Anda di halaman 1dari 7

Persoalan yang pertama-tama timbul dalam teologi Islam

adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu pertama kali


dimunculkan oleh kaum Khawarij ketika mencap kafir
sejumlah tokoh sahabat Nabi saw yang dianggap telah
berbuat dosa besar, antara lain Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah
bin Abi Sofyan, Abu Hasan al-Asy’ari, dan lain-lain. Masalah
ini lalu dikembangkan oleh Khawarij dengan tesis utamanya
bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir.
Aliran lain seperti Murji’ah, Mu’tajilah, Asy’ariyah, dan
Maturidiyah turut ambil bagian dalam masalah tersebut
bahkan tidak jarang terdapat perbedaan pandangan di
antara sesama pengikut masing-masing aliran.
Khawarij mengatakan pengertian iman itu ialah, beriktikad
dalam hati dan berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri dari segala
dosa.Khawarij cabang al-Azariqah, sangat kuat berpegang kepada nas
(teks) al-Quran. Menurutnya bahawa iman yang sempurna itu, adalah
iman orang yang benar-benar dapat menyesuaikan dan menyatukan
perkataan dan perbuatan. Iman adalah qaul wa amal. Bagi kaum
Khawarij amal merupakan suatu kemestian, yang mesti ditunaikan,
karena amal adalah bergandengan dengan pengakuan atau al-tasdiq.
Pemahaman iman dan amal Khawarij disepakati pula oleh Mu’tazilah,
kecuali dalam hal-hal menjauhkan diri dari dosa.
Khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya yaitu
dosa besar agar dengan demikian orang islam yang tidak sejalan
dengan pendiriannya dapat diperangi dan dapat dirampas harta
bendanya dengan dalih mereka berdosa dan setiap yang berdosa
adalah kafir.
ALIRAN MURJI’AH

Para Mutakallimin secara umum merumuskan unsur-


unsur iman terdiri dari al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-
lisan; dan al-‘amal bi al-jawarih. Ada yang berpendapat
unsur ketiga dengan istilah yang lain: al-‘amal bi al-
arkan yang membawa maksud melaksanakan rukun-
rukun Islam.Perbedaan dan persamaan pendapat para
mutakallimin dalam konsep iman nampaknya berkisar di
sekitar unsur tersebut. Bagi Murjiah menurut al-Bazdawi
majoriti mereka berpendapat bahwa iman itu hanyalah
ma’rifah kepada Allah semata-mata Sedangkan bagi
Asy’ariyyah, iman ialah membenarkan dengan hati, dan
itulah iktikad. Di sini terdapat persaman antara konsep
Murjiah dan Asy’ariyyah yang menekankan tugas hati
bagi iman atas pengakuan.
ALIRAN. MU’TAJILAH

Menurut mereka iman adalah pelaksanaan


kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Jadi, orang yang
membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan
kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin.
Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif,
menerima apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif
karena akal mampu mengetahui kewajiban-kewajiban
kepada Tuhan.
Kaum Mu’tajilah berpendapat bahwa orang
mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum
tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi
dihukumi sebagai orang fasiq.
ALIRAN ASY’ARIYAH

Asy’ariyah berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa


merupakan ma’rifah dan amal. Manusia dapat bahwa akal manusia
tidak bisa merupakan ma’rifah dan amal. Manusia dapat
mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu bahwa ia
berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia harus menerimanya
sebagai suatu kebenaran. Oleh karena itu, iman bagi mereka
adalah tashdiq. Pendapat ini berbeda dengan kaum Khawarij dan
Mu’tajilah tapi dekat dengan kaum Jabariyah.
Tasdiq menurut Asy’ariyah merupakan pengakuan dalam
hati yang mengandung ma’rifah terhadap Allah (qaulun bi al-nafs
ya tadhammanu a’rifatullah). Mengenai penuturan dengan lidah
(iqrar bi al-lisan) merupakan syarat iman, tetapi tidak termasuk
hakikat iman yaitu tashdiq .
ALIRAN AL-MATURIDIYAH

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah


Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-
qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Pengertian ini
dikemukakan oleh Al-Maturidi sebagai bantahan terhadap
al-Karamiyah, salah satu subsekte Murji’ah. Ia
berargumentasi dengan ayat al-Quran surat al-Hujurat
14.
Ayat tersebut dipahami al-Maturidi sebagai suatu
penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan
perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu. Apa
yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman,
menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-
Maturidi tidak berhenti sampai di situ.
AHLUS SUNNAH

Menurut Ahlus Sunnah, Iman ialah mengikrarkan


dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Iman yang
sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan
dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.
Orang mukmin yang melakukan dosa besar dan mati
sebelum tobat, maka orang itu tetap mukmin. Bila orang itu
tidak mendapat ampunan dari Allah dan tidak pula mendapat
syafa’at Nabi Muhammad saw untuk mendapatkan ampunan
dari Allah swt maka orang itu dimasukkan ke neraka buat
sementara, kemudian dikeluarkan dari neraka untuk
dimasukkan ke surga.
Orang mukmin bisa menjadi kafir (murtad), karena
mengingkari rukun iman yang enam, misalnya: ragu-ragu
atas adanya Tuhan, menyembah kepada makhluk, menuduh
kafir kepada orang Islam.

Anda mungkin juga menyukai