Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA DASAR

JUDUL PERCOBAAN : MASSA JENIS


NAMA PRAKTIKAN : GILANG MAULANA F
KELAS/GRUP : TL-1A/03
TANGGAL PRAKTIKUM : 24 NOVEMBER 2023
ASISTEN : MUHAMMAD RIZAL TAKDIR

LABORATORIUM KIMIA-FISIKA DASAR


UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gesekan merupakan fenomena fisika yang terjadi ketika dua benda saling
bersentuhan. Gaya ini mempunyai arah yang berlawanan dengan gerak benda atau
arah kecenderungan gerak benda. Dua jenis gesekan yang biasa terjadi antara dua
benda padat adalah gesekan statis dan gesekan dinamis. Gesekan statis terjadi
ketika dua benda saling bersentuhan tetapi tidak bergerak relatif satu sama lain,
sedangkan gesekan dinamis terjadi ketika dua benda bergerak relatif satu sama lain.
Ketika permukaan suatu benda bersentuhan dan bergerak relatif terhadap benda
lain, timbul gaya tangensial yang disebut gesekan. Gesekan dapat menimbulkan
dampak yang merugikan atau menguntungkan tergantung pada konteksnya. Sisi
negatifnya, gesekan sering kali menjadi penyebab hilangnya energi pada sistem
mekanis, menghasilkan panas, dan menurunkan kinerja. Namun dalam beberapa
kasus, gesekan juga dapat digunakan, misalnya pada rem mobil atau dalam berbagai
aplikasi teknologi. Oleh karena itu, pemahaman tentang sifat dan karakteristik
gesekan sangat penting dalam perancangan dan optimalisasi berbagai sistem
mekanik dan teknologi.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam praktikum ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku sebuah benda ketika ditempatkan pada bidang miring?
2. Bagaimana kita dapat mengukur koefisien gesekan kinetik antara balok dan bidang
miring?

1.3 Tujuan Percobaan


Dalam praktikum ini memeiliki tujuan percobaan sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari dinamika di bidang mirirng
2. Untuk menentukan koefisien gesekan kinetik balok pada bidang miring
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaya Gesek


Gaya gesek, yang muncul ketika dua permukaan saling bersentuhan.
Menghambat pergerakan relatif di antara keduanya, terutama disebabkan oleh
ketidaksempurnaan permukaan dan interaksi antar molekul pada permukaan
tersebut. Permukaan yang kasar atau tidak rata dapat meningkatkan gesekan.
Menuntut benda untuk menggunakan lebih banyak energi guna melintasi
permukaan. Lebih dari sekadar menghambat gerakan, gesekan juga dapat diukur
melalui koefisien gesek, yang memberikan gambaran tentang seberapa besar
hambatan gesek yang terjadi antara dua permukaan yang bersentuhan. Selain itu,
perlu diingat bahwa gesekan tidak hanya mengubah energi kinetik menjadi panas,
tetapi juga memainkan peran penting dalam berbagai aplikasi teknologi dan
rekayasa (Fitrianto, 2015).

2.1.1 Gaya Gesek Kinetik


Gaya gesek kinetik merupakan gaya yang timbul ketika dua permukaan
suatu benda saling bersentuhan dan benda tersebut bergerak. Gaya gesek kinetik ini
disebut simbol (fk) dan merupakan ekspresi hambatan yang terjadi ketika suatu
benda bergerak melintasi suatu permukaan. Ketika suatu benda bergerak pada
permukaan benda lain, gaya gesekan kinetik bekerja berlawanan arah dengan
kecepatan benda. Gesekan kinetik, yang berusaha menghalangi gerak benda dengan
menimbulkan hambatan terhadap arah geraknya, dapat diukur dengan
menggunakan simbol (fk). Simbol ini digunakan untuk menyatakan besarnya gaya
gesek dinamis yang muncul pada suatu sistem, memberikan indikasi seberapa besar
hambatan yang harus diatasi oleh benda yang bergerak (Hardiansyah, 2021).

2.1.2 Gaya Gesek Statis


Gesekan statis adalah gaya yang bekerja pada permukaan benda yang
bersentuhan ketika benda tersebut diam dan tidak bergerak. Gaya ini disebut dengan
simbol (fs) dan merupakan gaya yang timbul sejak benda bekerja sampai saat
sebelum benda mulai bergerak. Gaya gesekan statis maksimum, dilambangkan
dengan (fs), adalah gaya terkecil yang diperlukan suatu benda untuk mulai
bergerak. Dengan kata lain gaya tersebut merupakan hambatan awal yang harus
diatasi untuk mengatasi kondisi benda tidak dapat bergerak. Ketika suatu benda
telah berhasil melewati fase diam dan mulai bergerak, maka gaya gesek antara
kedua permukaan tersebut berkurang, sehingga diperlukan gaya yang lebih kecil
agar benda dapat terus bergerak dengan kecepatan konstan. Dengan memahami
konsep ini, kita dapat mengidentifikasi dan mengukur gesekan dalam berbagai
konteks, membantu merancang sistem yang efisien dan mengoptimalkan kinerja
mekanisme gerak (Hardiansyah, 2021).
2.2 Permukaan Benda
Permukaan suatu benda memegang peranan yang menentukan dalam
menentukan besarnya koefisien gesekan antara dua benda yang bergesekan.
Meskipun variabel seperti suhu, sifat material, dan lapisan permukaan mempunyai
hubungan yang erat dengan gesekan. Tinjauan literatur teoritis tidak selalu
memperhitungkan pengaruh langsung luas permukaan terhadap koefisien gesekan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara intuitif diperkirakan
bahwa luas permukaan akan mempunyai dampak yang signifikan, dalam praktiknya
eksperimen fisik sering kali menunjukkan hal sebaliknya. Misalnya, kondisi atau
efek fisik tertentu dapat mengubah atau menetralisir pengaruh permukaan terhadap
gesekan, sehingga menimbulkan hasil yang berlawanan dengan intuisi. Oleh karena
itu, eksperimen eksperimental sangat penting untuk menguji dan mengkonfirmasi
hipotesis terkait permukaan benda dan koefisien gesekan dalam konteks tertentu
(Amirudin, 2018).

2.3 Kemiringan Benda


Penentuan koefisien gesekan kinetik dapat dilakukan dengan cara
menggeser balok pada bidang miring. Pada dasarnya, ini melibatkan pengamatan
pergerakan sebuah balok di bawah pengaruh gravitasi dan gesekan. Dengan
mengubah kemiringan bidang, dapat mengamati bagaimana perubahan sudut
kemiringan mempengaruhi gaya gesekan dinamis yang bekerja pada balok.
Semakin curam kemiringannya, semakin besar pula gaya gesek yang diperlukan
untuk mengatasi gravitasi dan mempertahankan gerak balok. Dengan mengukur
pergerakan balok pada berbagai sudut kemiringan, dapat memplotnya dan
menggunakan prinsip fisika untuk menghitung koefisien gesekan kinetik antara
permukaan datar dan balok. Ini memberikan informasi berharga tentang hubungan
antara kemiringan dan gesekan dinamis, sehingga memungkinkan parameter yang
relevan ditentukan dalam konteks hukum Newton dan mekanika benda padat
(Setyarini, 2016).

