Anda di halaman 1dari 1

FAKTOR RISIKO KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA PETANI


Herly Oetami
Program Studi Kesehatan Masyarakat (S1)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi

Abstrak

Pertanian, perkebunan dan pengelolaan hutan menempati urutan pertama tertinggi untuk angka rerata kecelakaan kerja dan masalah kesehatan penyakit
akibat kerja. Sejauh ini, tenaga kerja formal maupun informal termasuk petani belum diproteksi secara baik dari akibat kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, terutama tidak diadakannya pendidikan dan pelatihan K3 khusus untuk petani. Program manajemen K3 pada sektor pertanian berpengaruh dalam
menurunkan angka kejadian Penyakit akibat Kerja (PAK) pada petani. Semakin tinggi penerapan manajemen K3 sektor pertanian oleh petani, maka
semakin rendah angka kejadian PAK. Hal tersebut dikarenakan kecelakaan kerja berpengaruh dalam menurunkan produktivitas kerja petani.
Kata kunci: Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Pertanian

Pendahuluan Faktor Risiko Kesehatan Kerja Petani

Sektor pertanian merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia, Pada perspektif K3, penerapan teknologi pertanian memiliki sisi
termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan daerah. Akan tetapi dependent health risk karena dapat terjadi perubahan pada faktor resiko
secara statistik dapat kesehatan (Giri, 2016). Salah satu faktor risiko kesehatan kerja pada
diketahui bahwa jumlah petani sebagai dampak penerapan teknologi pertanian adalah
petani sedikit mengalami penggunaan pestisida (Suma’mur, 2012).
penurunan dari tahun 2014
sampai 2017 (Giri, 2016).

Petani pada sektor pertanian dinilai


memiliki berbagai risiko kesehatan.
Tingkat kecelakaan kerja pada
bidang pertanian di Indonesia jika
dibanding dengan perusahaan atau
industri lain dapat tergolong cukup
tinggi. Sehingga dalam hal ini sangat
perlu diperhatikan. Maka dari itu, penerapan manajemen K3 pada petani khususnya dalam
pada sektor pertanian khususnya dalam penggunaan APD sangatlah
Hal ini dikarenakan pekerjaan petani masih belum memiliki standar penting. Hal tersebut bertujuan untuk
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bertujua agar pekerja mencegah terjadinya faktor risiko
mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga pekerja kecelakaan kerja serta mengurangi dampak
merasa aman dan terlindungi dalam bekerja dan terhindar dari gangguan dari resiko kesehatan atau penyakit pada
kesehatan yang disebabkan lingkungan atau kondisi kerja. petani.

Maka dari itu, diharapkan


Faktor Risiko Keselamatan Kerja Petani pada setiap petani agar
setiap perlengkapan dan
Peralatan kerja dapat
Penggunaan traktor, cangkul dan alat pertanian
digunakan sebaik-baiknya
lainnya merupakan sumber bahaya yang dapat
dan seefektif mungkin;
mengakibatkan cedera dan kecelakaan kerja
seperti terjadinya low back pain dan penyakit
osteoarthritis yang dapat berkaitan dengan
masalah ergonomi (kesesuaian antara alat Kesimpulan
dengan kondisi fisik petani) (Haerani, 2016).
Faktor risiko K3 dapat terjadi pada petani jika tidak menerapkan K3
dengan baik dan benar. Hal tersebut dikarenakan masih rendahnya
penerapan budaya K3 dan kesadaran akan pentingnya menerapkan K3
dalam bekerja, termasuk membudayakan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD). Maka dari itu, penerapan manajemen K3 pada sektor pertanian
diharapkan dapat menghindarkan pekerja dari bahaya kecelakaan maupun
penyakit akibat kerja.

Daftar Rujukan

1. Andieas, U.R. (2015). Manajemen K3 Sektor Pertanian: Kajian Pada Petani Sawah Desa Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Disertasi. Yogyakarta: UGM.
2. Giri, M.K.W. (2016). Pelatihan K3 Pertanian Di Desa Antapan, Baturiti, Tabanan. Jurnal Widya Laksana, 5 (1), 2016, 47-51.
3. Haerani. (2010). Penerapan K3 Di Bidang Pertanian Di Indonesia. Jurnal MKMI, 6 (3), Juli 2010, 180-184.
4. Suma’mur. (2012). Kesehatan Kerja Dalam Perspektif Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai