Anda di halaman 1dari 103

JONI T.

PARINDING
RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
PONTIANAK
Penyakit Endemik
 Malaria
 Demam berdarah (DHF)
 Filariasis
 Tuberkulosis
 Kecacingan
 IMS
 Hepatitis
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dasar
diagnosis, penyebab penyakit serta
penatalaksanaan yang rasional secara medik
komprehensif untuk penyakit endemik di
Kaliamantan Barat, dihubungkan denan
ilmu preklinik, ilmu klinik, epidemiologi
dan komunitas.
Tujuan Khusus
 Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis enyakt endemik
di Kalimantan Barat seperti Tuberkulosis, Malaria,
Hepatitis, Demam berdarah Dengue, Filariasis, Diare,
Kecacingan serta penyakit kelamin dan HIV/AIDS.
 Mahasiswa mampu menjelaskan pathogenesis dan
patofisiologi, komplikasi, prognosis, dan menyusun
rencana tata laksana secara farmakologi dan non
farmakologi dari penyakit endemik di Kalimantan Barat.
 Mahasiswa mampu menjelaskan usaha preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit endemik di
Kalimantan Barat.
 Mahasiswa mampu menyusun dan menjelaskan program
pemberantasan penyakit endemik di Kalimantan Barat.
MALARIA
Merupakan masalah kesehatan di
Indonesia  angka kesakitan,
kematian bayi, anak balita dan ibu
melahirkan, menurunkan
produktivitas tenaga kerja.
Lebih dari setengah pddk
Indonesia hidup di daerah
penularan malaria. Diperkirakan
setiap tahun 15 juta penderita dan
30 rb meninggal dunia.
Malaria…
 Penyakit malaria pada manusia disebabkan
oleh 4 spsies palsmodium. Malaria vivax
(benigna), malaria falciparum (maligna). Pl.
falciparum juga menyebabkan malaria
pernisiosa dan Blackwater fever
 Epidemiologi : tersebar di seluruh dunia, di
Indonesia endemis dan sporadis. Daerah
endemis tinggi yakni Maluku, Maluku
Utara, Papua dan Papua Barat , sumatera
Utara (Nias) dan NTT.
Malaria…

 Epidemiologi : Tingkat endemisitas daerah


ditentukan dgn indeks limpa dan indeks
parasit dan angka infeksi
 Indeks limpa : pengukuran besar limpa pd
anak 2-9 thn dgn metode Schuffer
 Indeks parasit : pemeriksaan darah tebal pd
anak 2-9 thn menunjukkan adanya
palsmodium. Daerah endemis IP anak
>dewasa
Malaria…

 Angka infeksi nyamuk : pemeriksaan


lambung nyamuk anophles u/ menemukan
ookista dan kelenjar ludah adanya sporozoit
 Parasite rate : prosentase antar org yg
drhnya mengandung parasit malaria
dibanding populasi seluruh penduduk
Pemeriksaan laboratorium

Sedian darah tebal/tipis


Serologi
Pembuatan sediaan darah tebal
Pembuatan sediaan darah tipis
Prosedur pewarnaan Giemsa
 Sediaan darah tipis yg sudah kering difiksasi dgn
metanol absolut, sedangkan darah tebal dilisiskan dgn
aquades, sediaan dikeringkan.
 Sediaan ditetesi dgn larutan Giemsa 10% salama 20-30
menit
 Alirkan air perlahan pada larutan Giemsa hingga
bersih
 Keringkan sediaan pada suhu kamar
Diagnosis mikroskopis malaria

 Menegakkan diagnosis.
 Mengevaluasi hasil pengobatan.

 Sediaan dibuat dalam bentuk :


 Sediaan tipis  menentukan spesies
 Sediaan tetes darah tebal  menentukan adanya
parasit.
Sediaan tetes darah tebal
 Ketebalan yang baik :
 Bila sediaan tetes tebal diletakkan di
atas surat kabar, tulisan pada surat
kabar masih tampak dan samar –
samar dapat terbaca.
Bersihkan ujung jari dengan alkohol
70 %

Tekan ujung jari dan tusuk dengan


lancet.
Tetes darah yang pertama keluar
dihapus dengan kapas kering.
Dengan sedikit tekanan pada jari, ambil
setetes kecil darah dengan cara
menempelkan permukaan bagian tengah
kaca objek pada darah yang keluar.
Kemudian dengan sedikit menekan jari,
ambil 2 – 3 tetes besar darah dan
ditempelkan 1 cm di samping tetes kecil.

Tepi kaca objek lain ( sebagai spreader


) yang di letakkan pada sudut 45° di
depan tetes kecil darah lalu tarik ke
belakang sampai menyentuh tetes
darah tersebut. Setelah darah melebar
sepanjang tepi kaca objek spreader,
dorong kaca objek tersebut sehingga
terbentuk sediaan apus darah tipis
Letakkan salah satu sudut kaca objek
spreader pada tetes besar darah dan
gabungkan kedua/tiga tetes darah serta
dilebarkan sehingga terbentuk tetes darah
tebal yang rata.

Tulis identitas pasien pada daerah yang


tebal dari sediaan tipis.
Pengecatan dengan Giemsa

 Sediaan tipis

1. Siapkan larutan Giemsa 3% dalam larutan


buffer pH 7,2
2. Fiksasi sediaan tipis dengan metanol
70 %, keringkan dengan udara lalu letakkan
di atas rak pengeringan.
3. Dengan pipet pasteur, tetesi sediaan darah
dengan larutan giemsa sampai benar –
benar rata di atas gelas obyek. Biarkan
selama 30 - 45 menit.
Pengecatan dengan Giemsa

4. Bilas dengan baik memakai larutan buffer


pH 7,2
5. Keringkan sediaan dengan udara sampai
kering benar dalam posisi vertikal.
 Sediaan tetes darah tebal:

 Dibiarkan kering 30 menit sampai 2


jam.
 Sediaan tetes darah tebal tidak
difiksasi dengan metanol.
 Latar belakang bersih
 Lapang pandang yang baik untuk
pemeriksaan adalah yang
mengandung 10 – 20 leukosit per
lapang pandang
Densitas parasit
 Adalah jumlah parasit yang tampak pada
setiap lapang pandang mikroskop.
 Sediaan tebal dapat digunakan untuk
memperkirakan besarnya densitas parasit
 Ada dua cara :
1. Jumlah parasit per mikroliter darah
2. Sistem plus
Penilaian
 Metode kuantitatif per uL darah :
hitung parasit dalam 200 leukosit bila >
10, bila <9 per 500 leukosit. Jumlah
parasit x 8.000/jumlah leukosit yg
dihitung  bila dihitung dlm 200
leukosit jumlah parasit dikalikan 40,
bila dihitung dkm 500 leukosit jumlah
parasit dikalikan 16.
DIAGNOSIS SEROLOGIK MALARIA
 Diagnosis malaria yang didasarkan pada
deteksi antigen yang spesifik dalam darah
penderita.
 Prinsip kerja:
 Imunokromatografi yang cairannya akan
naik sepanjang kertas nitroselulosa
Antigen yang dipakai sebagai target

 HRP-2 (Histidine Rich Protein-2) → P. falciparum


 pLDH (pan Lactate Dehydrogenase) → empat
spesies Plasmodium
 Aldolase (pan Malaria antigen) → empat spesies
Plasmodium
 HRP-2 :
 Protein yang larut dalam air
 Disekresikan oleh berbagai stadium
aseksual dan gametosit muda P. falciparum
 Tidak ditemukan pada spesies plasmodium
yang lain.
 Berada di darah sampai 28 hari setelah
pengobatan
 LDH dan Aldolase :
 Dihasilkan oleh stadium aseksual atau
seksual semua plasmodium.
 Isomer enzim LDH setiap plasmodium
berbeda sehingga dapat digunakan untuk
mendeteksi infeksi campuran jika
dikombinasi dengan HRP-2
Penggunaan Uji Malaria

 Teteskan darah dari


pipet ke dalam lubang
sampel (bertuliskan”S” ).
 Tambahkan dua tetes
(60 µl) larutan bufer
pada lubang bufer.
 Baca hasil tes dalam
waktu 20 menit.
 Reaksi positif palsu :
 Faktor rematoid
 Persisten Ag setelah pengobatan.

 Reaksi negatif palsu:


 Jumlah parasit rendah (< 100 parasit / µL )
 Jumlah parasit tinggi ( > 10.000 parasit / µL )
Penilaian
 Metode kuantitatif per uL darah :
hitung parasit dalam 200 leukosit bila >
10, bila <9 per 500 leukosit. Jumlah
parasit x 8.000/jumlah leukosit yg
dihitung  bila dihitung dlm 200
leukosit jumlah parasit dikalikan 40,
bila dihitung dkm 500 leukosit jumlah
parasit dikalikan 16.
Metode semikuantitatif :
- 1-10 parasit/100 LP (+)
- 11-100 parasit/ 100LP (++)
- 1-10 parasit/ 1 LP (+++)
- >10 parasit/ 1LP (++++)
Pemeriksaan laboratorium

1.Pemeriksaan mikroskopis BTA.


 Spesimen :
 Sputum : purulen
 Diperlukan : 3 spesimen dahak : S – P - S
Pengumpulan dahak

bersih dan kering,bermulut lebar(diameter 4-5 cm)


 transparan,
bening,
 bahan kuat, tidak mudah bocor,
 bertutup ulir minimal 3 dan dapat menutup, rapat
 Sediaan apus sputum.

 Berasal dari dahak mukopurulen.

 Berbentuk spiral – spiral kecil berulang, tersebar


merata, ukuran 2 x 3 cm.

 Tidak terlalu tebal atau tipis.

 Setelah dikeringkan sebelum diwarnai, tulisan pada


surat kabar 4 – 5 cm di bawah sediaan apus masih
terbaca.
Sediaan
Dahak yang
Baik

•Ukuran 2X3 cm
•Letak di tengah
•Ketebalan baik, rata, bersih
•Pewarnaan baik
Program Penanggulangan TB Nasional 40
APUSAN DAHAK
 Ambil dengan lidi sampel
dahak pada bagian yang
purulen

Sebarkan secara spiral


kecil-kecil dahak pada
permukaan kaca
sediaan dengan ukuran
2 x 3 cm
Program Penanggulangan TB Nasional 41
Sediaan apusan dahak
Letakkan sediaan yg kering 4-5 cm di atas
kertas koran dan lakukan penilaian sbb:

Terlalu tebal Baik Terlalu tipis

Core Group 2009


Program Penanggulangan TB Nasional 42
Pewarnaan
 Atur sediaan diatas rak
jangan terlalu rapat, buat
jarak

 Tuangkan Carbol Fuchsin


0,3% hingga menutupi
seluruh permukaan
sediaan

Program Penanggulangan TB Nasional 43


Pemanasan
 Panaskan sediaan
dengan api sampai
keluar uap (jangan
sampai mendidih),
dinginkan selama
minimal lima menit

Program Penanggulangan TB Nasional 44


Pencucian
 Buang CF perlahan-
lahan satu per satu

 Bilas dengan air


mengalir mulai
dari frosted

Program Penanggulangan TB Nasional 45


Dekolorisasi
 Tuangkan Asam alkohol 3%
sampai tidak tampak warna
merah

 Bilas dengan air


mengalir

Program Penanggulangan TB Nasional 46


Pewarnaan Latar
 Tuangkan 0.3% methylene blue
hingga menutupi seluruh
sediaan dan biarkan 10-20
detik

 Buang MB satu per


satu sediaan

Program Penanggulangan TB Nasional 47


Pencucian
 Bilas dengan air mengalir

 Keringkan sediaan
pada rak pengering

Program Penanggulangan TB Nasional 48


Kualitas Pewarnaan Ziehl Neelsen
Pewarnaan yang baik

Program Penanggulangan TB Nasional 49


SKALA IUATLD
 Negatif : Tidak ditemukan BTA minimal dalam
100 lapang pandang
 Scanty : 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang
(Tuliskan jml BTA yang ditemukan)
 1+ : 10 – 99 BTA dlm 100 lapang pandang
 2+ : 1 – 10 BTA setiap 1 lapang pandang
(periksa minimal 50 lapang pandang)
 3+ : ≥ 10 BTA dl 1 lapang pandang
(periksa minimal 20 lapang pandang)

