Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MENCINTAI PUASA

Disusun Oleh :
Nama : Nora Zahrotul Jannah
Kelas : X – 4
BAB I.

PENDAHULUAN

I. 1. LATAR BELAKANG

Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah
satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu
termasuk rukun islam sehingga semua umat islam wajib melaksanakannya. Namun pada
kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya. Hal ini dikarenakan bahwa
mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih
banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan
baik dan benar.

Puasa merupakan suatu tindakan menghindari makan, minum, serta segala hal lain
yang dapat memuaskan hasrat-hasrat psikis maupun fisik yang dilakukan pada masa tertentu.
Makna dan tujuannya secara umum adalah untuk menahan diri dari segala hawa nafsu,
merenung, mawas diri, dan meningkatkan keimanan terhadap Allah SWT. Salah satu hikmah
puasa ialah melatih manusia untuk meningkatkan kehidupan rohani. Nafsu jasmani yang
terdapat dalam diri tiap individu harus diredam, dikendalikan, dan diarahkan dengan
sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang mulia. Setiap orang yang menjalankan puasa
pada hakekatnya sedang memenjarakan dirinya dari berbagai nafsu jasmani.

Pembahasan mengenai ibadah puasa menarik untuk dikaji, mengingat ajaran ibadah
puasa terdapat dalam agama islam dan berlaku pada umat-umat terdahulu hingga sekarang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan membahas dan mengkaji permasalahan
seputar ibadah puasa, seperti tentang pengertian puasa, manfaat puasa, serta hikmah puasa.
I.2. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas adalah
sebagai berikut:
a.) Pengertian dan Hukum Puasa
b.) Rukun dan Syarat Puasa
c.) Macam-macam Puasa
d.) Adab Berpuasa
e.) Manfaat dan Hikmah Puasa
f.) Hal-hal yang disunnahkan dalam Puasa dan hal-hal yang dapat membatalkan Puasa

I.3. TUJUAN MASALAH


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.) Unuk meningkatkan rasa keimanan kita terhadap Allah SWT.
b.) Untuk mengetahui adab atau sikap kita selama menjalankan ibadah puasa.
c.) Memahami dan menambah pengetahuan kita tentang Puasa Ramadhan, sehingga kita
bisa lebih mengetahui dan mengerti maksud dan tujuan puasa itu sendiri.
BAB II.

PEMBAHASAN MATERI

II. 1. PENGERTIAN PUASA

Shaum (Puasa) berasal dari terjemahan kata bahasa arab yaitu ‫ صام يصوم صيام‬shaama-
yashuumu, yang bermakna menahan. Sering juga disebut Al-Imsak yaitu menahan diri dari
segala apa yang membatalkan puasa.

Dari segi etimologi atau kebahasaan, Puasa berarti menahan diri dari sesuatu atau
meninggalkan sesuatu, seperti meninggalkan makan, minum, berbicara atau beraktivitas apapun.
Adapun puasa dalam pengertian terminologi atau istilah syara’ , puasa adalah “menahan diri dari
makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari, dengan (mengharap) perhitungan Allah, mempersiapkan diri untuk
bertakwa dengan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik kehendak, dengan niat dan
syarat-syarat tertentu” (Rasyid Rida, t.t.: 143)

Firman Allah Swt :

..... ، ‫َو ُك ُل ْو ا َو اْش َر ُبْو ا َح ىّٰت َيَتَبَنَّي َلُك ُم ْاَخلْي ُط ْاَألْبَيُض ِم َن ْاَخلْي ِط ْاَألْس َو ِد ِم َن ْالَف ْج ِر‬
٢:١٨٧:‫﴾﴿البقرة‬

“makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam; yaitu fajar”………
[Al-Baqarah 2:187].[1][1]

Muhammad ibn Ismail al-kahlani mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari makan
minum dan hubungan seksual dan lain-lain yang telah diperintahkan menahan diri dari padanya
sepanjang menurut cara yang telah ditentukan oleh syara’.
Wahbah al-Zuhaili mendefinisikannya dengan menahan diri disiang hari dari segala yang
membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

[1]
Dari beberapa definisi diatas ditarik pengertian umum puasa yaitu suatu ibadah yang
diperintahkan Allah kepada hamba-Nya yang beriman dengan cara mengendalikan diri dari
syahwat makan, minum dan hubungan seksual serta perbuatan-perbuatan yang merusak nilai
puasa pada waktu siang hari sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

II. 2. MACAM-MACAM PUASA

Klasifikasi puasa secara global ada dua macam, yakni puasa fardu dan puasa tatawwu’.
Puasa fardu adalah puasa yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang memenuhi
persyaratan, termasuk dalam klasifikasi ini salah satunya adalah Puasa Ramadhan. Sedangkan
Puasa Tatawwu’ adalah puasa yang dikerjakan kaum muslimin demi untuk mendekatkan diri
kepada Allah, yang hukumnya tidak wajib, namun memperoleh kesunnatan pahala bagi
pengamalnya lantaran dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW. Termasuk dalam klasifikasi ini
adalah : Puasa Asyura’ , Puasa Arafah, Puasa Senin-Kamis, Puasa Daud, dan lain sebagainya.

Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai pengertian dan ketentuan pokok dari
masing-masing macam puasa fardu dan puasa tatawwu’ sebagaimana tersebut diatas :

A. Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan diatur secara eksplisit oleh Al-Qur’an, terutama dalam surat Al-
Baqarah (2) : 183 dan seterusnya menjadi kewajiban bagi setiap mukallaf untuk
menunaikannya selama satu bulan penuh. Para ahli fiqh telah sepakat menetapkan bahwa
puasa dalam bulan ramadhan hukumnya wajib. Kewajiban puasa dibulan ramadhan
ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an. Adapun dasar Al-Qur’an adalah firman Allah sebagai
berikut:

‫َتَّتُقوَن َلَع َّلُك ْم اَّلِذ يَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى َع َلْيُك ُم الِّص َياُم آَم ُنوا ُك ِتَب َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن‬

“hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS 2:183).
Dalam islam tidak ada ibadah yang diperintahkan Allah SWT yang tidak mengandung
hikmah. Ibadah puasa, menurut Zakiyah Daradjat, mengandung hikmah terhadap rohani dan
jasmani manusia. Hikmah terhadap rohani antara lain adalah :
 Melatih rohani agar disiplin,
 Mengendalikan dan mengontrol hawa nafsu agar tidak semena-mena
memunculkan keinginannya.
Selanjutnya yaitu hikmah jasmani, ialah bahwa puasa dengan menahan makan dan
minum, disamping membangun kekuatan dan ketahanan rohani juga mempertinggi kekuatan dan
ketahanan jasmani, karena umumnya penyakit yang menghinggapi tubuh manusia itu bersumber
dari perut yang menampung semua apa yang dimakan dan diminum.

Adapun macam macam puasa yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam berdasarkan dalil yang shahih adalah sebagai berikut:
1. Puasa Hari Arafah. Puasa arafah di sunnahkan bagi selain orang yang berhaji yang
dilaksanakan tanggal 9 Dzulhijjah, karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Puasa hari arafah itu menghapus dosa dua tahun, setahun yang silam dan
setahun yang akan datang. Dan puasa asyura itu menghapus dosa setahun sebelumnya.”
(HR Muslim).
2. Puasa Tasu’a dan Puasa Asyura yaitu puasa yang di laksanakan pada tanggal 9 & 10
muharram. Berdasarkan hadits: “… jika sampai pada tahun depan Insya Allah kita puasa
Tasu’a.
3. Puasa 6 Hari di Bulan Syawal. Berdasarkan Sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam:
“Barangsiapa berpuasa di bulan ramadhan dan meneruskannya dengan (puasa) enam
hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Muslim)
4. Memperbanyak Puasa di bulan Sya’ban. Berdasarkan dalil dari aisyah . Dari Aisyah
Radhiyallaahu 'anha, dia berkata. “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali pada bulan ramadhan.
Dan aku tidak pernah melihat Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memperbanyak
puasa di bulan-bulan lain seperti sya’ban.” (HR Bukhari-Muslim)
5. Memperbanyak Puasa Dibulan Muharram. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Puasa yang paling utama setelah bulan ramadhan adalah bulan Allah Muharram. Dan
shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR Muslim, Abu
Daud, Tirmidzi & Nasa’i)
6. Puasa Setiap Hari Senin Dan Kamis. Dari Usamah bin Zaid berkata. Sesungguhnya
Nabiyullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam puasa pada hari senin dan kamis dan
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya perihal puasa itu. Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya segala awal seluruh hamba
dipaparkan pada hari senin dan kamis.” (HR. Abu Daud)
7. Puasa Tiga Hari Setiap Pertengahan Bulan. Dari Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam Bersabda: “Berpuasalah tiga hari pada setiap bulan,
karena sesungguhnya kebaikan di kalikan sepuluh, sehingga puasa itu (puasa 3 hari)
sama dengan puasa satu tahun penuh.” (HR Bukhari – Muslim).
8. Puasa Nabiyullah Dawud. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
“Puasa yang paling di sukai di sisi Allah adalah puasa Dawud, yaitu berpuasa sehari
dan berbuka sehari.” (HR Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majjah)

II. 3.. RUKUN DAN SYARAT PUASA


II.3. A RUKUN PUASA
a. Niat
Niat adalah keinginan dalam hati untuk berpuasa karena ingin menjalankan
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendekat kepada-Nya. Hal ini berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan tidaklah mereka di perintah kecualii supaya
beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan Kepada-Nya (dalam menjalakan)
agama yang lurus.” (QS-Al Bayinah 5).
Niat puasa ini harus dilakukan untuk membedakan dengan menahan lapar lainnya.
Menahan lapar bisa jadi hanya sekedar kebiasaan, dalam rangka diet, atau karena sakit
sehingga harus dibedakan dengan puasa yang merupakan ibadah. Namun, perlu ketahui
bahwasanya niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafadzkan). Karena yang dimaksud niat
adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan niat letaknya di hati.
b. Menahan Diri
Adalah menahan diri dari hal - hal yang membatalkan puasa seperti: makan,
minum dan hubungan suami istri dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “…. maka sekarang campurilah mereka dan carilah
apa yang telah di tetapkan Allah untukmu dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai datang malam….” (QS Al-Baqarah 187)

II. 3. B. SYARAT PUASA

Para ahli fiqih telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang
agar seseorang wajib melaksanakan puasa ramadhan sebagai berikut:

a.) Beragama islam. Persayaratan islam dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an yang
memerintahkan berpuasa kepada orang-orang yang beriman kepada Allah SWT.
Orang-orang kafir tidak dituntut untuk melakukan puasa Ramadhan seperti yang
dituntut kepada orang islam.
b.) Baligh dan berakal. Hal ini mengandung arti bahwa anak-anak kecil tidak diwajibkan
untuk berpuasa, sedangkan persyaratan berakal mengandung arti bahwa orang gila
tidak diwajibkan berpuasa
c.) Sehat, tidak dalam keadaan sakit. Hal ini mengandung arti bahwa orang yang sakit
yang mengakibatkan tidak kuat melaksanakan puasa tidak dituntut melaksanakan
puasa
d.) Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah
Ta’ala,
‫َو َم ْن َك اَن َم ِر يًضا َأْو َع َلى َس َف ٍر َفِع َّد ٌة ِمْن َأَّياٍم ُأَخ َر‬

“Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-
hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185).

e.) Suci dari haidh dan nifas. Wanita yang dalam keadaan haidh dan nifas tidak wajib
puasa dan wajib mengqodho’ puasanya.
II. 5. ADAB BERPUASA

Adab dan tata tertib berpuasa yang perlu diperhatikan penting oleh umat Islam tercantum
sebagai berikut :

a.) Mempercepat berbuka, iaitu ketika terbenamnya matahari.


b.) Bersahur, yaitu menikmati atau mengambil makanan ketika pertengahan malam. Islam
mensyari`atkan supaya individu yang berpuasa bersahur dan waktunya bermula setelah
berlalunya separuh malam sehingga sebelum fajar terbit. Bersahur bertujuan menguatkan
tubuh dan memberikan tenaga.
c.) Melewatkan bersahur. Umat Islam digalakkan melewatkan bersahur, yaitu ketika fajar
hampir terbit.
d.) Mengelakkan tutur bicara atau percakapan yang mengundang dosa seperti berdusta,
mencaci dan mengeji, mengumpat, serta menghasut, dan mengelakkan daripada
memandang perkara-perkara yang haram.
e.) Berdoa ketika berbuka puasa.
f.) Membanyakkan sedekah terutama kepada golongan yang memerlukan dan lebih utama
yang ahli keluarga atau saudara terdekat.
g.) Membaca dan bertadarus al-Qur’an.
h.) Melaksanakan berbagai amal salih yang lain seperti menghadiri majlis ilmu, mendirikan
Solat Tarawih, beriktikaf di masjid, dan sebagainya (khususnya pada puasa bulan
Ramadhan).

II. 6. HIKMAH PUASA

1. Mensucikan jiwa dengan menaati perintah Allah dan meninggalkan laranganNya, serta
melatih jiwa untuk kesempurnaan dengan mengendalikan diri dari kejahatan dan
kebiasaan-kebiasaan yang tidak terpuji semata-mata karena mengharapkan keridhaan
Allah Swt.
2. Memperoleh kebahagian berganda.
3. Menguatkan kesabaran. Puasa adalah satu cara yang paling efektif untuk itu, sehingga
Rasulullah saw sendiri menamakan bulan Ramadhan dengan bulan kesabaran.
4. Menjadi perisai dari api neraka, sesuai sabda Rasulullah: Puasa adalah perisai dari api
neraka seperti perisai dalam peperangan” (HR. Ahmad dll dari Usman bin Abul’Ash);
5. Mendapat keampunan dosa
6. Menumbuhkan rasa cinta sesama dan sosial yang tinggi
7. Puasa Ramadhan sarana untuk menyiapkan manusia menjadi orang yang bertakwa dalam
arti yang sesungguhnya, sebagaimana dimaksudkan dalam Surah Al-Baqarah: 183.

II. 7. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

1. Makan minum secara sengaja.

Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫َو َس َّلَم َع َلْيِه ُهَّللا َص َّلى الَّنِبِّي َعْن َع ْنُه ُهَّللا َر ِض َي ُهَر ْيَر َة َأِبي َعْن‬
‫َو َس َقاُه ُهَّللا َأْطَعَم ُه َفِإَّنَم ا َصْو َم ُه َفْلُيِتَّم َو َش ِر َب َفَأَك َل َنِس َي ِإَذ ا َقاَل‬
Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam, “Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaklah ia
meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

2. Hubungan Suami Istri

3. Sengaja Muntah. Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫َيُقوُل َك اَن َأَّنُه ُع َم َر ْبِن ِهَّللا َع ْبِد َعْن َناِفٍع َعْن َم اِلك َعْن َح َّد َثِني و‬
‫\اْلَقَض اُء َع َلْيِه َفَلْيَس اْلَقْي ُء َذ َر َعُه َو َم ْن اْلَقَض اُء َفَعَلْيِه َص اِئٌم َو ُهَو اْس َتَقاَء َم ْن‬

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari (Nafi’) dari (abdullah bin Umar) berkata:
“Barangsiapa muntah dengan sengaja saat sedang berpuasa, maka dia harus mengganti
puasanya. Dan barangsiapa tidak sengaja muntah, maka dia tidak wajib menggantinya”. Hadist
ini menunjukkan bahwa muntah tanpa disengaja tidak membatalkan puasa berdasarkan sabda
beliau. Sedangkan orang yang berusaha untuk muntah maka puasanya batal, dan zhahir hadist ini
mengisyaratkan bahwa ia wajib menggantinya/mengqadha’ walaupun tidak berhasil muntah
berdasarkan perintah beliau untuk menggantinya.
4. Keluarnya mani secara sengaja.
5. Mendapat Haidh atau Nifas

Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫ َقاَل رُس وُل هللا صلى هللا عليه وسلم‬: ‫َو َعْن َأِبي َسِع ْيٍد الُخ ْد ِر ِّي رضَي ُهللا َع ْنُه َقاَل‬:
‫ ُم َّتَفٌق َع َلْيِه‬، ‫َأَلْيَس ِإذا َح اَضِت الَم ْر َأُة َلْم ُتَص ِّل َو َلْم َتُص ْم‬
Dari Abi Said Al-Khudhri Radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda, Bukankah bila wanita mendapat haidh, dia tidak boleh shalat dan
puasa?

Wanita yang sedang berpuasa lalu tiba-tiba mendapat haidh, maka dengan demikian
menjadikan puasanya batal. Meski kejadian itu menjelang terbenamnya matahari. Begitu juga
wanita yang mendapat darah nifas, maka puasanya batal.

6. Keluar dari Agama Islam (Murtad)

Seseorang yang sedang berpuasa, lalu keluar dari agama Islam / murtad, maka dengan
demikian puasanya menjadi batal. Dan bila hari itu juga dia kembali lagi masuk Islam, puasanya
sudah batal. Dia wajib mengqadha puasanya hari itu meski belum sempat makan atau minum.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang


sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS Az-Zumar : 65)

II. 8. GOLONGAN ORANG YANG DIBOLEHKAN MENINGGALKAN PUASA WAJIB


Dalam keadaan tertentu, syariah membolehkan seseorang tidak berpuasa. Hal ini adalah
bentuk keringanan yang Allah berikan kepada umat Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.
Bila salah satu dari keadaan tertentu itu terjadi, maka bolehlah seseorang meninggalkan
kewajiban puasa. Adapun kondisi yang diperbolehkan seseorang meninggalkan puasa wajib
adalah sebagai berikut:
1. Dalam keadaan safar (perjalanan).
Seseorang yang sedang dalam perjalanan, dibolehkan untuk tidak berpuasa. Keringanan
ini didasari oleh Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Dan siapa yang dalam keadaan sakit
atau dalam perjalanan maka menggantinya di hari lain (QS Al-Baqarah : 184). Sedangkan
batasan jarak minimal untuk safar yang dibolehkan berbuka adalah jarak dibolehkannya qashar
dalam shalat, yaitu 47 mil atau 89 km.

2. Sakit.

Orang yang sakit dan khawatir bila berpuasa akan menyebabkan bertambah sakit atau
kesembuhannya akan terhambat, maka dibolehkan berbuka puasa. Bagi orang yang sakit dan
masih punya harapan sembuh dan sehat, maka puasa yang hilang harus diganti setelah
sembuhnya nanti. Sedangkan bagi orang yang sakit tapi tidak sembuh-sembuh atau kecil
kemungkinannya untuk sembuh, maka cukup dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan
fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkan.

3. Hamil dan Menyusui

Wanita yang hamil atau menyusui di bulan Ramadhan boleh tidak berpuasa, namun wajib
menggantinya di hari lain. Ada beberapa pendapat berkaitan dengan hukum wanita yang haidh
dan menyusui dalam kewajiban mengganti puasa yang ditinggalkan yaitu mereka digolongkan
kepada orang sakit. Sehingga boleh tidak puasa dengan kewajiban mengqadha’ (mengganti) di
hari lain.

4. Lanjut Usia

Orang yang lanjut usia dan tidak kuat lagi untuk berpuasa, maka tidak wajib lagi
berpuasa. Hanya saja dia wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin sejumlah
hari yang ditinggalkannya itu. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: Dan bagi orang yang tidak
kuat/mampu, wajib bagi mereka membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin.(QS Al-
Baqarah:184).
BAB III.

PENUTUP
III. A. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dalam pembahasan mengenai puasa diatas, penulis dapat


menyimpulkan beberapa hal yaitu :

Shaum (Puasa) berasal dari terjemahan kata bahasa arab yaitu ‫ صام يصوم صيام‬shaama-
yashuumu, yang bermakna menahan. Sering juga disebut Al-Imsak yaitu menahan diri dari
segala apa yang membatalkan puasa. Dari segi etimologi atau kebahasaan, Puasa berarti
menahan diri dari sesuatu atau meninggalkan sesuatu, seperti meninggalkan makan, minum,
berbicara atau beraktivitas apapun. Adapun puasa dalam pengertian terminologi atau istilah
syara’ , puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan
puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan (mengharap) perhitungan
Allah, mempersiapkan diri untuk bertakwa dengan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik
kehendak, dengan niat dan syarat-syarat tertentu”

Klasifikasi puasa secara global ada dua macam, yakni puasa fardu dan puasa tatawwu’.
Puasa fardu adalah puasa yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang memenuhi
persyaratan, termasuk dalam klasifikasi ini salah satunya adalah Puasa Ramadhan. Sedangkan
Puasa Tatawwu’ adalah puasa yang dikerjakan kaum muslimin demi untuk mendekatkan diri
kepada Allah, yang hukumnya tidak wajib, namun memperoleh kesunnatan pahala bagi
pengamalnya lantaran dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW. Termasuk dalam klasifikasi ini
adalah : Puasa Asyura’ , Puasa Arafah, Puasa Senin-Kamis, Puasa Daud, dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai