Anda di halaman 1dari 6

Komodifikasi: Konten, Audiensi, Tenaga Kerja

A. Komodifikasi
Komodifikasi yang merupakan proses mengubah nilai guna menjadi nilai tukar.
Konsep ini pertama kali dibahas oleh Adam Smith dan ekonomi politik klasik, yang
membedakan antara produk yang nilainya berasal dari kepuasan kebutuhan atau keinginan
manusia tertentu, yaitu nilai guna, dan produk yang nilainya didasarkan pada apa yang dapat
diperintahkan produk dalam pertukaran, yaitu nilai tukar. Komoditas adalah bentuk khusus
yang diambil produk ketika produksi mereka terutama diatur melalui proses pertukaran.
Komodifikasi adalah proses mengubah nilai guna menjadi nilai tukar. Karl Marx memulai
"Das Kapital" dengan menganalisis komoditas karena menurutnya itu adalah bentuk paling
terlihat, representasi paling eksplisit, dari produksi kapitalis. Marxian mengambil pandangan
yang lebih luas tentang kedua komoditas dan makna nilai guna. Kritikus beberapa kali tidak
puas dengan formulasi ini, mengatakan bahwa perbedaan antara nilai guna dan nilai tukar
lebih banyak menyembunyikan daripada menerangi. Proses komodifikasi tidak hanya
mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan tetapi juga menembus proses dan lembaga
komunikasi, sehingga perbaikan dan pertentangan dalam proses komodifikasi masyarakat
mempengaruhi komunikasi sebagai praktik sosial. Terlepas dari kepentingan dalam
menempatkan komunikasi dalam analisis ekonomi politik umum, penting untuk membedakan
komodifikasi dari komersialisasi dan objektifikasi, proses dengan yang cenderung dikaitkan.
Komersialisasi adalah proses yang lebih sempit yang secara khusus mengacu pada penciptaan
hubungan antara audiens dan pengiklan. Objektifikasi adalah konsep yang lebih luas yang
sering disalahartikan dengan komodifikasi. Komodifikasi adalah bentuk khusus dari proses
ini di mana "hal" yang memperoleh objektivitas khayalan adalah komoditas, yaitu objek yang
nilainya ditetapkan di pasar. Objektifikasi adalah proses umum yang merujuk pada berbagai
cara dehumanisasi terjadi.
B. Konten
Proses komodifikasi konten dalam komunikasi, terutama dalam konteks ekonomi
politik. Proses komodifikasi ini melibatkan transformasi pesan-pesan, mulai dari data hingga
sistem pemikiran yang bermakna, menjadi produk yang dapat dipasarkan. Contohnya,
seorang reporter surat kabar yang menjual tenaga kerjanya untuk membuat berita yang
memiliki nilai penggunaan yang beragam. Dalam masyarakat kapitalis, produksi surat kabar
melibatkan proses komodifikasi yang membuat pelaku cerita menjadi buruh upah yang
menjual kekuatan kerjanya untuk menulis cerita. Kapital mengubah kekuatan kerja tersebut
menjadi artikel atau kolom surat kabar yang, bersama dengan berita dan iklan lainnya,
membentuk produk yang dijual di pasar dan menghasilkan keuntungan atau nilai surplus.
Proses ini bergantung pada berbagai faktor di pasar tenaga kerja, konsumen, dan modal.
Selain itu, teks juga membahas peran penting pemerintah dalam menentukan dukungan
terhadap kapital atau konsumen dalam kebijakan publik. Selanjutnya, teks menjelaskan
bahwa kemajuan teknologi baru, seperti media digital, telah memperluas peluang
komodifikasi konten dengan meningkatkan kemampuan untuk mengukur, memantau, dan
memaketkan informasi dan hiburan secara lebih spesifik atau disesuaikan. Meskipun
demikian, tantangan seperti masalah teknis, manajemen, pemasaran, dan permintaan
konsumen tetap menjadi faktor yang harus diatasi. Dengan demikian, teks menyimpulkan
bahwa progres komodifikasi konten media baru telah membuat kemajuan signifikan,
didukung oleh hukum kekayaan intelektual yang memungkinkan pemilik konten untuk
mengendalikan penggunaan konten dan format penyampaian konten.
C. Audiensi
Komodifikasi audiens dalam konteks ekonomi media massa. Dallas Smythe (1977)
menyatakan bahwa audiens adalah komoditas utama dari media massa, di mana media
diproduksi untuk menarik perhatian audiens dan kemudian disampaikan kepada pengiklan.
Smythe menganggap pemrograman media hanyalah "makan siang gratis" yang digunakan
oleh bar untuk menarik pelanggan. Dalam era media baru, konsep Smythe diperkuat dengan
adanya sistem digital yang memungkinkan pengukuran dan pemantauan informasi secara
tepat, memungkinkan penyempurnaan dalam penyampaian audiens kepada pengiklan. Proses
ini memperluas komodifikasi tidak hanya pada konten komunikasi, tetapi juga pada seluruh
proses komunikasi. Komodifikasi audiens tidak hanya terjadi dalam media tradisional seperti
surat kabar dan televisi, tetapi juga di internet, dengan situs jejaring sosial seperti Facebook
yang menyediakan informasi detail tentang pengguna. Smythe menghadapi kritik dan diskusi
tentang apakah audiens merupakan buruh atau komoditas utama media, namun argumennya
menyoroti pentingnya produksi audiens untuk ekonomi kapitalis secara keseluruhan. Konsep
proses kerja yang digunakan oleh Smythe memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang
hubungan antara perusahaan media, audiens, dan pengiklan, serta pentingnya penyesuaian
strategi dalam menjalankan proses komodifikasi. Selain itu, teks juga membahas tentang
tanggapan dan resistensi audiens terhadap sistem komersial yang dominan, termasuk melalui
praktik seperti berbagi file, blogging, dan jejaring sosial, yang menjadi fokus penelitian baru
dalam ekonomi politik audiens.
D. Tenaga Kerja
Komodifikasi tenaga kerja dalam konteks produksi media dan industri budaya.
Braverman (1974) menyoroti transformasi proses kerja dalam kapitalisme, di mana tenaga
kerja terpisah menjadi konsepsi dan eksekusi, dengan manajerial menjadi pusat kekuatan
konseptual yang mengontrol proses produksi. Praktik manajemen ilmiah seperti yang
diperkenalkan oleh Frederick Winslow Taylor memperkuat pemisahan ini dengan mengukur
waktu dan jumlah kerja yang diperlukan untuk mencapai efisiensi maksimal, mengubah
pekerja menjadi bagian mesin. Meskipun sebagian besar penelitian awal terfokus pada
industri besar, transformasi serupa juga terjadi di sektor jasa dan informasi. Namun, studi
komunikasi cenderung fokus pada konsumsi daripada proses produksi media. Meskipun ada
pergeseran menuju memahami peran pekerja media, terutama dalam penelitian organisasi dan
sosiologi, banyak penelitian masih mengutamakan struktur birokratik daripada analisis politik
ekonomi yang menyoroti komodifikasi tenaga kerja. Dalam mengeksplorasi komodifikasi
tenaga kerja dalam produksi media, tantangan terbesar adalah menggabungkan analisis
institusi dengan analisis teks yang mempertahankan pendekatan materialistik politik
ekonomi. Meskipun literatur ekonomi politik telah memulai langkah-langkah dalam arah ini,
masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memahami lebih dalam proses
komodifikasi tenaga kerja dalam produksi media.
E. Komodifikasi Imanen
Komodifikasi imanen terjadi ketika satu komoditas menghasilkan langsung komoditas
lainnya. Sebagai contoh, layanan peringkat audiens merupakan komoditas yang dihasilkan
oleh proses komodifikasi dari komoditas lainya, seperti penyiaran konten media. Dalam hal
ini, informasi tentang ukuran audiens, komposisi, dan pola penggunaan media merupakan
komoditas utama dalam sistem media. Penelitian Eileen Meehan memberikan kontribusi
signifikan dalam menganalisis proses ekonomi politik, termasuk sejarah materialis industri
media dan konstruksi sosial statistik seperti peringkat audiens. Komodifikasi membutuhkan
penggunaan prosedur pengukuran untuk menghasilkan komoditas dan teknik pemantauan
untuk melacak produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi. Ini termasuk praktik-praktik
seperti akuntansi bisnis, studi pemasaran, survei pelanggan, dan inovasi-inovasi terbaru
seperti sistem pencocokan data yang menghubungkan pembelian kartu kredit atau debit
dengan informasi demografis dan sikap. Selain memproduksi komoditas baru, komodifikasi
imanen juga menciptakan alat-alat pemantauan yang kuat yang mengancam privasi. Ini
termasuk teknologi seperti kue internet, perangkat perekam televisi digital, dan kartu pintar
yang menghasilkan laporan tentang perilaku pemirsa dan pembelanjaan yang terkait dengan
detail demografis yang terhubung ke banyak basis data. Dalam konteks ini, komodifikasi
imanen tidak hanya menciptakan barang-barang baru, tetapi juga menciptakan alat-alat
pemantauan yang kuat yang mengancam privasi.
F. Eksternalisasi Komodifikasi
Proses perluasan yang mengubah berbagai aspek kehidupan sosial, politik, budaya, dan
ekonomi menjadi komoditas. Bidang-bidang seperti media, telekomunikasi, pendidikan, air,
serta ruang dan layanan publik yang sebelumnya dianggap sebagai sumber daya bersama,
kini juga terpengaruh oleh proses komodifikasi. Hal ini tercermin dalam pemangkasan dana
untuk institusi-institusi informasi publik, seperti perpustakaan dan sekolah umum, serta
privatisasi dan komersialisasi sistem informasi publik, pos, penyiaran, dan telekomunikasi.
Komodifikasi juga mempengaruhi transformasi ruang umum, dari taman publik menjadi
pusat perbelanjaan yang dikelola secara privat, serta meningkatnya ketergantungan pada
sponsor komersial untuk museum, olahraga, dan festival. Selain itu, komodifikasi juga
mencakup penjualan identitas personal melalui pakaian berlogo perusahaan dan bahkan
privasi itu sendiri, di mana orang harus membayar untuk mempertahankan anonimitas. Proses
ini menunjukkan bagaimana logika pasar semakin mendominasi aspek-aspek yang
sebelumnya didasarkan pada logika sosial yang berbeda, seperti universalitas, kesetaraan,
partisipasi sosial, dan kewarganegaraan.
G. Proses Alternatif dalam Kehidupan Pribadi dan Publik
Berbagai proses alternatif yang terjadi dalam kehidupan pribadi dan publik, serta peran
politik ekonomi dalam menghubungkan proses-proses ini dengan komodifikasi. Kritikus
politik ekonomi telah mengangkat kekhawatiran bahwa pendekatan ini cenderung
essentialistis, karena cenderung mengurangi semua praktik komunikasi dan budaya ke
realitas politik ekonomi yang lebih mendasar. Namun demikian, teks ini menunjukkan bahwa
politik ekonomi dan aplikasinya dalam bidang komunikasi mengandung beragam penelitian
yang tidak dapat direduksi ke kategorisasi sederhana. Salah satu konsep penting yang
dijelaskan adalah proses komodifikasi, yang mengubah konten media tanpa menguranginya
menjadi sebuah singularitas yang memungkinkan interpretasi langsung dari proses
komodifikasi itu sendiri.
Selanjutnya, teks menyoroti proses alternatif di kehidupan pribadi dan publik. Di
kehidupan pribadi, terdapat proses-proses yang berpusat pada pembentukan identitas,
pertemanan, dan hubungan kekerabatan, di mana benda dan individu dinilai sebagai tujuan di
dalamnya, bukan hanya berdasarkan nilai pasar. Di sisi lain, di kehidupan publik, terdapat
proses-proses yang lebih bersifat warga negaraan, yang membawa orang-orang bersama-sama
untuk bertukar ide, mengatur diri mereka sendiri, mendukung, menentang, melawan, dan
mencoba menciptakan alternatif terhadap dominasi pasar dan kekuasaan uang.
Teks ini juga membahas perdebatan tentang bola dunia publik, yang merupakan
gerakan luas untuk mengembangkan alternatif substantif dalam kehidupan sosial terhadap
pasar dan proses komodifikasi. Namun, ada kompleksitas dalam mendefinisikan dan
mengoperasionalkan bola dunia publik, serta perdebatan tentang apa yang harus dianggap
sebagai ruang publik. Selain itu, teks menekankan pentingnya demokrasi dan
kewarganegaraan dalam melawan komodifikasi di kehidupan publik. Demokrasi diartikan
sebagai partisipasi publik yang penuh dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi
kehidupan kita, yang tidak terbatas pada pemilihan politik, tetapi juga mencakup partisipasi
dalam ekonomi, masyarakat, dan budaya.
H. Tanggapan
Teks memberikan wawasan yang kuat tentang konsep komodifikasi dalam berbagai
konteks, namun, untuk memperluas pemahaman, kita dapat melihat lebih dalam implikasi
praktis dan dampak sosial dari fenomena ini. Pertama, dalam konteks komodifikasi konten
media, kita bisa melihat bagaimana platform media sosial menggunakan algoritma
personalisasi untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna dan, akibatnya, memperoleh lebih
banyak data yang bisa dijual kepada pengiklan. Hal ini tidak hanya mengubah dinamika
produksi media, tetapi juga mempengaruhi cara kita mengonsumsi informasi dan membentuk
persepsi kita tentang dunia. Selain itu, kita dapat mengeksplorasi dampak komodifikasi
audiens terhadap privasi dan kebebasan individu, di mana data pengguna menjadi mata uang
digital yang bernilai bagi perusahaan teknologi (Drunen, Helberger, & Bastian, 2019).
Implikasi ini berkaitan dengan isu-isu etis dan hukum seputar perlindungan data dan
penggunaan informasi pribadi.
Ketika kita mempertimbangkan komodifikasi tenaga kerja dalam industri media, kita
bisa menelusuri bagaimana transformasi digital telah memengaruhi kondisi pekerjaan dalam
industri tersebut. Pekerja media sering kali menghadapi tekanan untuk memproduksi konten
dalam jumlah besar dengan biaya rendah, sering kali tanpa jaminan keamanan kerja atau
kompensasi yang adil. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan industri media
dan kesejahteraan pekerja dalam era digital (Evanalia, Rochim, & Fatimah, 2023).
Dalam konteks komodifikasi imanen, kita bisa menyelidiki bagaimana teknologi
pemantauan yang semakin canggih memengaruhi kehidupan sehari-hari kita. Misalnya,
kamera pengawas di tempat umum dan alat pelacakan digital di perangkat kita menghasilkan
data tentang perilaku dan preferensi kita yang kemudian dijual kepada pihak ketiga. Implikasi
ini mencakup isu privasi, keamanan, dan penggunaan data yang adil (Barker, 2004). Terakhir,
ketika kita mengeksplorasi eksternalisasi komodifikasi, kita bisa melihat bagaimana
penjualan sumber daya alam dan layanan publik kepada perusahaan swasta mengubah
dinamika kekuasaan dan akses ke sumber daya yang penting bagi kehidupan kita sehari-hari.
Privatisasi air, pendidikan, dan kesehatan, misalnya, telah menimbulkan pertanyaan tentang
akses yang adil dan hak asasi manusia dasar.

Daftar Pustaka:
Barker, C. (2004). Cultural Studies. London: Sage Publication.
Drunen, M. Z., Helberger, N., & Bastian, M. (2019). Know your algorithm: what media
organizations need to explain to their users about news personalization. International
Data Privacy Law Vol. 9, No. 4, 220-234.
Evanalia, S., Rochim, A., & Fatimah, S. (2023). Komodifikasi Pekerja dan Dampaknya pada
Kualitas Pemberitaan di YouTube KompasTV. Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi
Volume 22 No 1, 69-81.

Anda mungkin juga menyukai