Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

UPAH ATAU GAJI BAGI MENGURUS ANAK DALAM TINJAUAN HUKUM


ISLAM DAN POSITIF

Di ajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah fiqih hadlonah

Dosen pengampu :

Mohamad Alwi M.PD

Di Susun Oleh :

1. Yani ( 2023.4.11.1.01667 )

2. Zulfa lailiya ( 2023.4.11.1.01670 )

3.Desi indah sari. ( 2023.4.11.1.01601)

UNIVERSITAS ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON

SEMESTER II

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PIAUD

TAHUN AJARAN 2024


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

UNIVERSITAS ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON

Jl.Widarasari III Tuparev Cirebon, Cirebon ,Jawa Barat 45154

staibbc.cirebon@gmail.com
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah Suhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul "
Upah atau gaji mengasuh anak dalam pandangan Islam dan positif nya.

Makalah dengan judul ini sebagai tugas Mata Kuliah Fiqih dengan Dosen Pengampu bapak
Mohamad Alwi M.PD

Semoga semua bimbingan, dorongan, semangat, dan bantuan baik moril maupun materil yang
telah di berikan oleh Dosen Pengampu bapak Mohamad Alwi M.PD. mendapatkan balasan dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Harapan Penulis semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak khususnya bagi penulis. Kami menyadari bahwa dalam penulis tugas makalah ini
masih banyak kekurangan baik tulisan maupun subtansi isinya, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan penulisan karya ilmiah selanjutnya. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum wr.wb

Cirebon, 5 Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA
PENGATAR………………………………………………………………………..................
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………….....................

BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………………................
I.1 Latar Belakang……...……………………………………………………………...............

BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………..................
II.1 upah menurut pandangan Islam dan positif………………............
II.2 pengasuhan anak dalam Islam …………………………………………….…..
II.3 syarat asuh Anak ..............................................................

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………..

III.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upah dalam pandangan Islam adalah imbalan yang diberikan kepada pekerja atas manfaat
pekerjaan yang telah dikerjakannya dengan baik dan benar. Upah harus sesuai dengan
kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja, berdasarkan prinsip keadilan, kemaslahatan, dan
kesejahteraan.Upah berasal dari kata al-ajru yang berarti "imbalan terhadap suatu
pekerjaan .Upah adalah imbalan yang seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi
di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan di akhirat (imbalan yang lebih banyak).Dari
beberapa pengertian mengenai upah, maka setidaknya dua perbedaan konsep upah antara Barat
dan Islam. Pertama, Islam melihat Upah sangat besar kaitannya dengan konsep Moral,
sementara Barat tidak. Kedua, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (keduniaan) tetapi
menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan Pahala, sementara
Barat tidak. Adapun persamaan kedua konsep Upah antara Barat dan Islam adalah; pertama,
prinsip keadilan (justice), dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan).Adapun prinsip-prinsip
upah dalam mengajarka agama yang terkandung dalam beberapa hadist diatas antara lain
Seseorang yang memperkerjakan orang lain untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan harus
membayar upahnya.Pihak yang mempekerjakan buruh itu harus membayar upahnya setelah
buruh itu selesai mengerjakan pekerjaannya tersebut.Pihak orang yang mengupah pekerja harus
menjelaskan besar kecilnya upah bai pekerja.Pihak pekerja juga tidak boleh bekerja sebelum
jelas upahnya. Antara pihak pekerja dan pihak yang mempekerjanya harus ada kesepakatan
dalam hal besar dan kecilnya upah. Tidak boleh upah ditentukan setelah selesai pekerjaan atau
hanya berdasarkan belas kasihan pihak orang yang mempekerjakannya atau tidak boleh
ditentukan secara sepihak. Upah dalam Islam memiliki dua konsep yaitu : Islam melihat upah
sangat besar kaitannya dengan konsep moral, kedua, upah dalam Islam tidak hanya sebatas
materi (keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni akhirat yang disebut dengan pahala.
Sedangkan pada prinsipnya upah dalam mengajarkan agama secara umum mempunyai dua
prinsip yaitu prinsip keadilan dan prinsip kelayakan. Adapun mengenai hukum menerima upah
ari pengajaran Alqur’an adalah boleh berdasarkan Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari-
Muslim.
BAB 2

PEMBAHASAN

II.1. Upah menurut pandangan Islam Dan positif

Pengupahan dalam Hukum Positif Dalam hukum positif, pengupahan atau pemberian upah/gaji
kepada pekerja diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mencakup
ketentuan mengenai besaran upah, waktu pembayaran, dan hak-hak pekerja terkait upah.
Majikan memiliki kewajiban untuk memberikan upah/gaji kepada pekerja sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Upah dalam pandangan Islam adalah imbalan yang diberikan kepada
pekerja atas manfaat pekerjaan yang telah dikerjakannya dengan baik dan benar. Upah harus
sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja, berdasarkan prinsip keadilan,
kemaslahatan, dan kesejahteraan.

Upah juga harus memenuhi syarat dan rukun yang ditetapkan oleh syariat Islam, yaitu adanya
dua orang yang bersepakat, kesepakatan antara dua pihak, sewa atau imbalan, dan manfaat. Upah
dalam Islam tidak hanya bersifat materi, tetapi juga spiritual. Pekerja yang mengerjakan
pekerjaan dengan niat karena Allah, akan mendapatkan pahala di akhirat, selain upah di dunia.
Upah dalam Islam juga harus halal dan tidak mengandung unsur riba, gharar, atau zulm. Upah
dalam Islam juga harus mencerminkan nilai produktivitas, kualitas, dan kuantitas
pekerjaan.Upah dalam Islam juga harus memperhatikan tingkat upah pasar dan nilai-nilai
kemanusiaan. Upah tidak boleh terlalu rendah sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidup
pekerja dan keluarganya, atau terlalu tinggi sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dan
ketidakharmonisan sosial.Upah dalam Islam juga harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi,
sosial, dan politik di suatu negara atau daerah.

II.2 Pengasuhan anak dalam Islam

Pengasuhan anak dalam Islam adalah proses merawat, mendidik, dan membimbing anak sesuai
dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Pengasuhan anak dalam Islam bertujuan
untuk membentuk anak yang beriman, berakhlak, berilmu, dan bermanfaat bagi diri, keluarga,
dan masyarakat. Pengasuhan anak dalam Islam juga menghormati hak-hak anak, seperti hak
nasab, hak persusuan, hak nafkah, hak perwalian, dan hak pengasuhan.
Hak pengasuhan adalah hak untuk merawat dan mendidik anak yang belum tamyiz (belum bisa
membedakan baik dan buruk) atau yang cacat. Hak pengasuhan ini diberikan kepada orang yang
paling mampu memberikan kasih sayang, perlindungan, dan kesejahteraan bagi anak. Dalam hal
ini, ibu adalah yang paling berhak atas hak pengasuhan anak, karena ibu lebih sayang, lebih
sabar, lebih lembut, dan lebih sensitif terhadap kebutuhan anak². Namun, hak pengasuhan ini
bisa hilang atau beralih jika ibu melakukan hal-hal yang dapat mengganggu kemaslahatan anak,
seperti berzina, murtad, fasik, atau menikah lagi dengan orang lain.

Pengasuhan anak dalam Islam juga memerlukan kerjasama dan komunikasi antara orang tua,
terutama ayah dan ibu. Ayah dan ibu harus saling mendukung, menghormati, dan mengisi dalam
memberikan pendidikan dan perawatan kepada anak. Ayah dan ibu juga harus memberikan
contoh yang baik, teladan yang mulia, dan nasihat yang bijak kepada anak. Ayah dan ibu juga
harus memperhatikan aspek-aspek penting dalam pengasuhan anak, seperti memberi anak
pendidikan intelektual, memberi anak perlindungan, memberi nafkah kepada keluarga dan anak,
dan memberi kasih sayang.

III.3. Syarat Asuh anak

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk memiliki hak asuh anak dalam hukum
Islam. Beberapa syarat tersebut antara lain:

- Berakal sehat.

- Merdeka.

- Muslimah.

- Memiliki sifat iffah atau dapat menjaga kehormatan diri.

- Dapat dipercaya.

- Mempunyai tempat tinggal yang tetap.

- Belum menikah lagi dengan lelaki yang tidak memiliki hubungan mahram dengan anak.

Syarat mengasuh anak adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang atau lembaga
yang ingin menjadi orang tua asuh atau pengasuh anak. Syarat ini berbeda-beda tergantung pada
hukum dan agama yang berlaku. Berikut ini adalah beberapa syarat mengasuh anak menurut
sumber-sumber yang saya temukan:

- Menurut UU Perlindungan Anak, syarat pengasuhan anak adalah: WNI, berusia 30 tahun, sehat
fisik dan mental, melampirkan SKCK, beragama yang sama, memiliki kompetensi, bersedia
menjadi orang tua asuh, dan membuat surat pernyataan.

- Menurut Islam, syarat pengasuh anak adalah: Islam, baligh, berakal, amanah, bertanggung
jawab, mampu memenuhi kebutuhan anak, tidak memiliki penyakit berbahaya, dan memiliki
kecakapan dalam mengatur harta. Selain itu, ada syarat khusus bagi pengasuh anak perempuan
dan laki-laki, seperti mahram, tidak memiliki suami yang tidak mahram, dan tidak musafir.

- Menurut Tempo, syarat untuk hak asuh anak adalah: akta kelahiran dari orang tua asli,
pemohon pernah mengasuh anak minimal enam bulan, melampirkan KK dan KTP dari orang tua
asli dan pemohon, dan mendapat rekomendasi dari dinsos.
Bab III

PENUTUP

III. 1 Kesimpulan

Upah mengasuh anak dalam Islam adalah hak yang diberikan kepada pengasuh anak, baik itu
ibu, ayah, atau pihak lain yang ditunjuk oleh syariat. Upah ini berupa nafkah yang harus
ditanggung oleh ayah atau wali anak, yang mencakup kebutuhan makan, minum, pakaian,
kesehatan, dan pendidikan anak. Upah ini juga berupa pahala yang akan diperoleh oleh pengasuh
anak, jika ia menjalankan tugasnya dengan baik, ikhlas, dan sesuai dengan ajaran Islam. Upah
atau gaji bagi mengurus anak dapat ditentukan berdasarkan upah pokok, tunjangan, dan
kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja. Dalam hukum Islam, penting untuk
memperhatikan keridhaan kedua belah pihak dan memberikan upah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku

Beberapa manfaat positif dari upah mengasuh anak dalam Islam adalah:

- Menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan anak, yang merupakan amanah dan tanggung jawab
orang tua dan masyarakat.

- Menjaga hubungan baik antara pengasuh anak dan orang tua atau wali anak, yang merupakan
bagian dari silaturahim dan ukhuwah Islamiyah.

- Menumbuhkan rasa sayang, kasih, dan hormat antara pengasuh anak dan anak, yang merupakan
bagian dari akhlak mulia dan budi pekerti luhur.

- Meningkatkan kualitas pendidikan dan pembinaan anak, yang merupakan investasi masa depan
dan generasi penerus umat.

- Mendapatkan ridha Allah SWT dan balasan surga, yang merupakan tujuan akhir dan cita-cita
tertinggi setiap muslim.
Seorang anak pada permulaan hidupnya sampai umur tertentu memerlukan orang lain dalam
kehidupannya, baik dalam pengembangan fisiknya, maupun dalm pembentukan akhlaknya.
Seseorang yang melakukan tugas hadanah sangat berperan dalam hal tersebut. Oleh sebab itu
masalah hadanah mendapat perhatian khusus dalam ajaran Islam. Di atas pundak orangtua
terletak kewajiban untuk melakukan tugas tersebut. Bilamana kedua orangtua tidak dapat atau
tidak layak untuk tugas itu disebabkan tidak mencukupi syarat-syarat yang diperlukan menurut
pandangan Islam, maka hendaklah dicarikan pengasuh yang mencukupi syarat-syaratnya Tidak
terdapat ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menerangkan dengan tugas tentang masa hadhanah,
hanya terdapat syarat-syarat yang menerangkan masa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

- Reza Femil. (2020). Makalah Gaji dan Upah Sebagai Bagian Dari Kompensasi. Universitas
Pelita Bangsa.

- Ika Novita Yulianti. (2020). Makalah Pengaruh Upah atau Gaji terhadap Kinerja Karyawan.
Universitas Pelita Bangsa.

- Fahruroji. (2018). Pengaruh Upah terhadap Tenaga Kerja. Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung.
Riawan Amin.Sc, Buku Pikir Transaksi Syari‟ah, Menjalankan Kerja Sama Bisnis dan
Menyelesaikan Sengketa berdasarkan Panduan Islam, Jakarta Selatan : PT Mizan Publika, 2010.

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, Jakarta :Amzah. 2010. Abdul Kadir,
Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti. 2004.

Abdurahman Al-Jaziri, kitab al-fiqih ala al-mazhab al-arba‟ah jilid 3, Beirut: Dar al Fikr, 1991).
94. Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2 (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
2002.

Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: UII Press. 1982.

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, Jakarta: Amzah. 2010 Amir Syarifuddin, Gari-garis
Besar Fiqih, Jakarta: Kencana. 2010.

66 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah Yogayakarta: Pustaka Kencana. 2010.

Anda mungkin juga menyukai