Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN MORNING REPORT

STASE FISIOTERAPI PEDIATRI

ASSESMENT FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSIONAL


DUDUK STABIL AKIBAT KELEMAHAN OTOT FLEKSOR TRUNK,
FLUKTUATIF TONE E.C CEREBRAL PALSY QUADRIPLEGI

BALKIS SRI LESTARI


PO715241231009

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


PROGRAM STUDI PROFESI
FISIOTERAPI TAHUN 2024
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Morning Report


Stase Fisioterapi Pediatri

BALKIS SRI LESTARI


PO.71.5.241.23.1.009

Dengan Judul :

“Assesment Fisioterapi Pada Gangguan Fungsional Duduk Stabil Akibat Kelemahan


Otot Fleksor Trunk, Fluktuatif Tone E.C Cerebral Palsy Quadriplegi”

Periode tanggal 12 Februari – 2 Maret 2024 di Keanna Center yang telah


disetujui oleh Pembimbing Lahan/Clinical Educator

Jakarta, 1 Maret 2024

Clinical Educator,

Ahmad Syakib, SSt.Ft., MKM., Ftr


NIP. 19740320 199803 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkat rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus stase Fisioterapi

Kesehatan Pediatri dengan judul “Assesment Fisioterapi Pada Gangguan Fungsional

Duduk Stabil Akibat Kelemahan Otot Fleksor Trunk, Fluktuatif Tone E.C Cerebral

Palsy Quadriplegi”. Laporan ini penulis susun berdasarkan praktek stase Fisioterapi

Pediatri di Keanna Learning Center Jakarta.

Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Klinik,

Pembimbing Akademik, serta teman-teman yang telah memberikan arahan dan

dukungan selama menyusun laporan ini. Laporan klinik ini jauh dari kata sempurna,

oleh itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat

dijadikan bahan pembelajaran dalam penuyusun laporan selanjutnya. Penulis berharap

laporan ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa Fisioterapi khususnya dan seluruh

mahasiswa pada umumnya.

Jakarta, 29 Februari 2024

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI................................................................1
A. Data medis..............................................................................................................1
B. Identitas Pasien.......................................................................................................1
C. History Taking........................................................................................................1
D. Inspeksi/Observasi..................................................................................................2
E. Pemeriksaan/pengukuran Pediatri..........................................................................2
F. Diagnosa Fisioterapi...............................................................................................5
G. Problematik Fisioterapi...........................................................................................6
BAB II INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI...............................................7
A. Rencana Intervensi Fisioterapi................................................................................7
B. Strategi Intervensi Fisioterapi.................................................................................7
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi..........................................................8
D. Edukasi Dan Home Program................................................................................11
E. Evaluasi.................................................................................................................11
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................13
A. Pembahasan Assessmen Fisioterapi......................................................................13
B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi (kaitannya dengan clinical reasoning)..........20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................25

iv
BAB I

PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI

A. Data medis

Diagnosa Medis : Cerebral Palsy Athetoid Quadriplegi

B. Identitas Pasien

Nama : An. U

Tanggal lahir : 13 Januari 2015

Usia kalender : 9 tahun 1 bulan

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Jl. Taman Wijaya Kusuma

C. History Taking

1. Keluhan utama : Px belum mampu duduk stabil secara mandiri

2. Penyebab : Cerebral Palsy Athetoid Quadriplegi

3. Riwayat Pre Natal : pada saat ibu hamil dinyatakan sehat dan tidak mengalami

keluhan selama kehamilan.

4. Riwayat Natal : anak lahir dengan usia cukup bulan namun tidak menangis saat

lahir, di masukkan ke inkubator

5. Riwayat Post Natal : Usia seminggu mengalami kejang pertamanya kemudian

pada saat usia 1 tahun 4 bulan kembali mengalami kejang akibat DBD

6. Riwayat tumbuh kembang : Pada saat mengalami kejang pertama sudah

dinyatakan mengalami gangguan tumbuh kembang yang lambat dari anak

lainnya setelah kejang kedua barulah di diagnosis mengalami Cerebral Palsy dan

belum

1
mampu duduk, berdiri, dan berjalan secara mandiri serta keterlambatan

berkomunikasi.

7. Riwayat penyakit terdahulu/penyerta orang tua : ibunya memiliki Riwayat

abortus 2 kali

D. Inspeksi/Observasi

1. Statis

a. Datang dengan digendong ayahnya

b. Kedua jari tangan mengepal

c. Belum mampu mengontrol air liurnya

d. Kedua lengan ekstensi elbow, fleksi wrist

e. Fleksi hip, Internal rotasi hip, adduksi hip dan fleksi knee, plantar fleksi ankle

f. Fluktuatif tone

2. Dinamis

Saat diposisikan duduk kesulitan menyeimbangkan tubuh karena cenderung

kepala dan badan bergerak kearah ekstensi

E. Pemeriksaan/pengukuran Pediatri

1. Pemeriksaan Vital sign

a. Denyut nadi : 100 bpm

b. Tekanan darah :-

c. Pernapasan : 25 rpm

d. Suhu : 36,50C

2. General Impression

a. Kognitif : Atensi, motivasi dan emosi baik

2
b. Komunikasi : Anak merespon dengan memberikan senyuman dan dapat

memahami memahami intruksi yang diberikan

c. Adaptasi : Anak kadang menangis saat diberikan intervensi

3. Palpasi

a. Suhu : Tidak ada peningkatan suhu

b. Nyeri : Tidak ada nyeri

c. Oedema : Tidak ada oedema

d. Tonus : Terdapat peningkatan tonus pada keempat ekstremitas

4. Pemeriksaan Refleks Primitif

a. Reflex Moro : (+)

b. Reflex rooting : (+)

c. Reflex palmar grasp : (+)

d. Reflex glabella : (+)

e. Reflex babinsky : (+)

f. Reflex Asymetrical Tonic Neck : (-)

5. Pemeriksaan Refleks Fisiologis

a. Refleks Bicep : - ++ (Meningkat)

b. Refleks Tricep : - ++ (Meningkat)

c. Refleks Patella (KPR) : - ++ (Meningkat

d. Refleks Achilles (APR) : - ++ (Meningkat)

6. Manual Muscle Test (XORT)

Skala Asworth
Ekstremitas Dextra Sinistra
Ekstremitas atas T T
Extremitas bawah T T

3
7. Pemeriksaan tonus Otot (Skala Asworth)

Skala Asworth
Ekstremitas Dextra Sinistra
Ekstremitas atas 1 2
Extremitas bawah 2 2

8. Pemeriksaan Fungsi Sensorik

a. Visual : Eye contact baik.

b. Auditory: Menoleh saat dipanggil dan merespons jika diajak berbicara

c. Taktil : Mampu merasakan sentuhan dan nyeri

d. Proprioseptif: Belum mampu hand support secara mandiri saat duduk.

9. Pemeriksaan Postur dan Balance

a. Pola Posture

1) Posisi terlentang

Regio Dextra Sinistra


Head & Neck Ekstensi
Shoulder Eksternal rotasi dan retraksi
Elbow Ekstensi dan pronasi
Wrist Fleksi
Finger Fleksi
Trunk Skolisis
Pelvic Anterior tilting
Hip Internal rotasi dan adduksi
Knee fleksi
Ankle Inversi dan plantar fleksi
Toe Ekstensi

2) Posisi duduk

Regio Dextra Sinistra


Head & Neck Ekstensi
Shoulder Eksternal rotasi dan retraksi
Elbow Ekstensi dan pronasi
Wrist Fleksi

4
Finger Fleksi
Trunk Skolisis
Pelvic Anterior tilting
Hip Internal rotasi dan adduksi
Knee fleksi
Ankle Inversi dan plantar fleksi
Toe Ekstensi

b. Pola Balance

1) Statis : Anak belum mampu mempertahankan posisi duduk stabil tanpa

bantuan

2) Dinamis : Anak belum mampu transfer dari tidur ke duduk

10. Gross Motor Function Measure (GMFM)

Level 3 : Anak sering duduk di lantai dengan "W-sitting" (duduk di antara

pinggul yang tertekuk dan diputar secara internal dan lutut) dan memerlukan

bantuan orang dewasa untuk duduk. Anak-anak merayap tengkurap atau

merangkak dengan tangan dan lutut (seringkali tanpa gerakan kaki timbal balik)

sebagai metode utama mobilitas diri mereka.

11. Funtional Independent Meassurement

Level Interpretasi
1 Aktivitas dengan bantuan total (upaya dari subyek 25%)
2 Aktivitas dengan bantuan makimal (upaya dari subyek 25%)
3 Aktivitas dengan bantuan sedang (upaya dari subyek 50%)
4 Aktivitas dengan bantuan minimal (upaya dari subyek 100%)
5 Mampu beraktivitas mandiri dengan pengawasan
6 Mampu beraktivitas mandiri dengan bantuan alat
7 Mampu beraktivitas mandiri dengan cepat dan aman

F. Diagnosa Fisioterapi

Gangguan fungsional duduk akibat kelemahan otot fleksor trunk dan fluktuatif

tone et cause Cerebral Palsy Athetoid Quadriplegia

5
G. Problematik Fisioterapi

Pemeriksaan /
No. Problematik Fisioterapi Pengukuran yang
Digunakan
1. Impairment (Body Structure)
a. Hypertonus Skala asworth
b. Skoliosis Inspeksi
2. Impairment (Body Function)
a. Gangguan kontrol postural Inspeksi dan pemeriksaan
pola postural
b. Kelemahan pada fleksor trunk XROT
c. Gangguan keseimbangan Inspeksi, Pemeriksaan
keseimbangan
3. Activity Limitation
a. Kesulitan duduk secara mandiri Anamnesis, inspeksi,
GMFCS, dan FIM
b. Kesulitan transfer dari duduk ke berdiri inspeksi, GMFCS, dan FIM
secara mandiri dengan pola gerakan
yang benar.
4. Participation Restriction
a. Kesulitan untuk bermain seperti teman Anamnesis
sebaya

