Anda di halaman 1dari 30

1

PENGARUH MODEL MAKE A MATCH PADA PEMBELAJARAN IPA

TERHADAP HASIL BELAJAR KELAS V SDN II BANJARSARI

KECAMATAN NGANTRU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Program Strata Satu (S-1) Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar STKIP PGRI Tulungagung

Oleh :

Suci Ulandari

14186206226

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI TULUNGAGUNG

2018
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005: 22) adalah kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward

Kingsley (dalam Sudjana, 2005: 22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi

3 macam, yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap

dan cita-cita. Hal tersebut senada dengan Benyamin Bloom yang membagi

kriteria hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan

psikomotoris. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak

dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para

siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Hasil belajar IPA di SDN II Banjarsari relatif rendah. Oleh karena itu

guru seharusnya kreatif dan inovatif dalam menerapkan berbagai model

mengajar dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga mampu

memenuhi keperluan pembelajaran untuk setiap siswanya. Berdasarkan data

yang peneliti peroleh saat melakukan pra penelitian, hasil belajar siswa pada

mata pelajaran IPA di SDN II Banjarsari memiliki rerata yang rendah. Data

nilai ulangan tengah semester mata pelajaran IPA di SDN II Banjarsari

terdapat sebanyak 25% mendapatkan nilai ≥ 70 dan 75% lainnya belum tuntas

hasil belajarnya. Dalam proses pembelajaran tidak dilakukan diskusi

kelompok, tempat duduk siswa masih klasikal tidak ada variasi, siswa

cenderung pasif dan guru menjadi pusat dalam pembelajaran, belum


3

terlaksananya kegiatan memaparkan hasil dari kegiatan siswa dikelas, belum

adanya konfirmasi dari guru terhadap apa yang dilakukan siswa ketika

pembelajaran, dalam pembelajaran guru dan siswa belum melakukan kegiatan

penyimpulan materi.

Hasil belajar yang didapatkan oleh siswa relatif rendah karna

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor dari dalam meliputi kesehatan, bakat,

minat, motivasi, intelegensi dan juga faktor dari keluarga misalnya perhatian

orang tua terhadap anak apakah belum cukup atau malah kurang atau terdapat

masalah keluarga yang dibawa ke sekolah. Sedangkan faktor dari luar dapat

ditunjukkan dengan adanya kreativitas guru dalam menyampaikan materi ajar

walaupun hanya dengan menggunakan metode ceramah bervariasi (ceramah,

tanya jawab, penugasan) dan terkadang inkuiri.

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa karna

kurangnya penerapan model penerapan yang inofatif. Model Make A Match

merupakan salah satu jenis dari model dalam pembelajaran kooperatif dengan

ciri khusus menggunakan kartu dalam pelaksanaannya (Rusman, 2014: 223).

Dengan menggunakan model ini siswa di dalam kelas tidak hanya belajar dan

memahami materi yang disampaikan guru tetapi juga sambil bermain. Karena

karakteristik model pembelajaran Make A Match memiliki hubungan yang erat

dengan karakteristik siswa yang gemar bermain. Dengan menggunakan

metode ini siswa akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga

siswa mempunyai pengalaman belajar yang lebih bermakna (Aris Shoimin,

2014: 98).
4

Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran Make a

Match menurut M. Huda (2011: 135) sebagai berikut :

1) Tahap petama, guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa.

Pada tahap ini guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa.

Kemudian, separuh dari jumlah kartu dibuat sebagai pertanyaan

dan separuh lagi untuk jawaban dari pertanyaan. Soal disesuaikan

dengan konsep yang diajarkan.

2) Tahapan kedua, setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang

berisikan soal/jawaban. Tugas guru adalah membagikan kartu-

kartu tersebut. Baik kartu soal maupun kartu jawaban. Kartu

tersebut dibuka bersama-sama.

3) Tahap ketiga, setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu

yang dipegang. Guru memberikan batas waktu untuk siswa

memikirkan jawaban atau hal lain yang berkaitan dengan kartu

yang sedang dibawa siswa.

4) Tahap keempat, setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok

dengan kartunya. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya-tanya

dengan temannya kartu apa yang sedang mereka bawa.

5) Tahap kelima, setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya

sebelum batas waktu diberi poin atau reward. Setelah satu babak,

kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian seterusnya.


5

6) Tahap keenam, guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan

terhadap materi pelajaran.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, peneliti ingin mengkaji

melalui penelitian eksperimen dengan judul Pengaruh Model

Pembelajaran Make A Match Pada Pembelajaran IPA Terhadap Hasil

Belajar Siswa Kelas V SDN II Banjarsari Kecamatan Ngantru.

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan batasan masalah yang telah dijelaskan,

penelitian ini dirumuskan permasalahannya yaitu Adakah pengaruh model

pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran

IPA Siswa Kelas V SDN II Banjarsari ?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini

adalah Mengetahui pengaruh model pembelajaran Make A Match terhadap

hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA Siswa Kelas V SDN II Banjarsari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi

atau masukan bagi perkembangan ilmu pendidikan dan menambah

kajian ilmu pengetahuan khususnya dalam menerapkan pendekatan


6

pembelajaran yang efektif yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA

di Sekolah Dasar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Menambah wawasan, pengetahuan, dan juga keterampilan

peneliti khususnya yang terkait dengan penelitian yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif Make A Match.

b. Bagi Guru

Dapat memotivasi menjadi guru yang lebih kreatif dan

inovatif, dan juga menjadikan guru dapat berpikir lebih kritis.

c. Bagi Siswa

Meningkatkan semangat dan antusiasme siswa dalam

mengikuti pembelajaran dan juga menjadikan siswa lebih aktif

saat pembelajaran berlangsung. Serta dapat meningkatkan hasil belajar

khususnya mata pelajaran IPA.


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembahasan Variabel Penelitian

1. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah

melalui proses pembelajaran, baik kemampuan secara kognitif,

kemampuan secara afektif maupun kemampuan secara psikomotor. Hasil

belajar dalam penelitian ini merupakan hasil belajar kognitif yang dapat

diketahui hasilnya melalui tes tertulis setelah proses pembelajaran selesai

sedangkan kemampuan afektif dan psikomotor dapat diketahui hasilnya

melalui penskoran pengamatan keaktifan siswa pada saat pembelajaran

Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005: 22) adalah

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2005: 22)

mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 macam, yaitu ketrampilan dan

kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Hal tersebut

senada dengan Benyamin Bloom yang membagi kriteria hasil belajar

menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan

psikomotoris Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling

banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan

kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

hasil/bukti keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran


8

berupa kemampuan kemampuan yang dimiliki dari segi kognitif, afektif,

dan psikomotorik. Keefektifan model pembelajaran Make a Match dalam

penelitian ini dapat dilihat dari ketuntasan perolehan hasil belajar IPA.

Dengan menggunakan model Make a Match Pengukuran hasil belajar

tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik tes.

2. Model Pembelajaran Make A Match

a. Pengertian Model Pembelajaran Make A Match

Model ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara

keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil

belajar mengenai suatu konsep atau topik,dalam suasana yang

menyenangkan. Menurut Rusman (2011: 223-233) Model Make A

Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode

dalam pembelajaran kooperatif. Anita Lie (2008: 56) menyatakan

bahwa model pembelajaran tipe Make A Match atau bertukar pasangan

merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk

bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam

semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik.

Sedangkan menurut M.Huda (2011: 135), model Make a Match dalam

penerapannya siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu

konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Jadi,

berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran Make A Match adalah suatu model pembelajaran


9

yang mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau

topik dalam semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Model ini juga

bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Model

pembelajaran Make a Match dilakukan di dalam kelas dengan suasana

yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut

untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang

dibawanya dengan waktu yang cepat. Guru menyiapkan kartu yang

berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya,

setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha

menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan

persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul

lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak

pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. Pada penerapan model

Make a Match, penulis memperoleh beberapa temuan bahwa model

Make a Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab

pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan

mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian

besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan

keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan

kartunya masing-masing. Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan

upaya guru untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya dapat

menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran di kelas. Selanjutnya, penerapan model Make a Match


10

dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa

serta mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran Make a Match merupakan salah satu model

pembelajaran yang berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno

(2009 : 102) adapun beberapa prinsip-prinsip model Make a Match

antara lain: 1) Anak belajar melalui panca indera, 2) Anak belajar

melalui berbuat, 3) Anak belajar melalui bahasa, 4) Anak belajar

melalui bergerak. Tujuan dari pembelajaran dengan model Make a

Match adalah untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan kuat

pemahamannya terhadap suatu materi pokok (Fachrudin, 2009: 168).

Siswa dilatih berpikir cepat, menghafal cepat sambil menganalisis dan

berinteraksi sosial. Model pembelajaran Make a Match merupakan

model yang menciptakan hubungan baik antara guru dan siswa. Guru

mengajak siswa bersenang-senang dalam permainan. Kesenangan

tersebut juga dapat mengenai materi dan siswa dapat belajar secara

langsung maupun tidak langsung.

c. Sintak Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan

dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan


11

model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai

suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran Make a

Match menurut M. Huda (2011: 135) sebagai berikut :

1) Tahap petama, guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa

Pada tahap ini guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa.

Kemudian, separuh dari jumlah kartu dibuat sebagai pertanyaan

dan separuh lagi untuk jawaban dari pertanyaan. Soal disesuaikan

dengan konsep yang diajarkan.

2) Tahapan kedua, setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang

berisikan soal/jawaban, Tugas guru adalah membagikan kartu-

kartu tersebut. Baik kartu soal maupun kartu jawaban. Kartu

tersebut dibuka bersama-sama.

3) Tahap ketiga, setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu

yang dipegang. Guru memberikan batas waktu untuk siswa

memikirkan jawaban atau hal lain yang berkaitan dengan kartu

yang sedang dibawa siswa.

4) Tahap keempat, setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok

dengan kartunya. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya-tanya

dengan temannya kartu apa yang sedang mereka bawa.

5) Tahap kelima, setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya

sebelum batas waktu diberi poin atau reward. Setelah satu babak,
12

kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian seterusnya.

6) Tahap keenam, guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan

terhadap materi pelajaran.

d. Kelebihan Model Pembelajaran Make A Match

Kelebihan model Make A Match menurut Sri Rejeki (2010: 145)

adalah :

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif

maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari

dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil

presentasi.

5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

e. Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match

1) Waktu yang tersedia perlu dibatasi jagan sampai murid terlalu

banyak bermain-main dalam proses pembelajaran..

2) Memakan waktu yang banyak karena sebelum masuk kelas,

terlebih dahulu kita mempersiapkan kartu-kartu.


13

3. Hakikat IPA

Ilmu pengetahuan alam pada muatan kurikulum 2013 adalah mata

pelajaran yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan

keseluruhan aspek dari tingkat kemampuan siswa pada proses

pembelajaran, hal ini dikarenakan IPA merupakan bagian dari mata

pelajaran yang dikembnagkan berdasarkan pencapaian kepada tiga aspek

yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Sehingga, dengan adanya

proses pengembangan kepada tiga aspek tersebut IPA memiliki peranan

yang sangat penting terutama dalam mengembangkan kemampuan, sikap

dan ketrampilan ilmiah siswa.

Menurut Wahyana (dalam Trianto, 2014: 136) mengatakan bahwa

IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara

sistematik dan dalam penggunaaannya secara umum terbatas pada gejala-

gejala alam. Dalam perkembangannya tidak hana ditandai oleh adanya

kumpulan fakta tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan juga sikap

ilmiah. Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto, 2014: 137)

mengemukakan bahwa pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk

ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. IPA juag dipandang sebagai

proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. IPA sebagai proses diartikan

bahwa semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan

tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. IPA sebagai

produk diartikan sebagai hasil dari proses yang berupa pengetahuan yang

diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah maupun bahan bacaanuntuk


14

penyebaran. Sedangkan IPA sebagai prosedur adalah metodologi atau cara

yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim,

yang disebut dengan metode ilmiah (scientific method).

Pada hakikatnya IPA merupakan proses, produk, dan

pengembangan sikap atau sikap ilmiah :

1) IPA sebagai proses adalah urutan atau langkah-langkah suatu kegiatan

yang memperoleh hasil pengumpulan data melalui metoe ilmiah.

2) IPA sebagai produk adalah hasil yang diperoleh dari suatu

pengumpulan data yang disusun secara lengkap dan sistematis.

3) IPA sebagai sikap ilmiah. Di dalam IPA ada beberapa sikap ilmiah

yang harus dikembangkan, diantaranya sikap imgin tahu, ingin

mendapatkan sesuatu, kerjasama, tidak putus asa, tidak berprasangka,

dan mawas diri.

Berdasarkan pemaparan diatas, disimpulkan bahwa IPA

merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan cara mencari tahu

mengenai alam secara lengkap dan sistematis. Dan juga IPA

merupakan suatu proses, prosedur dan produk.


15

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan tentang model pembelajaran Make A Match yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu

sebagai berikut :

No 1 2 3 4
Judul Pengaruh Model Keefektifan model Pengaruh model make a match pada Pengaruh model pembelajaran kooperatif
Kooperatif Tipe Make A pembelajaran make a pembelajaran IPA terhadap tipe make a match terhadap prestasi belajar
Match berbantuan peta match dan snowball aktivitas dan hasil belajar siswa matematika siswa kelas V SD Gugus I
pikiran terhadap hasil throwing terhadap hasil kelas IV SDN Gugus III Jumapolo Kec. Selat
belajar IPA Siswa Kelas belajar IPA kelas IV
V Sekolah Dasar SD Negri Lemahiring
01 Kecamatan Bawen
Kabupaten Semarang
Smt. 2 tahun ajaran
2015/2016
Nama Peneliti / Meida Dwi Sana Tiballa, Reza Willyan (2016) Nita Sulistyarini (2016) Robet artawa, dkk
Tahun dkk (2017)
Variabel Model Pembelajaran Model pembelajaran Model Pembelajaran Make A Model pembelajaran kooperatif tipe make
Penelitian Kooperatif Tipe Make A make a match dan Match (X) , Aktivitas dan Hasil a match (X) , Prestasi Belajar (Y)
Match (X) , Hasil Belajar snowball throwing Belajar (Y)
(Y) (X) , Hasil Belajar (Y)
Jenis Karya Jurnal Penelitian Skripsi Penelitian Skripsi Penelitian Kuantitatif Jurnal Penelitian Kuantitatif
Ilmiah Kuantitatif Kuantitatif
Hasil Terdapat perbedaan hasil Penggunaan model Model pembelajaran make a match Terdapat perbedaan prestasi belajar
Penelitian belajar IPA yang pembelajaran Make a berpengaruh signifikan terhadap Matematika yang signifikan antara siswa
signifikan antara siswa Match dengan aktivitas belajar siswa pada mata yang mengikuti pembelajaran dengan
yang mendapat perlakuan Snowball Throwing pelajaran IPA kelas IV di SDN 03 model pembelajaran kooperatif tipe make
model pembelajaran pada siswa kelas IV SD Jumapolo dan SDN 01 Jatirejo. Hal amatch dan siswa yang mengikuti
make a match berbantuan Negeri Lemahireng 01 tersebut ditunjukkan melalui hasil pembelajaran dengan pembelajaran
peta pikiran dan siswa Kecamatan Bawen analisis uji hipotesis yang konvensional pada siswa kelas V SD
16

yang tidak mendapat Kabupaten Semarang. dilakukan dengan uji gain dan uji t. SeGugus I Kecamatan Selat Kabupaten
perlakuan model Penerapan model Dari kedua uji tersebut Karangasem tahun pelajaran 2012/2013.
pembelajaran make a pembelajaran membuktikan adanya pengaruh Hal tersebut didasarkan pada hasil analisis
match berbantuan peta kooperatif tipe Make a yang signifikan hasil belajar data menggunakan uji-t, yang mana
pikiran pada siswa kelas Match merupakan “Sumber Daya Alam” antara kelas thitung = 5,07 dan ttabel (taraf signifikansi
V SDN 3 dan 1 Kaliuntu model pembelajaran eksperimen (menggunakan model 5%) = 2,00 atau t hitung > ttabel. Rata-rata
pada tahun ajaran yang lebih unggul dan make a match) dan kelas kontrol skor prestasi belajar Matematika siswa
2016/2017. Perbandingan dapat mencapai tujuan (metode caeramah bervariasi). yang belajar dengan model pembelajaran
hasil perhitungan rata- pembelajaran secara Ketuntasan belajar untuk kelas kooperatif tipe make a-match adalah 23,88
rata optimal dibandingkan eksperimen hampir mencapai (kategori sangat tinggi), sedangkan rata-
hasil belajar IPA model Snowball 100%, sedangkan untuk kelas rata skor prestasi belajar Matematika siswa
kelompok ekperimen Throwing pada siswa kontrol mencapai 66,7%. yang belajar dengan pembelajaran
adalah 25,84 lebih besar kelas IV SD Negeri konvensional adalah 17,75 (katagori
dari rata-rata hasil belajar Lemahireng 01 tinggi).
IPA kelompok kontrol Kecamatan Bawen
sebesar 18,59. Kabupaten Semarang
Semester II Tahun
Pelajaran 2015/2016.
Hal ini dibuktikan dari
rata-rata nilai posttest
setelah diberikan
perlakuan
menggunakan model
pembelajaran Make a
Match yaitu sebesar
75,223 sedangkan nilai
rata-rata posttest
setelah diberikan
perlakuan
menggunakan model
pembelajaran Snowball
Throwing yaitu sebesar
69,37.
17

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut :

Ha : Ada pengaruh antara Model pembelajaran Make A Match pada

Pembelajaran IPA terhadap hasil belajar IPA Kelas V SDN II

Banjarsari, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung.

Ho : Tidak ada pengaruh antara Model pembelajaran Make A Match pada

Pembelajaran IPA terhadap hasil belajar IPA Kelas V SDN II

Banjarsari, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung.


18

BAB III

METODE PENELITIAN

D. Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental research). Eksperimen

semu merupakan penelitian yang mendekati eksperimen sungguhan (true

experimental research). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan

hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol

disamping kelompok eksperimen, namun pemilahan kedua kelompok

tersebut tidak dengan teknik random. Kelompok kontrol dalam penelitian

ini tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel

luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

2. Rancangan Penelitian

Penelitian eksperimen semu ini menggunakan desain Non

Equivalent Control Group Design. Hal tersebut karena hanya pada desain

ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara

random (Sugiyono, 2013: 79). Diberikan pretest untuk mengetahui

keadaan awal adakah perbedaan untuk kelompok eksperimen (O1) dan

kelompok kontrol (O3). Secara homogenitas, hasil pretest yang baik adalah

bila nilai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak berbeda

secara signifikan. Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen


19

(X) , dan pengaruh pembelajaran (O2&O4). Bagan desain penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Non Equivalent Control Grup Design

Kelompok Eksperimen 01 X 02
Kelompok Kontrol 03 X 04
Tabel 3.1 : Rancangan Penelitian (Sumber : Sugiyono,2014)

Keterangan :

O1 : pretest untuk kelompok eksperimen untuk mengetahui keadaan awal.

O2 : posttest kelompok eksperimen

O3 : pretest untuk kelompok kontrol untuk mengetahui keadaan awal.

O4 : posttest kelompok kontrol

X : perlakuan yang diberikan, yaitu model pembelajaran make a match

E. Definisi Operasional Variabel

1. Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran yang di maksud adalah Make A Match,

Model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match merupakan model

pembelajaran yang berhubungan dengan karakteristik siswa, dimana pada

model pembelajaran ini siswa menjadi lebih aktif karena siswa sendiri

lebih aktif untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru."

Make a Match" atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif

yang dapat diterapkan kepada siswa (Dewi, 2013).

Model pembelajaran Make a Match dilakukan di dalam kelas

dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa


20

dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang

dibawanya dengan waktu yang cepat. a) Guru menyiapkan kartu yang

berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, b)

Setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha

menjawabnya, c) Setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan

persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, d) Kartu dikumpul

lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak

pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah

melalui proses pembelajaran, baik kemampuan secara kognitif,

kemampuan secara afektif maupun kemampuan secara psikomotor. Hasil

belajar dalam penelitian ini merupakan hasil belajar kognitif yang dapat

diketahui hasilnya melalui tes tertulis setelah proses pembelajaran selesai

sedangkan kemampuan afektif dan psikomotor dapat diketahui hasilnya

melalui penskoran pengamatan keaktifan siswa pada saat pembelajaran.

Dalam penelitian ini lebih menekankan pada ranah kognitif yang memiliki

indikator sebagai berikut :

Tabel 3.2 Indikator Hasil Belajar Siswa

No Ranah Kognitif Indikator


1 Pengetahuan Menyebutkan
2 Pemahaman Menjelaskan
3 Penerapan Mengurutkan
Tabel 3.2 : Peneliti (2018)
21

F. Variabel Penelitian

Sugiyono (2010: 2) berpendapat bahwa variabel merupakan segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari,

sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya. Dikatakan variabel karena ada variasinya, variasi disini dapat

berupa kuantitatif maupun kualitatif. Bervariasi berarti terdapat lebih dari satu

objek. Salah satu contoh dari variabel adalah jenis kelamin. Jenis kelamin

dikatakan variabel karena dapat divariasikan menjadi laki-laki dan perempuan.

Sutrisno Hadi mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi.

Sependapat dengan Sutrisno Hadi, Arikunto (2010: 159) menyebutkan gejala

merupakan objek penelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang

bervariasi. Dapat disimpulkan variabel merupakan segala sesuatu yang telah

ditetapkan oleh peneliti yang menjadi fokus dalam penelitannya.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel

bebas. Berikut ini adalah variabel –variabel yang diteliti dalam peneliti, yaitu:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,

2010: 6). Atau dapat dikatakan variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

model pembelajaran make a match. Variabel bebas dinyatakan dengan

huruf X.
22

2. Variabel Terikat

Sugiyono (2010: 6) berpendapat bahwa variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel

terikatnya adalah hasil belajar IPA. Variabel terikat dilambangkan dengan

huruf Y.

G. Populasi, Sampel, dan Sampling Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2009:80). Sejalan dengan hal tersebut

Sukmadinata (2010: 250) berpendapat bahwa populasi merupakan

kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian. Berdasarkan

pendapat diatas, populasi dapat diartikan sebagai keseluruhan

objek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa kelas V SDN II Banjarsari.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti.

Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh

sampel yang benar-benar representatif (mewakili seluruh populasi) atau


23

dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya (Arikunto,

2010: 176). Sejalan dengan hal tersebut Sugiyono (2009: 81)

mendefinisikan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut, artinya bahwa sebagian anggota yang

mewakili (representatif) dari populasi dijadikan sebagai subjek penelitian.

Dapat disimpulkan bahwa data yang akan dijadikan sampel haruslah

representatif karena kesimpulan penelitian akan digeneralisasikan pada

seluruh anggota populasi. Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan

sampel yaitu siswa kelas VA SDN II Banjarsari

3. Sampling Penelitian

Setiap kegiatan penelitian haruslah ditetapkan populasi dan juga sampel

yang akan dikenai sebagai objek penelitian. Cara yang digunakan untuk

memilih sampel disebut teknik sampling. Sugiyono (2009: 81)

menyebutkan bahwa teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel.

Teknik sampling yang peneliti gunakan adalah Probability

Sampling. Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang

memberikan peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota

populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2009: 84). Dalam

penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas V SDN II Banjarsari

, sehingga untuk memudahkan peneliti maka penelitian tidak dilakukan

pada seluruh populasi melainkan pada sampel. Teknik sampling yag

digunakan adalah Cluster Sampling. Cluster Sampling digunakan untuk


24

menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat

luas. Pertimbangan ini berdasarkan lokasi tempat SD itu berada, sarana

dan prasarana yang ada dan persamaan masalah yang dihadapi.

H. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti

untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Menurut

Sugiyono (2010, hal.103) pengumpulan data dapat dilakukan dalam

berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

eksperimental.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tes. Tes merupakan alat untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya

kemampuan objek yang diteliti. Tes ini dilakukan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok dengan cara memberikan pertanyaan

atau latihan serta alat tes lainnya (Arikunto, 2010 193). Tes yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar berbentuk soal

uraian berupa pretest dan posttest.


25

3. Cara Penskoran

Penilaian dalam penelitian ini peneliti menggunakan ranah kognitif.

Tes yang diberikan berupa soal uraian. Item soal yang dijawab benar

mendapat skor 1 dan item soal yang dijawab salah atau tidak diisi

mendapat skor 0.

Rumus untuk menentukan nilai siswa menggunakan rumus sebagai

berikut :

B
Nilai = x 100 ………………….. (Poerwanti, 2008: 6-9)
N

Keterangan:

B : banyaknya butir soal yang dijawab benar

N : jumlah butir soal

4. Kriteria Nilai

Penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui hasil belajar

siswa dengan menggunakan rumus mengetahui nilai akhir yaitu dengan

memberikan soal uraian. Berdasarkan rumus tersebut peneliti dapat

mengetahui perolehan nilai siswa dan menentukan kriteria dalam penilaian

tes ini. Menurut Prastowo (2017, hal. 392) kriteria penskoran

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Nilai 91-100 berarti amat baik

b. Nilai 71-90 berarti baik

c. Nilai 61-71 berarti cukup


26

d. Nilai kurang dari 60 berarti kurang

I. Analisis Data

1. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2013: 211) validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahan suatu instrumen.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari

variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas

menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari

gambaran tentang variabel yang dimaksud.

Untuk itu dalam menghitung validitasnya peneliti menggunakan

rumus koefisien kolerasi product moment dari Karl Pearson.

NΣ xy − ( Σ x ) ( Σy )
r xy =
√[ NΣx2 − (Σx )2 ] [ NΣy2 − ( Σy)2 ]
………………… (1)

Keterangan :

rxy = Angka indeks korelasi “r” antara x dan y

N = Jumlah sampel

Sxy = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y

Sx = Jumlah seluruh skor X

Sy = Jumlah seluruh skor Y (Arikunto, 2013, hal.213)

Kaidah Pengujian
27

1. Jika rhitung ³ dari rtabel maka item angket dinyatakan valid dan dapat

dipergunakan sebagai alat pengumpul data

2. Jika nilai rhitung ≤ dari rtabel maka item angket dinyatakan tidak valid dan tidak

dapat dipergunakan sebagai alat pengumpul data.

Hasil koefisien korelasi antara X dengan Y selanjutnya akan dihitung

dengan uji t dengan rumus sebagai berikut:

r √ n−2 ................................................. (2)


thitung¿
√ 1−r 2

Keterangan :

thitung = Nilai thitung

r2 = Koefisien korelasi dari hasil r hitung

n = Jumlah responden (sampel) . Riduwan dan Sunarto (2012:81)

Jika thitung lebih besar dari ttabel maka data atau instrumen dapat

dikatakan valid, dengan taraf signifikasi sebesar 5%. Jika t hitung lebih kecil

dari ttabel maka data atau instrumen dapat dikatakan tidak valid, dengan

taraf signifikan sebesar 5%. Tahapan uji validitas ini menggunakan

program SPSS 20 for Windows.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas artinya dipercaya. Menurut Arikunto (2012:100)

mengatakan bahwa “instrumen harus reliabel sebenarnya mengandung arti

bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap


28

data yang bisa dipercaya”. Instrumen yang sudah dapat dipercaya,

yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach sebagai

berikut :
2
k Ʃ σb
r 11 =( )(1− 2 ) .................................... (3)
(k−1) σt
Keterangan

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal


2
Ʃ σb = Jumlah varians butir

2
σt = varians total (Arikunto, 2013: 239)

Kriteria jika nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel dengan taraf signifikasi

5% maka angket dinyatakan reliabel.Jika nilai r hitung lebih kecil dari nilai rtabel maka

dengan taraf signifikan 5% maka angket dinyatakan tidak reliabel. Tahapan uji

reliabilitas ini menggunakan program SPSS 20 for Window.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah setiap kelas

mempunyai distribusi data yang normal atau tidak, apabila data

berdistribusi normal maka dapat digunakan statistika parametrik

sedangkan apabila data tidak berdistribusi normal maka digunakan statistik

nonparametrik. Acuan data dikatakan berdistribusi normal jika nilai

signifikansi/probabitas > 0,05. Dalam uji normalitas data ini bisa

menggunakan bantuan software SPSS 20 .


29

4. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varian bertujuan untuk mengetahui apakah varian

kedua kelompok homogen atau tidak. Acuan varian data kedua kelompok

homogen adalah jika nilai probabilitas/signifikansi > 0,05. Analisis uji

homogenitas varian ini bisa dilakukan menggunakan software SPSS 20

yaitu analyze-comperemeananeway Anova atau analyze-descriptive

statistic-explore.

5. Uji Hipotesis

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan uji t. Menurut Riduwan & Sunarto (2009) tujuan uji

t dua variabel terikat adalah untuk membandingkan (membedakan) apakah

kedua variabel tersebut sama atau berbeda. Gunanya untuk menguji

kemampuan generalisasi (signifikasi hasil penelitian yang berupa

perbandingan dua rata-rata sampel). Dalam penelitian ini analisis uji-t

dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 20. Uji t

ini dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan ttabel pada tingkat α

= 5% (Arikunto, 2010). Jika thitung ≥ ttabel maka Ha diterima dan Ho ditolak.


30

Anda mungkin juga menyukai