2.4 Koefisien Gesekan


Koefisien gesekan kinetik, yang sering dilambangkan dengan 𝜇𝑘, adalah
ukuran tahanan gesekan antara dua permukaan yang menyatu. Pada persamaan gaya
gesek,
F = 𝜇𝐾 ∙ 𝑁

𝜇𝑘 adalah koefisien gesek kinetik yang menggambarkan gaya gesek kinetik (F)
yang terjadi pada suatu permukaan bergerak, dimana N adalah gaya normal yang
bekerja tegak lurus terhadap permukaan kontak. Nilai koefisien gesek kinetis
biasanya lebih rendah dibandingkan dengan koefisien gesek statis untuk material
yang sama. Persamaan ini menunjukkan bahwa gaya gesek kinetis bergantung pada
besarnya gaya normal dan koefisien gesek kinetis itu sendiri. Dalam konteks
praktis, tingkat kekasaran permukaan gesekan juga dinyatakan melalui nilai
koefisien gesekan kinetis. Semakin keras kontak antara dua permukaan, semakin
besar pula ketahanan terhadap gesekan (Prastyo, 2021).
2.5 Gaya Normal
Gaya normal adalah gaya reaksi yang terjadi pada suatu benda akibat
interaksi dengan bidang atau permukaan tempat benda tersebut berada. Gaya ini
selalu bekerja tegak lurus terhadap permukaan kontak dan merupakan gaya reaksi
terhadap gaya yang diberikan benda. Besarnya gaya normal bergantung pada berat
benda dan sudut kemiringan permukaan tempat benda diletakkan. Semakin besar
gaya normal maka semakin besar pula gaya gesek yang timbul sebagai respon
terhadap pergerakan suatu benda pada permukaan tersebut. Dalam kondisi
setimbang, gaya normal sama dengan berat benda, namun dalam kasus tertentu,
seperti pada bidang miring, gaya normal dapat dihitung menggunakan prinsip
trigonometri untuk memahami kontribusinya terhadap gaya gesekan. Gaya normal
dan gesekan memiliki hubungan yang erat, di mana gaya normal bertanggung jawab
dalam menentukan besar gesekan yang dihasilkan antara dua permukaan yang
bersentuhan (Prastyo, 2021).

2.6 Gaya Yang Bekerja Pada Bidang Miring


Salah satu cara mempelajari dan memahami gaya gesek adalah dengan
melakukan percobaan, misalnya dengan meluncurkan suatu benda ke bawah pada
bidang miring. Bidang miring adalah bidang yang membentuk sudut tertentu, tidak
tegak lurus bidang horizontal. Apabila suatu benda diletakkan pada bidang miring
maka benda tersebut akan mengalami gerak geser, dimana komponen gaya yang
sejajar bidang miring tersebut lebih besar dari gaya gesek statik maksimum. Proses
pengujian untuk menentukan gesekan cenderung rumit karena melibatkan
pengumpulan dan analisis data dalam jumlah besar. Percobaan jenis ini pada
umumnya masih dilakukan secara manual, memerlukan ketelitian yang tinggi dan
memerlukan waktu yang relatif lama untuk memperoleh hasil yang akurat. Namun,
eksperimen ini memberikan informasi berharga tentang sifat gesekan pada bidang
miring (Febriyana, 2022).

2.7 Hukum Newton


Hukum gravitasi Newton merupakan hukum fisika dasar yang menjelaskan
interaksi gravitasi antara dua benda yang berbeda massa dan dipisahkan oleh jarak
tertentu. Menurut hukum ini, suatu benda yang bermassa akan menarik benda lain
yang gaya gravitasinya sebanding dengan massa keduanya dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak keduanya. Artinya, semakin besar massa dan semakin dekat
jaraknya, maka semakin besar pula gaya gravitasi yang diberikan. Konsep ini
berperan penting dalam pemahaman kita tentang pergerakan planet, benda langit,
dan fenomena alam lainnya. Hukum Gravitasi Newton ini pertama kali dirumuskan
oleh ilmuwan Sir Isaac Newton dalam karyanya yang monumental, "Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica" yang diterbitkan pada tahun 1687. Hukum
Gravitasi Newton tetap relevan dan menduduki posisi penting dalam menjelaskan
fenomena gravitasi di alam semesta (Rohman, 2017). Ada tiga hukum Newton
tentang gerak, yaitu Hukum I Newton, Hukum II Newton, dan Hukum III Newton,
yaitu :
2.7.1 Hukum Newton I
Hukum I Newton atau dikenal juga dengan hukum inersia. Menyatakan
bahwa suatu benda akan diam atau bergerak dengan kecepatan tetap sepanjang garis
lurus jika tidak ada gaya yang memaksanya berubah arah. Pada dasarnya, tanpa ada
gaya total yang bekerja pada suatu benda, benda tersebut akan mempertahankan
keadaannya baik saat diam maupun bergerak dengan kecepatan konstan.
Pernyataan ini mencerminkan sifat dasar materi yang menolak perubahan geraknya
dan hanya akan mengalami perubahan tersebut jika dipengaruhi oleh gaya luar.
Hukum inersia tidak hanya bersifat teoretis tetapi juga merupakan landasan konsep
mekanika klasik, yang menjadi dasar pemahaman kita tentang gerak benda dan
interaksi gaya-gaya dalam dunia fisik. Salah satu pilar utama perkembangan teori
fisika klasik, rumusan klasik hukum ini memberikan landasan yang kokoh bagi
pemahaman gerak dan gaya yang telah diterima secara luas sejak diperkenalkan
oleh Sir Isaac Newton pada abad ke-17 (Purwanto, 2014).

2.7.2 Hukum Newton II


Hukum kedua Newton menyatakan bahwa gaya total yang bekerja pada
suatu benda menyebabkan perubahan momentum. Dalam konteks ini, momentum
diukur sebagai hasil kali massa suatu benda dikalikan kecepatannya. Hukum ini
menyiratkan bahwa suatu benda akan mengalami percepatan atau perlambatan,
bergantung pada arah dan besarnya gaya yang diterimanya. Secara matematis,
hubungan antara resultan gaya (F), massa benda (m) dan perubahan kecepatan atau
percepatan (a) dapat dijelaskan dengan rumus,
F=m×a
Oleh karena itu, setiap perubahan momentum yang dialami suatu benda per satuan
waktu akan sebanding dengan gaya total yang bekerja padanya. Dengan kata lain,
semakin besar gaya yang bekerja pada suatu benda, maka semakin besar pula
perubahan momentum benda tersebut selama periode waktu tersebut. Hukum kedua
Newton memberikan landasan konseptual yang penting untuk memahami interaksi
gaya dan gerak suatu benda (Purwanto, 2014).

2.7.3 Hukum Newton III


Hukum ketiga Newton yang dikenal juga dengan prinsip aksi dan reaksi
menyatakan bahwa jika suatu benda mengerjakan gaya (aksi) pada benda lain, maka
benda yang diberi aksi tersebut akan mengerjakan gaya (reaksi) pada benda
pertama. Besarnya gaya reaksi ini sama dengan besarnya gaya yang diberikan,
tetapi arahnya berlawanan. Artinya setiap aksi atau gaya yang dilakukan oleh suatu
benda akan selalu diimbangi oleh gaya yang sama besar dan berlawanan arah dari
benda lain. Misalnya, ketika kita mendorong dinding dengan tangan kita, tangan
kita memberikan gaya (aksi) pada dinding, dan pada saat yang sama dinding
memberikan gaya reaksi proporsional pada tangan kita. Prinsip ini mengandung arti
bahwa interaksi antara dua benda terdiri dari pasangan gaya aksi dan reaksi yang
saling mengimbangi, sehingga momentum total sistem akan tetap konstan jika tidak
ada gaya luar yang bekerja pada sistem. Hukum ini menyoroti simetri interaksi gaya
antar benda (Purwanto, 2014).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat Dan Bahan


Berikut alat dan bahan yang digunakan saat praktikum, yakni:
1. Papan bidang miring 1 buah
2. Stopwatch 1 buah
3. Meteran 1 buah
4. Neraca ohaus 1 buah
5. Balok kayu 1 buah
6. Aplikasi inclinometer 1 buah

3.2 Langkah Kerja


Beriku langkah kerja yang dilakukan saat praktikum, yakni:
1. Menyiapkan alat dan bahan dalam praktikum
2. Menimbang balok di neraca ohaus
3. Mengukur Panjang papan bidang miring dan balok
4. Mengukur sudut bidang miring sesuai dengan variable sudut yang digunakan
30°, 35°, dan 40°
5. Meluncurkan balok pada bidang miring
6. Mencatat seluruh hasil yang didapatkan dalam praktikum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur, maka
terdapat hasil table perlakuan dan pengamatan:

Tabel 4.1 1 Perlakuan Dan Pengamatan


Perlakuan Pengamatan
Menyiapkan alat dan bahan untuk Disiapkan alat dan bahan berupa papan
praktikum bidang mriring, meteran, balok kayu,
stopwatch, neraca ohaus, dan aplikasi
inclinometer

Menimbang balok kayu dineraca ohaus Ditimbang balok kayu menggunakan


neraca ohaus

Mengukur papan bidang miring dan balok Diukur papan bidang miring dan balok
kayu menggunakan meteran

Mengukur sudut bidang miring sesuai Diukur sudut bidang miring sesuai dengan
dengan variable digunakan variable yang digunakan, yaitu
30°, 35°, 40 °
Meluncurkan balok pada bidang miring Diluncurkan balok pada bidang miring
dengan sudut yang digunakan,dan diukur
menggunakan stopwatch

Mencatat seluruh hasil dari praktikum Dicatat seluruh hasil praktikum

4.2 Pengamatan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sesuai prosedur, maka terdapat hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.2 1 Hasil Pengukuran
1 Panjang Balok 8 cm = 0,08m
2 Panjang Lintasan 60 cm = 0,6m
3 Berat Balok 60,9 gram

Tabel 4.2 2 Hasil Pengamatan Balok Kayu Pada Permukaan Kasar


Sudut Cosϴ Tanϴ T1 T2 T3 T4 T5 ∆𝑡 ɑ μk

30˚ 0,86 0,57 01,25 01,66 01,99 01,94 02,23 01,81 0,18 0,01

35˚ 0,81 0,7 00,62 00,86 00,91 00,74 00,82 00,79 0,96 0,05

40˚ 0,76 0,83 00,85 00,83 00,64 00,93 00,93 00,83 0,87 0,09
Tabel 4.2 3 Hasil Pengamatan Balok Kayu Pada Permukaan Halus
Sudut Cosϴ Tanϴ T1 T2 T3 T4 T5 ∆𝑡 ɑ μk

30˚ 0,86 0,57 01,11 01,20 01,12 01,02 01,07 01,40 0,49 0,03

35˚ 0,81 0,7 00,63 00,72 00,51 00,74 00,57 00,63 1,51 0,12

40˚ 0,76 0,83 00,66 00,71 00,64 00,57 00,89 00,68 1,30 0,14

4.3 Pembahasan
Praktikum koefisien gesek dilakukan dengan mengamati gerak benda pada
bidang miring, bertujuan untuk memahami pengaruh kemiringan bidang terhadap
dinamika benda dan menentukan koefisien gesek. Alat yang disiapkan meliputi
papan bidang miring, stopwatch, neraca ohaus, dan meteran, sedangkan bahan yang
digunakan adalah balok kayu. Setelah menimbang massa balok (60.9 gram) dan
mengukur panjang papan bidang miring (0.6m) serta panjang balok (0.08m),
dilakukan pengukuran kemiringan bidang dengan aplikasi Inclinometer pada sudut
30°, 35°, dan 40°. Percobaan dilakukan dengan dua jenis permukaan, kasar dan
halus, dan diulang 5 kali untuk setiap sudut. Waktu peluncuran balok dicatat
menggunakan stopwatch untuk masing-masing permukaan, menyusun laporan
sementara dengan hasil percobaan.
Berdasarkan hasil praktikum, terdapat dua perbandingan koefisien gesekan
yang sesuai, yaitu antara 𝜇𝑘 pada sudut tetap namun permukaannya berbeda dan 𝜇𝑘
pada sudut berbeda tetapi luasnya sama. Pada perbandingan pertama, bahwa 𝜇𝑘
meningkat seiring dengan meningkatnya kehalusan permukaan pada sudut yang
sama. Misalnya pada sudut 30°, 𝜇𝑘 untuk permukaan kasar adalah 0,01, sedangkan
untuk permukaan halus adalah 0,03. Pola ini berulang pada sudut 35° dan 40°, yang
menunjukkan bahwa semakin halus permukaannya, semakin besar 𝜇𝑘 dan
sebaliknya, semakin kasar permukaannya, semakin kecil 𝜇𝑘. Sedangkan pada
perbandingan kedua, 𝜇𝑘 pada sudut berbeda namun luasnya sama menunjukkan
tren meningkat seiring bertambahnya sudut. Misalnya, pada permukaan kasar, 𝜇𝑘
pada suhu 30° adalah 0,01, sedangkan pada suhu 40° adalah 0,09. Pola serupa
terlihat pada permukaan halus. Singkatnya, semakin besar sudutnya, semakin besar
𝜇𝑘 dan sebaliknya, semakin kecil sudutnya, semakin kecil 𝜇𝑘.
Gaya gesekan kinetik (fk) antara dua permukaan benda yang kering dan
tanpa pelumas mematuhi hukum-hukum gaya gesekan statik. Hal ini menandakan
bahwa koefisien gesek kinetik tidak hanya memenuhi prinsip-prinsip gaya gesekan
statik, tetapi juga tidak bergantung pada laju relatif gerak antara kedua permukaan
tersebut. Perbandingan antara gaya gesekan dan gaya normal dikenal sebagai
koefisien gesek, yang dapat disimbolkan sebagai 𝜇. Pentingnya perbandingan ini
terletak pada fakta bahwa jika gaya gesekan bersifat statis, maka koefisien geseknya
disebut sebagai koefisien gesek statik (𝜇𝑠), dan sebaliknya. Baik (𝜇𝑠) maupun (𝜇𝑘)
(koefisien gesek kinetik) adalah konstanta tak berdimensi yang mencerminkan sifat
permukaan yang bersentuhan, membentuk dasar bagi pemahaman dan analisis
gesekan antara benda-benda kering dalam berbagai situasi.permukaan yang
bersentuhan, membentuk dasar bagi pemahaman dan analisis gesekan antara benda-
benda kering dalam berbagai situasi. praktikum menguji dua konsep dasar koefisien
gesekan. Pertama, terdapat korelasi positif antara besarnya koefisien gesekan
dengan derajat kehalusan permukaan. Dengan kata lain, semakin tinggi koefisien
gesekan maka semakin halus permukaannya. Kedua, ditemukan bahwa semakin
tinggi koefisien gesekan, semakin besar sudut penggunaannya. Hasil sebenarnya
adalah dengan membandingkan koefisien gesekan 𝜇𝑘 pada sudut yang sama dengan
permukaan lain dan 𝜇𝑘 pada sudut lain dengan permukaan yang sama
(Hernawati, 2013).

Pada praktikum yang telah dilakukan menunjukkan bahwa koefisien gesek


yang diukur konsisten dengan prinsip teori gesekan. Praktikum ini menerapkan
hukum kedua Newton yang menganggap percepatan mempengaruhi gesekan.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa koefisien gesekan kinetik berperan
besar dalam menciptakan gaya gesekan antara dua benda yang bergerak relatif,
sesuai dengan sifat hukum kedua Newton yang menyatakan bahwa percepatan
suatu benda dihubungkan pada jaringan. Gaya yang bekerja padanya dan massanya
berbanding terbalik. Hasil praktikum juga mendukung relevansi konsep dasar
gesekan yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka, terutama melalui analisis
komparatif 𝜇𝑘 dari sudut yang sama dengan permukaan berbeda dan 𝜇𝑘 dari
permukaan berbeda. Sudut-sudutnya mempunyai permukaan yang sama. Nilai teori
dibuktikan dengan konsistensi hasil praktik.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sesuai prosedur, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat korelasi positif antara besar sudut bidang miring dan dinamika atau kecepatan
benda uji, yang menunjukkan bahwa semakin besar sudut miring, semakin besar pula
kecepatan benda uji.

2. Koefisien gesekan dipengaruhi oleh kondisi permukaan benda; semakin kasar


permukaan, semakin besar koefisien gesekan yang dihasilkan.

3. Observasi menunjukkan bahwa sudut bidang miring tidak memiliki pengaruh


signifikan terhadap koefisien gesekan, menegaskan bahwa koefisien gesekan lebih terkait
dengan sifat permukaan daripada sudut kemiringan.
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, D. (2018). PENGARUH LUAS PERMUKAAN BENDA TERHADAP


KOEFISIEN GESEK STATIS DAN KINETIS PADA BIDANG MIRING
DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO TRACKER. Prosiding Seminar Nasional
Fisika (E-Journal) SNF2018.
Febriyana, M. M. (2022). Analisis Eksperimen Gaya Gesek Benda Pada Bidang Miring
Berbasis Logger Pro. Monica Merry Febriyana, et al / Analisis Eksperimen Gaya
Gesek.
Fitrianto, M. B. (2015). PENGUJIAN KOEFISIEN GESEK PERMUKAAN PLAT
BAJA ST 37 PADA BIDANG MIRING TERHADAP VISKOSITAS PELUMAS
DAN KEKASARAN PERMUKAAN. Momentum, Vol. 11, No. 1, April 2015,
Hal. 13-18 ISSN 0216-7395, e-ISSN 2406-9329.
Hardiansyah, I. W. (2021). PENERAPAN GAYA GESEK PADA KEHIDUPAN
MANUSIA. INKUIRI: Jurnal Pendidikan IPA Vol. 10, No. 1, 2021 (hal 70-73).
Hernawati. (2013). MENGETAHUI KOEFISIEN GESEK STATIK DAN KINETIS
MELALUI KONSEP GERAK MELINGKAR BERATURAN. Jurnal
Teknosains, Volume 7 Nomor 1, Januari 2013, hlm. 55-65.
Prastyo, A. U. (2021). Eksperimen Gaya Gesek Pada Bidang Miring Untuk Menguji
Koefisien Gesek Statis Dan Kinetis. Journal of Industrial Engineering
Universitas PGRI Yogyakarta Volume 1 No. 1 , Desember 2021.
Purwanto, J. (2014). HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DALAM RUANG FASE
TAK KOMUTATIF. J. Kaunia Vol. X No. 1, April 2014/1435: 30-35.
Rohman, A. A. (2017). PENGEMBANGAN SOFTWARE PRAKTIKUM FISIKA
BERBASIS VPL ALGODOO UNTUK MEMBELAJARKAN KONSEP
HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI MELALUI PENYELIDIKAN.
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 06 No. 03, September 2017, 323-
328.
Setyarini, F. (2016). ANALISIS KAITAN KOEFISIEN GESEK DAN PELUANG
PEMBERSIHAN PIPA DENGAN FOAM PIG. Prosiding Seminar Sains dan
Teknologi FMIPA Unmul Vol. 1 No. 1 Juli 2016, Samarinda, Indonesia.
LAMPIRAN
SKEMA KERJA
LAMPIRAN
SKEMA ALAT
Table 1

NO SKEMA PERCOBAAN KETERANGAN


1 Digunakan untuk
menimbang massa balok
kayu

2 Digunakan untuk
mengukur kecepatan
balok pada bidang miring

3 Digunakan untuk
mengukur panjang papan
bidang mirirng dan balok
kayu

4 Digunakan untuk lintasan


jatuh balok kayu
APENDIKS

Diketahui :
Panjang balok = 0,08 m
Panjang papan bidang miring = 0,6 m
Massa balok = 60,9 g
Tan θ :
30° = 0,57
35° = 0,70
40° = 0.83
Cos θ :
30° = 0,86
35° = 0,81
40° = 0,76

1. Mencari ∆T
(a) Permukaan Kasar
• Sudut 30°
∆T = Tn/N
∆T = 9,07 / 5
∆T = 1,81 s

• Sudut 35°
∆T = Tn/N
∆T = 3,95 / 5
∆T = 0,79 s

• Sudut 40°
∆T = Tn/N
∆T = 4,14 / 5
∆T = 0,83 s
(b) Permukaan Halus
• Sudut 30°
∆T = Tn/N
∆T = 5,52 / 5
∆T = 1,10 s

• Sudut 35°
∆T = Tn/N
∆T = 3,17 / 5
∆T = 0,63 s

• Sudut 40°
∆T = Tn/N
∆T = 3,42 / 5
∆T = 0,68 s

2. Mencari 𝒂
(a) Permukaan Kasar
• Sudut 30°
𝑎 = s / ∆𝑡 2
𝑎 = 0,6 / 1,812
𝑎 = 0,18 𝑚⁄𝑠 2

• Sudut 35°
𝑎 = s / ∆𝑡 2
𝑎 = 0,6 / 0,792
𝑎 = 0,96 𝑚⁄𝑠 2

• Sudut 40°
𝑎 = s / ∆𝑡 2
𝑎 = 0,6 /0,832
𝑎 = 0,87 𝑚⁄𝑠 2
(b) Permukaan Halus
• Sudut 30°
𝑎 = s / ∆𝑡 2
𝑎 = 0,6 / 1,102
𝑎 = 0,49 𝑚⁄𝑠 2

• Sudut 35°
𝑎 = s / ∆𝑡 2
𝑎 = 0,6 / 0,632
𝑎 = 00,63 𝑚⁄𝑠 2

• Sudut 40°
𝑎 = s / ∆𝑡 2
𝑎 = 0,6 / 0,682
𝑎 = 1,30 𝑚⁄𝑠 2

3. Mencari 𝝁𝒌
(a) Permukaan Kasar
• Sudut 30°
𝑎
𝜇𝑘 = tan 𝜃 𝑔 ×cos 𝜃
0,18
𝜇𝑘 = 0,5710 ×0,86
𝜇𝑘 = 0,01

• Sudut 35°
𝑎
𝜇𝑘 = tan 𝜃 𝑔 ×cos 𝜃
0,96
𝜇𝑘 = 0,7010 ×0.81
𝜇𝑘 = 0,05

• Sudut 40°
𝑎
𝜇𝑘 = tan 𝜃 𝑔 ×cos 𝜃
0,875
𝜇𝑘 = 0,8310 ×0,76
𝜇𝑘 = 0,09
(b) Permukaan Halus
• Sudut 30°
𝑎
𝜇𝑘 = tan 𝜃 𝑔 ×cos 𝜃
0,492
𝜇𝑘 = 0,5710 ×0,86
𝜇𝑘 = 0,03

• Sudut 35°
𝑎
𝜇𝑘 = tan 𝜃 𝑔 ×cos 𝜃
1,492
𝜇𝑘 = 0,710 ×0,81
𝜇𝑘 = 0,12

• Sudut 40°
𝑎
𝜇𝑘 = tan 𝜃 𝑔 ×cos 𝜃
1,282
𝜇𝑘 = 0,8310 ×0,76
𝜇𝑘 = 0,14
LITERATUR

Anda mungkin juga menyukai