Anda di halaman 1dari 37

MANAJEMEN PRODUKSI FARMASI

KELOMPOK 11

AISYAH HAMBALI O1A1 14 004 LETY SANDRA O1A1 14 021


ASTRIED AMALIA A. O1A1 14 006 LILI HANDAYANI O1A1 14 022
FADILAH AYU LESTARI O1A1 14 013 NABILA SARASWATI H. O1A1 14 029
FARADILA CAHYANI R. O1A1 14 014 NUR ALIF FATUH R. O1A1 14 033
ISMAR WULAN O1A1 14 017 NURLELA SUNDARI Z. O1A1 14 034
SCM?
Didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang
terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal
dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir.
Tujuan Supply Chain Manajemen
1. Supply chain manajemen menyangkut pertimbangan mengenai lokasi setiap
fasilitas yang memiliki dampak terhadap aktivitas dan biaya dalam rangka
memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari supplier dan pabrik
hingga disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan.

2. Mencapai efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari
transportasi hingga distribusi persediaan bahan baku, proses kerja dan barang
jadi.

3. Penyerahan / pengiriman produk secara tepat waktu demi memuaskan


konsumen
4. mengurangi biaya
5. meningkatkan segala hasil dari seluruh supply chain (bukan hanya satu
perusahaan)
6. mengurangi waktu
7. memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi

Fungsi dasar SCM adalah :


1. Secara fisik mengubah bahan baku dan komponen menjadi produk dan
mengirimnya ke konsumen akhir.
2. Menyakinkan bahwa pengiriman produk atau jasa memuaskan aspirasi
pelanggan
Supply Chain terdiri dari
perusahaan yang mengangkut
bahan baku dari bumi/alam,
perusahaan yang
mentransformasikan bahan baku
menjadi bahan setengah jadi
atau komponen, supplier bahan-
bahan pendukung produk,
perusahaan perakitan,
distributor, dan retailer yang
menjual barang tersebut ke
konsumen akhir.
Pemain Utama dalam Supply Chain Management

1
3 4
Supplies
Retail Outlet
2 Distribution

Manufactures
5

Costumer
1. Supplies 2. Manufactures 3. Distribution 4. Retail Outlet 5. Customers
Lima komponen dasar dari Supply Chain Management adalah :

1. Plan
Plan atau perencanaan merupakan kegiatan strategi untuk mengatur semua
sumber (sources) agar memenuhi permintaan pelanggan atas suatu produk atau
layanan.
2. Source
Source (sumber) mencakup supplier (perusahaan penyedia barang) yang
menghantarkan barang atau layanan yang dibutuhkan untuk pembuatan barang
jadi.
3. Make
Ini merupakan langkah produksi, dimana perlu dilakukan penjadwalan terhadap
aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk produksi, uji coba, packaging, dan
persiapan untuk pengiriman barang.
4. Deliver
Bagian ini juga dikenal dengan logistik. Pada bagian ini perlu dilakukan
koordinasi antara pesanan dari pelanggan, bangun jaringan warehouse ,
tentukan pengangkutan yang akan mengirimkan barang atau layanan kepada
pelanggan dan membuat sistem invoice untuk menerima pembayaran.

5. Return
Bagian ini merupakan bagian yang menjadi masalah dalam Supply Chain.
Buat suatu jaringan untuk menerima pengembalian barang atau layanan dan
melayani pelanggan yang memiliki masalah dengan pengiriman barang.
Supply Chain melibatkan tiga bagian atau segment :

- Upstream Supply Chain Segment


Bagian ini termasuk pengaturan supplier utama dari suatu organisasi dengan
supplier dari perusahaan penyedia barang (supplier) organisasi tersebut.

- Internal Supply Chain Segment


Bagian ini termasuk proses perubahan input dari supplier menjadi output, yaitu
mulai dari penerimaan bahan mentah dari supplier sampai dengan pendistribusian
barang jadi keluar organisasi. Aktivitas-aktivitas pada bagian ini temasuk material
handling (penanganan terhadap barang), inventory management (manajemen inventori),
manufacturing (manufaktur) dan quality control (pengawasan kualitas).

- Downstream Supply Chain Segement


Bagian ini termasuk proses distribusi barang jadi kepada pelanggan.
tes
Berbeda dengan konsep Supply Chain umum yang sangat mengedepankan
responsiveness dan efisiensi. Pada distribusi Farmasi yang terdepan seharusnya adalah
Kualitas dan Responsiveness. Kualitas merupakan hal yang mutlak, karena ini adalah
produk Obat yang memiliki fungsi untuk penyembuhan, bayangkan jika kualitasnya
rusak. Disamping mengurangi khasiat, obat yang rusak bahkan bisa menjadi racun bagi
tubuh.
Perkembangan Supply Chain Industri Farmasi di
Indonesia

Saat ini di Indonesia terdapat


sekitar 239 perusahaan Farmasi yang
beroperasi. Sebagian besar Industri
Farmasi terdapat di Jawa Barat (94),
Jawa Timur (47), dan DKI Jakarta (37).
Beberapa top players di industri ini
adalah Kalbe Farma, Sanbe, Soho,
Pharos Indonesia, Dexa Medica dan
Tempo Scan Pacific. Total pangsa
pasar lima besar pemain tersebut
adalah sebesar 32%.
Ronny H. Mustamu mengungkap bahwa ketidakstabilan
ekonomi-politik yang berdampak pada melemahnya nilai
tukar Rupiah terhadap valuta asing akan secara
langsung berdampak pada Industri Farmasi di Indonesia.

Faktanya = 90 % bahan baku adalah


impor . Masyakat lebih memilih obat luar.
(obat alternatif china) menempatkan
industri ini pada posisi rentan pada
ketidakstabilan ekonomi-politik tersebut.
sangat mempengaruhi pertumbuhan
pasar Industri Farmasi Indonesia.
Pertumbuhan konsumsi obat per kapita
di Indonesia sesungguhnya masih
kurang menggembirakan nilainya.
Namun demikian, besarnya potensi volume
pasar dalam negeri Indonesia (dengan lebih
dari 235 juta penduduk), memberikan
potensi keuntungan yang menjanjikan bagi
para pemain asing (Grafik 2). Oleh
karenanya, meskipun pasar obat di Indonesia
sarat dengan ketidakpastian dan pemalsuan
produk, namun para pemain asing sangat
berminat untuk bekerja di Indonesia. 31
pabrikan Farmasi asing di Indonesia telah
menguasai sekitar 50 persen pasar produk
Farmasi Nasional.
Gambaran pasar di atas ternyata belum disambut dengan sebuah
proses untuk menjadi lebih efisien dalam Industri Farmasi. Pengelolaan saluran
distribusi (distribution channel) dalam Industri Farmasi di Indonesia ternyata
lebih mengarah pada model Concentration. Model ini memberikan peluang bagi
produsen Farmasi untuk mengurangi jumlah transaksi secara signifikan
Sampai dengan tahun 2015, perusahaan Farmasi domestik masih
mendominasi dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 72%, sedangkan
perusahaan Farmasi multinasional menguasai pangsapasar sebesar 28%.
Pasar Farmasi terdiri dari pasar obatresep dan obat bebas dimana masing-
masing pangsa pasarnya sebesar 61% dan 39%. Dari masing-masingpangsa
pasar tersebut, perusahaan domestik menguasaipangsa pasar sebesar 38%
obat resep dan 34% obat bebas, dimana sisanya dikuasai perusahaan
multinasional.
International Pharmaceutical
Manufacturers Group (IPMG)
5 hal harus dipenuhi untukmenjadikan Indonesia pusat Riset &
Pengembangan Industri Farmasi:

(1) sistem politik yang stabil dan transparan


(2) sistem kekayaan intelektual kelas dunia;
(3) pasar yang terbuka dan tanpa diskriminasi;
(4) jaringan yang kuat antara sektor swasta dan akademisi;
(5) insentif dalam hal pajak.
Data IMS Health

Pasar Industri Farmasi tumbuh 7,49% hingga kuartal keempat


2016, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 4,92%. IPMG memperkirakan pertumbuhan ini akan berlanjut
pada 2017.

Salah satu faktor pendorong tumbuhnya Industri Farmasi


adalah meluasnya jangkauan kepesertaan dari Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan yang mencapai 175 juta anggota
hingga Maret 2017, atau 66% dari keseluruhan populasi penduduk
Indonesia.
Selain itu, JKN masih terus berkutat dengan masalah defisit keuangan.
Hingga 2016, total defisit dalam program JKN mencapai Rp6,23 triliun. Pada
tahun 2014 dilaksanakan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
Program JKN dibentuk sebagai tanggung jawab pemerintah untuk memberikan
pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, terutama golongan yang tidak
mampu. Sehingga mengedepankan produk obat obat generik cara yang tepat
untuk membantu masyarakat golongan kebawah.

Dengan adanya program ini secara langsung maupun tidak langsung sangat
mempengaruhi MRP (Manajemen Rantai Pasokan) pada PBF (Pedaganag
Besar Farmasi) sebagai pemasok atau pensuplai obat di apotek dan di Rumah
Sakit yang menjadi pelanggan utama perusahan Farmasi
Persebaran Bahan Baku Industri Farmasi

Saat ini Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan akan obat sendiri,
hampir 90% kebutuhan obat berasal dari produksi dalam negeri, hanya Industri
Farmasi di Indonesia masih sangat tergantungdengan bahan baku impor, hampir
96% bahan baku yang digunakan Industri Farmasi masih diimpor.
Pengembangan bahan baku obat dalam negeri hendaknya juga dipandang
sebagai suatu upaya untuk menjaga ketahanan nasional di bidang obat, karena
akan sangat riskan bagi suatu negara sebesar Indonesia apabila kita tetap
membiarkan ketergantungan Industri Farmasi dalam negeri terhadap bahan baku
obat impor. Salah satu proses pengembangan bahan baku obat dalam negeri ialah
melalui pemanfaatan sumber daya hayati Indonesia.
Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku obat, perlu ditumbuhkan industri
bahan baku obat di tanah air, dimana pemerintah dalam waktu 10 hingga 20
tahun kedepan perlu membuat rencana strategis berupa roadmap
pengembangan bahan baku obat di Indonesia serta menetapkan starting point
dan strategi yang harus ditempuh dalam mewujudkan peningkatan kemandirian
bahan baku obat di Indonesia.
3 Stake Holder Dalam Pengembangan
Dan Penyediaan Bahan Baku Obat
1. Industri Farmasi yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengembangan
bahan baku obat dalam negeri

2. Peneliti dan akademisi yang memiliki kapasitas untuk pengembangan bahan baku
obat.

3. pemerintah yang harus memiliki political will untuk melaksanakan


peningkatan kemandirian bahan baku obat ini. Pemerintah harus memberikan
insentif dan membuat kebijakan yang kondusif bagi industri untuk
mengembangkan bahan baku obat, serta menciptakan berbagai skema
pendanaan penelitian untuk mendorong kolaborasi riset antara peneliti dan
industri.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 juga telah
mencantumkan penyediaan bahan baku obat dalam arah, kebijakan dan
strateginya dengan fokus untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor
dalam produksi obat. Dalam Kepmenkes No. 267/Menkes/SK/II/2010 tentang
Penetapan Roadmap Reformasi Kesehatan 2010-2014 dalam Reformasi
KeFarmasian dan Alat Kesehatan pada butir (d) telah dicantumkan perlunya
upaya kemandirian di bidang bahan baku obat dan obat tradisional Indonesia
melalui pemanfaatan keanekaragaman hayati.
Pasar Distribusi Farmasi
Saat ini kurang lebih terdapat 12.000an Apotek,
1300an Rumah Sakit, dan 2300an Pedagang
Besar Farmasi (PBF). Apotek sendiri ada yang
memiliki praktek dokter dan ada yang berdiri
independent (pasif menerima resep dari dokter
praktek tempat lain). Apotek pun sudah
mengarah pada modernisasi bisnis, membentuk
group, franchise, layanan 24 jam, dan
sebagainya.
Keagenan Distribusi
Pabrikan obat biasanya menunjuk distributor nasional untuk menjangkau Apotek dan Rumah Sakit. 10
20 tahun yang lalu para pabrikan yang seringkali disebut sebagai Principal cenderung menetapkan
distributor tunggal.

Penunjukkan distributor tunggal ditengarai karena principal menginginkan bentuk


kerjasama yang sederhana dan tidak perlu mengurus beberapa distributor. Disamping itu, jumlah titik
distribusi yang harus dijangkau oleh distributor masih sedikit dibandingkan produk-produk konsumer.
Inventory Planing
Pada akhirnya ini merupakan bagian yang sering menjadi
Korban dari fleksibilitas demand produk Farmasi. Walau secara teori
beberapa produk bisa diprediksi jumlah permintaannya, namun karena
terdapat aktivitas promosi dari Principal mengakibatkan pembelian suatu
produk menjadi seasonal dan fluktuatif.

Faktor produk obat komoditi juga sangat besar, yang seringkali


mengakibatkan terjadinya penumpukan penjualan di akhir bulan.
Resource yang sangat besar terfokus pada hari-hari terakhir untuk closing
penjualan, mulai dari sisi sales hingga bagian gudang yang menyiapkan
barang.
Memendekkan Rantai Pasokan

Semakin panjang dan dinamis rantai pasokan tersebut, maka aktivitas forecasting dan
demand planning menjadi sangat penting.

Mata rantai pasokan yang terlalu panjang menyebabkan banyak kerugian. Waktu
perlaluan (throughput time) yang semakin panjang, menyebabkan berkurangnya peluang
produk untuk lebih cepat diserap konsumen. Pada sisi lain, lambatnya proses penyerapan
produk oleh konsumen memunculkan risiko kerusakan produk (waste) akibat
keterbatasan waktu daluwarsa (expiry date).
Mustamu mengungkap bahwa Industri Farmasi di Indonesia
membutuhkan 120 hari untuk satu kali waktu perlaluan. Dari waktu tersebut, 60
hari untuk produksi dan 60 hari untuk transportasi. Tentu hal ini membawa
risiko bahwa setiap pergeseran factor penetapan harga di antara tenggang
waktu 120 hari tersebut akan sulit diakomodasi oleh para pelaku bisnis. Dapat
dikatakan, harga produk Farmasi (obat) pada hari ini sesungguhnya telah
ditentukan 120 hari yang lalu.
Tingginya persentase bahan baku impor (lebih dari 90 prosen) dalam
Industri Farmasi di Indonesia menyebabkan industri ini sangat rentan terhadap
setiap pergeseran nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing, terutama Dolar
Amerika Serikat (USD). Faktor kerugian kedua akibat panjangnya mata rantai
pasokan adalah munculnya kerusakan barang akibat kesalahan penanganan
(mishandling), baik dalam bentuk kerusakan akibat proses perpindahan antar
sarana transportasi dan antargudang, maupun akibat kesalahan proses
pengelolaan ruang penyimpanan (gudang). ). Tidak jarang, proses pengkerutan
(shringkage) ini juga diperparah oleh rawannya jalur transportasi/distribusi
akibat kejahatan (pencurian) jalan raya.
Indonesia adalah pasar yang besar bagi Industri Farmasi. Ada beberapa faktor yang
menjadi driver pertumbuhan Industri Farmasi nasional yaitu jumlah penduduk Indonesia
yang besar; kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan kesehatan; tingkat
perekonomian masyarakat yang terus meningkat; dan akses kesehatan yang meningkat
seiring implementasi BPJS Kesehatan.

Sebagai tambahan, rasio healthcare expenditure terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia saat ini masih relatif rendah (3,1%) sehingga potensi peningkatan masih
cukup besar
Healthcare expenditure per kapita Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar
14% per tahun, dari USD108 pada 2012 menjadi USD237 pada 2018.
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, rasio healthcare expenditure
terhadap PDB maupun healthcare expenditure per kapita per tahun di Indonesia
saat ini termasuk rendah. Pasar Farmasi nasional tumbuh rata-rata 12% per
tahun (CAGR) pada periode 2010-2014.
Besar pasar Farmasi nasional pada tahun 2015 sekitar Rp62-65 triliun, dan
akan meningkat menjadi Rp69 trilyun pada tahun 2016. Pada 1H15, obat resep
(ethical) mendominasi sekitar 61% pasar Farmasi nasional dan sisanya adalah
obat bebas (over the counter/OTC). Sebagai tambahan, obat resep dibedakan
menjadi obat patent, generik bermerk (branded generic) dan generik berlogo
(OGB).
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai