Anda di halaman 1dari 53

Presentasi Laporan Kasus

“Seorang Penderita Konstipasi Ec. Hipokalemia,


Hipokalemia dan Diabetes Melitus Tipe-2”

Pembimbing:
drg. Gery Dala Prima Baso, Sp.PD

Muhamad Agung Supriyanto


20180811018112
Pendahuluan
Konstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit.
Hipokalemia merupakan suatu keadaan yang sering ditemukan
dalam klinik dimana kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5
meq/ L.
DM tipe-2 merupakan suatu penyakit yang terjadi dengan
penyebab yang bervariasi mulai dari dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Epidemiologi

Sekitar 80% manusia • 30% > 60 tahun konsumen yang teratur menggunakan pencahar.
pernah menderita Inggris
konstipasi dalam hidupnya
dan konstipasi yang
berlangsung singkat masih • 20% dari populasi >65 tahun mengeluh mengalami konstipasi dan terjadi lebih banyak
dianggap normal. pada wanita dibandingkan pria.
Australia

• insiden konstipasi yang terjadi pada orang dewasa (dibawah usia 50 tahun) berdasarkan
karakteristik jenis kelamin didapatkan 9,2% pria dan 18,3% perempuan, sedangkan pada
Studi Choung usia diatas 70 tahun insidensinya 20,6% pria dan 25,0% pada perempuan.
et.al

Nasional Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh
menderita konstipasi terutama anak-anak, perempuan dan orang berusia 65 tahun keatas.
Epidemiologi
CASE REPORT
Badan Kesehatan dunia (WHO)
memprediksi kenaikan penyandang DM di International Diabetes Federation
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 14,1 Jt (IDF)memprediksikan adanya kenaikan
(IDF, 2035)

21.300.000
menjadi sekitar
Estimasi
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta
pada 2014 menjadi 14,1 juta pada 2035.
pada tahun 2030. Penyandang DM
Tipe-2 Indonesia.
21,3 Jt 11% Riskesdas Indonesia tahun
(RISKESDAS, 2013)
(WHO, 2030) 2013 bahwa angka prevalensi
Penyandang DM Penyandang penyandang DM ≥ 15 tahun di
Tipe-2 Indonesia disabilitas sedang- Indonesia terbesar terdapat di
sangat berat
Indonesia. Propinsi DI Yogyakarta
(2,6%), diikuti Propinsi DKI
Jakarta (2,5%) dan terkecil
Propinsi Papua (0,8%).

2
Identitas Pasien
Nama : Tn. IR
Umur : 76 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pasir 2
Pekerjaan : pensiunan pegawai PU (Pekerjaan Umum)
Agama : Kristen Protestan
Tanggal MRS : 11 November 2018
Tanggal Pemeriksaan : 11-15 2018
No. RM : 123020
Anamnesis
Keluhan Utama
Susah BAB