Program Penanggulangan TB Nasional 50


Kriteria Diagnosis DBD (WHO 1997)
 1. Demam, atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari
 2. Trombositopenia ( < 100.000/l )
 3. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :
 Uji Rumpel Leede/Tourniquet Test positif
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa, saluran cerna
 Hematemesis atau melena
 4. Terdapat minimal satu dari tanda plasma leakage oleh
 karena peningkatan permeabilitas kapiler berikut :
 Hematokrit meningkat  20% dibandingkan hematokrit rata-rata
pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama
 Hematokrit turun hingga  20% dari hematokrit awal, setelah
pemberian cairan
 Terdapat efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hipoalbuminemia

60
DIAGNOSIS LABORATORIUM
 Lab tidak spesifik
 Rumpel Leede (RL/tes torniket) – manifestasi
perdarahan
 Jumlah trombosit
 Hematokrit/Hct
 Jumlah leukosit
 Hitung jenis (tergantung hari demam : netrofilia →
limfositosis)
 Limfosit plasma biru
 Enzim hati ( fase akut : SGOT > SGPT)

 Lab spesifik
 Isolasi virus Dengue  kultur
 RNA virus Dengue  RT-PCR
 Pemeriksaan serologi ( ELISA, Rapid test/ICT)
 Deteksi antibodi : IgM dan IgG antidengue
 Deteksi antigen : NS1
 Deteksi antibodi : IgA antidengue ??

61
Respon Imun Infeksi Virus Dengue (IVD)

62
DETEKSI ANTIGEN (NS1)
Pada fase akut pada hari demam 1– 9
Infeksi Primer : kadar tinggi
Infeksi Sekunder : kadar rendah

Sensitivitas diagnostik : 27,8 - 60%


Spesifisitas diagnostik : 100%
Hasil positif menandakan IVD
HASIL NEGATIF TIDAK MENYINGKIRKAN IVD

63
IgG/IgM Ratio
Menentukan infeksi primer atau sekunder
Infeksi Primer : IgM/IgG OD ratio > 1,2
Infeksi Sekunder : IgM/IgG OD ratio < 1,2

Namun rasio ini bervariasi antar laboratorium

64
Cara uji Rumple Leede

Gambar cara memeriksa RL


Positif kalau bintik merah >10
Pemeriksaan laboratorium
 Kadar Hb
 Kadar hematokrit
 Jumlah trombosit
 Uji imunokromatografi
Kadar Hemoglobin
1. Metode Sahli
 Hemoglobin darah diubah menjadi asam
hematin dengan pertolongan larutan HCl,
kemudian warna yang terjadi dibandingkan
secara visual denan warna standard.
 Alat yang digunakan: hemoglobinometer
 Gelas berwarna sebagai warna standard
 Tabung hemometer
 Pengaduk dari gelas
 Pipet Sahli dengan volume 20 µl
 Pipet Pasteur
 tissue
 Reagen yang digunakan :
 Larutan HCl 0,1 N
 Aquades.
 Cara :
A . Masukkan HCl 0,1 n ke dalam tabung
pengencer hemometer sampai tanda 2
B. Isap darah ( kapiler, EDTA ) dengan pipet
Sahli sampai tepat pada tanda 20 µl
C. Hapus kelebihan darah yang melekat
pada ujung luar pipet dengan kertas tissue.
D. Masukkan darah sebanyak 20µl ke dalam
tabung yang berisi lar.HCl
E. Bilas pipet sebelum diangkat dengan jalan
menghisap dan mengeluarkan HCl dari
dalam pipet
F. Tunggu 5 menit untuk pembentukan
asam hematin.

G. Asam hematin yang terjadi diencerkan


dengan aquades setetes demi setetes sambil
diaduk dengan batang pengaduk dari gelas
sampai didapat warna yang sama dengan
standard.

H. Miniskus dari larutan dibaca


E Nilai rujukan:
A L : 13 – 18 g/dl
P :12 – 16 g/dl
B
F

G
D
Hematokrit
 Prinsip :
 Darah dengan antikoagulan dimasukkan
dalam tabung tertentu, diputar dalam alat
sentrifus dengan kecepatan tertentu dan
lama tertentu sehingga sel darah merah
memadat.
 Tinggi kolom sel darah merah yang telah
dimampatkan dibaca sebagai hematokrit
dan dinyatakan dalam persentase volume
sel darah merah terhadap volume darah
seluruhnya.
Cara mikro

 Isi tabung mikrokapiler yang khusus dibuat


untuk penetapan mikrohematokrit.
 Tutuplah ujung satu dengan bahan penutup
khusus.
 Masukkan tabung kapiler ke dalam sentrifuge
khusus yang mencapai kecepatan besar yaitu
lebih dari 16.000 rpm ( sentrifuge
mikrohematokrit )
 Pusinglah selama 3 – 5 menit.
 Baca nilai hematokrite dengan menggunakan
grafik atau alat khusus.
Jumlah trombosit
 Prinsip :
Darah diencerkan, kemudian dihitung
jumlah trombosit yang ada dalam
volume pengenceran tertentu.
Dengan mengkalikan terhadap faktor
perhitungan diperoleh jumlah
trombosit dalam satuan volume.
 Tujuan pemeriksaan :
Menghitung jumlah trombosit dalam
darah
 Metode pemeriksaan :
Kamar hitung

 Bahan pemeriksaan :
 Darah vena
 Darah kapiler.
 Alat yang digunakan :
 Pipet Thoma untuk eritrosit
 Kamar hitung Improved Neubauer
 Tabung reaksi
 Pipet tetes
 Counter tally
 Mikroskop.
 Reagen :
 Larutan Rees Ecker:
 Natriumsitrat 3,8 g
 Larutan formaldehide 40% 2 ml
 Brilliantcresylblue 30 mg
 Aquadest ad 100ml
Cara pemeriksaan

a.Hisaplah darah kapiler atau


EDTA dengan pipet eritrosit
sampai tepat pada garis 0,5

b. Hapus kelebihan darah yang


melekat pada ujung luar pipet
dengan cara menghapus dari
pertengahan pipet ke bawah dengan
menggunakan tissue.
c. Masukkan ujung pipet dalam lar.
Rees Ecker lalu hisap sampai garis
batas 101.
d. Angkat pipet dari lar. Rees
Ecker dan tutup ujung pipet
dengan ujung jari lalu lepaskan
karet penghisap.

e. Kocoklah pipet dengan menutup


ujung – ujung pipet dengan ibu
jari dan jari tengah selama 2 – 3
menit.Bila tidak segera dihitung
letakkan pipet dalam posisi
horizontal.
f. Ambil kamar hitung Improved
Neubauer yang bersih, letakkan
dengan kaca penutup terpasang di
atasnya

g. Kocoklah pipet yang telah diisi


tadi, kemudian buanglah cairan
dalam batang kapiler pipet sebanyak
3 – 4 tetes dan segera sentuhkan
ujung pipet pada permukann kamar
hitung serta menyinggung pinggir
kaca penutup. Biarkan kamar hitung
terisi secara perlahan – lahan dengan
sendirinya.
h. Biarkan kamar hitung di atas
mikroskop selama 2 menit agar
trombosit mengendap. Bila tidak
segera dihitung, kamar hitung
dapat disimpan dalam petridish
yang berisi kapas basah.
i. Cara menghitung trombosit dalam kamar
hitung:
• Meja mikroskop harus terletak
horizontal. Turunkan kondensor atau
kecilkan diaphragma.
• Aturlah fokus terlebih dulu dengan
menggunakan lensa obyektif 10 x
kemudian ganti dengan lensa obyektif 45
x sampai garis bagi dalam bidang kecil di
bagian tengah tampak jelas.
j. Hitung jumlah trombosit
dalam seluruh bidang besar
di tengah – tengah (1 mm²)

k. Mulai menghitung dari sudut


kiri terus ke kanan, turun ke
bawah, ke kiri, turun ke bawah,
ke kanan, dan seterusnya.

l. Untuk sel – sel yang menyinggung garis


batas sebelah atas dan sebelah kiri harus
dihitung.Sel – sel yang menyinggung garis
batas sebelah bawah dan sebelah kanan tidak
dihitung
 Perhitungan jumlah trombosit.
 Pengenceran darah dalam pipet eritrosit 200 x
 Luas bidang di tengah – tengah = 1x1=1mm²
 Tinggi kamar hitung 0,1 mm

200
 Faktor perkalian:  2000
1 0,1
 Jumlah trombosit = jumlah trombosit yang dihitung
pada bidang di tengah – tengah x 2000
 Pelaporan : jumlah trombosit per mm³ darah
Uji Imunokromatografi

85
Uji Imunokromatografi
(ICT) / Rapid Test

 Serum tunggal
 Dapat deteksi NS1,atau
 IgM,IgG anti-dengue sekaligus dalam 1 strip
 Waktu singkat : 15-30 menit setelah terbentuk
serum
 Prinsip : uji ELISA
 Fase padat : kertas nitroselulose
 Ig A antidengue ICT telah tersedia komersial
Dr. Aryati, dr, MS, SpPK (K).
WS DBD Pontianak, 21 September 2011 86
INTERPRETASI
 Untuk menentukan jenis infeksi primer dan
sekunder diperlukan Ig M dan Ig G antidengue
 Untuk menentukan fase akut pada :
Infeksi primer  NS1, Ig M antidengue Infeksi
sekunder  NS1, Ig G antidengue,
dan Ig A antidengue

Dr. Aryati, dr, MS, SpPK (K).


WS DBD Pontianak, 21 September 2011 87
MORBUS HANSEN
Pemeriksaan laboratorium

 Spesimen : cuping telinga, lesi


 Jumlah spesimen : 1 cuping telinga, 2 dari
lesi
 Spesimen dari kulit :
 Lesi timbul , ambil 2 hapusan dari bagian
yang aktif.
 Lesi datar tanpa ada tanda-tanda
penyembuhan di tengah, ambil 2
hapusan 1 dari bagian tengah, 1 dari
bagian tepi lesi
 Lesi datar dengan bagian tengah ada
tanda-tanda penyembuhan, ambil 2
hapusan pada batas lesi

 Spesimen dari cuping telinga:


 Penderita duduk dengan punggung
menghadap meja dimana segala
peralatan diletakkan
 Beri identitas pada gelas obyek
 Ambil scalpel dengan mata scalpel baru.
Bersihkan mata scalpel dengan kapas
alkohol lalu bakar pada api Bunsen,
biarkan dingin.
 Bersihkan area yang akan diambil
dengan kapas alkohol 70%.
 Apabila alkohol sudah kering, pijit
cuping telinga antara ibu jari dan
telunjuk hingga pucat agar darah tidak
keluar.
 Dengan mata scalpel buat irisan kecil
sepanjang permukaan kulit dengan
panjang 5 mm dan dalamnya sampai
dermis (2 – 3 mm). Setelah itu cuping
telinga tetap ditekan.
 Apabila keluar darah hapus dengan
kapas kering.
 Putar mata scalpel sampai tegak lurus
yang dipotong. Dengan menggunakan
tepi mata scalpel yang tumpul goreskan 2
– 3 kali sepanjang tepi dan dasar dari
yang dipotong.
 Buat hapusan pada gelas obyek secara
melingkar dengan Ø 5 – 7 mm.
 Tutup luka dengan plester.
 Bersihkan mata scalpel dengan kapas
alkohol dan bakar. Bila sudah dingin
lakukan di tempat yang lain.
 Bila hapusan sudah didapat semua,
hindarkan hapusan dari sinar matahari
secara langsung, debu, lalat dengan
meletakkan pada tempat yang
mempunyai tutup.
 Bila hapusan sudah kering, fixasi dengan
panas kemudian lakukan pewarnaan ZN
Cara melaporkan
 > 1000/lap : BI 6
 Antara 100 – 1000/ lap : BI 5
 Antara 10 – 100 / lap : BI 4
 Antara 1 – 10 / lap : BI 3

 Bila ditemukan bentuk globus


:
 Globus besar : 100 mo
 Globus sedang : 60 mo
 Kecil : 30 mo
 Contoh :
 Cuping telinga ka :BI 3, tidak tampak
globi
 Cuping telnga ki : BI 3, tidak tampak
globi
 Tangan ka : BI 2, tidak tampak globi
 Lutut ki : BI 3, tidak tampak globi
FILARIASIS
Pemeriksaan laboratorium

 Sampel : darah
 Sediaan :
 Tetes darah tebal
 Hapusan
 Waktu pengambilan : malam ( pk. 22.00 – pk.4.00)
 Pewarnaan : Giemsa
 Ditemukan adanya mikrofilaria
 Biopsi kelenjar limfe kadang ditemukan cacing dewasa
 Pemeriksaan darah  eosinifilia 5-15%
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai