Anda di halaman 1dari 10

GCS E2m2v2: Pengkajian tingkat kesadaran

secara kuantitatif yang biasa digunakan pada kondisi emergensi atau kritis sebagian
besar menggunakan Glasgow Coma Scale(GCS).
Pupil isokor
Bone window

Patofisiologi trauma kraniocerebral


Cedera akselerasi dan deselerasi

Cedera pada otak disebabkan oleh transfer energi pada tengkorak dan struktur di
dalamnya. Cedera akselerasi deselerasi terjadi sebagai akibat dari mekanisme
benturan atau impuls yang dapat menyebabkan disrupsi dari jaringan otak (laserasidan
atau kontusi), cedera aksonal difus, atau keduanya.
pada cedera tumpul, dorongan akselerasi dan deselerasi angular menyebabkan
timbulnya strain (gaya) yang terbagi secara merata pada parenkim otak, dimana hal
ini bertanggung jawab pada terjadinya cedera aksonal difus. Adanya dorongan atau
benturan ini, dapat secara langsung terjadi pada kepala (cedera benturan) atau secara
tidak langsung melalui tubuh(cedera impuls). Tanda fisiologis dari terjadinya cedera
otak difus adalah hilangnya kesadaran.

Cedera otak dapat terjadi secara langsung di bawah lokasi cedera (cederacoup), tetapi
karena otak sifatnya lebih relatif dibandingkan tulang tengkorak dandura, maka
kompresi otak yang berjauhan dengan lokasi benturan juga dapat terjadi,dimana dapat
ditemukan pada permukaan orbitofrontal dari lobus frontal dan atau di bagian anterior
dari lobus temporal, yang jauh dari lokasi benturan (cederacountrecoup).
hal ini dapat menjelaskan mengapa cedera otak dapat terjadi padadaerah intrakranial
yang berlawanan dengan lokasi trauma atau benturan (cederacountrecoup). 9rauma
kraniocerebral dapat menyebabkan konkusi, kontusi cerebral, perdarahan intrakranial,
atau cedera aksonal difus.

Patofisiologi
Mekanisme cedera otak merupakan hal yang bersifat kompleks,
bervariasi, dan belum sepenuhya dipahami. Trauma mekanik, iskemia,
kerusakan energi seluler, cedera reperfusi eksitotoksin, edema, cedera vaskuler,
dan cedera yang menginduksi apoptosis, merupakan factor-faktor yang
berpengaruh pada hampir semua cedera otak akut.
Ada dua fase utama dari cedera kepala yang diakibatkan oleh trauma
kepala.
1. Fase pertama adalah
kerusakan otak awal yang terjadi segera pada saat benturan, yang
meliputi cedera neural, cedera glial primer, dan respon vaskuler,
dimana hal ini dapat meliputi laserasi kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, kontusi, perdarahan pungtat, perdarahan subarachnoid
dan cedera aksonal difus.
Ada dua jenis cedera primer yang dapat terjadi yaitu cedera otak fokal
dan difus. Tipe yang paling sering dari cedera otak traumatik (75-
90%) adalah konkusi ringan dan konkusi cerebral klasik. Cedera otak
fokal terhitung sebanyak lebih dari dua per tiga dari kematian akibat
cedera otak, sedangkan cedera aksonal difus terhitung sebanyak
kurang dari sepertiganya.
2. fase kedua dari cedera merupakan perkembangan kerusakan
neurologi yang terjadi setelah cedera primer, dimana hal ini dapat
berkembang dalam waktu beberapa hari sampai minggu. Cedera
sekunder dapat diakibatkan oleh adanya edema cerebral, hipoksia,
dan perdarahan yang tertunda.
 Cedera primer
Cedera primer didefinisikan sebagai cedera otak traumatik primer yang
disebabkan oleh kekuatan eksternal pada kepala yang menimbulkan kerusakan
jaringan di luar toleransi strukturalnya. Kekuatan ini daapat dikelompokkan
menjadi kekuatan kontak atau inersia. Kekuatan kontak umumnya menimbulkan
cedera fokal seperti fraktur tulang tengkorak, kontusi, hematom epidural dan
subdural. Kekuatan inersia terjadi akibat otak yang mengalami akselerasi atau
deselerasi (tranlasional, rotasional, atau keduanya). Kekuatan inersia dapat
menyebabkan cedera otak fokal atau difus, dimana akselerasi tranlasional yang
murni dapat menyebabkan cedera fokal seperti kontusi countrecoup, hematom
intracerebral, dan hematom subdural, sedangkan akselerasi rotasional atau
angular (sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi),
biasanya menyebabkan cedera otak difus. Cedera primer ini dapat berlanjut pada
kerusakan yang irreversibel akibat disrupsi sel, bergantung pada mekanisme dan
keseriusan dari kejadian tersebut. Trauma kepala dapat mengakibatkan
kerusakan pada kulit kepala, tulang tengkorak dan otak. Laserasi kulit kepala,
dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan tetapi pada hampir semua
kasus, hemostasis dapat terjadi dengan mudah. Fraktur dapat dikelompokkan
menjadi fraktur linier, depresi, campuran, atau melibatkan dasar tengkorak.
Fraktur tulang tengkorak linier atau simpel merupakan tipe yang paling sering
terjadi, umumnya terjadi pada konveksitas lateral dari tulang tengkorak, dan
tidak membutuhkan terapi yang spesifik. Fraktur tulang tengkorak depresi
terjadi saat tabula eksterna dari tengkorak mengalami depresi atau penurunan
di bawah tabula interna dan dapat menyebabkan robeknya dura atau laserasi
otak. Biasanya terjadi akibat trauma tumpul oleh objek yang memiliki area
permukaan yang relatif kecil seperti palu. Mungkin dibutuhkan perbaikan
operatif, khususnya pada fraktur depresi yang melibatkan dinding posterior
sinus frontal atau berhubungan dengan perdarahan intrakranial. Fraktur depresi
campuran didefinisikan sebagai fraktur yang disertai laserasi dari kulit kepala
dan dapat ditangani dengan debridement luka melalui operasi. Fraktur dasar
tengkorak dapat terjadi akibat trauma tumpul yang berat pada daerah frontal
atau occiput, dan didiagnosis dengan penemuan klinik dari adanya ekimosis
periorbital (raccoon eyes), ekimosis pada daerah postaurikuler (Battle’s sign),
hemotimpanum, atau kebocoran cairan cerebrospinal, dapat memiliki penyulit
berupa meningitis atau abses otak. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak
memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya hematom intrakranial yang
tertunda, dan harus diobservasi dalam waktu 12-24 jam setelah cedera awal.
Cedera primer dapat meliputi cedera aksonal difus kontusi hematom, dan
perdarahan subarachnoid traumatik. 2, 4, 5

Konkusi
Konkusi merupakan kehilangan fungsi neurologik sentral yang sifatnya
segera, terjadi tiba-tiba, dan tanpa disertai sekuel yang diakibatkan oleh trauma
kraniocerebral. Karakteristiknya adalah hilangnya kesadaran, amnesia
sementara (hilangnya memori), konfusi, disorientasi, perubahan visual, disfungsi
otonom, sakit kepala, tinitus, dan iritabilitas dengan derajat yang bervariasi,
tanpa adanya abnormalitas cerebral yang bermakna (tidak disertai adanya
kerusakan patologis pada otak). 2, 6, 9

Kontusi cerebral
Kontusi cerebral merupakan area yang mengalami kerusakan pada
parenkim otak dan dapat menimbulkan defisit neurologis bergantung pada
lokasi anatominya. Kontusi umumnya ditemukan paling sering pada lobus
frontal, khususnya pada bagian ujung dan sepanjang permukaan orbital inferior;
pada lobus temporal, khususnya pada kutub anterior dan sepanjang permukaan
inferior; dan pada daerah sambungan frontotemporal. Bagian anterior dari lobus
frontal dan temporal merupakan bagian yang rawan atau rapuh karena kontur
yang kasar dari tulang tengkorak pada regio ini. Kontusi kadang dihubungkan
dengan disrupsi dari sawar darah otak dan dapat disertai penyulit berupa
perluasan dari perdarahan yang terjadi, pembentukan edema, atau kejang.
Kontusi yang besar dapat menimbulkan efek massa yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi otak. Hal ini mengakibatkan
perubahan pada fungsi perhatian, memori, afek, emosi, dan tingkah laku. Pada
kasus yang jarang terjadi, kontusi terjadi pada lobus parietal dan occipital.
Kontusi cerebral fokal dapat bersifat superfisial, dan hanya melibatkan girus
otak. Kontusi hemoragik dapat berkumpul menjadi hematom intrakranial
konfluen yang luas. 1-3
Kontusi biasanya bersifat lokal dan dihubungkan dengan adanya
perdarahan, edema, dan nekrosis. Kontusi dapat dibagi menjadi dua kelompok.
1. Kontusi coup lebih berat pada jaringan otak dibawah lokasi
benturan dan biasanya berhubungan dengan cedera akselerasi.
2. Kontusi countrecoup berlokasi pada permukaan otak yang
berlawanan dengan lokasi trauma dan dihubungkan dengan
cedera deselerasi. Kontusi traumatik juga dihubungkan dengan
kejadian hematom intracerebral superfisial. Edema yang terjadi
di sekitar kontusi merupakan jenis vasogenik. Edema vasogenik
uumnya terjadi pada substansi alba, dan merupakan akibat dari
adanya destruksi jaringan dan disrupsi sawar darah otak.
Perdarahan yang terjadi pada otak dapat bersifat fokal atau
multifokal. Hematom intracerebral juga dapat terjadi pada lobus
frontal dan temporal, dan kadang muncul sebagai perluasan
perdarahan dari kontusi. Lokasi terjadinya kontusi yang kurang
sering ditemukan adalah pada fossa posterior dan ganglia
basalis. 1

Hematom intrakranial
--epidural hematom—
 Akibat robeknya arteria meningea mediaàperdarahan antara tengkorak dan
duramater
 Sakit kepala ,muntah dan penurnan kesadaran
 Gejala neurologik terpenting: pupil anisochor
 Relflek patologis positif,hemiparese/plegi,reflek tendo meninggi
 Khas : Lucid interval (interval bebas antara dua penurunan kesadaran)
 Sangat emergensi kr sangat progresif
 Diagnosis; gx klinis,grs fraktur menyokong EDH dan menunjukan tempat
EDH
 Diagnosis akurat dg ct scan ; perdarahan bikonveks/ lentikulerdi daerah
epidural
 Penanganan:
Trepanasi

--subdural hematom---
 Disebabkan trauma otak yang sebabkan robeknya vena dalam ruang
subarachnoid, waktu basanya berlangsung lama
 SDH akut jika terjadi hr 1-3, sulit dibedakan dg EDH
 Terjadi gejala desak ruang yang hebat hingga sering dianggap neoplasma
 Gejala yang timbul Nyeri kepala hebat,gangguan penglihatan kr edema papil
N II
 Pemeriksaan: Ro Kepala,CT scan,EEG
 Terapi :trapanasi danevakuasi hematom
 Prognosis lebih jelek
--intracerebral hematom—
 Terkumpulnya darah secara fokal yang diakibatkan oleh regangan atau
rotasional thd pemb. Darah intraparenkim otak/cidera penetrans
 Khas: lesi perdarahan diantara euron otak yang relatif normal. Tepi bisa
tegas/tdk tergantung apakah ada oedem otak/tdk
 Perdarahan intraserebral bs timbul bbrp hr kemudian sesudah
traumamonitor dg pem. Tanda vital; pem. Neurologis, bila perlu ct scan
ulang