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang laki-laki berinisial Tn. IR berusia 75 tahun pada tanggal 11 November 2018 pukul 19:40 WIT datang ke IGD RSUD
Jayapura diantar oleh keluarganya dengan keluhan susah BAB sejak 3 hari yang lalu, dalam 1 bulan ini orang sakit (os) mengaku BAB
sebanyak ± 8x, BAB terakhir kali dengan konsistensi kotoran sedikit berbentuk seperti pisang tetapi tepinya bergelombang dan massa tinja
keras serta mudah terpisah satu sama lain ketika BAB tanpa disertai lendir maupun darah.. Os mengaku keluhan sulit BAB telah dirasakan
sejak ± 1 tahun belakangan namun kadang hilang timbul, keluhan ini dirasakan semakin memberat sejak ± 4 bulan terakhir. Sejak 4 bulan
terakhir os semakin sulit dalam BAB dan seringkali massa tinja sewaktu BAB keras, ketika BAB os mengaku seringkali berusaha mengejan
untuk mengeluarkan fesesnya bahkan terkadang os juga mengaku memijat bagian perut kebawah untuk mempermudah evakuasi tinja
sewaktu BAB. Selain itu setelah BAB os merasa seperti masih ada sisa feses yang tertinggal dan tidak lampias. Os mengaku minum lebih
banyak air agar bisa BAB seperti biasanya sesuai anjuran keluarga yang tinggal serumah dan berusaha untuk makan buah dan sayur namun
untuk konsumsi sayur dan buah namun os mengaku susah karena os mengaku sejak 1 tahun terakhir mengeluh giginya sakit. Semenjak
giginya sakit os mengaku mengkonsumsi bubur nasi disertai dengan lauk dan sayur sebagai campuran untuk makan sehari-harinya.
Selain keluhan susah BAB keluhan lemas juga dirasakan pasien sejak ±4 hari terakhir. Keluhan ini dirasakan pasien terutama
ketika siang menjelang sore hari. Untuk meringankan keluhan ini pasien os berusaha istirahat ditempat tidur dan mencoba makan lebih
banyak dalam sehari-harinya. Sejak seminggu terakhir os mengaku keluhan gigi sakitnya dirasakan semakin memberat, hal ini menyebabkan
selama seminggu terakhir ini susah makan dan minum. Keluhan lain seperti demam, mual, muntah, nyeri ulu hati, sakit kepala, pusing
berkunang-kunang, dan batuk disangkal.
Anamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien ini sebelumnya tidak pernah dirawat inap ataupun menjalani operasi dirumah sakit karena
sakit berat tertentu.
– riwayat penyakit hipertensi (+)
– riwayat DM (+) Agustus tahun 2017
– riwayat penyakit jantung (-)
– riwayat pegobatan TB dan ARV (-)
– riwayat asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini

Riwayat pemakaian obat-obatan


Pada pasien ini sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu yang
lama. Pasien hanya minum obat sakit kepala, demam, flu, sakit perut dengan membeli obat-obatan
dari warung ketika sakit.
Anamnesis
Riwayat alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan tertentu maupun obat-
obatan tertentu.
Riwayat nutrisi
Satu tahun terakhir pasien mengaku mengkonsumsi bubur nasi lengkap dengan
pelengkapnya sayur dan lauk dikarenakan sakit gigi yang diderita pasien sejak
setahun yang lalu. Sebelum sakit gigi pasien mengaku masih mengkonsumsi nasi dan
makanan kelurga seperti anggota keluarga yang lain dan pasien mengaku memiliki
berat badan yang stabil selama ini
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang pensiunan pegawai PU (Pekerjaan Umum) sehari-hari hanya
tinggal di rumah dan tidak melakukan apa-apa, pasien juga jarang berolahraga,
merokok(-),minum berakohol (-). Secara financial pasien mendapatkan uang
pensiunan untuk biaya hidup serta didukung oleh anak pasien yang tinggal bersama
pasien. Pasien mendapat dukungan dan perhatian penuh dari keluarga.
Anamnesis Sistem
Sistem Indera: hilangnya penglihatan disebelah kanan sejak tahun 2016 (pada 13 desember
tahun 2017 sempat dijadwalkan operasi katarak namun ditunda) dan penurunan
pendengaran pada telinga kiri awal mula dirasakan sejak tahun 2015.
Sistem susunan saraf pusat dan sistem saraf cranial: -
Sistem Kardiovascular: -
Sistem Respirasi: -
Sistem Gastrointestinal: seminggu terakhir hal ini terkait dengan sakit gigi yang mulai memberat
sejak seminggu terakhir dan keluhan susah buang air besar dirasakan
sejak 3 hari yang lalu SMRS terkait sistem pencernaan
Sistem Genitourinaria: -
Sistem musculoskeletal: sakit pada lutut kanan yang hilang timbul dan sakit memberat ketika
berjalan, akan tetapi pasien masih bisa berjalan seperti biasanya.
Sistem endokrin: -
Status Generalis & Vital Sign
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6

Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmhg
Nadi : 90 x/m
Respirasi : 20 x/m
Suhu badan : 36,50 C
Saturasi Oksigen : 98% tanpa O2
Pemeriksaan Fisik
Status Fungsional
Status Nutrisi
Pemeriksaan Penunjang
Resume
Seorang laki-laki keluhan susah BAB sejak 3 hari yang lalu, dalam 1 bulan BAB sebanyak ± 8x, BAB terakhir kali dengan konsistensi
kotoran sedikit berbentuk seperti pisang tetapi tepinya bergelombang dan massa tinja keras serta mudah terpisah satu sama lain ketika BAB
tanpa disertai lendir maupun darah. keluhan ini dirasakan sejak ± 1 tahun belakangan hilang timbul, dirasakan semakin memberat ± 4 bulan
terakhir seringkali massa tinja sewaktu BAB keras, ketika BAB seringkali berusaha mengejan terkadang os juga mengaku memijat bagian perut
kebawah untuk mempermudah evakuasi tinja. Os merasa seperti masih ada sisa feses yang tertinggal dan tidak lampias. Os mengaku minum
lebih banyak air agar bisa BAB seperti biasanya berusaha untuk makan buah dan sayur namun untuk konsumsi sayur dan buah namun os
mengaku sejak 1 tahun terakhir mengeluh giginya sakit. Semenjak giginya sakit os mengaku mengkonsumsi bubur nasi disertai dengan lauk dan
sayur sebagai campuran untuk makan sehari-harinya.
Keluhan lemas dirasakan pasien sejak ±4 hari terakhir terutama ketika siang menjelang sore hari. Untuk meringankannya berusaha
istirahat ditempat tidur dan mencoba makan lebih banyak dalam sehari-harinya. Sejak seminggu terakhir os mengaku keluhan gigi sakitnya
dirasakan semakin memberat, hal ini menyebabkan selama seminggu terakhir ini susah makan dan minum.
Dari riwayat penyakit dahulu, os memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus. Riwayat keluarga yang sakit sama seperti pasien
disangkal. Riwayat sosial ekonomi, pasien adalah seorang pensiunan pegawai Pekerjaan Umum (PU). Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan,
didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan lemas, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
90x/mnt regular, respirasi 20x/mnt, suhu axilla 36,5oC, SpO2 98%.
Pemeriksaan abdomen tympani, BU (+) berkurang 2x/menit, nyeri tekan, hepar/lien tidak teraba membesar. Periksaan extremitas
akral terlihat akral hangat,pucat dan kering, CRT < 2’’.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 11 November 2018 didapatkan, hitung darah lengkapLeukosit 18,85x10 3/mm. Hitung
jenis leukosit: sel neutrofil 79,7%, sel limfosit 9,9%. Kimia darah: Gula darah sewaktu 278 mg/dl. Elektrolit darah: Kalium 2,84 meq/L, Natrium
130,70 meq/L, CL 98,80 meq/L, Calcium ion 1,08 meq/L. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 13 November 2018 didapatkan, Elektrolit
darah: Kalium 3,27 meq/L, Natrium 134,00 meq/L, Calcium ion 1,09 meq/L dan serologi HbA1C 9,8%.
Cont….
Daftar masalah
– Konstipasi (+)
– Imbalance Elektrolit (+)
– Hipokalemia (+)
– DM Tipe-2
– Sakit gigi (+)
– Anoreksia (+)
Diagnosis
– Konstipasi ec. Hipokalemia
– Hipokalemia
– DM Tipe-2
Terapi
- IVFD NaCl 0,9 % + KCL 25 meq/8jam
- Injeksi ceftriaxone 1x2 gram iv
- Novorapid 3x4 IU sebelum makan
- Dulcolax Syrup 2x 1 C.
- Domperidon 3x10 mg PO.
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Kriteria Diagnosis Konstipasi Fungsional dari Rome III

