Anda di halaman 1dari 9

PERSIAPAN DAKWAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Metode Dakwah”

Dosen Pengampu :

Dr. Agus Setyawan, M.Si.

Disusun Oleh : Kelompok 8

Ardita Novitasari (201200245)

Ashfiyail Reza Nasrullah (201200246)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seorang da’i dalam
menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada seluruh umat. Tujuannya adalah agar
mengajak seluruh manusia menuju ke jalan yang diridhai oleh Allah SWT dan
menghindarkan manusia dari jalan yang bisa merugikan manusia atau jalan yang salah.
Dalam proses dakwah ini pastinya tidak segampampang yang kita harapkan melainkan
terdapat bermacam rintangan. Banyak sekali tantangan dan cobaan-cobaan yang dihadapi
oleh seorang da’i dalam menjalankan misi dakwah ini.

Untuk itu, seorang da’i sebelum melakukan dakwah hendaknya melakukan


persiapan atau strategi dakwah terlebih dahulu agar dakwahnya berjalan lancar. Salah
satunya adalah menguasai materi apa yang di sampaikan pada masyarakat, hal tersebut
sangat penting karena seorang da’i di mata masyarakat merupakan seorang anutan, dan
apabila da’i kurang melakukan persiapan dan belum menguasai materi maka masyarakat
bisa keliru dalam memahaminya. Untuk lebih jelasnya mungkin bisa lebih jelas lagi di
bagian pembahasan pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana persiapan dai sebelum berdakwah?

2. Bagaimana teknik mengemas materi dakwah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui persiapan dai sebelum berdakwah

2. Mengetahui teknik mengemas materi dakwah


BAB II

PEMBAHASAN

A. Persiapan Sebelum Berdakwah

1. Persiapan Diri

Seorang Da’i sangat butuh kepada akhlak yang baik dan sifat yang mulia, yaitu
akhlak islam yang telah dijelaskan oleh Allah SWT, dalam kitab-Nya dan dijelaskan oleh
rasulullah Saw dalam sunnahnya. Akhlak yang paling urgen yang harus dimiliki oleh
seorang da’i ialah: Jujur, ikhlas, berdakwah dengan penyantun, lembut,lunak, sabar, kasih
sayang, pemaaf, lapang dada, tawadhu, menepati janji, lebih mementingkan orang lain,
takwa, memiliki keinginan tekad yang kuat, bercita-cita yang tinggi, optimisme, teratur,
lihai (teliti), menjaga waktu, bangga dengan islam, mengamalkan sesuatu yang
didakwahkannya agar menjadi qudwah (teladan) yang baik, zuhud, wara’, istiqamah,
tanggap terhadap lingkungan, adil dan seimbang, dan selalu merasa akan adanya
mu’iyatullah.

Kredibilitas seorang da’i tidak tumbuh dengan sendirinya, ia harus dibina dan
dipupuk. mempunyai jiwa yang tulus dalam beraktifitas, senang terhadap pesan-pesan
yang ia miliki, dan berbudi luhuri. Dari sana berarti seoran da’i yang ingin memiliki
kredibilitas tinggi harus berupaya membentuk dirinya dengan sungguh-sungguh. Di
samping itu, agar seorang da’i dengan mudah mengkomunikasikan pesan-pesan kepada
komunikan, diperlukan pribadi yang cepat tanggap, peka terhadap masyarakat, percaya
terhadap dirinya, berani, bersemangat tinggi, penuh inisiatif, tegas tetapi juga hati-hati,
kreatif serta berbudi luhur. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Seungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Qs. Ali
Imran: 159)[5]

2. Persiapan Kompetensi

Agar suatu tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan tercapai dengan
efektif dan efisien maka juru dakwah harus mempunyai kemampuan dibidang yang
berkaitan dengan tugasnya. Karena semakin memiliki kemampuan yang profesional maka
semakin meningkat pula keberhasilan tugas dakwahnya. Da’i akan berhasil dalam tugas
melaksanakan dakwah jika dibekali kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengannya.
Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da’i antara lain:

a. Kemampuan berkomunikasi
b. Kemampuan penguasaan diri

c. Kemampuan pengetahuan psikologi

d. Kemampuan pengetahuan kependidikan

e. Kemampuan pengetahuan di bidang pengetehuan umum

f. Kemampuan di bidang al-Qur’an

Tidak cukup sampai di sini, para pendakwah juga harus mengetahui situasi negara
atau daerah yang dituju, agar pembicaraan dan perbuatannya berhasil dan berfaedah.
Karena situasi berubah dari waktu ke waktu dan dari satu daerah ke daerah. Allah SWT
mengajak untuk persiapan pendakwah dalam firmannya; “tidak sepatutnya bagi orang
yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S., 9 : 122).[7]

Pendakwah yang hebat pastinya sebelum melakukan dakwah terdapat persiapan-


persiapan khusus, dan materi dakwah yang akan di sampaikan masyarkat mestinya harus
mengandung tiga bidang yaitu: Aqidah, yang menganut sistem keimanan/kepercayaan
terhadap Allah SWT, berikutnya Syariat, rangkaian ajaran yang menyangkut aktivitas
manusia muslim di dalam semua aspek kehidupan, kemudian yang ketiga Akhlaq, yaitu
tat cara berhubungan baik secara vertikal dengan Allah SWT.

Sebelum berdakwah hendaknya para pendakwah itu senantiasa mengingat Allah


SWT dengan jalan berdzikir yang tertera dalam firmannya. Artinya: Hai orang-orang
yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya. (Qs. Al-Ahzaab: 41) . Ayat tersebut menyampaikan keutamaan dzikir dan
pahala orang-orang yang berdzikir. Allah SWT menguatkan perintah untuk senantiasa
berdzikir dalam riwayat Mursal Baihaqi dari Makhul, “mengingat Allah adalah obat dan
mengingat manusia adalah penyakit”. Diriwayatkan dari Qatadah “Ucapan subhannallah
(maha suci Allah), Alhamdulillah (segala puji bagi Allah), Laa illaaha illallaah (tidak ada
tuhan yang berhak di sembah selain Allah), Allahu Akbar (Allah maha besar), Laa haula
wa laa quwwata illaa billaah (tiada daya kekuatan selain karena pertolongan Allah)”.
Dzikir dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan Allah menuntun mereka
menuju kebenaran di akhirat Allah SWT mengamankan mereka dari ketakutan terbesar,
memberi mereka naungan rahmat, malaikat memberi berita gembira mendapatkan surga
dan selamat dari neraka sebagai wujud sayang dan cinta pada mereka.
3. Persiapan Materi

Para pengkaji ilmu komunikasi sepakat bahwa isi pesan (materi) yang tersusun
baik dan sistematis memiliki pengaruh yang lebih efektif daripada pesan yang tidak
tersusun baik atau isi pesan yang tidak sistematis. Meski sang pembicara telah
mempunyai kesiapan mental dan fisik yang baik, namun jika materi pidato yang akan
disampaikannya tidak baik, maka minat audience bisa jadi lenyap karenanya. Pembicara
yang tidak mempersiapkan materi pidatonya dengan baik, bisa jadi isi pidatonya akan
terdengar hambar, kering dan kurang „greget‟

Berkenaan dengan persiapan materi, sang pembicara hendaknya melakukan


langkah-langkah, di antaranya sebagai berikut:

1) Pengumpulan bahan-bahan. Banyak sumber yang bisa dijadikan isi materi sang
pembicara, di antaranya: buku, majalah, koran serta dari berbagai macam sumber
lainnya.
2) Pembuatan kerangka dasar naskah pidato. Menyusun semua bahan yang telah
didapatkan hingga menjadi satu kerangka naskah pidato yang teratur, urut, saling
bersambung, tidak meloncat-loncat dan sesuai dengan kaidah susunan naskah
pidato yang lazim. Secara umum, sebuah naskah pidato akan memuat: tujuan, isi
atau materi, dan sifat pesan dari pidato. Tujuan pidato harus disampaikan secara
jelas, gamblang dan tuntas, materi atau isi adalah hal-hal yang mendominasi
seluruh uraian dalam pidato tersebut. Materi atau isi pidato harus mempunyai satu
gagasan yang mendominasi seluruh uraian pidato. Sifat pesan pidato adalah titik
berat pengungkapan isi pidato yang dilakukan sang pembicara.
3) Memeriksa kembali naskah jadi, sangat perlu bagi pembicara untuk membaca dan
mempelajari naskah susunannya tersebut secara teliti dan hati-hati dan melakukan
penyuntingan atau mengeditnya kembali, mana bagian yang harus dibuang, mana
yang harus ditambah serta dikembangkannya. Naskah yang telah melalui proses
editing, kembali dibaca dan dipelajari hingga akhirnya sang pembicara benar-
benar mengerti keseluruhan dari isi naskah pidatonya tersebut.

Penguasaan materi dan teknik penyusunannya boleh dikatakan sebagai point


terpenting dalam retorika dakwah, sebab di sinilah terletak kecakapan, keluasan dan
tingginya ilmu seseorang. Karenanya oleh beberapa ahli pendidikan dikatakan bahwa
“menguasai materi adalah modal yang paling utama dalam mengajar (berpidato).”
B. Mengemas Materi Dakwah

Materi dakwah merupakan seluruh rangkaian dan isi dari ajaran Islam itu sendiri
yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits, ijma’ dan Qiyas yang menyangkut segala aspek
kehidupan, baik dalam hubungannya dengan Khaliknya maupun dalam hubungannya
dengan sesama makhluk. Menurut Quraisy Syihab materi dakwah yang dikemukakan
dalam Al-Qur’an bekisar pada tiga masalah pokok, yaitu aqidah, akhlak dan hukum.16
Materi dakwah atau mawdhu’ al-dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri yang meliputi
berbagai aspek kehidupan baik dalam aspek aqidah, syari’ah, akhlak dan muamalah.
Aqidah terkait dengan masalah keyakinan yang harus terpatri dalam hati yang
menyangkut masalah tauhidullah (keyakinan kepada Allah), yang meliputi tauhid
uluhiyyah, ubudiyyah dan rububiyah. Sedangkan syari’ah terkait dengan masalah, ibadah,
hukum-hukum serta kaifiat dalam melaksanakan ajaran agama Islam. Sedangkan masalah
akhlak terkait dengan masalah tuntunan bersikap, berperilaku, nilai-nilai agama yang
harus dipatuhi dan diaplikasikan dalam kehidupan baik dalam hubungannya dengan
Khalik maupun makhluk. Sedangkan masalah muamalah terkait dengan masalah
hubungan antar manusia dalam bentuk hubungan-hubungan sosial yang tidak terlepas
dari nilai-nilai Islam itu sendiri.

Di samping itu, materi tabligh juga terkait dengan dua hal penting, yaitu: pertama,
sifat materi itu sendiri, kedua, hal-hal yang menyangkut proses pengembangan materi
mengenai sifat materi tabligh, maka hendaknya diperhatikan beberapa hal di bawah ini:

a. Materi itu harus bersumber kepada al-qur’an dan hadist

b. Materi harus mampu meliputi seluruh kebutuhan dan kemampuan penerima

c. Materi harus berpusat pada hidup dan kehidupan manusia

d. Materi harus mampu memberikan tuntunan untuk mengarungi kehidupan duniawi


secara Islami.