6
BAB II

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang

Meningkatkan kemampuan untuk duduk dengan hand support

2. Tujuan Jangka Pendek

a. Mengurangi peningkatan tonus otot

b. Meningkatkan kekuatan otot fleksor trunk

c. Meningkatkan kemampuan hand support

d. Meningkatkan kontrol postural

e. Meningkatkan keseimbangan

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

No. Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi


1. Impairment (Body Structure)
a. Hypertonus pada Mengurangi NDT (Inhibisi) dan
ekstremitas atas dan peningkatan tonus otot stimulasi taktil
bawah
b. Skoliosis. Memperkuat dan Metode schorth
memperpanjang otot-
otot yang asimetris
pada skoliosis.
2. Impairment (Body Function)
a. Gangguan kontrol Meningkatkan kontrol NDT (Fasilitasi)dan
postural postural KpoC
b. Kelemahan pada fleksor Meningkatkan kekuatan NDT (Fasilitasi)
trunk otot
c. Gangguan keseimbangan Meningkatkan NDT (Fasilitasi)
keseimbangan
3. Activity Limitation
a. Kesulitan transfer dari Meningkatkan NDT (Fasilitasi), dan
duduk ke berdiri secara kemampuan untuk home program
mandiri dengan pola supine to sitting secara
gerakan yang benar. mandiri
4. Participation Restriction

7
a. Kesulitan untuk bermain Mengembalikan Edukasi dan home
seperti teman sebaya kemampuan untuk program
bermain tanpa
keterbatasan

C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

1. Neuro Development Treatment (NDT)/Bobath

a. Inhibisi Pola Spastik

Posisi pasien : Supine lying

Posisi fisioterapis : Menghadap ke pasien.

Tekhnik Pelaksanaan : Inhibisi dilakukan dengan menggerakkan

shoulder ke arah abduksi kemudian internal rotasi dan dikembalikan ke

posisi anatomi. Untuk fleksi pada jari-jari dilakukan rangsangan taktil

pada dorsal tangan lalu wrist di fleksikan hingga hari-jari membuka

dengan sendirinya. Pada ekstremitas bawah dilakukan mobilisasi pada

hip sambal perlahan-lahan hip diekstensikan.

b. Key Point of Control dan Inhibisi Association Movement posisi duduk

Posisi Pasien : Duduk di atas kursi.

Posisi Fisioterapis : Berada di belakang pasien.

Tekhnik Pelaksanaan : Fisioterapis memegang kedua shoulder pasien

sebagai key point of control untuk menginhibisi gerakan asosiasi berupa

hiperekstensi head dan trunk saat pasien berusaha mempertahankan

posisi kepalanya. Inhibisi dilakukan dengan cara kedua tangan

fisioterapis menekan area di bawah clavicula. Kedua lengan diletakkan

disamping badan, Fisioterapis menjaga agar pasien tetap meumpukan

kedua tanggannya.

8
c. Fasilitasi duduk

Posisi pasien : duduk

Posisi fisioterapis : berada di belakang pasien

Penatalaksanaan : Fisioterapis memposisikan pasien duduk dengan

kedua kaki bersila. Kedua tangan pasien diposisikan menumpu

disamping badan. Kedua tangan fisioterapis berada pada pelvic pasien

untuk menjaga agar pasien tetap duduk stabil.

d. Dosis Latihan

F : 3 kali seminggu.

I : 8 x hitungan/repetisi.

T : Latihan aktif yang terkontrol dan berulang.

T : 45 menit.

2. Balance exercise (Aproksimasi )

Posisi pasien : duduk

Posisi fisioterapis : berada di belakang pasien

Penatalaksanaan : Fisioterapis memposisikan pasien duduk dengan kedua

kaki berada didepan badan. Kedua tangan pasien diposisikan disamping

badan. Kedua tangan fisioterapis berada pada pelvic pasien untuk melakukan

aproksimasi dan menjaga agar pasien tetap duduk stabil

3. Proprioceptic Neuromuscular Facilitation

a. Combination Of Isotonic

Posisi pasien : duduk

Posisi fisioterapis : berada di depan pasien

9
Prosedur pelaksanaan : kontraksikan fleksor trunk lalu kemudian pada

akhir gerakan dan minta pasien untuk mempertahankan posisi tersebut

melawan tahanan yang diberikan. Setelah terjadi peningkatan tahan

secara perlahan kontraksi eksentrik yang terkontrol sampai ke pola posisi

awal.

b. Stabilizing Reversals

Posisi pasien : duduk

Posisi fisioterapis : di depan pasien

Prosedur pelaksanaan: fasilitasi tahan pada area posterior (area scapula)

dan perintahkan secara verbal untuk mempertahankan posisi. Ketika

terjadi peningkatan, terapis menggerakkan salah satu tangan dan mulai

memberikan tahanan dalam arah yang lainnya. Pasien harus tetap aktif

kontraksi statik pada saat perubahan arah kontraksi.

c. Dosis Latihan

F : 3 kali seminggu.

I : 8 x hitungan/repetisi.

T : Latihan aktif yang terkontrol dan berulang.

T : 45 menit.

4. Metode schroth

Posisi pasien : duduk

Posisi fisioterapis : dibelakang pasien

Pelaksanaan : pasien belajar untuk memperpendek otot pada sisi otot yang

terulur dan mengulur otot-otot pada sisi otot yang mengalami pemendekkan,

serta belajar untuk memperkuat otot-otot sekitar tulang belakang untuk

mencegah kelengkungan tulang belakang yang abnormal.

10
D. Edukasi Dan Home Program

1. Edukasi

Mengedukasi ibu untuk membiasakan anak menggunakan lengan dan tangan

dalam aktivitas sehari-hari. Mengedukasi ibu untuk tidak memposisikan anak

dalam satu posisi saja (supine/telentang) namun juga distimulasi dengan

posisi lain seperti tengkurap. Beritahukan ke keluarga pasien agar selalu

mengoreksi postur pasien saat duduk dan berdiri (postur harus tegak).

Mengedukasi ibu untuk mencegah anak duduk dalam posisi W

2. Home program

a. Latihan duduk bersila dengan kedua tangan menumpu dan berada di

depan badan.

b. Latihan duduk di kursi dengan kedua tangan menumpu di samping badan.

c. Latihan aktivitas fungsional seperti memegang atau meraih benda

dengan stimulasi berupa mainan atau benda yang disenangi pasien.

E. Evaluasi

No. Problematik Intervensi Evaluasi


Fisioterapi Fisioterapi Awal Terapi Akhir Terapi
1 Hypertonus pada NDT (Inhibisi) dan Asworth: Asworth:
ekstremitas atas stimulasi taktil AGA sin :2 AGA sin :2
dan bawah AGA dex: 1+ AGA dex: 1+
AGB : 2 AGB : 2
GMFCS: GMFCS:
Level 3 Level 3
FIM : 4 FIM : 4
2 Gangguan NDT (Fasilitasi)dan
kontrol postural KpoC
3 Kelemahan pada NDT (Fasilitasi) MMT : 3 MMT : 3
fleksor trunk
4 Gangguan NDT (Fasilitasi) Saat duduk Mampu
keseimbangan mampu mengontrol
mengontrol kesembangan

11
keseimbangan dengan hand
dengan hand support lebih
support namun dari setengah
hanya beberapa jam
detik
5 Kesulitan NDT (Fasilitasi), dan FIM : 4 FIM : 4
transfer dari home program
duduk ke berdiri
secara mandiri
dengan pola
gerakan yang
benar.

12
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessmen Fisioterapi

1. History Taking

Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh

pasien melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang

pemeriksa sudah mempunyai gambaran untuk menentukan strategi dalam

pemeriksaan klinis selanjutnya, karena dengan anamnesis yang baik membawa

kita menempuh setengah jalan kearah diagnosis yang tepat. Secara umum

sekitar 60- 70 % kemungkinan diagnosis yang benar dapat ditegakkan hanya

dengan anamnesis yang benar.

2. Inspeksi/Observasi

Untuk melengkapi data suatu pemeriksaan fisioterapi, diperlukan

pemeriksaan observasi. Observasi memerlukan kecermatan dan kecepatan

menganalisa pasien dalam waktu yang singkat.

3. Pemeriksaan/Pengukuran Pediatrik

a. Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan tonus otot dari

pasien, yaitu apakah ada peningkatan tonus otot (spastik) atau penurunan

tonus otot (flaccid).

b. Pemeriksaan Refleks Primitif

Refleks primitif adalah gerakan reflektorik yang bangkit secara

fisiologik pada bayi dan tidak dijumpai lagi pada anak-anak yang sudah

besar. Bilamana pada orang dewasa refleks tersebut masih dapat

13
ditimbulkan, maka fenomena itu menandakan kemunduran fungsi susunan

saraf pusat. Adapun refleks-refleks yang menandakan proses regresi

tersebut ialah refleks menetek, snout reflex, refleks memegang (grasp

refleks), refleks glabella dan refleks palmomental.

1) ATNR (Asymetrical Tonic Neck Reflex) adalah refleks yang di

tandai dengan responberupa gerakan fleksi tungkai pada satu sisi

sedangkan tungkai sisi yang berlawanan ekstensi, terhadap stimulus

berupa rotasi kepala ke salah satu sisi.

2) STNR (Symetrical Tonic Neck Reflex) adalah refleks yang ditandai

dengan respon berupa gerakan fleksi kedua lengan dan ekstensi kedua

tungkai terhadap stimulus berupa fleksi kepala bayi atau respon

berupa gerakan ekstensi kedua lengan dan fleksi kedua tungkai

terhadap stimulus berupa ekstensi kepala bayi.

3) Moro Reflex adalah refleks yang di tandai dengan respon berupa

gerakan ekstensi lengan dan tungkai terhadap stimulus tiba-tiba

berupa tepukan atau hentakan tangan ringan disamping kepala bayi.

4) Extensor Thrust Reflex adalah reflex primitif yang ditandai dengan

gerakan ekstensi tungkai terhadap stimulus sentuhan pada telapak

kaki dan tungkai yang sama. Reflex ini muncul dari usia 0-2 bulan.

5) Neck Righting Reflex ditandai dengan respon berupa ikut berputarnya

seluruh badan sesuai arah stimulus berupa rotasi kepala pada satu sisi

secara aktif atau pasif. Refleks ini muncul dari 0 bulan sampai dengan

6 bulan.

14
c. Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Dalam sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam refleks

fisiologis yaitu refleks dalam dan releks superfisial. Refleks dalam (refleks

regang otot) timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan,

dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga

dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex). Nama lain bagi refleks

dalam ini ialah refleks tendon, refleks periosteal, refleks miotatik dan

refleks fisiologis.

Refleks superfisialis, ini timbul karena terangsangnya kulit atau

mukosa yang mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada di bawahnya

atau di sekitarnya. Jadi bukan karena teregangnya otot seperti pada refleks

dalam. Salah satu contohnya adalah refleks dinding perut superfisialis

(refleks abdominal).

Tingkat jawaban refleks, Jawaban refleks dapat dibagi atas

beberapa tingkat yaitu :

- (negatif) : tidak ada refleks sama sekali

- ± : kurang jawaban, jawaban lemah

- + : jawaban normal

- ++ : jawaban berlebih, refleks meningkat

Pemeriksaan refleks fisiologis dilakukan dengan melakukan

pengetukan menggunakan palu refleks pada tendon otot.

d. Pemeriksaan Tonus Otot (Skala Asworth)

Skala yang dapat dipakai untuk menilai derajat spastistitas tonus otot,

Asworth scale banyak digunakan dan memiliki reabilitas cukup baik.

15
1) Nilai 0 : tidak ada kenaikan dalam tonus otot (normal) .

2) Nilai 1 : Kenaikan ringan dalam tonus otot muncul ketika dipegang

dan dilepas atau dengan tahanan minimal pada 1/3 akhir dari LGS.

3) Nilai 1+ : Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika di pegang

diikuti dengan tahanan minimal pada sisa.

4) Nilai 2 : kenaikan yang lebih jelas dalam tonus otot, pada sebagian

besar LGS sampai bagian yang terkena dapat di gerakkan dengan

mudah (sedang).

5) Nilai 3 : Kenaikan yang besar dalam tonus otot, dimana gerakan pasif

sulit dilakukan (agak berat).

6) Nilai 4 : Bagian yang terkena kaku dalam gerakan fleksi dan

ekstensi (berat).

e. Pemeriksaan Fungsi Sensorik

Kemampuan sensorik dapat dilakukan dengan memeriksa visual, auditory,

tactile, dan proprioceptif. Apabila kemampuan sensorik pasien baik maka

pasien dapat merasakan input yang diberikan oleh fisioterapis.

f. Pemeriksaan postur Keseimbangan

1) Pola Postur (General postural alignment) merupakan gambaran

bentuk postur pasien secara umum, dilakukan dalam satu posisi

misanya posisi terlentang, tengkurap, merangkak dan berdiri.

2) Pemeriksaan Keseimbangan

Pemeriksaan keseimbangan adalah pemeriksaan dengan saksama

untuk meneliti atau mengamati yang terlihat dari kondisi pasien.

Kondisi ini terdiri dari keseimbangan statis berupa pasien

diposisikan pada tidur

16
terlentang, telungkup, duduk, dan berdiri. Sedangkan keseimbangan

dinamis, diperhatikan cara anak berguling, merayap, merangkak, ke

duduk, ke berdiri, dan berjalan.

g. Gross Motor Function Classification System (GMFCS)

Gross Motor Function Classification System (GMFCS) adalah

sistem klasifikasi yang universal berlaku untuk semua bentuk . GMFCS

membatu menentukan tindakan operasi, pengobatan, terapi, dan teknologi

pendukung yang cenderung menghasilkan hasil yang terbaik untuk

anak.Selain itu GMFCS adalah sistem yang kuat bagi para peneliti,

dimana dapat meningkatan pengumpulan dan analisis data, karenanya

menghasilkan pemahaman yang lebih baik untuk penanganan kasus

dengan masalah delay development.GMFCS berguna untuk orang tua dan

pengasuh sebagai pedoman perkembangan yang mempertimbangkan

kerusakan motorik anak. Alat ukur GMFCS menggunakan kemampuan :

kontrol kepala, transisi gerakan, berjalan, dan kemampuan motorik kasar

lain seperti: berlari, melompat, dan kemampuan mengenali permukaan

miring atau tidak rata untuk menentukan tingkat prestasi anak. Tujuannya

adalah untuk menyajikan gambaran bagaimana kemandirian anak

dirumah, di sekolah, dan di tempat-tempat outdoor dan indoor.

Sistem klasifikasi GMFCS memungkinkan anak-anak dengan

gangguan perkembangan memiliki faktor perkembangan yang sesuai

usianya. GMFCS mampu mengelompokan anak berdasarkan usia (0-2, 2-

4, 4-6, 6-12, dan 12-18).

17
Klasifikasi GMFCS dibagi menjadi 5 level :

1) GMFCS level 1 : tidak ada keterbatasan saat berjalan.

2) GMFCS level 2 : ada ketebatasan saat berjalan. Ketebatasan dalam

hal jarak tempuh dan daya keseimbangan, namun tidak sebaik level 1

untuk berlari dan melompat, pada level ini anak membutuhkan alat

untuk mobilisasi pada saat pertama kali belajar berjalan. Biasanya

sebelum umur 4 tahun menggunakan peralatan beroda saat keluar.

3) GMFCS level 3 : berjalan dengan bantuan alat. Membutuhkan

bantuan alat pegangan tangan untuk berjalan di ruangan, sedangkan

untuk kegiatan diluar rumah mengunakan peralatan beroda, saat

bersosisalisasi dan kegiatan sekolah, dapat duduk dengan support

minimal, dna mempunyai beberapa kemampuan mamdiri untuk

transfer dalam posisi berdiri

4) GMFCS level 4 : dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan

alat atau teknologi pengggerak. Biasanya harus bersandar atau di

support saat duduk. Kemampuan bergerak tanpa alat terbatas,

transportasi dengan kursi roda manual ataupun kursi roda yang

otomatis.

5) GMFCS level 5 : kemampuan mengontrol kepala dan tubuh sangat

terbatas. Sangat membutuhkan bantuan fisik maupun peralatan

berteknologi, biasanya secra pasif dikursi roda manual, kemampuan

mobilitas dapat dicapai hanya bisa jika diajarkan menggunakan kursi

roda yang otomatis.

18
Klasifikasi GMFCS kelompok usia 2 – 4 tahun

1) Level 1 : anak duduk dilantai dengan kedua tangn bebas untuk

memainkan objek. Bergerakdari duduk ke berdiri dilakukan tanpa

bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah tempat

tanpa memerlukan alat bantu ataupun walker.

2) Level 2 : anak dududk dilantai tetapi mungkin memiliki kesulitan

dengan keseimbangan ketika kedua tangan bebas untu memainkan

objek. Anak menarik benda yang tidak bergerak untuk berdiri.Anak

merangkak dengan tangan dan lutut bergerak bergantian. Berpindah

tempat deng berjalan berpegangan pada benda dan berjalan

menggunakan alat bantu atau walker.

3) Level 3 : anak duduk dilantai dengan posisi duduk W dan mungkin

memerlukan bantuan orang deawasa untuk mengasumsikan duduk.

Anakanak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut untuk

berpindah tempat.Anak mungkin menarik pada benda yang stabil

untuk berdiri. Anak mungkin berjalan dalam ruangan dengan jarak

dekat dengan menggunakan alat bantu atau walker dan memerlukan

bantuan orang dewasa utnu mengarahakan langkahnya.

4) Level 4 : anak duduk dilantai ketika ditempatkan tetapi tidak dapat

menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan. Anak sering

membutuhkakn alat bantu untuk duduk dan berdiri. Mobilisasi diri

untuk jarak pendek atau dalam ruangan tercapai memalui berguling,

merayap, atau merangkak pada tangan dan lutut tanpa gerakan

bergantian atau simultan.

19
5) Level 5 : gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk

menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang

fungsi mototrik terbatas.Beberapa anak mobilisasi menggunakan

kursi roda.

h. Functional Independent Measssurement

Pengukuran Kemandirian Fungsional (FIM) adalah instrumen yang

dikembangkan sebagai ukuran disabilitas untuk berbagai populasi dan

tidak spesifik untuk diagnosis apa pun. Instrumen FIM Mencakup ukuran

kemandirian untuk perawatan diri, termasuk kontrol sfingter, transfer,

penggerak, komunikasi, dan kognisi social.Merupakan skala ordinal yang

terdiri dari 18 item, tujuh tingkat, yang dimaksudkan agar peka terhadap

perubahan selama program rehabilitasi medis rawat inap yang

komprehensif.Menggunakan tingkat bantuan yang dibutuhkan seseorang

untuk menilai status fungsional dari kemandirian total hingga bantuan

total. Alat ini digunakan untuk menilai tingkat kecacatan pasien serta

perubahan status pasien sebagai respons terhadap rehabilitasi atau

intervensi medis

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi (kaitannya dengan clinical reasoning)

1. Neuro Development Treatment (NDT)/Bobath

Tujuan dari NDT itu yaitu menghambat pola gerak yang abnormal,

gangguan gross motor, dan gangguan postur terutama pada anak cerebral palsy

spastic. Teknik inhibisi pada NDT ini bertujuan untuk menghambat pola gerak

abnormal, dimana anak cerebral palsy yang spastic akan muncul gerakan yang

susah dikontrol. Ketika inhibisi diberikan maka akan stimulasi dari

20
propioceptive akan membawa implus sampai otak untuk diterjemahkan

menjadi suatu memori bahwa gerakan yang normal itu adalah yang saat

dirasakan (Ikay, et.al, 2016).

Mekanisme Neurodevelopment Treatment (NDT) terhadap peningkatan

gross motor baik crawling, kneeling, standing dan walking, mekanismenya

berupa : adanya input aferen dari medula spinalis lewat serarcuatus externus

dorsalis. Dari medula spinal aferen melalui dua neuron yaitu ganglion spinale

dan ser. Arcuatus eternus doralis (homolateral) yang tujuannya yang satu ke

cerebellumdan yang satu diteruskan ke thalamus. Jalur aferen yang menuju

cerebellum dibawa kembali ke medula spinalis dan dilanjut ke thalamus.

Sesampainya di thalamus aferen dihantarkan melalui dua cabang yaitu menuju

motor cortex dan sensori cortex . pada motor cortex afren dibawa ke

brainstem, sedangkan aferen yang menuju sensori cortex melanjutkan

perjalannan ke cortical asosiasi area. Eferen melanjutkan stimulasi ke basal

ganglia dan kembai ke thalamus hingga kembali ke otot.

Ekstroreseptif yang didapat dari kontak tubuh pasien dengan tangan

fisioterapi (pegangan fisioterapis), bola, maupun guling terhadap tubuh.

Dimana reseptor ini melalui 3 neuron, yaitu neuron satu pada ganglion spinale,

columna grisea posterior, dan nukleus anterolateral thalami. Pada neuron

pertama memberikan kontribusi untuk traktus posterolateral dari lissouer.

Akson neuron ordo kedua menyilang oblique kesisi yang berlawanan dalam

komisura grisea dan alba anterior dalam segmen spinal. Lalu naik dalam

kolumna alba anterioateral ketiga dalam nukleus posterolateralis ventralis

thalamus melalui posterior kapsul internadan kororna radiata mencapai daerah

somastetik dalam

21
girus postsentralis korteks cerebri. berlawanan sebagai traktus, lalu naik

melalui medula oblongata bersama dengan traktus spinothalamicus lateral dan

spinotektalis membentuk lemnikus spinalis (untuk taktil dan tekanan). Lalu

input menuju neuron ketiga berupa nucleu anteroposteriolateralis

thalamimenuju radiata thalami yang berakhir di cortex cerebri pada area 1, 2,

dan 3. Selain mendapatkan prorioseptif (posisi sendi) dan ekstroreseptif

(stimulasi tekan dan sentuhan), pasien mendapatkan stimulasi dari kesadaran

akan posisi bagian tubuh yang diperoleh dari visual.

Dimana impuls yang datang dari ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di

sionovia dan ligamentum. Ketika kesadaran akan posisi sendi timbul

diharapkan otot-otot terstimulasi untuk berkontraksi sehingga menimbulkan

respon otot dan adaptasi sistem dalam mempertahankan keseimbangan.

Selain itu NDT dapat menurunkan spastisitas dengan mekanisme

secara langsung, motor unit yang berperan meningkat seiring dengan motor

learning. Setelah itu peningkatan signifikan dari frekuensi motor unit karena

latihan yang terus-menerus menyebabkan terbentuknya gerakan yang semakin

cepat dan lancar, oleh karena adanya proses reorganisasi dan adaptasi maka

peningkatan fungsi-fungsi sensorik dan motorik akan mempengaruhi

komponenkomponen yang berperan dalam fungsi prehension, seperti

meningkatnya koordinasi gerakan dan meningkatnya kekuatan otot. Pada otot

juga terdapat reseptor yaitu muscle spindle dan organ tendo Golgi. Muscle

spindle mempunyai peranan dalam pengaturan motorik yaitu dalam

mendeteksi terhadap perubahan panjang serabut otot dan kecepatan perubahan

panjang otot, sedangkan organ tendo Golgi dalam mendeteksi ketegangan

yang bekerja pada tendo otot selama

22
kontraksi otot atau peregangan otot. Kedua reseptor tersebut akan

mengirimkan informasi ke dalam medulla spinalis dan juga serebelum

sehingga membantu system saraf untuk melakukan fungsi dalam mengatur

kontraksi otot (Guyton, 1991).

Eun-Young Park, dan Won-Ho Kim (2017) melakukan penelitian

dengan judul “Effect of neurodevelopmental treatment-based physical therapy

on the change of muscle strength, spasticity, and gross motor function in

children with spastic cerebral palsy”. Penelitian yang dilakukan di korea ini

didapatkan hasil penelitian bahwa pemberian intervensi NDT/bobath selama 1

tahun pada pasien dengan kondisi cerebral palsy efektif dalam menurunkan

spastisitas, kekuatan dan level fungsional (GMFCS).

Mi-Ra Kim, MS, PT a , Byoung-Hee Lee, PhD a, Dae-Sung Park, PT,

PhD (2016) menghasilkan penelitian dengan judul “Effects of combined Adeli

suit and neurodevelopmental treatment in children with spastic cerebral palsy

with gross motor function classification system levels I and II”. Pada

penelitian ini menggunakan sampel anak dengan cerebral palsy yang terbagi

menjadi dua kelompok. Kedua kelompok diberikan intervensi NDT dan salah

satu kelompok tersebut diberi intervensi tambahan berupa adesuit neuro

develompment treatment. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

pemberian intervensi NDT berpengaruh terhadap nilai GMFM, PBS

(keseimbangan) dan TUG (mobilitas fungsional) pada pasien dengan cerebral

palsy. Pada kelompok yang diberi tambahan intervensi adesuit neuro

development menunjukkan efek yang signifikan pada gaya berjalan

temporospatial.

23
2. Neuro Senso

Stimulasi taktil berupa usapan untuk melancarkan sirkulasi darah dan

memberi efek nyaman. Bertujuan untuk: memberikan rasa (kinestetik) pada

anak mengenai panjang, ukuran dan batasan tubuhnya, mengembangkan

kesadaran anak mengenai hubungan antar titik tengan dari tubuh dan anggota

badan, mengenalkan anak pada struktur tubuhnya, memungkinkan anak

membedakan bagian tubuhnya, mengembangkan identifikasi anak mengenai

tubuhnya sebagai bentuk fisik dirinya dan rileksasi tendon guard reflex,

myofscial release.

Penelitian salma (2017) dengan judul ‘’penatalaksanaan fisioterapi

pada pasien dengan cerebral palsy flaccid hipotonus quadriplegi tipe ekstensi

dengan metode neuro senso motor reflex development and synchronization

dan neuro development treatment’’ menunjukkan bahwa pemberian intervensi

NSMRDS pada pasien dengan cerebral palsy dapat memperbaiki gangguan

sensorik dan mensingkronisasi refleks yang masih dominan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Berker, N., & Yalçin, S. (2010). The Help Guide To Cerebral Palsy (Second). Istanbul,
Turkey.
Cathleen, E B., 2004; Comparison of three ankle-foot orthosis configuration for
children with spastic diplegia. USA : Department, shriners hospitals for children.
Developmetal Medicine & Child neurology 2004, 46:590-
Freeman Miller. (2007). Physical Therapy of Cerebral Palsy. Springer. USA.
Günel, Mintaze Kerem, et al. "Physical management of children with cerebral palsy."
Cerebral Palsy-challenges for the future: IntechOpen (2014): 29-72.
Hariandja, Andy M.A. dan Suharto, 2014. Diktat Fisioterapi Pediatrik ( Physiotherapy
For Pediatric), Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Makassar.
Karabay İ, Doğan A, Ekiz T, Köseoğlu BF, Ersöz M. Training postural control and
sitting in children with cerebral palsy: Kinesio taping vs. neuromuscular electrical
stimulation. Complement Ther Clin Pract. 2016 Aug;24:67-72. doi:
10.1016/j.ctcp.2016.05.009. Epub 2016 May 12. PMID: 27502803.
Kapoor, R, Barnes, K. 2013. Paediatrics. China: Elsevier.
Kim MR, Lee BH, Park DS. Effects of combined Adeli suit and neurodevelopmental
treatment in children with spastic cerebral palsy with gross motor function
classification system levels I and II. Hong Kong Physiother J. 2015 Nov 7;34:10-
18. doi: 10.1016/j.hkpj.2015.09.036. PMID: 30931022; PMCID: PMC6385137.
Liang, C. Wang, Y.T. Lee, A.Y. 2016. The Effect of Core Stability training on Dynamic
Balance in Healthy, Young Studenst. 34th International Conference on.
Biomechanics in Sport, Tsukuba, Japan, 18-22 Juli 2016
Liptak GS, Nancy AM. Providing a primary care medical home for children and youth
with CP. American Academy Pediatrics [Internet].
Marret, Stéphane, C. A. T. H. E. R. I. N. E. Vanhulle, and A. N. N. I. E. Laquerriere.
"Pathophysiology of cerebral palsy." Handbook of clinical neurology 111 (2013):
169-176.
Marret, S; Vanhulle, C; Laquerriere, A. (2013). Pathophysiology of Cerebral Palsy.
Handbook of Clinical Neurology: Pediatric Neurology, Part I, 3, 183–195.
http://doi.org/10.1016/B978-0-444-52891-9.00016-6
Masgutova, S. (2015). MNRI® for Children with Cerebral Palsy.

25
Mark, F. Gregory, A. Christopher, L.Diane, L., 1998; Gait assessment of fixed ankle-
foot orthoses in children with spastic diplegia. Archives of Physical Medicine and
Rehabilitation; 1998; 79(2):126- 133.
Ni’amah, S., 2017; Desain Orthosis Untuk Penderita Cerebral Palsy Spastik Dengan
Konsep Easy To Use, Lightweight, Dan Social Confident. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Surabaya, 3- 6.
Papalia, D. E., Old s, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development
Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.
Paul, St. 2009. Gillette Children’s Specialty Healthcare. Dari www.gillettechildrens.org
Penteliadia, Christos P. Cerebral Palsy: A Multidisiplinary Approach. 3rd ed.,
Springer, 2018, doi:https://doi.org/10.1007/978-3-319-67858-0.
Park EY, Kim WH. Effect of Neurodevelopmental Treatment-Based Physical Therapy
on The Change of Muscle Strength, Spasticity, and Gross Motor Function in
Children with Spastic Cerebral Palsy. J Phys Ther Sci. 2017;29(6):966-969.
doi:10.1589/jpts.29.966
Purwanto, Johannes. 2020. Perkembangan Sensori, Persepsi, Kognisi, Sosio-emosi, dan
Motorik pada Bayi dan Anak.
Rethlefen, Susan A. 2010. Clasification Systems In Cerebral Palsy. USA: Elsevier Inc.
Soetjiningsih., Ranuh, IG.N Gde. (2017). Tumbuh Kembang Anak, Edisi 2.
Jakarta
: EGC.
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995.
Takarini, N. (2018, April 8). Pendekatan Brain Development (Neuro Senso Motor
Reflex Development and Synchronization).

26

Anda mungkin juga menyukai