Kriteria diagnosis konstipasi fungsional dari Rome III adalah terpenuhinya 3 kriteria dibawah ini dalam 3 bulan
terakhir dengan gejala yang dimulai setidaknya 6 bulan sebelum diagnosis:

1. harus disertai 2 atau lebih gejala-gejala berikut:


a.mengejan selama setidaknya 25% defekasi
b.feses keras setidaknya 25% defekasi
c.sensasi evakuasi yang tidak komplit setidaknya 25% defekasi
d.maneuver manual untuk memfasilitasi setidaknya 25% defekasi (evakuasi dengan bantuan jari, penekanan
dasar pelvis).
e.Kurang dari 3 kali defekasi dalam seminggu
2. Feses lembek jarang sekali dihasilkan tanpa penggunaan laksatif
3. Criteria yang tidak cukup untuk diagnosis irritabel bowel syndrome
Diagnosis Konstipasi
Penegakan diagnosis konstipasi pada pasien ini
telah tepat, sesuai dengan criteria Rome III.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik
mendukung diagnosa diantaranya adalah sebagai
berikut: OS datang dengan keluhan susah BAB
sejak 3 hari yang lalu, dalam 1 bulan ini orang
sakit (os) mengaku BAB sebanyak ± 8x, BAB
terakhir kali dengan konsistensi kotoran sedikit
berbentuk seperti pisang tetapi tepinya
bergelombang dan massa tinja keras serta
mudah terpisah satu sama lain ketika BAB
(scoring konsistensi skala Bristol 2) tanpa disertai
lendir maupun darah. Os mengaku keluhan sulit
BAB telah dirasakan sejak ± 1 tahun belakangan
namun kadang hilang timbul, keluhan ini
Skala konsistensi fekal Bristol
dirasakan semakin memberat sejak ± 4 bulan
terakhir.
Diagnosis Konstipasi
Sejak 4 bulan terakhir os semakin sulit dalam BAB dan
seringkali massa tinja sewaktu BAB keras, ketika
BAB os mengaku seringkali berusaha mengejan
untuk mengeluarkan fesesnya bahkan terkadang os
juga mengaku memijat bagian perut kebawah untuk
mempermudah evakuasi tinja sewaktu BAB. Selain
itu setelah BAB os merasa seperti masih ada sisa
feses yang tertinggal dan tidak lampias.
Faktor Resiko Konstipasi Usia Lanjut
Kausatif Konstipasi
Pada kasus ini dapat ditegakkan secara pasti penyebab dari konstipasi adalah hipokalemia yang dapat

dilihat dari hasil laboratorium tanggal 11 November 2018 kadar kalium darah 2,84 mEq/L, selain itu dari anamnesis

juga didapatkan kebiasaan pasien yang jarang berolahraga dan hanya berdiam diri dirumah serta dalam beberapa

bulan terakhir pasien mengalami keterbatasan makan, dikarenakan sakit gigi yang diderita pasien sejak 1 tahun

belakangan dimana pasien terbatas hanya makan bubur nasi disertai sayuran dan lauk pauk sehingga konsumsi buah

dan sayuran yang mengandung banyak serat otomatis terbatas, terlebih sejak seminggu terakhir keluhan sakit gigi

yang dirasakan semakin memberat yang menyebabkan pasien susah makan. Selain kausa diatas terdapat

kemungkinan penyebab konstipasi lain adalah terkait neuropati diabetic mengingat pasien ada riwayat diabetes

sebelumnya dengan awal mula penyakit diabetes yang diderita tidak diketahui dengan pasti kapan awal mula pasien

menderita DM. Diagnosa DM ditegakkan pertama kali agustus tahun 2017 lalu dari data rekam medic ketika pasien

memeriksakan matanya di Poli Mata RS yang sama.


Kausatif Konstipasi
Kausatif Konstipasi
Penatalaksanaan Konstipasi
Pasien geriatri
Non Farmakologis Konstipasi

1. Aktivitas fisik

2. Latihan

3. Posisi saat Defekasi

4. Konsumsi Air
Gambar Posisi Setengah berjongkok atau
5. Serat “semi-squatting” untuk defekasi
Farmakologis Konstipasi
Tatalaksana Konstipasi
Terapi konstipasi farmakologis yang diberikan pada pasien ini
adalah dulcolax syrup 2x1 C yang didalamnya mengandung bisakodil
merpakan derivate Diphenylmethane yang termasuk kedalam
golongan agen pereda konstipasi laksatif stimulant (surface acting
docusate, garam empedu; Anthraquinolone (Sena, Cascara);
Ricinoleic acid (Castor oil)). Laksatif stimulant ini meningkatkan
motilitas dan sekresi intestinal. Agen ini bekerja dalam hitungan
jamdan dapat menyebabkan efek samping nyeri/kram abdomen.
Agen ini direkomendasikan bila laksatif osmotic gagal. Cara kerjanya
melaluli perubahan transport elektrolit oleh mukosa intestinal,
sehingga meningkatkan aktivitas motor intestinal.7
Tatalaksana Kausatif Konstipasi
Karena penyebab konstipasi pada pasien ini terkait imbalance elektrolit kalium (hipokalemia),

maka terapi kausatif dengan rumatan kalium (penatalaksanaan hipokalemia dibawah). Selain terapi

farmakologis diatas perlu juga pemberian edukasi terkait membatasi kegiatan pasien yang hanya

sekedar duduk dan istirahat terus menerus dirumah serta menyarankan pasien untuk berolahraga

secara regular untuk membatasi terjadinya immobilisasi yang meningkatkan resiko konstipasi. Selain

itu mengajurkan pasien untuk berlatih mengkondisikan parenteral pola defekasi yang teratur,

menganjurkan dan mengajarkan pasien untuk memposisikan diri semi squatting ketika BAB,

menganjurkan pasien untuk minum setidaknya 8 gelas air per hari (sekitar 2 liter per hari), mengurangi

konsumsi kopi, teh dan alcohol serta banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat (buah dan

sayur) atau suplemen serat Psyllum.


Gejala Klinis Hipokalemia
Gejala klinis pada hipokalemia adalah kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri

otot ‘restless leg syndrome’ merupakan gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium

kurang dari 3 mEq/ L, penurunan yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan dan

rabdomiolisis. Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium, takikardi ventrikuler merupakan efek

hipokalemia pada jantung, hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi vetrikel pada

keaadaan hipokalemia yang menimbulkan peningkatan arus reentry. Pada Hipokalemia fungsi

otot polos juga dapat terganggu dengan gambaran ileus paralitik. Pada hipokalemia berat

terdapat keluhan lemas dan konstipasi.


Penyebab Hipokalemia

1. Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain: muntah, selang nasogastrik,
diare atau pemakaian pencahar.
2. Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada pemakaian diuretic,
kelebihan hormone mineralokortikoid primer/ hiperaldosteronisme primer (adenoma kelenjar
adrenal), hiipomagnesemia, poliuria (polidipsi primer, diabetes insipidus) dll.
3. Pengeluran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila dilakukan latihan berat pada
lingkungan yang panas sehingga produksi keringat mencapai 1L.

4. Kalium masuk kedalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstraseluler, pemberian insulin,
peningkatan aktivitas beta adrenergic (pemakaian beta2 agonis), paralisis periodic, hipokalemia,
dan hipotermi
Diagnosis Hipokalemia
Pada kasus ini diagnosis hipokalemia didapatkan berdasar anamnesa pasien mengeluh lemas pada seluruh
badan, selain keluhan lemas pasien juga mengeluh susah BAB selama 3 hari SMRS hal ini didukung oleh adanya
katerbatasan intake makanan dan minuman yang dialami pasien sejak pasien sakit gigi, dan keterbatasan makan tersebut
terjadi pada puncaknya sejak 7 hari terakhir sebelum pasien dirawat di RS karena memberatnya keluhan sakit gigi yang
diderita pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa bibir kering, adanya abnormalitas auskultasi pada bising usus
pasien 2x/ menit dan didapatkan turgor kulit pasien juga jelek CRT > 2’’ dan akral kering dan pucat yang menandai adanya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Selain hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas, diagnose hipokalemia
juga didukung oleh pemeriksaan penunjang laboratorium elektrolit darah tanggal 11 November 2018 kadar kalium darah
2,84 (normalnya 3,5-5 mEq/L). untuk menambah kepastian tegaknya diagnosis hipoklaemia dapat dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan laboratorium lain berupa analisa gas darah (AGD) yang biasanya akan didapatnya interpretasi
berupa alkalosis metabolic serta pemeriksaan EKG didapatkan depresi segmen-ST, gelombang T datar, adanya gelombang U,
disritmia ventrikel dimana pada pasien ini pemeriksaan AGD dan EKG tidak dilakukan.
Tatalaksana Hipokalemia
Kalium dapat diberikan secara oral atau intravena. Kalium intrvena
diberikan pada pasien yang tidak mampu minum obat.

Pemberian kalium oral


• Pemberian Kalium 40-60 mEq dapat meningkatkan kadar kalium 1-
1,5 mEq/L dan pemberian 135-60 mEq dapat meningkakan
• kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L.
Tatalaksana Hipokalemia
Pemberian kalium intravena
• Kecepatan pemberian KCL melalui vena perifer 10 mEq per jam, atau melalui
vena sentral 20 mEq per jam atau lebih pada keadaan tertentu.
• Konsentrasi cairan infus KCL bila melalui vena perifer, KCL maksimal 60 mEq
dilarutkan dalam NaCl isotonis 1000 ml karena bila melebihi dapat menimbulkan
rasa nyeri dan menyebabkan sclerosis vena.
• Konsentrasi cairan infus kalium bila melalui vena central, KCL maksimal 40 mEq
dilarukan dalam NaCl isotonis 100 ml.
• Pada keadaan arimia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot pernafasan,
KCL dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCL sebanyak 20 meq
dilarutkan dalam 100 ml NaCl isotonik.
Tatalaksana Hipokalemia
Koreksi penyebab dari hipokalemia merupakan bagian dari terapi
hipokalemia.Indikasi koreksi kalium dibagi dalam :
• Indikasi mutlak : pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan
pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketosidosis diabetik,
pasien dengan kelemahan otot pernafasan dan pasien dengan hipokalemia
berat (<2 mEq/L)
• Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada
keadaan insufisensi coroner/ iskemia otot jantung, ensefalopati hepatik dan
pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari
ekstra ke intrasel.
• Indikasi sedang : pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada hipokalemia
ringan ( K 3-3,5 mEq/L).
Tatalaksana Hipokalemia
Keadaan hipokalemia pada pasien ini ditatalaksana dengan memberikan IVFD NaCl 0,9 % +
KCL 25 meq/8jam sesuai dengan literatur tatalaksana hipokalemia yang ada. Pemberian terapi kalium
secara intravena dilakukan untuk mencegah kondisi lain yang membahayakan karena dengan terapi
parenteral ini onset rumatan hipokalemia dapat dicapai dengan segera bila dibandingkan dengan
terapi oral selain itu pertimbangan kesulitan terapi pada pasien ini jika rumatan dilakukan peroral
karena kondisi pasien lemas. Pemberian kalium intravena yang besar dalam bentuk larutan KCL
disarankan melalui vena besar. dengan kecepatan 10-20mEq/jam. Kecepatan pemberian KCL melalui
vena perifer 10 mEq per jam, atau melalui vena sentral 20 mEq per jam atau lebih pada keadaan
tertentu. Konsentrasi cairan infus KCL bila melalui vena perifer, KCL maksimal 60 mEq dilarutkan dalam
NaCl isotonis 1000 ml karena bila melebihi dapat menimbulkan rasa nyeri dan menyebabkan sclerosis
vena. Konsentrasi cairan infus kalium bila melalui vena central, KCL maksimal 40 mEq dilarukan dalam
NaCl isotonis 100 ml. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot pernafasan,
KCL dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCL sebanyak 20 meq dilarutkan dalam 100 ml
NaCl isotonik.
Tatalaksana Hipokalemia
Pada pasien ini juga diberikan tatalaksana kalsium oral KSR tablet 600 mg dengan
pemberian 2xtab I, karena sebelum pulang kadar kalium darah pasien masih hipokalemia ringan
dilihat dari hasil pemeriksaan elektrolit darah tanggal 13 november 2018 3,27 mEq/L. Pemberian
Kalium PO 40-60 mEq dapat meningkatkan kadar kalium 1-1,5 mEq/L dan pemberian 135-60 mEq dapat
meningkakan kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L. Dengan pemberian KSR ini diharapkan, kadar kalium pasien
dapat kembali dalam rentang normal (3,5-5mEq/L).

Konsumsi makanan yangmengandung banyak kalium diantaranya :


• Kandungan kalium >1000 mg [25 mmol]/100 daun ara kering, sirup gula, rumput laut
• Kandungan kalium >500 mg [12.5 mmol]/1 seperti buah kering diantaranya kacang-kacangan,
Alpukat, sereal, Gandum, kacang kapri.
• Kandungan kalium >250 mg [6.2 mmol]/100 g) adalah sayur-sayuran, bayam, tomat, brokoli, labu,
bit, wortel, kembang kol, kentang, buah-buahan,pisang, blewah, kiwi, jeruk, mangga, daging sapi,
babi, daging sapi muda, kambing.4
Diagnosis DM Tipe-2

Kriteria Diagnosis DM, PERKENI 2015


Diagnosis DM Tipe-2
Pada pasien ini diagnosis DM ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
DM pada diagnosis awal pada agustus 2017, selain itu didukung
juga oleh hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 11 november
2018 GDS awal pasien yakni 278 mg/dl walaupun dari anamnesis
pasien tidak begitu jelas mengenai keluhan klasik
(polidipsi,polipagi dan poliuri). Untuk mempertegas diagnosis DM
pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan laboratorium HbA1C, pada
tanggal 13 November 2018 didapatkan hasil pemeriksaan HbA1C
9,6 %. Berdasarkan alas an tersebut diatas maka penegakan
diagnosis DM Tipe-2 pada kasus ini telah tepat sesuai literatur yang
ada.
Tatalaksana DM Tipe-2
Tatalaksana DM Tipe-2
Tatalaksana DM Tipe-2
Tatalaksana DM Tipe-2
Terapi DM tipe-2 pada pasien ini, awal mula diberikan terapi insulin injeksi subkutan Novorapid sebelum
makan 3x 4 IU. Novorapid® merupakan jenis insulin analog kerja cepat (rapid acting) golongan insulin Aspart.
Insulin rapid acting lainnya adalah insulin Lispro (Humalog®) dan insulin Glulisisn (Apidra®). Novorapid® sendiri
awitan kerjanya 5-15 menit, puncak efeknya tercapai pada 1-2 jam dan lama kerjanya 4-6 jam, dengan betuk
sediaan dalam kemasan pen/ catridge pen, vial pen. Namun setelah pengecekan kadar gula darah sewaktu pagi,
siang, dan sore sebelum makan masih didapatkan kadar gula yang cukup tinggi GDS pertanggal 12 November
2018 pagi: 260 mg/dl, siang 310 mg/dl, dan sore 262 mg/dl maka jumlah insulin Novorapid® dinaikkan menjadi 3x10
IU (pertanggal 13 november 2018) sebelum makan, selain alasan pemeriksaan GDS rutin sebelumnya kenaikan terapi
insulin ini dari dosis awal juga dimantapkan dari hasil pemeriksaan HbA1C tanggal 13 November 2018 9,6%. Terapi DM
tipe-2 ini sesuai dengan literatur yang ada pada PERKENI 2015, karena di layanan rawat inap maka pemberian insulin
prandial dilakukan. Pilihan terapi awal insulin selalu dimulai dengan pemberian insulin Basal terlebih dahulu.
Tatalaksana DM Tipe-2
Setelah pasien dipulangkan pada tanggal 15 November 2018, terapi insulin diganti dengan

insulin Levemir® 1x 10 IU yang termasuk dalam insulin analog kerja panjang (long acting)

golongan insulin detemir dengan onset 1-3 jam dan hampir tidak ada puncak selama kerja serta

memiliki lama kerja 12-24 jam dalam kemasan pen. Insulin lain jenis ini adalah insulin Glargine

(Lantus®) dan Lantus 300. Pada terapi ini sangat sesuai dengan algoritme PERKENI 2015, karena

awal mula terapi insulin pada penderita ini dimulai dengan terapi basal. Selain itu alasan lain

juga mendukung pemberian insulin basal ini terkait kepatuhan pasien dan kemampuan pasien

(keluarga pasien ini dirumah pada pukul 7 malam sampai 7 pagi).


Tatalaksana DM Tipe-2
Selain terapi insulin, saat pasien dipulangkan diberikan juga obat hipoglikemik oral (OHO)

metformin 2xtab II (tablet 500 mg) pemilihan metformin dilakukan karena obat ini merupakan

obat pilihan lini pertama pada DM tipe-2 yang dapat menurunkan angka HbA1C 1,0-2,0%

dengan cara kerja utamanya yaitu menekan produksi glukosa hati dan menambah sensitifitas

terhadap insulin. Obat ini memiliki efek samping berupa dyspepsia, diare, dan asidosis laktat.

Dosis harian metformin 500-3000 mg dengan lama kerjanya 6-8 jam dengan frekunsi

pemberian dalam sehari adalah 1-3 kali pemberian bersama/sesudah makan.


Tatalaksana DM Tipe-2
Domperidon 3xtab I juga diberikan saat pulang untuk mengatasi efek samping dyspepsia akibat

pemberian metformin dan mengatasi gejala sisa post rawat inap. Selain terapi pengobatan diatas perlu juga

diberikan edukasi terhadap pasien soal gaya hidup sehat bagi penderita DM tipe-2 seperti diantaranya:

mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur,

menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman dan teratur, melakukan

Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai

keberhasilan pengobatan, melakukan perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan untuk mengenal

dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat, mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang

sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk

mengerti pengelolaan penyandang D, mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Kesimpulan

Konstipasi pada usia lanjut terkait dengan


perubahan-perubahan anatomis yang berkaitan dengan
usia pada traktus gastrointestinal bawah berkontribusi
terhadap lama transit dan berkurangnya kandungan air
dalam feses. Perubahan-perubahan tersebut meliputi
atrofi dinding usus, berkurangnya suplai darah, dan
perubahan neuronal-neuronal intrinsic.
Kesimpulan
Konstipasi dalam laporan kasus ini kejadian konstipasi
disebabkan oleh karena keadaan hipokalemia terkait
gangguan intake makanan serta kebiasaan pasien yang
jarang berolahraga dan hanya berdiam diri dirumah serta
dalam beberapa bulan terakhir pasien mengalami
keterbatasan makan, dikarenakan sakit gigi yang diderita
pasien sejak 1 tahun belakangan. Selain itu juga dikaitkan
dengan neuropati DM tipe-2 yang diderita pasien.
Kesimpulan
Oleh karena itu, tatalaksana komprehensif pada pasien ini
adalah sebagai berikut:
a.Terapi rumatan hipokalemia.

b.Tatalaksana konstipasi farmakologis dan non


farmakologis.

c.Terapi komprehensif DM tipe-2


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai