Anda di halaman 1dari 72

Penyakit

Hidung dan Sinus


Paranasal
Pembimbing :
dr. S. Hendradewi, Sp.THT-KL,
Msi Med

Karina Fadhilah Ahmad G99171022 Adika Putra Pangestu G99172022


Adliah Fithri Anisa G99172024 Adinda Kharisma A G99181002
Henry Aldezzia Pratama G99162135 Laksita Paramastuti G99172100
Vidya Ismiaulia G99171045 M Mushthafa H G99171028
Rahadian Arista Dhata G99181050 Windy Yuniarti Wimas G99172160
Zahra Afifah Hanum G99172162
Tugas Presentasi 12 November
Penyakit Hidung Bagian Luar
Saddle Nose

Masalah Kongenital dan


Hump Nose
Anatomis didapat

Epistaksis Crooked Nose

Trauma
External Nose &
Hematoma
Vestibulum
septum  abses
Disease

Furunkulosis

Infeksi Vestibulitis

Selulitis
Masalah Anatomis
Deformitas
Kongenital dan didapat
Saddle Nose
Epidemiologi:
Populasi dengan kemungkinan trauma pada
wajah (Ex: Petinju, Kriminal, Atlet dsb)
Etiologi:
1.Kongenital
2. Acquired  Trauma
Terapi:
Nasal reconstruction  augmentasi
Hump Nose
Etiologi:
Genetik merupakan peran utama
namun dapat juga disebabkan
oleh trauma pada hidung semasa
kecil.
Patofisiologi:
Pertumbuhan sudut kartilago
lateral dan septum yang tidak
normal
Terapi:
Nasal reconstruction
Crooked Nose
Etiologi:
Dapat terjadi pada fraktur nasal
yang tidak tertangani dengan
baik dan penyakit auto imun.
Komplikasi:
Sering menimbulkan obtruksi
nasal
Terapi:
Nasal reconstruction
Trauma
Anterior
Lokasi
Posterior

Trauma

Benda
asing
Epistaksis Lokal
Neoplasma

Infeksi
Penyebab
CVD
Sistemik
Obat-
obatan
Idiopatik
Anamnesis
1. Derajat keparahan, frekwensi, durasi?
2. Sisi yang mengalami perdarahan?
3. Riwayat trauma, epistaksis sebelumnya?
4. Penyakit sistemik? DM? Hipertensi? Penyakit hepar?
5. Penggunaan obat-obatan anti-koagulan?
6. Anak-anak  kemungkinan benda asing?
Tatalaksana
1.Evaluasi KU, syok?
2.Amati sumber perdarahan
3.Jika perdarahan anterior :
• Tekan hidung 10-15 menit
• Jika gagal  tampon anterior
4.Jika perdarahan posterior : Tampon posterior
Tatalaksana
Komplikasi
1. Anemia
2. Aspirasi jalan nafas
3. Syok
Hematoma Septum
Trauma  Pembuluh darah submukosa pecah  Darah berkumpul di antara
perikondrium dan kartilago septum  hematoma  abses*
Gejala:
1. Sumbatan hidung dan nyeri
2. Pembengkakan unilateral/bilateral di septum depan  bila meluas
menjadi obstruksi total
Terapi:
Drainase  insisi hematoma  tampon untuk menekan perikondrium di
kartilago bawahnya  antibiotik
Komplikasi:
Saddle nose & abses septum
Abses Septum
Sering terjadi didahului karena hematoma yang tidak disadari.
Gejala:
Demam, sakit kepala, hidung tersumbat, nyeri progresif
Pemeriksaan fisik:
Lebih baik tanpa menggunakan spekulum hidung
Komplikasi:
Deformitas hidung, nekrosis kartilago septum  septikemia
Infeksi
Furunkulosis & Vestibulitis

Sering disebabkan karena trauma minor oleh Staphylococcus yang biasanya


didahului oleh:
1. Mencabut bulu hidung  infeksi pada folikel rambut  furunkulosis
2. Rinorrhea berkepanjangan karena alergi atau virus  lembab
Gejala:
Kemerahan pada bagian vestibuli nasi, kadang terbentuk krusta, nyeri tekan
Terapi:
Kompres, Ab topikal  bacitracin
Komplikasi:
Cellulitis
Selulitis
Infeksi di lapisan dermis atau subkutis oleh
Staphylococcus atau Streptococcus.
Gejala:
Lunak perabaan, kemerahan, nyeri progresif
Terapi:
Antibiotik sistemik, kompres hangat dan
analgesik
Komplikasi:
Infeksi menyebar ke KGB atau hematogen.
Rhinitis
Rhinitis

Infeksi
Corpus - Virus
AKUT Kronik
alienum - Bakteri
- Jamur

Alergi Non Alergi

Hormon
Medikamentosa
- Kehamilan
- hipotiroidisme Nonallergic
Intermitten Persisten rhinitis with Vasomotor
eosinophilia
Anatomi
syndrome
- Polip
(NARES)
- Tumor
- Septal
defect
Rhinitis akut - Infeksi
Rinitis Simpleks Commond cold Rhinitis Hipertrofi Hipertrofi konka inferior akibat
Etiologi : Rhinovirus, myxovirus infeksi maupun alergi
Klinis : gatal, bersin berulang, ingus Klinis: Blocked nose, dry mouth,
encer, demam, nyeri kepala, chepalgia,
Px. Fisik : mukosa hidung merah, Px. Fisik : konka hieprtrofi,
Terapi: Self limited disease, terapi sekret mukopurulen,
simptomatis, analgetik, antipiretik, Terapi: atasi faktor pencetus,
dekongestan terapi simptomatis (kausatik
konka, kauter,luksasi, konkotomi
parsial)

Rhinitis atrofi Infeksi hidung kronik dengan


atrofi mukosa hidung dan tulang
Rhinitis Difteri Corynebacterium diphteriae,
konka
Klinis : demam, toksemia,
Klinis : sekret kental cepat
terdapat limfadenitis,
mengering, krusta dan busuk
pseudomembran putih yang
Terapi : antibiotik, cuci hidung,
mudah berdarah
operatif penutupan atau
Terapi : ADS, penisilin lokal,
implantasi penyempitan lubang
isolasi pasien
hidung
Rhinitis akut - Infeksi
Etiologi : Aspergillus niger, A.
Fumigatus, A. Flavus Disebabkan TB paru
Faktor risiko: Konsumsi obat anti Infiltrasi  ulserasi 
imunosupresif perforasi
Pemeriksaan: Membran hitam pada Diagnosis: biopsi,
mukosa nasal, fungus ball pemeriksaan BTA, kultur
Terapi: Debridemen, obat antifungal, Terapi: OAT
Rinitis Jamur irigasi berulang Rhinitis TB
Larva lalat Chrysomia Bezziana
Infeksi granulamotosa kronik
di dalam hidung
c Klebsiella
Klinis: epitaksis dan mungkin
rhinoscleromatosis
ada ulat yang keluar dari hidung
Diagnosis: Histopatologi sel –
Terapi: antibiotika, ekstraksi
sel Mikulicz.
ulat, teteskan kloroform dan
Terapi: antibiotik jangka
minyak terpentin dengan
panjang serta tindakan bedah
Rinoskleroma Mysasis Hidung perbandingan 1:4, ke dalam
untuk obstruksi pernapasan
rongga hidung
Rinitis kronis – Alergi
1.Inflamasi karena reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya
sudah tersensitisasi oleh alergen serupa dilepaskan mediator kimia
saat paparan ulang
2.Patofis : tahap sensitisasi dan desensitisasi
3.Jenis alergen : inhalan, ingestan, injektan, kontaktan
4.Klasifikasi (ARIA,2001) :
• Sifat berlangsungnya : intermiten dan persisten
• Berat-ringan penyakit : Ringan dan sedang-berat
Rinitis kronis – Alergi
• Anamnesis : Bersin, rinorea, gatal, hidung tersumbat setelah terpapar
alergen
• Pemfis : mukosa edema, basah, pucat, sekret encer banyak
• Pemx penunjang : IgE total dan eosinofil menigkat
• Skin Prick (+)

• Terapi :
Hindari alergen
Antihistamin
Dll sesuai simptom
Rinitis kronis – Non Alergi - Vasomotor
• Anamnesis : hidung tersumbat bergantian
• Pemfis : mukosa edema, konka mengkilap, sekret mukoid sedikit
• Pemx penunjang : eosinofil normal/meningkat
• Skin prick (-)

• Terapi :
• Kortikosteroid , dekongestan
Rinitis kronis – Non Alergi - Vasomotor
1.Keadaan idiopatik tanpa infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan
hormonal dan pajanan obat
2.Klasifikasi :
• Sneezers = bersin
• Runners = rinore
• Blockers = hidung tersumbat
Rhinitis kronis –Non alergi- Medikamentosa
• Definisi : Sumbatan hidung menetap akibat drug abuse vasokontriktor topical
• Patofisiologi : terganggunya siklus nasi akibat penggunaan vasokontriktor topical,
terjadinya rebound dilatation setelah vasokontriksi.
Agonis alfa-adrenergic yang tinggi, menurunkan sensitivitas reseptor alfa-adrenergic, terjadi
toleransi.
• Gejala dan tanda : Hidung tersumbat berulang, edema konka, mengecil dengan tampon adrenalin
• Tatalaksana : 1. hentikan obat
2. steroid oral dengan tapering off 1 minggu
3. Dekongestan oral
Tumor Hidung dan Sinus
Paranasal
Tumor Hidung dan Sinus Paranasal
• Pada umumnya jarang ditemukan
• Sering ditemukan dalam stadium lanjut
• Sulit diketahui secara dini
• Tumor primer sulit ditemukan
• Etiologi belum diketahui
Klasifikasi
• Tumor Jinak: • Tumor Ganas:
• Epithelial • Epithelial
• Adenoma • SCC
• Papiloma • Adenokarsinoma
• Non-epithelial • UCC
• Fibroma • Non-epithelial
• Angiofibroma • Hemangioperisitoma
• Hemangioma • Sarkoma
• Osteoma • Limfoma malignum
• Odontogenik • Agresif
• Ameloblastoma • Papiloma inverted
• Adamantinoma • Displasia fibrosa
• Ameloblastoma
Gejala dan Tanda
• Gejala Dini: hidung tersumbat, rinorea
• Tergantung asal primer tumor serta arah dan perluasannya
• Gejala Nasal
• Hidung tersumbat unilateral
• Rinorea
• Epistaksis atau sekret bercampur darah
• Sekret berbau
• Deformitas hidung
• Gejala Orbital
• Diplopia
• Proptosis (penonjolan bola mata)
• Oftalmoplegia
• Gangguan visus
• Epifora
• Gejala Oral
• Penonjolan atau ulkus palatum
• Nyeri di gigi dan tidak membaik meskipun gigi sudah dicabut
• Gejala Fasial
• Penonjolan pipi
• Parestesia atau anestesia
• Nyeri wajah
• Gejala Intrakranial
• Nyeri kepala hebat
• Likuorea
Pemeriksaan
• Pemeriksaan Fisik • Pemeriksaan Penunjang
• Inspeksi • Foto polos sinus paranasal
• Wajah asimetri • CT Scan
• Proptosis • MRI
• Massa
• Biopsi
• Dinding cavum nasi
• Palpasi
• Nyeri tekan
• Penonjolan
• Gigi goyah
Tumor Jinak
• Paling sering papilloma skuamosa
• Terdapat 2 jenis papilloma:
• Eksofitik / fungiform
• Endofitik / papilloma inverted : sangat invasive, cenderung residif, dan dapat
berkembang menjadi ganas
Tumor Ganas
• Yang paling sering terjadi adalah:
• SCC (70%)
• UCC
• Lokasi yang paling sering terkena:
• Sinus Maxilla
• Sinus Ethmoid
• Hidung
• Penatalaksanaan
• Pembedahan disertai dengan terapi modalitas
• Prognosis
• Pada umumnya prognosis kurang baik
Penyakit Hidung Kongenital
ATRESIA KOANA
• Tertutupnya satu atau kedua posterior kavum nasi
(nares posterior) oleh membran abnormal atau
tulang.

Gejala:
Kesulitan bernapas karena
obstruksi
Klasifikasi
Atresia koana
unilateral
Berdasarkan
derajat
Atresia koana
bilateral

Atresia koana
Tipe tulang (bony)

Berdasarkan Tipe membrane


tipe (membranous)

Campuran antara
tulang dan
membrane
ATRESIA KOANA
Bayi baru lahir: distress respirasi bisa karena atresia koana yang
bilateral atau dapat pula terjadi napas memendek
• BILATERAL
Anamnesis:
Riwayat kesulitan bernapas dan bernapas dari hidung saat baru lahir dan
makin memberat dalam beberapa bulan ini. AK bilateral dibawa setelah 1
bulan, pasien AK unilateral datang setelah beberapa bulan kelahiran.
Unilateral: Tidak ada gejala, jarang menimbulkan gawat nafas, biasanya di
ketahui belakangan karena sekret hidung terus menerus atau hidung
tersumbat pada satu sisi.
Bilateral: nafas yang tersendat-sendat tidak teratur, tampak biru jika bibir
tertutup
Kesulitan dalam pemberian makan karena akan mengganggu pernapasan
(bernapas lewat mulut)
ATRESIA KOANA
Inspeksi: pasien cenderung mengambil nafas dari mulut

Rhinoskopi anterior: cenderung dbn, namun kadang dijumpai


adanya secret yang keluar dan bertahan.

Riwayat keluar cairan dari hidung serta aliran udara dari hidung
yang kurang atau tidak ada sama sekali.

Rhinoskopi posterior: aliran udara yang keluar dari mulut,


namun belum dapat secara pasti menegakkan suatu atresia
ataupun stenosis.

Terapi: rujuk untuk tindakan operatif


CYSTIC FIBROSIS
Diwariskan secara resesive autosomal, penyakit multisystem
kronis, progresif, dan penyakit genetik dari kelenjar lendir tubuh.

Pada sistem pernafasan: adanya gangguan pada saluran pernafasan


yang bersifat obstruktif, diantaranya: produksi sputum berlebih.
Sputum atau lendir berlebih di sinus paranasal  menyebabkan
penyumbatan saluran nafas  dapat menimbulkan infeksi.

Lendir pada pasien CF sangat tebal/kental. Klinis malnutrisi,


pertumbuhan yang buruk, infeksi saluran pernafasan, kesulitan
bernapas.
LABIAPALATOSKISIS
• Menyebabkan deformitas hidung sumbatan hidung bermakna.
• Fistula dpt menetap pd palatum / ginggivobukal  isi rongga
mulut mengkontaminasi hidung  edem mukosa.
• Perlu tindakan rekonstruksi
DEVIASI SEPTUM NASI
• Bisa kongenital maupun didapat
• Sumbatan hidung → unilateral - bilateral, → sisi deviasi
terdapat konka hipotrofi, → sisi sebelahnya terjadi konka
hipertrofi → akibat mekanisme kompensasi
KELAINAN SEPTUM NASI

BIFID NOSE

HUMP NOSE
CORPUS ALINEUM DI HIDUNG
• Corpus alineum atau benda asing adalah benda yang
berasal dari luar atau dalam tubuh yang dalam
keadaan normal tidak ada pada tubuh.
• Benda asing terbagi menjadi :
1. benda asing eksogen (dari luar tubuh)
2. benda asing endogen (dari dalam tubuh).
ETIOLOGI
Berdasarkan jenis bendanya, etiologi corpus alienum di hidung dapat di bagi
menjadi :
A. Benda asing hidup (benda organik)
1) Larva lalat
2) Lintah
3) Cacing
dll
B. Benda asing tak hidup (benda anorganik)
1.manik-manik
2.baterai logam
3.kancing baju
dll
• Benda asing hidung; lintah Benda asing mati; manik-manik
Patofisiologi

• sering kali terjadi pada pasien anak yang kurang dari 5 tahun karena hidung budah
diakses dan rasa ingin tahu yang tinggi
• Benda asing hidung dapat ditemukan di setiap bagian rongga hidung
• Lokasi tersering benda asing hidung
• Benda asing tidak hidup :
1. rekasi jaringan yang lebih ringan
2. lebih mudah didiagnosa dengan pemeriksaaan radiologis karena umumnya benda asing
anorganik bersifat radiopak.
3. tidak menimbulkan perubahan mukosa tapi kebanyakan menyebabkan kongesti dan edema
pada mukosa hidung dapat terjadi ulserasi, epistaksis, jaringan granulasi, erosi, dan dapat
berlanjut menjadi sinusitis.
• Benda asing hidup:
1. menyebabkan reaksi inflamasi dengan derajat bervariasi, dari infeksi lokal sampai destruksi
masif tulang rawan dan tulang hidung dengan membentuk daerah supurasi yang dalam dan
berbau.
• Baterai cakram
menyebabkan destruksi pada septum nasi karena tersusun atas
beberapa logam berat, seperti merkuri, zink, perak, nikel,
cadmium, dan lithium.
perforasi septum (90 jam setelah baterai masuk ke hidung)
umumnya terjadi ketika adanya kontak antara mukosa hidung dan
kutub negatif baterai.
Manifestasi Klinis

• Gejala yang paling sering:


1. hidung tersumbat,
2. rinore unilateral dengan cairan kental,
3. rasa nyeri,
4. epistaksis,
5. bersin
• Dapat muncul: Peningkatan suhu tubuh dan adanya bau tidak
sedap yang berasal dari rongga hidung.
• Leukositosis dapat terjadi akibat adanya infeksi sekunder.
• Rhinolith biasanya tidak bergejala dan kemudian
menyebabkan obstruksi apabila membesar.
Diagnosis
• Anamnesis
Diagnosis klinis benda asing di saluran napas
ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat
tersedak sesuatu, tiba-tiba muncul choking (rasa
tercekik), gejala, dan tanda lainnya.
• Pemeriksaan Fisik
1. Menggunakan rhinoskopi anterior (penyemprotan agen vasokonstriktor
untuk memperkecil mukosa bila perlu)
2. Dapat ditemukan destruksi luas pada mukosa membran, tulang, dan
kartilago
3. Benda asing tertutup mukopus (hati hati agar tidak terdorong ke
nasofaring)
4. Rhinolith: massa berwarna keabu-abuan yang irregular, di sepanjang dasar
rongga hidung yang bertulang, keras, dan terasa berpasir
• Pemeriksaan Penunjang
Benda asing yang bersifat radiopak dapat dibuat foto radiologik segera
setelah kejadian
benda asing radiolusen (seperti kacang-kacangan) dibuatkan foto radiologik
setelah 24 jam kejadian
Video fluoroskopi
Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologic pada benda asing di
saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi.
• Selain dengan radiologi, dapat pula digunakan endoskopi untuk
diagnosis dan ekstraksi (dilakukan dengan sudut 0o dan 30o).
Penatalaksanaan

persiapan pengeluaran benda asing pada hidung:


1. Meminta pasien untuk duduk, (pasien pediatrik di pangku) kemudian akan
menahan tangan dan lengan pasien, dan menahan kepala posisi ekstensi 30
derajat .
2. menggunakan lampu kepala dan kaca pembesar
3. Anestesi lokal sebelum tindakan dapat memfasilitasi ekstraksi yang efisien dan
biasanya dalam bentuk spray.
4. Alat-alat yang digunakan dalam proses ekstraksi benda asing pada hidung
adalah forsep bayonet, serumen hook, kateter tuba eustasius, dan suction.
Teknik pengeluaran benda asing pada hidung yang dapat digunakan antara lain :
Penatalaksanaan benda asing hidung yang tidak hidup

1. Mengambil dengan serumen hook/pengait tumpul/ forseps secara


langsung
2. Apabila tidak terdapat peralatan atau instrument :
menghembuskan napas kuat-kuat melalui hidung sementara lubang hidung yang satunya di
tutup.
• Penatalaksanaan benda asing hidung yang hidup
Pada cacing, larva, dan lintah gunakan penggunaan kloroform 25% untuk
membunuh. Kembali dilakukan 2-3 perminggu selama 6 minggu hingga
semua benda asing hidup mati. Setiap tindakan yang selesai dilakukan,
ekstraksi dapat dilanjutkan dengan suction, irigasi, dan kuretase.
Pada pasien myasis dengan angka komplikasi dan morbiditas yang tinggi,
dilakukan operasi debridement dan diberikan antibiotik parenteral, serta
Ivermectin (antiparasit) dapat dipertimbangkan.
Sinus Paranasal
Sinusitis Inflamasi mukosa sinus paranasal
Ad Text
Simple PowerPoint
• Infeksi saluran pernapasan atas,
Etiologi berenang/menyelam, trauma,
infeksi gigi

• Obstruksi sinus, sekresi stasis,


riwayat sinusitis sebelumnya,
Faktor predisposisi linkungan dingin dan lembab,
kesehatan tubuh yang buruk

• Streptococcus pneumoniae,
Agen penyebab Haemophilus influenza dll

Lokasi tersering • Sinus ethmoid dan maxilla


Patofisiologi

Silia tidak dapat


Edema bergerak dan ostium Transudasi
mukosa tersumbat serous

Sekret
1 2 3 4 5 6 purulen

Mukosa Tekanan negatif Bakteri


bertemu terbentuk di berkumpul
dalam rongga
sinus
Diagnosis Klinis Didasarkan atas adanya minimal 2 gejala mayor
atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor

• Sakit pada daerah muka


• Hidung buntu
• Ingus Purulens
Gejala Mayor • Gangguan penghidung
• Demam (untuk RS Akut)
• Sekret Purulen Rongga Hidung

• Batuk
• Demam (untuk RS Non Akut)
• Tenggorok berlendir
Gejala Minor • Nyeri Kepala
• Nyeri Geraham
• Halitosis
• Hidung tersumbat, nyeri tekan (lokasi sinus), ingus purulent, demam, lesu
Anamnesis

• Rhinoskopi anterior et posterior


Pemeriksaan
Fisik

• Nasoendoskopi
• Foto waters AP/lateral
Pemeriksaan
Penunjang • CT scan (gold standar)
Klasifikasi Berdasarkan waktu:

• Gejala berlangsung selama 4 minggu


Akut

• Gejala berlangsung 4-12 minggu


Sub akut • Merupakan kelanjutan perkembangan dari RSA (Rinosinusitis Akut)

• Gejala berlangsung lebih dari 12 minggu


Kronik

The American Academy of Otolaryngic Allergy


Klasifikasi Berdasarkan kualitas gejala:
• Rinore
• Hidung buntu
• Batuk
RSA Ringan • Sakit Kepala atau wajah ringan
• Demam tidak ada atau ringan

• Rinore purulen (kental/berwarna)


• Hidung buntu
• Sakit kepala atau wajah berat
• Udem periorbital
RSA Berat • Demam tinggi
Terapi

Prinsip : membuka sumbatan KOM  meningkatkan


drainase
- Antibiotik
- Dekongestan oral + topikal
- Analgetik, mukolitik
- Simptomatik
- Cuci hidung untuk membersihkan discharge
- Bedah Sinus endoskopi fungsional (untuk yang kronik)

Komplikasi

- Kelainan orbita
- Kelainan intrakranial
- Osteomyelitis dan abses subperiostal
- Kelainan paru

Anda mungkin juga menyukai