Pendahuluan
Ilmu kalam sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Di dalam
ilmu kalan itu terdapat sub bahasan tentang perbandingan antara aliran-aliran serta ajaran-ajarannya.
Dari perbandingan antar aliran ini, kita dapat mengetahui, menela'ah dan membandingkan antar paham
aliran satu dengan aliran yang lain. Sehingga kita memahami maksud dari segalapolemik yang ada.
Persoalan kalan yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan
kafir dalam artian siapa yang telah keluar dari Islan dan siapa yang masih tetap dalam Islam Persoalan ini
kemudian menjadi perbincangan aliran-aliran kalam dengan konotasi yang lebih umum, yakni status
pelaku dosa besar Kerangka berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran ternyata mewarna pandangan
mereka tentang statu pelaku dosa besar.
Selain itu persoalan yang juga timbul dalam teologi Islan adalah masalah iman dan kufur. Persoalan
itu muncul pertama kali oleh kaum Khawari tatkala mencap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi SAW
yang dipandang telah berbuat dosa besar, antara lain Ali bin Abi Thalib, Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Abu
Musa Al-Asy’ari. Amr bin Al-Ash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Aisyah, istri Rasulullah
SAW.
Pernyataan teologis itu selanjutnya bergulir menjadi bahan perbincangan dalam setiap diskursus aliran-
aliran teologi Islam yang tumbuh kemudian. termasuk aliran Murji'ah Aliran lainnya, seperti Mu'tazilah
Asy'ariyah, dan Mauridiyah turut ambil bagian dalam polemik tersebut. Malah tak jarang di dalam tiap-
tiap aliran tersebut terdapat perbedaan pandangan di antara sesai pengikutnya.
Untuk itu disini penulisakan coba paparkan sedikit mengenai permasalahan antara perbandingan
aliran-aliran ilmu kalam yang berhubuangan dengan
pemahaman mengenaiman dan kufur.
4.Aliran Asy'ariyah
Agak pelik untuk memahami man yang diberikan oleh Abu Al-Hasan AlAsy'ari sebab, di dalam
karya-karyanya seperti Maalat, Al-Ibranah dan AlLuna, ia mendefinisikan iman secara berbeda-beda.
Dalam majala dan Al Ibanah disebutkan bahwa iman adalah gawi dan amal dan dapat bertambah serta
berkuran Dalam Al-Lua iman diartikannya sebagai tashdi bi Allah. Argumentasinya bahwa kata mukmin
seperti disebutkan dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 7 memiliki hubungan makna dengan kata sadin
dalam aya itu juga Dengan demikian, menurut Al-Asy'ari iman adalah tashdi b alqalb (membenarkan
dengan hati).
Di antara definisi iman yang diinginkan Al-Asy'ari dijelaskan oleh Asy-Syahrastasi salah seorang
teolog Asy'ariyah Asy-Syahrastan menulis:
“Al-Asy’ari berkata : “…iman adalah tashiq bi aj janan (membenarkan dengan kalbu). Sedangkan
mengatakan gawi) dengan lisan dan melakukan berbagai kewajihan utama (amal bi al-arkan) hanyalah
merupakan cabangcabang iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan keesaan Tuhan dengan
kalibunya dan juga membenarkan utusan-utusanNya beserta apa yang mereka hawa darinya, iman
orang semacan itu merupakan innan yang sahih ... Dan keimanan seorang tidak akan hilang kecuali jika
ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut.
Jadi, bagi Al-Asy'ari dan juga Asy'ariyah, persyaratan nia untuk adanya iman hanyalah tashdiq, yang
jika diekspresikan secara verbal berbentuk syahadatain.
Menurut aliran ini dijelaskan oleh Asy-Syahristani, iman secara esensial adalah lashdi bila jaman
(membenarkan dengan kalbu). Sedangkan dengan lesan dan melakukan berbagai kewajiban utama
(anal biarkan) hanya merupakan furu' (cabang-cabang) iman Oleh sebab itu, siapa pun yang
membenarkan ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa
yang mereka bawa dari-Nya, iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan seseorang tidak akan
hilang kecuali ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut. Jadi Asy-Syahristani menempatkan ketiga
unsuriman yaitu tashdi, qawl, dan amal pada posisinya masing-masing.
5. Maturidiyah
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah Tashdie bi al-
qalbi bukan semata-mata irar bi al-lisan. Pengertian ini di kemukakan oleh Al-Maturidi sebagai bantahan
terhadap AlKaramiyah, salah satu Sub sekte Murji'ah, ia beragumentasi dengan ayat AlQuran Surah Al-
Hujrat ayat 14.
Ayat tersebut dipahami sebagai Mauridiyah sebagai penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup
hanya dengan perkataan tanpa di laman oleh pula kalbu. Apa yang di ucapkan oleh lidah dalam bentuk
pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah al-Maurid tidak berhenti sampai di
situ. Menurutnya ishli seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari Ma'rifah asli hasil dari Ma'rifah
ini di dapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Lebih lanjut, maturidi
berdasarkan pandangannya pada dalil naqli surat Al-Baqarah ayat 260. Menurut Al-Mauridi iman adalah
tashdie yang berdasarkan ma'rifah. Meskipun demikian, ma'rifah menurutnya sama sekali bukan esensi
ini, melainkan faktor penyebab kehadiran iman.
Mauridiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda. Al Bazdawi menyatakan bahwa
iman tidak dapat berkurang tetapi bisa bertambah dengan adanya ibadah-ibadah yang dilakukan Al-
Badawi menegaskan hal tersebut dengan membuat analogi bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan
berfungsi sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang.esensi yang digambarkan oleh bayangan
itu tidak akan berkurang.
Sebaliknya, dengan kehadiran bayang-bayang (ibadah) itu, Inu justru menjadi bertambah."
Iman adalah tashdi dalam hati dan dikrarkan dengan lidah, dengan kata lain, seseorang bisa disebut
berimanjika ia mempercayai dalam hatinya akan kebenaran Allah dan mengikrarkan kepercayaannya itu
dengan lidah. Konsep ini juga tidak menghubungkan imam dengan amal perbuatan manusia, yang
penting tashdiq dan ikrar.
D. Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas jelaslah bahwa dalam konsep iman dan kufur terdapat perbedaan
pendapat diantara aliran-aliran teologi Islam Perbedaan itu menurut Harun Nasution, sedikit banyak
dipengaruhi oleh teori kekuatan akal dan fungsi wahyu. Bagi aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal
mencapai kewajiban mengetahui Tuhan (KMT) iman melibatkan ma'rifah di dalamnya Dengan demikian,
kita melihat Mu'tazilah dan Maturidiyah Samarkand tergolong dalam kelompok ini karena menyebutkan
ma'rifah dalan konsep inan dan mereka berendapat bahwa akal dapat mencapai KMT Adapun muri'ah
tidak dapat dikategorikan dalam kelompok ini sebab meskipun mereka menyebut ma’rifah yang
dimaksudkannya bukanlah ma'rifah bi al-qalb.
Sebaliknya, aliran-aliran yang tidak berpendapat bahwa akal dapat mencapai KMT, liman dalam
konsep mereka tidak melibatkan ma’rifah didalamnya. Hal ini dapat kita temukan dalam aliran Asy'ari,
Maturidiyah Bukhara Aliran Khawarij. karena corak pemikiran kalan mereka lebih berlendensi politik
ketimbang intelektual, termasuk dalam kategori kelompok ini.
Aliran-aliran yang mengintegrasikan amal sebagai salah satu unsur kian, yakni Mu'tazilah dan
Khawari, memandang bahwa iman dapat bertambah atau berkurang Sementara aliran-aliran yang tidak
memasukan amal sebagai unsur dari iman, seperti Murji'ah. Asy'ariyah. Maturidiyah. Samarkand dan
Ma'uridiyah Bukhara, berpendapat bahwa iman tidak dapat bertambah atau berkurang Kalaupun iman
dapat dikatakan bertambah atau berkurang hal itu terjadi pada segi sifatnya.
Konsekuensi pening lainnya dari pernyataan bahwa anal merupakan unsur penting dari iman adalah
pandangan yang tegas terhadap kewajiban menegakkan amar ma'ruf dan nahy mungkar dengan segala
kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan hadis Rasulullah SAW Tentang amar ma'ruf dan naly mungkar,
jelaslah bahwa aliran-aliran teologi islam yang memasukkan empat unsur pokok ke dalam konsep iman
memiliki keimanan yang paling kokoh. Sebaliknya aliranaliran yang hanya mengakui satu unsur pokok di
dalam konsep iman menghasilkan iman yang paling lemah.
Daftar Pustaka Asmuni, M. Yusran. Ilmu Tauhid Jakarta : Raja Grafindo Persada 1993
http://unipdupai.blogspot.com
Nasir, Sahilun A. Pengatar Ilmu Kalam Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1996
Nasution, Harun Teologi Islam Aliran-aliran sejarah Analisis Perbandingan,
Jakarta: UI press, 2006
Rahman, Abdul Garis Pemisah Antara Kufur dan Iman Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam Bandung : Pustaka Setia 2006