Cedera sekunder
Banyak penelitian yang telah melaporkan bahwa autoregulasi cerebral
dapat mengalami gangguan setelah terjadinya cedera otak traumatik. Hal ini
menyebabkan pasien dengan cedera kepala menjadi rawan terhadap akibat dari
cedera sekunder seperti hipotensi, hipertensi intrakranial, hipoksia, perdarahan
intrakranial, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial, infeksi, dan
ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik. Insiden cedera sekunder umumnya
semakin meningkat dengan keseriusan cedera primer meskipun hubungan dari
kedua hal ini tidak sepenuhnya sama. Pasien dengan cedera primer yang berat,
mungkin awalnya masih mengalami cedera sekunder yang sedikit. Sebaliknya,
pasien dengan cedera primer yang ringan, dapat meninggal atau menjadi lumpuh
akibat adanya perluasan hematom intrakranial. Secara klinik, gangguan
neurologik yang disebabkan oleh cedera primer sifatnya maksimal pada onset
trauma dan selanjutnya semakin berkurang atau tetap stabil. Tetapi, adanya
cedera sekunder dapat memperburuk status neurologik pasien, dimana efeknya
ditambahkan dengan gangguan neurologi pada cedera primernya. Proses
sekunder ini dapat dimulai pada waktu terjadinya cedera atau beberapa waktu
setelahnya, dimana hal ini dapat memicu lebih buruknya cedera yang sudah
terjadi pada otak. Setelah terjadinya cedera otak traumatik, banyak sel yang
mengalami kerusakan secara langsung dan irreversibel. Tetapi sel-sel yang
lainnya masih dapat dipertahankan dan fungsinya tidak terganggu dan tidak
rusak secara mekanik. Hal ini dapat pulih jika tersedia kondisi lingkungan yang
optimal untuk dapat bertahan. 2, 8
Cedera sekunder secara potensial dapat dicegah dan ditangani. Cedera
sekunder meliputi efek hipotensi, hipoksia, dan herniasi dengan peningkatan
tekanan intrakranial akibat efek massa. Kerusakan otak hipoksik dapat
ditimbulkan oleh tingginya tekanan intrakranial atau vasospasme. Koreksi dari
kondisi syok dan hipoksia merupakan manajemen pertama pada pasien yang
mengalami cedera kepala, dan setiap pasien cedera kepala yang dicurigai
memiliki kemampuan ventilasi yang buruk harus segera mendapatkan intubasi. 4
Kejang post trauma dapat dikelompokkan menjadi segera (terjadi dalam waktu 7
hari setelah trauma), atau lambat (terjadi > 7 hari setelah trauma). Beberapa
faktor yang menempatkan pasien pada risiko tinggi untuk terjadiya kejang post
truama antara lain skor GCS < 10, kontusi kortikal, fraktur depresi tengkorak,
hematom subdural,
hematom epidural, hematom intracerebral, luka penetrasi, dan kejang dalam
waktu 24 jam setelah trauma. Edema otak difus atau lokal merupakan
komplikasi yang serius dari cedera kepala dan dapat berlanjut pada peningkatan
tekanan intrakranial. Efek massa dari edema meningkat dalam waktu 72 jam
setelah trauma

sumber:

PATOFISIOLOGI
 Fungsi otak tergantung pada ketersediaan oksigen dan glukosa
 Berat otak 2% dari BB tapi menerima 20% dari curah jantung
 80% glukosa dan oksigen dikonsumsi oleh otak
 Cidera kepala berakibat lanjutan berupa gangguan suplai sel otak terutama
oksigen dan glukosa
 Sehingga cidera kepala harus terjamin kecukupan oksigen dg bebaskan
airway dan oksigenasi

 HukumMonroe Kelly
Ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap
Volume dipengaruhi darah,liquor,dan parenkim otak
Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan berakibat kenaikan tek
intrakranial yang tinggi dan penrunan tekanan perfusi serebral(CPP)
 CCP=MAP-ICP
Penurunan CPP<70 mmHg menyebabkan ischemik otak-> edema sitostatikà
kerusakan seluler yang parah dan irreversible
 Edem sitosik
Kerusakan jar otak akibatkan pelepasan berlebih sejenis
neurotransmitter yang sebabkan eksitasi(ExitoryAminoAcid),EAA melali
reseptor AMPA dan MDA menyebabkan Ca influks berlebih yang timbulkan
edema dan aktifasi enzym degeneratif dan sebabkan fast depolarisasi(klinis
kejang2)

 Assasment dsn klasifikasi pasien cidera kepala dipandu dengan Glasgow


Coma Scale
 GCSterdiri dari 3 parameter: Respon mata, respon verbal, dan respon motorik
 Gambaran klinis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya
 Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat kesadaranya
*Berdasar keparahan cidera:
Cidera kepala ringan : GCS 14-15
Cidera kepala sedang: GCS 9-13
Cidera kepala berat ;GCS 3-8
*Berdasar morfologi
Fraktur tengkorak; kranium,basis kranium
Lesi intra serebral :Fokal(epidural,subdural,intraserebral)
Difus

Anda mungkin juga menyukai