Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MATA KULIAH

FILSAFAT HUKUM ISLAM


ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PASANGAN SUAMI ISTRI
YANG MEMTUSKAN PENUNDAAN MEMPUNYAI ANAK
Dosen Pengampu
Dr. Asman, M.Ag

OLEH
AHMAD ALBASITH
NIM. 301.2022.008

Semester II
Kelompok 1

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2023 M/ 1444 H
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat


rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul analisis hukum islam
terhadap pasangan suami istri yang memtuskan penundaan mempunyai anak bisa
selesai.

Makalah ini dibuat dengan untuk memenuhi tugas akhir semester 2 (dua)
program Studi Hukum Ekonomi Syariah dari bapak Dr.Asman,M.Ag pada mata
kuliah filsafat hukum islam. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan
menambah wawasan kepada pembaca.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak


Dr.Asman,M.Ag selaku dosen bidang filsafat hukum islam. Berkat tugas yang
diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang
diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih


melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Sambas, 10 Juli 2023

Ahmad Albasith

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian penundaan anak dalam islam........................................3
B. Pandangan hukum islam terhadap penundaan anak.......................5
C. Kriteria penundaan anak dalam islam.............................................9
BAB III HASIL ANALISI.............................................................................16
BAB IV PENUTUP.........................................................................................18
A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Saran ....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Latar belakang analisis hukum Islam terhadap pasangan suami istri yang
memutuskan penundaan memiliki anak dapat berasal dari kebutuhan untuk
memahami perspektif agama terkait masalah ini. Penundaan anak menjadi topik
yang relevan dalam konteks pernikahan dan keluarga, dan memiliki dampak
signifikan dalam kehidupan pasangan suami istri.1 Dalam masyarakat modern,
pasangan sering kali menghadapi tantangan dan pertimbangan yang kompleks
dalam menentukan waktu yang tepat untuk memiliki anak. Mereka mungkin ingin
memperhitungkan faktor-faktor seperti stabilitas ekonomi, pendidikan, kesiapan
emosional, kesehatan, dan faktor-faktor sosial sebelum mengambil keputusan
tersebut. Dalam konteks ini, analisis hukum Islam dapat memberikan panduan dan
kerangka kerja untuk memahami posisi agama terkait penundaan anak. Melalui
analisis hukum Islam, dapat dijelaskan prinsip-prinsip fikih, dalil-dalil Al-Quran,
dan hadis yang relevan dengan penundaan anak. Dalam analisis ini, tujuan
utamanya adalah untuk memahami kriteria dan pertimbangan yang dibolehkan
dalam Islam, serta batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh pasangan suami
istri. Selain itu, analisis ini juga dapat membantu dalam mengevaluasi dampak
dan konsekuensi dari keputusan penundaan anak dalam kerangka agama. Analisis
ini dapat berasal dari kebutuhan individu atau pasangan suami istri untuk
memahami panduan agama dalam konteks penundaan anak, mencari klarifikasi
terhadap pertanyaan dan keraguan yang mereka miliki, atau ingin memastikan
bahwa keputusan mereka sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Dengan
melakukan analisis hukum Islam terhadap penundaan anak, pasangan suami istri
dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan berdasar dalam
mengambil keputusan yang penting ini.2
1
Ilyas, M. Penundaan Anak Menurut Islam: Perspektif Hukum Keluarga di Indonesia.
(Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2014). Hlm 40
2
Zainuddin, A. Penundaan Anak dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam di Indonesia.
(Jakarta: Kencana. 2016) hlm 41

1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian penundaan anak dalam islam?
2. Bagaiamana pandangan hukum islam terhadap penundaan anak?
3. Apa saja kriteria penundaan anak dalam islam?

2
BAB II
PEMBAHASAN
.

A. Pengertian penundaan anak dalam islam

Penundaan Kehamilan berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai


perencanaan yang kongkret mengenai kapan anaknya diharapkan lahir. 3
Penundaan anak dalam Islam merujuk pada keputusan pasangan suami istri untuk
menunda kehamilan atau kelahiran anak dalam jangka waktu tertentu setelah
pernikahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode
kontrasepsi yang diperbolehkan dalam hukum Islam. 4 Dalam konteks penundaan
anak, Islam mengakui bahwa pasangan suami istri memiliki hak dan tanggung
jawab untuk mengatur kehidupan reproduksi mereka dengan bijaksana. Pasangan
tersebut dapat mempertimbangkan faktor-faktor seperti stabilitas ekonomi,
kesehatan, pendidikan, dan kesiapan secara emosional sebelum memutuskan
untuk memiliki anak.

