Anda di halaman 1dari 11

TUJUH PILAR DUKUNGAN UNTUK

PENDIDIKAN INKLUSIF
•Wacana ini mengulas mengapa pendekatan pendidikan inklusif perlu diterapkan
•Pendidikan inklusif, menurut Loreman dan deppler;
Pendidikan inklusif untuk seorang anak dengan disabilitas hampir dalam
segala hal menyerupai jenis pendidikan yang dimiliki anak-anak tanpa
disabilitas. dapat menikmati. Ini berarti tidak ada kelas terpisah, dan
keanggotaan penuh di kelas reguler, di mana anak-anak penyandang cacat
menghabiskan sebagian besar waktu mereka dan berpartisipasi dalam
semua kegiatan kelas, bahkan jika ini perlu dimodifikasi.
•Tujuan inklusi agar setiap sekolah siap tidak hanya menerima tetapi menyambut
anak-anak difabel.
TUJUH PILAR DUKUNGAN
UNTUK PENDIDIKAN INKLUSIF

1. Mengembangkan sikap positif;


2. Kebijakan dan kepemimpinan yang mendukung
3. Proses sekolah dan kelas didasarkan pada praktik berbasis penelitian
4. Kurikulum dan pedagogi yang fleksibel;
5. Keterlibatan masyarakat
6. Refleksi yang berarti,
7. Pelatihan dan sumber daya yang diperlukan
PILAR SATU: MENGEMBANGKAN SIKAP POSITIF
Mengembangan sikap positif pada pendidik sangat berperan penting dalam
Pendidikan inklusif.
Guru-guru di sekolah dipastikan memiliki sikap positif terhadap siswa difabel.
Sikap negatif dimiliki guru terhadap inklusi cenderung sulit diubah dan hal itu perlu
ditangani agar mendorong keberhasilan pendekatan Pendidikan inklusif
-melalui kebijakan dengan perekrutan guru baru memiliki sikap positif
PILAR DUA: KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN
YANG MENDUKUNG.

-Sejumlah perjanjian dan deklarasi internasional yang mendukung terhadap


penyelenggaraan sekolah inklusi (sesuai dokumen UNESCO 1994)
-Selain itu, kebijakan dan model kepimpinan bersama dianggap penting dalam
membantu pendekatan sekolah inklusif
-Administrator sekolah mengembangkan jaringan masyarakat / organisasi lain
seperti badan advokasi dan organisasi non pemerintah
-Loreman (2001) mengutip contoh keberhasilan sekolah inklusi dipengaruhi niat
Kepala sekolah tidak ragu dalam dukungannya terhadap Pendidikan sekolah
-Sekolah inklusi dengan budaya positif seperti ada sikap peduli, kepimpinan
bersama yang positif. Jika sekolah tidak inklusif dapat dinyatakan tidak
menjalankan praktik Pendidikan inklusif
PILAR TIGA: PROSES SEKOLAH DAN KELAS
DIDASARKAN PADA PRAKTIK BERBASIS PENELITIAN.
-Untuk mencapai keberhasilan, sekolah harus berkomitmen membangun lingkungan
inklusif sehingga hal itu menyulitkan bagi pendidik individu.
-Penyelenggaraan Pendidikan dibutuhkan perubahan, adaptasi sesuai kemampuan
anak didik. Seperti kebutuhan belajar dan fasilitas. Para guru Pendidikan dan staf
perlu mempertimbangkan ketrampilan dalam mengajar agar dapat bergerak menuju
Pendidikan inklusif
-Modifikasi kurikulum yang dianggap tidak kreatif , contoh waktu dan tingkat
kompetensi pembelajaran MTK diperuntukkan anak dengan lambat belajar.
-Guru bekerja sama dengan tim terapis / konsultan untuk menerapkan praktik
inklusif.
-Lingkungan fisik berpengaruh penting terhadap siswa difabel, jika hasilnya baik
maka anak-anak difabel memberi respon baik pada kegiatan rutinitas kelas.
PILAR EMPAT: KURIKULUM DAN PEDAGOGI YANG
FLEKSIBEL.
Kurikulum di sekolah menjadi tantangan bg pendidik yang berusaha menerapkan
pendekatan inklusif pada Pendidikan.
Inklusi mendapat banyak manfaat dari cara pengajaran yang berpusat pada anak.
Kurikulum direformasi dan diakomodasi agar sesuai kebutuhan siswa dengan
berbagai disabilitasnya.
Munculnya tiga prinsipnya, antara lain;
1) Memberikan beberapa representasi konten
2) Menyediakan beberapa opsi untuk ekspresi dan kontrol.
3) Berikan banyak pilihan untuk keterlibatan dan motivasi
Yang terpenting modifikasi dan adaptasi kurikulum tidak sebatas pada tingkat
ketrampilan materi. Disesuaikan dengan kemampuan siswa didik untuk menghadapi
kekurangannya
Pedagogi penting untuk semua pembelajaran terutama sekolah inklusif. Kurikulum
adalah apa yang perlu diajarkan, dan pedagogi mengacu pada bagaimana materi
harus dipelajari.
Siswa difabel mdapat manfaat secara akademis dan sosial.
Guru perlu mempertimbangkan sudut pandang dan mengadaptasi teknik pengajaran
demi mendapatkan praktik Pendidikan inklusif terbaik.
PILAR LIMA: KETERLIBATAN MASYARAKAT.

Keterlibatan masyarakat merupakan elemen penting dalam keberhasilan Pendidikan


inklusi. Meskipun bukan bagian dari komunitas lebih luas, orang tua memiliki peran
penting dalam sekolah bersama dengan pendidik dan siswa.
Menurut Turnbukk & Turnbull (1991) peran orang tua dikategorikan sebagai berikut :
1. Orang tua sebagai pengambil keputusan
2. Orang tua sebagai guru
3. Orang tua sebagai advokat.
Kelompok advokasi umumnya berarti kelompok advokasi disabilitas. Kelompok ini
dapat membantu pendidik dan melakukan peran yang berpengaruh dalam gerakan
menuju pendidikan inklusif. Sekolah bekerja sama dengan kelompok memungkinkan
praktik inklusi menjadi lebih baik.
PILAR ENAM: REFLEKSI YANG BERARTI.
Refleksi menjadi bagian penting dalam melakukan perbaikan berkelanjutan.
Pendidik tetap merefleksikan dan belajar jika ingin praktik berbasis penelitian tetap
relevan. Hal tersebut tidak terbatas pada
-Buku harian dan Jurnal
-Lembar observasi seperti survei
- Memiliki rencana ulasan kolega, penilaian, struktur kelas, instruksi
-Mengunjungi ruang kelas orang lain. (guru mengamati, mendiskusikan apa yg
diamati)
-Praktik reflektif
PILAR TUJUH: PELATIHAN DAN SUMBER DAYA
YANG DIPERLUKAN

Dikarenakan beberapa guru merasa tidak cukup terlatih memenuhi tuntutan sekolah
inklusif.
Beberapa pengembangan profesional berbasis sekolah bekerja sama untuk
memberikan kepimpinan dan pelatihan kepada guru
Untuk menjadi model sekolah inklusif dipandang membutuhkan sumber daya
tambahan dan berfokus pada mempromosikan inklusi.
Menurut Ainscow dan sebba (1996) banyaknya sumber daya bukan hal yang bagus
karena mereka memiliki kecenderungan untuk mengurangi kapasistas sekolah untuk
berpikir kreatif. Serta teknologi perlu dimanfaatkan dengan bijaksana. Pentingnya
keberadaan sumber daya agar memadai itu bukan hal yg dapat diabaikan

Anda mungkin juga menyukai