Dalam pandangan beberapa ahli dalam bidang ilmu dakwah, materi-materi tabligh
dimaksud meliputi persoalan-persoalan yang kompleks. Di antara pendapat yang
dikemukakan oleh Hamzah Ya’cub: Materi tabligh itu adalah ajaran Islam yang meliputi
aspek dunia dan akhirat, maka tentunya materi tabligh itu luas sekali. Di sini perlu
dikemukakan pokok-pokok materi tabligh dalam ajaran Islam yaitu:

1) Akidah Islam, tauhid dan keimanan

2) Pembentukan pribadi yang sempurna

3) Pembangunan masyarakat yang adil dan makmur

4) Kemakmuran dan kesejahteraan dunia dan akhirat


Dari pendapat di atas mengenai materi yang harus disiapkan mubaligh dalam
mengemas kesan dan pesan tablighnya, dapat disimpulkan bahwa:

a. Seorang mubaligh harus menguasai Islam secara “kaffah” (total)

b. Memiliki totalitas yang intens terhadap kemajuan sins dan teknologi sehingga tidak
ketinggalan informasi.

c. Mempunyai akses terhadap berbagai disiplin ilmu komunikasi yang mengacu kepada
metode, mekanisme bertabligh.

d. Memahami perbedaan latar belakang sosial, perbedaan pemahaman keagamaan,


perbedaan suku dan lain-lain.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bentuk persiapan dai sebelum berdakwah antara lain

1. Akhlak yang paling urgen yang harus dimiliki oleh seorang da’i ialah: Jujur,
ikhlas, berdakwah dengan penyantun, lembut,lunak, sabar, kasih sayang, pemaaf,
lapang dada, tawadhu, menepati janji, lebih mementingkan orang lain, takwa,
memiliki keinginan tekad yang kuat, bercita-cita yang tinggi, optimisme, teratur,
lihai (teliti), menjaga waktu, bangga dengan islam, mengamalkan sesuatu yang
didakwahkannya agar menjadi qudwah (teladan) yang baik, zuhud, wara’,
istiqamah, tanggap terhadap lingkungan, adil dan seimbang, dan selalu merasa
akan adanya mu’iyatullah.

2. Memiliki kompetensi dalam berdakwah seperti kemampuan berkomunikasi,


kemampuan penguasaan diri, kemampuan pengetahuan psikologi, kemampuan
pengetahuan kependidikan, kemampuan pengetahuan di bidang pengetehuan
umum, dan Kemampuan di bidang al-Qur’an.

3. Menguasai materi, Penguasaan materi dan teknik penyusunannya boleh


dikatakan sebagai point terpenting dalam retorika dakwah, sebab di sinilah
terletak kecakapan, keluasan dan tingginya ilmu seseorang. Karenanya oleh
beberapa ahli pendidikan dikatakan bahwa “menguasai materi adalah modal yang
paling utama dalam mengajar (berpidato).”

Untuk mengemas materi dakwah seorang dai harus memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Seorang mubaligh harus menguasai Islam secara “kaffah” (total)

b. Memiliki totalitas yang intens terhadap kemajuan sins dan teknologi sehingga
tidak ketinggalan informasi.

c. Mempunyai akses terhadap berbagai disiplin ilmu komunikasi yang mengacu


kepada metode, mekanisme bertabligh.

d. Memahami perbedaan latar belakang sosial, perbedaan pemahaman


keagamaan, perbedaan suku dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Sanwar, Aminudin Sanwar. Studi Tentang Ilmu Dakwah. Surabaya: Bina Ilmu, 1981.

Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009.

Soemargono, Soejono. Dakwah Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Makalah Seminar,

1992.

Syihata abdullah, Da’wah Islamiyah, Jakarta: C.V. Rofindo,1986

Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, 9 Pilar Keberhasilan da’i dalam Berdakwah, Solo: Pustaka
Arafah, juni 2001

Said bin Ali Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Jakarta: Gema Insani Press, 1994

Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta, Amzah, 2009

Muhaimin Abda, prinsip-prinsip metode dakwah, surabaya: Al Ikhlas, 1994

Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Anda mungkin juga menyukai