Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN MATA KULIAH

MANAJEMEN KEUANGAN
“Pengelolaan Modal Kerja dan Kas untuk Mengurangi Risiko dan Meningkatkan
Keuntungan”

Dosen Pengampu:
Dr. I Made Surya Negara Sudirman, SE.Ak.,MM.

Kelas C2
Oleh:

Ni Putu Diah Pranaya Kusuma Putri (2107531201)/Absen 34


Sarlinda Elizabeth Alomoy (2107531207)/Absen 35
I Gusti Ayu Aristya Widya Putri (2107531211)/Absen 36

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2024
PEMBAHASAN

1. Pentingnya Manajemen Modal Kerja, Klasifikasi Modal Kerja, dan Faktor yang
Mempengaruhi Modal kerja
1.1 Pentingnya Manajemen Modal Kerja
Manajemen modal kerja mencakup serangkaian tindakan yang diambil oleh
profesional bisnis untuk memastikan kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan
perusahaan. Ini mencakup tidak hanya pengelolaan dan peningkatan modal kerja,
tetapi juga pengidentifikasian dan pengendalian risiko yang terkait.
Tujuan dari manajemen modal kerja adalah untuk meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan dengan cara yang menghasilkan keuntungan maksimal.
Perusahaan berupaya untuk mencapai keseimbangan yang optimal antara risiko
rendah terhadap likuiditas dan pengembalian tinggi atas modal. Mengabaikan hal ini
dapat berdampak negatif, termasuk penurunan nilai perusahaan dan potensi terjadinya
masalah arus kas.
Karena itu, manajemen modal kerja yang teratur dan efektif sangat penting
untuk keberhasilan operasi bisnis. Hal ini merupakan cara bagi perusahaan untuk
memastikan ketersediaan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kewajiban
operasional jangka pendek serta memperhatikan investasi jangka panjang. Selain itu,
manajemen modal kerja yang tepat juga dapat meningkatkan reputasi dan citra
perusahaan, yang dapat memengaruhi hubungan dengan pemberi pinjaman dan
investor.
Manajemen modal kerja juga memungkinkan perusahaan untuk
mengoptimalkan penggunaan sumber daya finansialnya, seperti kas, piutang, dan
persediaan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen modal kerja merupakan proses
pengaturan dan kontrol yang digunakan untuk mengelola aspek-aspek kunci
operasional dan keuangan perusahaan, termasuk piutang, persediaan, hutang lancar,
dan kas perusahaan. Kebermaknaan manajemen modal kerja terletak pada perannya
sebagai indikator efisiensi dan keuangan perusahaan. Dengan manajemen modal kerja
yang baik, perusahaan dapat mengoptimalkan keuntungan, mengurangi risiko, serta
memperkuat likuiditas dan solvabilitas. Hal ini juga berdampak pada stabilitas dan
profitabilitas jangka panjang perusahaan.

1
1.2 Klasifikasi Modal Kerja
Berdasarkan Kasmir (2018:251), modal kerja perusahaan dibagi menjadi dua
jenis:
1) Modal Kerja Kotor (Gross Working Capital)
Modal Kerja Kotor (Gross Working Capital) merujuk pada seluruh komponen
yang ada dalam aktiva lancar secara keseluruhan dan sering disebut dengan
modal kerja. Komponen ini termasuk uang tunai, bank, dokumen berharga,
piutang, sediaan, dan aktiva lancar yang diterangkan di atas, yang membentuk
modal kerja perusahaan.
2) Modal Kerja Bersih (Nett Working Capital)
Modal kerja bersih (net working capital) adalah hasil dari mengurangi seluruh
komponen aktiva lancar dengan total kewajiban lancar (utang jangka pendek).
Utang lancar mencakup utang dagang, utang wesel, utang bank jangka pendek
(satu tahun), utang gaji, utang pajak, dan utang lancar lainnya. Definisi ini sesuai
dengan konsep modal kerja yang umumnya digunakan.
Menurut Agus Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2002:35), terdapat beberapa jenis
modal kerja, termasuk:
1) Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) merupakan modal kerja
yang harus selalu tersedia dalam perusahaan agar dapat beroperasi dengan baik
dalam satu periode akuntansi. Modal kerja permanen terdiri dari dua bagian:
a. Modal kerja primer (primary working capital) merupakan jumlah modal kerja
yang perlu ada dalam perusahaan untuk menjamin kelangsungan
operasionalnya.
b. Modal kerja nominal (normal working capital) adalah jumlah modal kerja
yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi pada kapasitas
normal, yang dapat disesuaikan sesuai kondisi perusahaan.
2) Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) merujuk pada modal kerja yang
diperlukan dalam situasi-situasi tertentu dengan jumlah yang berfluktuasi sesuai
dengan perubahan kondisi selama satu periode. Modal kerja variabel dapat dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Modal kerja musiman (seasonal working capital) adalah jumlah modal kerja
yang dapat berubah-ubah karena perubahan musim.

2
b. Modal kerja siklis (cyclical working capital) adalah jumlah modal kerja yang
dapat berubah-ubah karena perubahan permintaan produk.
c. Modal kerja darurat (emergency working capital) adalah jumlah modal kerja
yang dapat berubah-ubah akibat kejadian yang tidak terduga (seperti
kebakaran, banjir, gempa bumi, mogok buruh, dan sebagainya).

1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Modal Kerja


Kebutuhan modal kerja perusahaan harus segera dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan perusahaan, namun tidak selalu tersedia sesuai yang diinginkan. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu,
manajemen perlu memperhatikan faktor-faktor ini dalam upaya pemenuhan modal
kerja. Menurut Kasmir (2018:254), faktor-faktor yang memengaruhi modal kerja,
yaitu:
1) Jenis Perusahaan
Dimana jenis kegiatan perusahaan, baik dalam bidang jasa maupun industry
sangat menentukan kebutuhan modal kerjanya. Perusahaan industri cenderung
memiliki kebutuhan modal kerja yang lebih besar dibandingkan perusahaan
jasa. Investasi dalam kas, piutang, dan sediaan dalam perusahaan industri juga
cenderung lebih besar dibandingkan perusahaan jasa.
2) Syarat Kredit
Persyaratan kredit atau penjualan dengan pembayaran dicicil memiliki dampak
yang signifikan terhadap modal kerja. Salah satu cara untuk meningkatkan
modal kerja adalah melalui penjualan secara kredit, di mana konsumen diberi
kesempatan untuk membayar barang secara angsuran selama jangka waktu
tertentu. Persyaratan kredit untuk pembelian bahan atau barang dagangan juga
mempengaruhi modal kerja, yang berdampak pada pengeluaran kas dan sediaan.
Selain itu, persyaratan penjualan, seperti syarat kredit yang memberikan
potongan harga, juga memengaruhi modal kerja terutama dalam sektor piutang.
Persyaratan kredit seperti 2/10 net 30 atau 2/10 net 60 juga akan memengaruhi
penjualan kredit. Untuk mengurangi modal kerja yang diinvestasikan dalam
sektor piutang, perusahaan perlu memberikan potongan harga. Kebijakan ini
tidak hanya bertujuan untuk mendorong debitur untuk segera membayar
utangnya, tetapi juga untuk mengurangi risiko utang macet.
3) Waktu Produksi
3
Waktu produksi merujuk pada lamanya proses pembuatan suatu barang.
Semakin lama waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang, maka
kebutuhan modal kerja juga akan semakin besar. Sebaliknya, semakin singkat
waktu produksi, maka kebutuhan modal kerja juga akan semakin kecil.
4) Tingkat Perputaran Sediaan
Pengaruh tingkat perputaran sediaan terhadap modal kerja memiliki signifikansi
penting bagi perusahaan. Semakin rendah tingkat perputaran sediaan, maka
kebutuhan modal kerja akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu,
tingkat perputaran sediaan yang tinggi diperlukan untuk mengurangi risiko
kerugian akibat penurunan harga, serta untuk menghemat biaya penyimpanan
dan pemeliharaan sediaan.

2. Pendekatan yang digunakan: Matching, Conservative, dan Agresive Approach


1) Pendekatan Pencocokan (Matching Approach)
Pendekatan pencocokan waktu jatuh tempo atau likuidasi sendiri (maturity
matching approach) atau self liquidity adalah strategi yang menyelaraskan waktu
jatuh tempo aktiva dan kewajiban untuk mengurangi risiko ketidakmampuan
perusahaan melunasi kewajiban yang jatuh tempo. Pendekatan ini dikenal sebagai
kebijakan moderat karena kebanyakan perusahaan cenderung mendanai aktiva
lancar dengan sumber pendanaan jangka pendek dan sebaliknya. Pendekatan ini
melibatkan pendanaan setiap aktiva dengan instrumen pendanaan yang memiliki
jangka waktu jatuh tempo yang serupa. Namun, strategi ini memiliki kendala,
seperti ketidakpastian mengenai umur aktiva dan keterbatasan ekuitas biasa yang
tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo. Dalam pendekatan ini, hubungan antara
kebutuhan dan penggunaan dana dapat disimpulkan sebagai berikut: aktiva tetap
dan bagian aktiva lancar non-musiman didanai dengan utang jangka panjang dan
modal sendiri, profitabilitas jangka panjang dari aktiva untuk menutupi biaya
pendanaan jangka panjang perusahaan, kebutuhan musiman didanai dengan utang
jangka pendek, dan di bawah kondisi operasional normal, arus kas yang cukup
diharapkan untuk menutupi biaya pendanaan jangka pendek.

4
Gambar 2.1 Pendekatan Matching Maturity/Self Liquidity
2) Pendekatan Agresif (Aggressive Approach)
Pendekatan Agresif (Aggressive Approach) merupakan kebijakan pendanaan
aktiva lancar dengan menggunakan pendanaan seluruh aktiva tetapnya
menggunakan modal jangka panjang dan sebagian dari aktiva lancar permanennya
dengan kredit jangka panjang non spontan. Tujuan strategi ini adalah untuk
memperoleh keuntungan dari pendanaan utang jangka pendek yang lebih murah
daripada utang jangka panjang. Dalam strategi ini, perusahaan meningkatkan
risikonya dengan menggunakan lebih banyak pendanaan jangka panjang dan
pinjaman jangka pendek. Namun, terdapat kendala-kendala dalam penerapan
strategi ini, seperti meningkatnya risiko terkait dengan fluktuasi tingkat suku
bunga dan potensi masalah dalam perpanjangan pinjaman.

Gambar 2.2 Pendekatan Agresif dalam Modal Kerja

3) Pendekatan Konservatif (Conservative Approach)


Pendekatan Konservatif (Conservative Approach) adalah strategi pendanaan untuk
aktiva lancar yang menekankan penggunaan modal jangka panjang untuk
mendanai semua kebutuhan aktiva lancar permanen serta sebagian kebutuhan
pendanaan musiman. Dalam pendekatan ini, perusahaan menggunakan kredit
jangka pendek non spontan dalam jumlah kecil untuk memenuhi kebutuhan
puncaknya, sementara juga mempertimbangkan simpanan likuiditas dalam bentuk
sekuritas untuk memenuhi sebagian kebutuhan musiman. Pendekatan konservatif
dianggap sebagai kebijakan pendanaan aktiva lancar yang paling aman.
5
Perusahaan dapat mengurangi risiko dengan mengaitkan pinjaman jangka pendek
dengan menggunakan proporsi pendanaan jangka panjang yang lebih besar.
Manfaat dari sumber pendanaan jangka panjang meliputi berkurangnya
kekhawatiran dalam me-refinancing kewajiban jangka panjang dan berkurangnya
ketidakpastian mengenai biaya bunga di masa depan. Namun, terdapat risiko
pendanaan jangka pendek, seperti umumnya meminjam lebih dari yang
dibutuhkan dan umumnya meminjam dengan biaya modal yang lebih tinggi.

Gambar 2.3 Pendekatan Konservatif dalam Modal Kerja

3. Perhitungan penentuan besarnya Modal Kerja


Berikut adalah ilustrasi dari perhitungan modal kerja yaitu Perusahaan Triwista
memproduksi produk sepatu setiap hari selama 25 hari kerja per bulan. Setiap unit
produk sepatu membutuhkan biaya bahan mentah kain sebesar Rp60.000, bahan
mentah karet sebesar Rp20.000, dan tenaga kerja langsung sebesar Rp40.000. Selain
itu, terdapat biaya administrasi bulanan sebesar Rp5.000.000 dan gaji pimpinan serta
staf bulanan sebesar Rp20.000.000. Untuk pembelian bahan mentah kain, perusahaan
memberikan uang muka kepada supplier rata-rata 5 hari sebelum diterima. Waktu yang
dibutuhkan untuk memproduksi produk sepatu adalah 3 hari, dengan tambahan 2 hari
untuk penyimpanan sebelum penjualan. Produk dijual secara kredit dengan pembayaran
yang harus dilakukan 5 hari setelah produk diambil. Perusahaan juga menetapkan
persediaan minimal sebesar Rp25.000.000.
Perhitungan penetapan besarnya modal kerja yang diperlukan perusahaan dengan
cara :
1) Penentuan periode perputaran setiap komponen modal kerja, yaitu :
Bahan mentah X
6
= Dana yang terikat dalam persekot bahan + proses produksi + barang jadi + piutang
= 5 hari + 3 hari + 2 hari + 5 hari
= 15 hari
Bahan mentah Y, tenaga kerja langsung, biaya administrasi dan gaji pimpinan
= Proses produksi + barang jadi + piutang dagang
= 3 hari 2 hari + 5 hari
= 10 hari
2) Kebutuhan dana yang ditanamkan dari masing-masing unsur modal kerja
(1) Bahan mentah barang X (10 x Rp60.000 x 15 ) Rp9.000.000
(2) Bahan mentah Y (10 x Rp20.000 x 10) Rp2.000.000
(3) Tenaga kerja langsung (10 x Rp40.000 x 10) Rp4.000.000
(4) Biaya administrasi (Rp5.000.000/25 x 10) Rp2.000.000
(5) Gaji pimpinan dan staf (Rp20.000.000/25 x 10) Rp8.000.000
(6) Persediaan kas minimal Rp.25.000.000
Total Modal Kerja yang diperlukan sebesar Rp50.000.000
Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat diketahui faktor-faktor yang menentukan
besarnya kebutuhan modal kerja adalah
1) periode perputaran atau keterikatan modal kerja, yang mencakup berbagai periode
seperti pembelian kredit, penyimpanan bahan mentah, proses produksi,
penyimpanan barang jadi di gudang, dan periode penerimaan piutang.
2) Pengeluaran kas rata-rata harian juga berperan dalam menentukan kebutuhan modal
kerja, yakni jumlah rata-rata pengeluaran kas setiap hari untuk pembelian bahan
mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan biaya lainnya.

4. Pentingnya manajemen Kas, penyusunan anggaran kas keseluruhan


1) Pentingnya Manajemen Kas
Kas merupakan elemen modal kerja dengan tingkat likuiditas tertinggi, sehingga
manajemen kas memegang peranan penting dalam mengelola uang perusahaan untuk
mencapai ketersediaan kas yang optimal. Salah satu strategi untuk mencegah
kekurangan kas adalah dengan merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas melalui
penyusunan anggaran kas. Proses penyusunan anggaran kas melibatkan tiga tahap:
(1) Penyusunan anggaran kas operasional, yang melibatkan estimasi penerimaan dan
pengeluaran kas yang timbul dari aktivitas operasional perusahaan.
7
(2) Penyusunan anggaran kas finansial, yang merencanakan penggunaan kas untuk
menanggulangi defisit dan membayar utang dalam situasi surplus.
(3) Penyusunan anggaran kas keseluruhan, yang merupakan gabungan dari anggaran
kas operasional dan anggaran kas finansial.
2) Penyusunan anggaran Kas
Sebuah perusahaan merencanakan anggaran kas dari bulan Juli hingga Desember.
Penjualan perusahaan dari Mei hingga Juni adalah sebesar Rp50.000.000. Sedangkan
dari bulan Juli hingga Desember, penjualannya berturut-turut sebesar Rp100.000.000,
Rp150.000.000, Rp200.000.000, Rp100.000.000, Rp100.000.000, dan Rp50.000.000.
Semua penjualan dilakukan secara kredit dengan syarat pembayaran 2/10 net 60.
Berdasarkan pengalaman, 20% dari penjualan dibayar dalam periode diskon, 70%
dibayar pada bulan berikutnya, dan sisanya dibayar sesuai dengan batas kredit.
Dalam proses produksi, biaya bahan baku dan material lainnya sebesar 70% dari
penjualan. Perusahaan membeli bahan baku satu bulan sebelumnya dan membayarnya
satu bulan kemudian. Biaya upah/gaji adalah sebesar Rp7.500.000, Rp10.000.000,
Rp12.500.000, Rp7.500.000, 7.500.000 dan Rp5.000.000 untuk setiap bulan dari Juli
hingga November. Biaya sewa adalah Rp2500.000 per bulan dari Juli hingga Desember.
Terdapat pengeluaran lain sebesar Rp1.000.000, Rp1500.000, Rp2.000.000,
Rp1.000.000, Rp1.000.000 dan Rp500.000 untuk masing-masing bulan. Pembayaran
pajak dilakukan pada bulan September dan Desember sebesar Rp20.000.000.
Perusahaan juga berencana melakukan investasi baru pada bulan Oktober sebesar
Rp50.000.000.
Perusahaan memiliki kebijakan untuk menjaga saldo kas minimal sebesar
Rp25.000.000, dengan saldo awal bulan Juli sebesar Rp30.000.000. Dalam penyusunan
anggaran kas, perlu dihitung terlebih dahulu penerimaan dari piutang.

Keterangan Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember


Penjualan Rp 50,000,000 Rp50,000,000 Rp 100,000,000 Rp 150,000,000 Rp 200,000,000 Rp 100,000,000 Rp 100,000,000 Rp 50,000,000
20 % Penjualan Rp 10,000,000 Rp10,000,000 Rp 20,000,000 Rp 30,000,000 Rp 40,000,000 Rp 20,000,000 Rp 20,000,000 Rp 10,000,000
70% Penjualan Rp35,000,000 Rp 35,000,000 Rp 70,000,000 Rp 105,000,000 Rp 140,000,000 Rp 70,000,000 Rp 70,000,000
10% Penjualan Rp 5,000,000 Rp 5,000,000 Rp 10,000,000 Rp 15,000,000 Rp 20,000,000 Rp 10,000,000
Total Rp 10,000,000 Rp 45,000,000 Rp 60,000,000 Rp105,000,000 Rp155,000,000 Rp175,000,000 Rp110,000,000 Rp90,000,000

Anggaran Operasional

8
Keterangan Juli Agustus September Oktober November Desember
Penerimaan : Rp 60,000,000 Rp105,000,000 Rp155,000,000 Rp175,000,000 Rp110,000,000 Rp 90,000,000
Pengeluaran :
Pembelian bahan Rp 70,000,000 Rp 105,000,000 Rp 140,000,000 Rp 70,000,000 Rp 70,000,000 Rp 35,000,000
Upah/gaji Rp 7,500,000 Rp 10,000,000 Rp 12,500,000 Rp 7,500,000 Rp 7,500,000 Rp 5,000,000
Sewa Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000
Pengeluaran lain Rp 1,000,000 Rp 1,500,000 Rp 2,000,000 Rp 1,000,000 Rp 1,000,000 Rp 500,000
Pembayaran pajak Rp 20,000,000 Rp 20,000,000
Investasi baru Rp 50,000,000
Jumlah Rp 81,000,000 Rp119,000,000 Rp177,000,000 Rp131,000,000 Rp 81,000,000 Rp 63,000,000
Surplus -Rp 21,000,000 -Rp 14,000,000 -Rp 22,000,000 Rp 44,000,000 Rp 29,000,000 Rp 27,000,000

Anggaran finansial
Keterangan Juli Agustus September Oktober November Desember
Saldo kas awal Rp 30,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 46,000,000
Surplus (Defisit) -Rp 21,000,000 -Rp 14,000,000 -Rp 22,000,000 Rp 44,000,000 Rp 29,000,000 Rp 27,000,000
Pinjaman -Rp 16,000,000 -Rp 14,000,000 -Rp 22,000,000
Penambahan Pinjaman -Rp 44,000,000 -Rp 8,000,000
Saldo kas akhir Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 46,000,000 Rp 73,000,000
Utang Kumulatif -Rp 16,000,000 Rp 30,000,000 Rp 52,000,000 Rp 8,000,000 Rp - Rp -
Surplus kas Rp - Rp - Rp - Rp - Rp 21,000,000 Rp 48,000,000

Anggaran secara keseluruhan


Keterangan Juli Agustus September Oktober November Desember
Saldo kas awal Rp 30,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 46,000,000
Penerimaan Rp 60,000,000 Rp 105,000,000 Rp 155,000,000 Rp 175,000,000 Rp 110,000,000 Rp 90,000,000
Pinjaman Rp 16,000,000 Rp 14,000,000 Rp 22,000,000
Jumlah Rp 106,000,000 Rp 144,000,000 Rp 202,000,000 Rp 200,000,000 Rp 135,000,000 Rp 136,000,000
Pengeluaran :
Pembelian bahan Rp 70,000,000 Rp 105,000,000 Rp 140,000,000 Rp 70,000,000 Rp 70,000,000 Rp 35,000,000
Upah/gaji Rp 7,500,000 Rp 10,000,000 Rp 12,500,000 Rp 7,500,000 Rp 7,500,000 Rp 5,000,000
Sewa Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000 Rp 2,500,000
Pengeluaran lain Rp 1,000,000 Rp 1,500,000 Rp 2,000,000 Rp 1,000,000 Rp 1,000,000 Rp 500,000
Pembayaran pajak Rp 20,000,000 Rp 20,000,000
Investasi baru Rp 50,000,000
Pembayaran pinjaman Rp 44,000,000 Rp 8,000,000
Jumlah Rp 81,000,000 Rp 119,000,000 Rp 177,000,000 Rp 175,000,000 Rp 89,000,000 Rp 63,000,000
Saldo kas Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 Rp 46,000,000 Rp 73,000,000
Jumlah pinjaman Rp 16,000,000 Rp 20,000,000 Rp 52,000,000 Rp 8,000,000 Rp - Rp -
Kelebihan kas Rp - Rp - Rp - Rp - Rp 21,000,000 Rp 48,000,000

5. Penentuan Jumlah Kas Optimal dengan Model Boumel dan Model Miller-Orr
Manajemen kas atau pengelolaan kas adalah salah satu tugas manajemen yang
bertujuan untuk merencanakan dan mengontrol penggunaan kas. Pengelolaan kas
dianggap sebagai fungsi keuangan utama dalam kebanyakan perusahaan karena kas
memiliki peran sentral dalam operasi sehari-hari dan untuk mendukung pelaksanaan
keputusan strategis jangka panjang seperti penelitian, pengembangan, dan perluasan

9
kapasitas. Tujuan utama dari pengelolaan kas adalah untuk menjaga investasi kas sekecil
mungkin sambil tetap memastikan operasi perusahaan berjalan secara efektif dan efisien.
a. Model Baumol
Model manajemen kas yang diperkenalkan oleh Baumol sering disebut sebagai
model persediaan. Baumol mengakui adanya kesamaan antara manajemen
persediaan dan manajemen kas dari segi keuangan. Dalam manajemen persediaan,
terdapat biaya pemesanan yang dibayarkan setiap kali memesan barang dan biaya
penyimpanan untuk menyimpan bahan yang dibeli. Di sisi lain, dalam manajemen
kas, biaya pemesanan terdiri dari biaya komisi pedagang efek yang dikeluarkan
untuk mengubah sekuritas menjadi uang kas, dan biaya penyimpanan mencakup
bunga yang hilang karena perusahaan menyimpan jumlah uang tunai yang besar.
Oleh karena itu, penting untuk menentukan surat berharga yang harus diubah
menjadi uang tunai ketika saldo kas mendekati nol.
Karena Baumol menganggap manajen kas seperti manajemen persediaan, maka
untuk mencari berapa jumlah kas yang optimal pada setiap mengubah sekuritas
menjadi kas adalah:

Biaya kesempatan = ( C / 2 ) i
Biaya transaksi = ( D/ C ) O
Dimana:
C=Jumlah yang diperoleh dari penjualan sekuritas atau pinjaman(saldo kas)
O= Biaya transaksi
D= Kebutuhan kas setahun
i= Bunga sekuritas

b. Model Miller dan Orr


Miller-Orr Model adalah metode model dengan memasukkan proses statistik atas
perubahanperubahan saldo kas Model yang dikenalkan oleh Miller and Orr
tentunya lebih cocok untuk kondisi dimana pengeluaran kas berfluktuasi dari
waktu ke waktu secara random. Model ini pada dasarnya menentukan batas atas

10
dan batas bawah saldo kas,serta menentukan saldo kas yang optimal yang perlu
dimiliki oleh perusahaan.

Apabila saldo kas perusahaan mengalami penurunan hingga mencapai nol,maka


perusahaan harus segera mengubah sekuritasnya menjadi kas senilai saldo kas
optimal. Demikian pula bila saldo kas yang dimiliki oleh perusahaan semakin
membesar,maka pada batas atas kas harus diubah menjadi sekuritas. Untuk
menentukan besarnya saldo kas optimal, maka bisa dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

Z = jumlah kas yang diinginkan perusahaan.


b = biaya tetap untuk melakukan transaksi.
𝜎²= varian arus kas masuk bersih harian.
i = bunga harian untuk investasi pada sekuritas.

Batas atas bisa dihitung dengan rumus

Rata-rata saldo kas bisa dihitung dengan

11
DAFTAR PUSTAKA

Sandi Purnama Irawan. 2023. Pentingnya Manajemen Modal Kerja. Diakses dari
https://www.aktanesia.com/blog/2023/10/27/jelaskan-pentingnya-manajemen-modal-
kerja/

Yupitasari D., Nurhayati I., Prasetyowati R.A.. Analisi Pengelolaan Kas Optimal dengan
Metode Baumol dan Miller-Orr. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 2, No. 1, Maret 2019,
Hal. 170 - 181

12

Anda mungkin juga menyukai