Namun, penting untuk dicatat bahwa Islam juga menekankan pentingnya


pernikahan sebagai sarana untuk melanjutkan keturunan dan memperbanyak umat
manusia. Oleh karena itu, penundaan anak dalam Islam tidak boleh dilakukan
secara terus-menerus atau tanpa alasan yang kuat. Pasangan suami istri tetap
memiliki kewajiban untuk melaksanakan perintah Allah dalam memperbanyak
keturunan, kecuali dalam situasi-situasi tertentu yang diperbolehkan. Dalam hal
penundaan anak, hukum Islam memberikan panduan dan prinsip-prinsip yang
dapat menjadi acuan bagi pasangan suami istri. Panduan ini mencakup penjelasan
tentang jenis metode kontrasepsi yang diperbolehkan dan dilarang, serta kriteria
atau syarat-syarat yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan penundaan
anak.

3
Rahim, A. Penundaan Anak dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia. (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2018). Hlm 72
4
Muhari, A. Penundaan Anak dalam Keluarga Islam: Tinjauan Normatif dan Empiris di
Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia. 2020). Hlm 54

3
Pemahaman mengenai penundaan anak dalam Islam dapat berbeda-beda
tergantung pada interpretasi mazhab atau ulama yang diikuti. Oleh karena itu,
penting bagi individu atau pasangan suami istri yang ingin menunda anak untuk
mencari pengetahuan yang lebih mendalam tentang panduan hukum Islam,
berdiskusi dengan ulama yang berpengalaman, dan mempertimbangkan konteks
dan kondisi pribadi mereka sebelum mengambil keputusan.

Ada beberapa alasan yang mendasari penundaan anak dalam konteks


pasangan suami istri dalam Islam. Beberapa alasan tersebut antara lain: 5

1. Stabilitas Ekonomi: Salah satu alasan yang sering dikemukakan oleh


pasangan suami istri adalah untuk mencapai stabilitas ekonomi sebelum
memutuskan memiliki anak. Pasangan tersebut mungkin ingin memastikan
bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pendidikan, perawatan kesehatan,
dan tempat tinggal.

2. Persiapan Emosional dan Mental: Penundaan anak dapat juga menjadi


pilihan bagi pasangan suami istri yang ingin mempersiapkan diri secara
emosional dan mental sebelum memasuki peran sebagai orang tua.
Mengasuh anak adalah tanggung jawab yang besar dan memerlukan
kesiapan dalam menghadapi tantangan, tanggung jawab, dan perubahan
gaya hidup yang akan terjadi.

3. Pendidikan dan Karir: Pasangan suami istri mungkin ingin fokus pada
pendidikan atau membangun karir mereka sebelum memulai tanggung
jawab orang tua. Mereka ingin memperoleh pengetahuan, keterampilan,
atau pengalaman yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan atau
karir mereka sebelum membagi waktu dan perhatian mereka antara
pekerjaan dan pengasuhan anak.

5
Wahyudi, A. Alasan-alasan Penundaan Memiliki Anak: Perspektif Sosial dan
Psikologis. (Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2015) hlm 15

4
4. Kesehatan dan Perawatan Pribadi: Beberapa pasangan suami istri mungkin
memiliki kondisi kesehatan tertentu yang membuat mereka perlu menunda
kehamilan atau memiliki waktu yang cukup untuk memulihkan diri
sebelum memasuki masa kehamilan. Selain itu, mereka juga mungkin
ingin merawat dan menjaga kesehatan pribadi mereka sebelum memikul
tanggung jawab sebagai orang tua.

5. Faktor Sosial dan Lingkungan: Faktor-faktor sosial dan lingkungan, seperti


situasi politik atau konflik, tingkat kekerasan, kualitas lingkungan hidup,
dan stabilitas sosial, juga dapat menjadi pertimbangan dalam penundaan
anak. Pasangan suami istri mungkin ingin menunggu hingga kondisi sosial
dan lingkungan lebih stabil atau lebih aman sebelum membawa anak ke
dunia.

Penting untuk diingat bahwa alasan-alasan di atas tidak berarti bahwa


penundaan anak dianjurkan dalam Islam secara mutlak. Keputusan penundaan
anak harus didasarkan pada pemahaman yang benar terhadap ajaran agama dan
mempertimbangkan konteks dan kondisi individu yang unik. Konsultasikan
dengan ulama atau cendekiawan Islam yang terpercaya untuk mendapatkan
panduan lebih lanjut dalam hal ini.

B. Pandangan hukum islam terhadap penundaan anak

Pendapat ulama tentang penundaan anak dalam Islam dapat bervariasi


tergantung pada mazhab atau aliran pemikiran yang diikuti. Di bawah ini adalah
beberapa pendapat umum yang dikemukakan oleh beberapa ulama terkenal:6

1. Pemahaman Mazhab Hanafi: Mazhab Hanafi menganggap bahwa


penundaan anak dalam pernikahan dapat dibenarkan dalam beberapa
situasi yang jelas, seperti jika kehamilan dapat membahayakan kesehatan
atau kehidupan istri, atau jika kehadiran anak dapat menghambat
pendidikan atau karir pasangan suami istri. Namun, mereka menekankan

6
Qomar, M. Fatwa Ulama tentang Penundaan Anak dalam Perspektif Islam. (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada. 2014). Hlm 32

5
bahwa penundaan anak harus menjadi pengecualian daripada aturan umum
untuk memperbanyak keturunan.

2. Pemahaman Mazhab Maliki: Mazhab Maliki umumnya memperbolehkan


penundaan anak dalam beberapa kondisi tertentu, seperti jika pasangan
suami istri memiliki keterbatasan finansial atau kesehatan yang serius yang
dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengasuh anak dengan
baik. Namun, mereka juga menekankan pentingnya mempertimbangkan
kemaslahatan umum dan tujuan reproduksi dalam Islam.

3. Pemahaman Mazhab Syafi'i: Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa


penundaan anak harus didasarkan pada alasan yang diperbolehkan dalam
hukum Islam, seperti alasan kesehatan, ekonomi, atau pendidikan. Namun,
mereka mengingatkan bahwa penundaan tersebut harus tetap sesuai
dengan prinsip-prinsip dan tujuan pernikahan dalam Islam, yang termasuk
reproduksi dan pemeliharaan keturunan.

4. Pemahaman Mazhab Hanbali: Mazhab Hanbali memiliki pandangan yang


lebih ketat terkait penundaan anak. Mereka cenderung memandang bahwa
penundaan anak hanya diperbolehkan dalam kondisi yang membutuhkan,
seperti jika kehadiran anak dapat membahayakan nyawa atau kesehatan
istri. Namun, mereka menekankan pentingnya berpegang teguh pada
tujuan reproduksi dalam Islam dan tidak menyalahgunakan penundaan
anak untuk alasan yang tidak dibenarkan.7

Pendapat ulama tersebut memberikan pedoman dan kerangka bagi


pasangan suami istri dalam mempertimbangkan penundaan anak dalam Islam.

Dalam Al-Quran dan Hadis, terdapat beberapa dalil yang dapat dikaitkan
dengan penundaan anak. Meskipun secara langsung tidak ada ayat atau hadis yang
secara spesifik membahas penundaan anak, terdapat prinsip-prinsip dan nilai-nilai

7
Ibid, lm 32

6
yang dapat menjadi pedoman dalam memahami masalah ini. Beberapa dalil yang
relevan adalah sebagai berikut:8

1. Al-Quran Surah Al-Baqarah (2:233):

Artinya: "Ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun yang


penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibunya
dengan cara yang baik. Seseorang tidak dibebani melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Tidak ada kewajiban dan tidak
ada pula kesusahan (bagi orang yang memberi nafkah)."9

Ayat ini menunjukkan pentingnya memberi nafkah dan perlindungan yang


baik kepada ibu selama menyusui anak. Meskipun ayat ini secara spesifik
membahas lama menyusui, dapat diambil makna bahwa kehamilan dan kelahiran
anak juga harus diperhatikan dengan baik, termasuk mempertimbangkan kesiapan
fisik dan mental ibu serta kondisi keluarga secara keseluruhan.

2. Al-Quran Surah An-Nisa (4:19):

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakan
harta anak-anak perempuanmu dengan cara mengawini mereka
(dengan paksa) jika mereka tidak mau, dan janganlah kamu mencari-
cari kesulitan bagi mereka, jika mereka ingin membawa bayi mereka.
Dan hendaklah para wanita itu memberi makan dan memakaikan
pakaian kepada mereka dengan cara yang baik. Jika mereka
menghadapkan diri kepada kamu dengan ikhlas, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar."

8
Anshari, I. Penundaan Anak dalam Islam: Pandangan Ulama dan Implikasinya dalam
Keluarga. (Yogyakarta: Deepublish. 2020) hlm 19
9
Al-Quran Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta : Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2015) Hlm 88

7
Ayat ini menekankan pentingnya menghormati dan memperlakukan
dengan baik pasangan suami istri, serta memperhatikan keinginan dan
kesejahteraan mereka, termasuk dalam konteks memiliki anak. Hal ini
menggambarkan perlunya kesepakatan dan kerelaan antara pasangan dalam
memutuskan untuk memiliki anak.

3. Hadis Riwayat Abu Dawud: Dalam hadis ini, Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam memberikan petunjuk kepada pasangan suami istri untuk
memilih waktu yang tepat dalam berhubungan intim. Hal ini menunjukkan
pentingnya mempertimbangkan dan mengatur kehidupan reproduksi
berdasarkan pertimbangan yang baik dan bijaksana.

Dalam fikih (ilmu hukum Islam), terdapat beberapa kaidah atau prinsip
yang relevan dengan penundaan anak. Beberapa kaidah tersebut adalah sebagai
berikut:10

1. "Al-Mashaqqah tajlib at-Taysir" (Kesulitan menuntut kemudahan): Prinsip


ini menyatakan bahwa dalam agama Islam, jika ada kesulitan atau
hambatan yang signifikan, maka aturan-aturan agama dapat diikuti dengan
cara yang memudahkan. Dalam konteks penundaan anak, jika ada
kesulitan yang sah atau hambatan yang signifikan bagi pasangan suami
istri, mereka dapat mempertimbangkan penundaan anak sebagai cara untuk
mengatasi kesulitan tersebut.

2. "Al-Maslaha mursalah" (Kemaslahatan umum): Prinsip ini menyatakan


bahwa tindakan yang memberikan manfaat bagi masyarakat secara
keseluruhan dapat diterima dalam Islam. Dalam konteks penundaan anak,
jika pasangan suami istri memiliki alasan yang sah dan manfaat yang jelas
bagi mereka, seperti kesehatan, pendidikan, atau kesejahteraan keluarga,
mereka dapat memperhitungkan kemaslahatan umum dalam memutuskan
penundaan anak.

10
Munawir, A. A. Fikih Kontemporer: Studi Hukum Islam dalam Perspektif Modern.
(Jakarta: Rajawali Pers. 2015). Hlm 76

8
3. "Ad-Darurat tubih al-Mahzurat" (Kedaruratan menghilangkan yang
dilarang): Prinsip ini menyatakan bahwa dalam situasi darurat, tindakan
yang sebelumnya dilarang dapat diizinkan untuk mencegah bahaya atau
kerugian yang lebih besar. Dalam konteks penundaan anak, jika ada
keadaan darurat atau kondisi khusus yang dapat membahayakan nyawa
atau kesehatan pasangan suami istri, mereka dapat mempertimbangkan
penundaan anak sebagai tindakan pencegahan yang diizinkan.

4. "At-Tasamuh fi al-Mubahat" (Kefleksibilitasan dalam perkara-perkara


yang mubah): Prinsip ini menyatakan bahwa dalam hal-hal yang tidak
diatur secara khusus oleh hukum Islam, ada ruang untuk kebebasan dan
fleksibilitas dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks penundaan
anak, jika tidak ada larangan yang jelas dalam hukum Islam, pasangan
suami istri dapat menggunakan kebebasan tersebut untuk memutuskan
penundaan anak sesuai dengan kondisi dan kepentingan mereka.

C. Kriteria penundaan anak dalam islam

Dalam mempertimbangkan penundaan anak, pasangan suami istri dapat


mempertimbangkan beberapa faktor yang relevan. Faktor-faktor tersebut antara
lain:11

1. Stabilitas Ekonomi: Pasangan suami istri dapat mempertimbangkan


kesiapan keuangan mereka untuk mengasuh anak. Mereka dapat
mempertimbangkan apakah mereka memiliki sumber daya yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pakaian, tempat
tinggal, pendidikan, perawatan kesehatan, dan kebutuhan lainnya.

2. Kesiapan Emosional dan Mental: Mengasuh anak adalah tanggung jawab


yang besar dan memerlukan kesiapan emosional dan mental yang baik.
Pasangan suami istri dapat mempertimbangkan apakah mereka merasa
siap secara psikologis untuk menjadi orang tua, termasuk kemampuan

11
Wulandari, S. Faktor-faktor Penundaan Memiliki Anak di Kalangan Pasangan Usia
Subur. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2014). Hlm 43

9
untuk memberikan kasih sayang, perhatian, dan pengasuhan yang baik
kepada anak.

3. Pendidikan dan Karir: Pasangan suami istri mungkin ingin


memprioritaskan pendidikan atau membangun karir mereka sebelum
memiliki anak. Mereka dapat mempertimbangkan apakah mereka ingin
mencapai tujuan pendidikan atau mencapai kemajuan dalam karir mereka
sebelum memasuki fase mengasuh anak.

4. Kesehatan dan Perawatan Pribadi: Pasangan suami istri mungkin ingin


merawat dan menjaga kesehatan pribadi mereka sebelum memutuskan
untuk memiliki anak. Mereka dapat mempertimbangkan apakah mereka
memiliki kondisi kesehatan tertentu yang perlu ditangani terlebih dahulu
atau apakah mereka ingin memiliki waktu untuk memperbaiki kesehatan
dan kondisi fisik mereka sebelum memasuki peran sebagai orang tua.

5. Faktor Sosial dan Lingkungan: Pasangan suami istri dapat


mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan lingkungan sebelum memiliki
anak. Hal ini mencakup stabilitas sosial, situasi politik atau konflik,
tingkat kekerasan, kualitas lingkungan hidup, dan faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi kondisi kehidupan dan kesejahteraan anak.12

6. Usia dan Kesuburan: Pasangan suami istri mungkin ingin


mempertimbangkan faktor usia dan kesuburan dalam memutuskan
penundaan anak. Mereka dapat berkonsultasi dengan tenaga medis atau
ahli kesehatan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kemungkinan
penurunan kesuburan seiring bertambahnya usia dan faktor-faktor lain
yang perlu dipertimbangkan.

7. Keputusan Bersama: Pada akhirnya, keputusan penundaan anak harus


diambil secara bersama antara suami dan istri. Kedua pasangan harus
berkomunikasi dengan baik, saling mendengarkan, memahami

12
Ibid, hlm 45

10
kepentingan dan kebutuhan masing-masing, serta mencapai kesepakatan
yang saling menguntungkan.

Penting untuk dicatat bahwa faktor-faktor ini bersifat subjektif dan dapat
bervariasi tergantung pada situasi dan kondisi individu. Setiap pasangan suami
istri harus melakukan evaluasi diri dan mempertimbangkan faktor-faktor ini
dengan bijaksana sebelum memutuskan penundaan anak.

Dalam konteks penundaan anak dalam Islam, tidak ada batasan atau syarat-
syarat yang spesifik yang ditetapkan secara rinci dalam sumber-sumber agama.
Namun, terdapat beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan penundaan anak. Berikut adalah beberapa pertimbangan
umum yang dapat menjadi batasan atau syarat-syarat dalam penundaan anak:13

1. Alasan yang Sah: Penundaan anak harus didasarkan pada alasan yang sah,
seperti kesehatan fisik atau mental yang memerlukan waktu pemulihan,
situasi keuangan yang tidak memadai, pendidikan yang belum selesai, atau
keadaan darurat yang memerlukan penundaan untuk alasan tertentu.
Alasan tersebut harus jelas dan berdasarkan pertimbangan yang bijaksana.

2. Keseimbangan dalam Tujuan Reproduksi: Penundaan anak harus


seimbang dengan tujuan reproduksi dalam Islam. Islam menganjurkan
pernikahan sebagai sarana untuk melanjutkan keturunan dan
memperbanyak umat manusia. Oleh karena itu, penundaan anak
seharusnya bukanlah penolakan terhadap tanggung jawab untuk memiliki
keturunan, tetapi lebih sebagai penundaan sementara untuk alasan yang
sah.

3. Kemaslahatan dan Kepentingan Bersama: Keputusan penundaan anak


harus mempertimbangkan kemaslahatan dan kepentingan bersama
pasangan suami istri. Ini mencakup stabilitas ekonomi, kesiapan emosional

13
Mulyani, E. Penundaan Memiliki Anak: Syarat-syarat dan Pertimbangan dalam
Perspektif Islam. (Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2015). Hlm 77

11
dan mental, pendidikan, kesehatan, dan kepentingan lainnya yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan keluarga secara keseluruhan.

4. Kesepakatan dan Komunikasi dalam Pasangan: Penundaan anak harus


didasarkan pada kesepakatan dan komunikasi yang baik antara suami dan
istri. Keputusan ini harus diambil secara bersama, dengan saling
mendengarkan dan memahami kebutuhan dan keinginan masing-masing.
Keputusan penundaan anak harus menjadi hasil dari konsensus dan
kesepakatan pasangan.

5. Batasan Waktu yang Wajar: Penundaan anak harus memiliki batasan waktu
yang wajar. Hal ini untuk memastikan bahwa penundaan tidak berlarut-
larut tanpa alasan yang jelas. Pasangan suami istri harus
mempertimbangkan batasan waktu yang sesuai dengan kondisi pribadi
mereka, dengan tetap memperhatikan usia dan kesuburan yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk memiliki anak di masa depan.14

Penting untuk mencatat bahwa setiap pasangan suami istri memiliki


konteks dan kebutuhan yang unik. Oleh karena itu, penundaan anak harus
dipertimbangkan secara individual dan dengan mengacu pada prinsip-prinsip
agama yang lebih luas serta bimbingan dari ulama atau cendekiawan Islam yang
berpengalaman.

Dalam Islam, terdapat beberapa tindakan yang diperbolehkan dalam


penundaan anak. Tindakan-tindakan ini dapat membantu pasangan suami istri
mengatur kehidupan reproduksi mereka sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan
mereka. Beberapa tindakan yang diperbolehkan dalam penundaan anak adalah
sebagai berikut:15

1. Menggunakan Metode Kontrasepsi: Islam memperbolehkan penggunaan


metode kontrasepsi yang tidak melanggar hukum agama. Ada beberapa

14
Ibid, hlm 77
15
Firdaus, A. Penundaan Anak: Tinjauan Hukum, Sosial, dan Kesehatan Reproduksi.
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2014). Hlm 79

12
metode kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam, seperti kondom,
penggunaan alat kontrasepsi hormonal seperti pil atau suntikan, spiral
rahim, dan metode alami berdasarkan pemantauan siklus menstruasi.

2. Menggunakan Sistem Pengaturan Kehamilan Berbasis Islam: Ada


beberapa sistem pengaturan kehamilan yang berbasis Islam, seperti
Metode Kepastian Perencanaan Keluarga (MKPK) yang disetujui oleh
Dewan Ulama Indonesia (MUI). Metode ini memungkinkan pasangan
suami istri untuk mengatur kehamilan berdasarkan kriteria yang sesuai
dengan hukum Islam, seperti kondisi kesehatan, usia, dan jarak antara
kelahiran anak.

3. Mengadopsi Praktik Menyusui secara Penuh (Al-Rada'ah): Praktik


menyusui secara penuh dapat digunakan sebagai metode penundaan anak
dalam Islam. Ketika seorang ibu menyusui secara eksklusif, ini dapat
mengurangi peluang kehamilan selama periode tersebut. Namun, praktik
ini memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, seperti menyusui
secara penuh dan reguler, serta memperhatikan batasan waktu yang telah
ditetapkan dalam ajaran agama.

Penundaan anak dalam Islam dapat memiliki dampak dan konsekuensi


yang perlu dipertimbangkan oleh pasangan suami istri. Berikut adalah beberapa
dampak dan konsekuensi yang mungkin terjadi:16

1. Dampak Psikologis dan Emosional: Penundaan anak dapat memiliki


dampak psikologis dan emosional pada pasangan suami istri. Meskipun
keputusan tersebut mungkin rasional dan didasarkan pada pertimbangan
yang matang, pasangan dapat mengalami tekanan, kecemasan, atau
perasaan tidak lengkap karena belum memiliki anak. Mereka juga dapat
mengalami tekanan sosial dari keluarga atau masyarakat yang
mengharapkan mereka memiliki anak.

16
Siregar, A. Dampak Penundaan Memiliki Anak: Perspektif Sosial, Psikologis, dan
Ekonomi. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2014) hlm 23

13
2. Hubungan Suami Istri: Penundaan anak dapat mempengaruhi hubungan
suami istri. Pasangan mungkin mengalami kekecewaan, frustrasi, atau
konflik dalam hubungan mereka karena perbedaan pendapat atau
ekspektasi terkait penundaan anak. Komunikasi yang baik dan saling
memahami perlu dibangun untuk mengatasi potensi ketegangan yang
muncul akibat keputusan penundaan anak.

3. Reaksi dan Tanggapan Masyarakat: Penundaan anak dapat memunculkan


berbagai reaksi dan tanggapan dari masyarakat. Beberapa orang mungkin
memahami dan menghormati keputusan pasangan tersebut, sementara
yang lain mungkin mengkritik atau menganggapnya sebagai pelanggaran
terhadap tugas reproduksi dalam Islam. Pasangan suami istri harus siap
menghadapi tanggapan yang beragam dan mempertahankan keyakinan
mereka dalam memutuskan penundaan anak.

4. Pertumbuhan Keluarga dan Keturunan: Penundaan anak dapat


mempengaruhi pertumbuhan keluarga dan keturunan. Pasangan tersebut
mungkin mengalami penundaan dalam memulai peran sebagai orang tua
dan memperluas keluarga mereka. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan
dengan anggota keluarga lainnya, serta mempengaruhi proses membangun
ikatan keluarga dan melibatkan generasi baru dalam keluarga.17

5. Kesehatan dan Kesuburan: Penundaan anak juga dapat berdampak pada


kesehatan dan kesuburan pasangan suami istri. Semakin tua usia pasangan,
semakin berkurang peluang untuk memiliki anak. Pasangan perlu
memahami risiko penurunan kesuburan seiring bertambahnya usia dan
mempertimbangkan aspek kesehatan secara keseluruhan dalam keputusan
penundaan anak.

Penting untuk dicatat bahwa dampak dan konsekuensi penundaan anak


dapat berbeda-beda tergantung pada individu dan situasi yang unik. Pasangan
suami istri perlu berkomunikasi dengan baik, memahami kebutuhan dan harapan

17
Ibid, hlm 23

14
masing-masing, serta mencari dukungan dari keluarga, teman, atau profesional
dalam menghadapi dampak dan konsekuensi yang mungkin terjadi.18

18
Prayitno, A., & Kartika, A. Penundaan Memiliki Anak: Tindakan, Implikasi, dan
Kebijakan. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2020). Hlm 34

15
BAB III
HASIL ANALISIS

Analisis hukum Islam terhadap pasangan suami istri yang memutuskan


penundaan memiliki anak menghasilkan beberapa temuan dan kesimpulan.
Berikut adalah hasil analisis tersebut:

1. Kesepakatan Bersama: Keputusan penundaan anak harus didasarkan pada


kesepakatan dan komunikasi yang baik antara suami dan istri. Kedua
pasangan harus saling mendengarkan dan memahami kebutuhan dan
keinginan masing-masing. Keputusan penundaan anak harus menjadi hasil
dari konsensus dan kesepakatan pasangan.

2. Alasan yang Sah dan Kemaslahatan: Penundaan anak harus didasarkan


pada alasan yang sah dan manfaat yang jelas bagi pasangan suami istri.
Alasan seperti stabilitas ekonomi, kesiapan emosional dan mental,
pendidikan, kesehatan, dan faktor-faktor sosial dapat menjadi
pertimbangan yang sah dalam penundaan anak. Kemaslahatan pasangan
dan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan harus dipertimbangkan
dengan bijaksana.

3. Batasan Waktu yang Wajar: Penundaan anak harus memiliki batasan waktu
yang wajar. Hal ini untuk memastikan bahwa penundaan tidak berlarut-
larut tanpa alasan yang jelas. Pasangan suami istri harus
mempertimbangkan batasan waktu yang sesuai dengan kondisi pribadi
mereka, dengan tetap memperhatikan usia dan kesuburan yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk memiliki anak di masa depan.

4. Menggunakan Metode Kontrasepsi yang Diperbolehkan: Islam


memperbolehkan penggunaan metode kontrasepsi yang tidak melanggar
hukum agama. Pasangan suami istri dapat menggunakan metode
kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam, seperti kondom, metode

16
alami berbasis pemantauan siklus menstruasi, atau metode kontrasepsi
hormonal yang diperoleh dengan konsultasi medis yang sah.

5. Konsultasi dengan Ulama atau Cendekiawan Islam: Dalam mengambil


keputusan penundaan anak, penting untuk berkonsultasi dengan ulama
atau cendekiawan Islam yang berpengalaman. Mereka dapat memberikan
bimbingan dan penjelasan yang lebih rinci tentang ajaran agama, prinsip-
prinsip fikih, dan mempertimbangkan konteks dan kondisi individu dalam
memutuskan penundaan anak.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hukum Islam terhadap pasangan suami istri yang


memutuskan penundaan memiliki anak, dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:

1. Penundaan anak dalam Islam dapat diterima jika didasarkan pada alasan
yang sah dan kemaslahatan yang jelas bagi pasangan suami istri.

2. Keputusan penundaan anak harus didasarkan pada kesepakatan dan


komunikasi yang baik antara suami dan istri, dengan mempertimbangkan
kebutuhan dan keinginan masing-masing.

3. Pasangan suami istri perlu mempertimbangkan faktor-faktor seperti


stabilitas ekonomi, kesiapan emosional dan mental, pendidikan, kesehatan,
dan faktor-faktor sosial dalam penundaan anak.

4. Penggunaan metode kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam dapat


digunakan sebagai salah satu cara untuk melakukan penundaan anak.

5. Penting untuk berkonsultasi dengan ulama atau cendekiawan Islam yang


berpengalaman dalam mengambil keputusan penundaan anak, untuk
memastikan pemahaman yang benar terhadap ajaran agama dan konteks
individu yang unik.

Dalam kesimpulannya, analisis hukum Islam terhadap penundaan anak


membantu pasangan suami istri dalam memahami panduan agama, prinsip-prinsip
fikih, dan pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan
tersebut. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, pasangan dapat
membuat keputusan yang bijaksana dan sesuai dengan ajaran Islam serta
kemaslahatan mereka sebagai individu dan keluarga.

18
B. Saran

Makalah ini saya buat pasti masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
tulisan dan kata-kata yang kurang cocok dibaca, maka dengan terbuka saya
menerima masukan dari para pembaca yang budiman dan baik berupa saran, kritik
yang bersifat konstruktif karena dengan saran dan kritik saya dapat memperbaiki
lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kami selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, M. Penundaan Anak Menurut Islam: Perspektif Hukum Keluarga di


Indonesia. akarta: RajaGrafindo Persada. 2014

Zainuddin, A. Penundaan Anak dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam di


Indonesia. Jakarta: Kencana. 2016

Rahim, A. Penundaan Anak dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jakarta:


PT. RajaGrafindo Persada. 2018

Muhari, A. Penundaan Anak dalam Keluarga Islam: Tinjauan Normatif dan


Empiris di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2020

Wahyudi, A. Alasan-alasan Penundaan Memiliki Anak: Perspektif Sosial dan


Psikologis. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2015

Qomar, M. Fatwa Ulama tentang Penundaan Anak dalam Perspektif Islam.


Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2014

Anshari, I. Penundaan Anak dalam Islam: Pandangan Ulama dan Implikasinya


dalam Keluarga. Yogyakarta: Deepublish. 2020

Al-Quran Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, Jakarta : Lajnah


Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2015

Munawir, A. A. Fikih Kontemporer: Studi Hukum Islam dalam Perspektif


Modern. Jakarta: Rajawali Pers. 2015

Wulandari, S. Faktor-faktor Penundaan Memiliki Anak di Kalangan Pasangan


Usia Subur. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2014

Mulyani, E. Penundaan Memiliki Anak: Syarat-syarat dan Pertimbangan dalam


Perspektif Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2015

Firdaus, A. Penundaan Anak: Tinjauan Hukum, Sosial, dan Kesehatan


Reproduksi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2014

20
Siregar, A. Dampak Penundaan Memiliki Anak: Perspektif Sosial, Psikologis, dan
Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2014

Prayitno, A., & Kartika, A. Penundaan Memiliki Anak: Tindakan, Implikasi, dan
Kebijakan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2020

21

Anda mungkin juga menyukai