin Cascade Menggunakan Musicool-22 Di High Stage Dan R-
404a Di Low Stage Dengan Variasi Beban Pendinginan”, Surabaya,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Fajarani, R. M., Handoyo, Y., & Rahmanto, R. H. (2019). Analisis Beban
Pendinginan Pada Cold Storage Untuk Penyimpanan Daging. In Jurnal
Ilmiah Teknik Mesin (Vol. 7, Issue 1).
Otero L., Martino M., Zaritzky N., Solas M., dan Sanz P. D. 2000. Preservation
of Microstructure in Peach and Mango during High Pressure Shift
Freezing. Jurnal Food Sci. 65(3): 466–470
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging edisi V, Terjemahan Aminuddin Parakasi,
Universitas Indonesia, Jakarata.
Matulessy, D.N., E. Suryanto dan Rusman. Evaluasi Karakteristik Fisik,
Komposisi Kimia dan Kualitas Mikrobia Karkas Broiler Beku yang
Beredar di Pasar Tradisional Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
34(3) : 178-185.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi daging, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai