DAMPAKNYA TERHADAP
KESEHATAN
Min Rahminiwati Dewi Oktavia Gunawan
Lusi Agus Setiani Sara Nurmala
Nina Herlina Emma Nilafita K
“ Zat kimia yang masuk ke dalam tubuh dengan cara apapun dalam
jumlah/konsentrasi yang kecil dapat menimbulkan gangguan/abnormalitas
fisikokimia (sakit/mati bukan akibat daya fisiknya)”
■ Toksisitas Dosis
- Extremely toxic :< 5 mg/kg BB
- Highly toxic : 5-50 mg/kg BB
- Moderately toxic : 50-500 mg/kg B
- Slightly toxic : 0.5-5 g/kg BB
- Practically non toxic : 5-15 g/kg BB
- Relatively harmless : > 15 g/kg BB
6
KLASIFIKASI
DASAR PENGGOLONGAN RACUN
1. Akut biasanya dalam satu kali kontak dengan racun dosis besar, dimana gejala akan
segera terlihat.
2. Subakut karena dosis lebih kecil, waktunya sangat singkat.
3. Kronis kontak (exposure) berulangkali, dengan dosis kecil, manifestasinya lama.
4. Subkronis :
5. Bentuk lain sensitisasi, teratogenik, karsinogenik.
• 1.Toksikologi Obat
• 1.1. Uji toksisitas dan keamanannya pada fase praklinis
• 1.2. Efek samping obat, kombinasi obat pada penggunaan sesuai petunjuk
– Keracunan akut dan kronis pada penggunaan obat berlebih
• 6. Toksikologi Kecelakaan
• Kecelakaan akibat racun termasuk penyalahgunaan dan bunuh
diri.Racun rumahtangga,obat atau racun tanaman pada anak anak
■ 8. Toksikologi Penyinaran
■ Penggunaan radioaktif dalam bidang kedokteran , industri,
perang.
13
Toksisitas
14
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
TOKSISITAS
16
1. Faktor Intrinsik Racun
a. Faktor Kimia perbedaan sifat fisika-kimia dan struktur kimia.
Contoh: Metanol (CH2OH) dan Etanol (C2H5OH)
Sama2 turunan alkohol dan sifat fisika-kimia hampir sama, efek toksik
berbeda
Metanol lebih toksik
Interaksi bahan kimia di dalam tubuh, menimbulkan efek:
■ Efek aditif : pengaruh yg saling memperkuat akibat kombinasi dua zat kimia atau lebih.
■ Efek sinergi : pengaruh gabungan dua zat kimia jauh lebih besar dr jumlah masing-masing
efek bahan kimia.
■ Potensiasi : apabila suatu zat yg seharusnya tidak memiliki efek toksik jika ditambahkan pd
zat kimia lain akan mengakibatkan zat kimia lain tsb mjd lebih toksik.
■ Efek antagonis : apabila dua zat kimia yg diberikan bersamaan, maka zat kimia yg satu akan
melawan efek zat kimia yg lain.
17
b. Kondisi Pemejanan
Dibagi menurut waktu menjadi 4 :
■ Akut : pemaparan bahan kimia selama < 24 jam
contoh : ketoksikan kerja/keracunan mendadak
■ Sub akut : pemaparan berulang bahan kimia 1 bulan atau kurang
contoh : proses kerja dgn bahan kimia < 1 bulan
■ Subkronik : pemaparan berulang bahan kimia selama 3 bulan
contoh : proses kerja dgn bahan kimia selama 1 tahun/lebih
■ Kronik : pemaparan berulang bahan kimia > 3 bulan
contoh : bekerja untuk jangka waktu yg lama dgn bahan kimia
18
2. Faktor Intrinsik Makhluk Hidup
a. Keadaan Fisiologi
■ Berat Badan :
o Jika BB besar terpapar racun dlm dosis minimal, tidak akan menimbulkan efek (cadangan
lemak >>)
o Jika BB kecil terpapar racun dlm dosis minimal, akan menimbulkan efek (cadangan lemak
<<)
■ Jenis Kelamin : zat kimia dpt mempengaruhi kondisi hormone.
Contoh, Nikotin pd rokok dimetabolisme secara berbeda antara laki-laki dan perempuan
(lebih toksik pd perempuan)
19
■ Umur : jika dosis yg diberikan kepada pengguna tidak sesuai umur tjd toksisitas
Contoh:
Tetrasiklin pd anak 1 tahun menyebabkan warna gigi mjd coklat
Ciprofloksasin pd anak dibawah umur, menghambat pertumbuhan (tdk dapat
tumbuh tinggi)
■ Kehamilan : penggunaan zat kimia pd kehamilan (tjd perkembangan janin pd
kandungan) mempengaruhi kondisi perkembangan organ janin.
■ Status Gizi : mempengaruhi aktifitas enzim metabolisme (terutama bila kekurangan
protein dan vitamin).
Contoh:
ketidakcukupan sintesis protein hypoalbuminemia, shg tempat pengikatan
zat racun berkurang di dalam darah dan tjd perubahan distribusi racun di dalam
tubuh peningkatan ketoksikan
20
■ Genetik : toksisitas berdasarkan mekanisme genetika, dibagi 3 :
1) Akumulasi zat kimia akibat tdk adanya mekanisme transformasi metabolic (system enzim)
secara genetika. terjadi pd obat yg diberikan dlm dosis berganda pd interval ttt.
contoh : asetilasi isoniazid (bervariasi diantara individu);
variasi yg berkaitan dgn metabolisme dikumarol (pd anggota spesies tertentu).
2) Perpanjangan aksi zat kimia sbg akibat tidak sempurnanya mekanisme biotransformasi.
contoh : perpanjangan apnea oleh suksinilkolina pd individu yg secara genetika
mengalami kekurangan enzim kolinesterase.
3) Hipersensitivitas, meliputi enzim cacat yg menyebabkan tingkat aktivitas yg minim dgn
gejala defisiensi enzim yg minim.
contoh : anemia hemolitika krn primakuin (perubahan stabilitas glutation tereduksi dan
Glukosa-6-Phosphodehidrogenase) secara genetik.
; hemoglobin abnormal krn perubahan kemampuan hemoglobin untuk
bertahan pd tingkat tereduksi.
; Porfiria disebabkan sulfonamide dan barbiturate, dikarenakan defisiensi system
penghambat tertentu yg biasanya mengendalikan tingkat asam alfa-amino levulinate
sintetase.
21
b. Keadaan Patologi (kondisi dan jenis penyakit), menentukan keefektifan metabolisme
senyawa toksik.
Misalnya :
komplikasi jantung, syok dan hipotensi mengurangi aliran darah ke tempat
metabolisme.
hepatitis, sakit kuning obstruktif, sirosis, kanker hati, kerusakan ginjal, tukak
duodenum berpengaruh lgs thd fungsi organ atau jaringan tempat metabolisme.
22
■ Penyakit ginjal
Prinsip terapi penawar racun:
o Racun yg bersifat basa akan lebih mudah diekskresi apabila urin bersifat asam
o Racun yg bersifat asam lebih mudah diekskresi bila urin bersifat basa.
Contoh : Cadmium (Cd), metal berbentuk kristal, sangat beracun bagi manusia, didpt
Bersama-sama Zn, Cu, Pb dlm jumlah kecil pd industry pemurnian Zn, pestisida , dll.
Gejala keracunan Cd : gejala GI dan penyakit ginjal. Gejala mirip penyakit glomerulo-
nephritis biasa. Pada fase lanjut ditemukan pelunakan dan fraktur tulang punggung.
Penyerapan Cd 15-50% melalui system pernapasan dan 2-7% melalui system
pencernaan.
Target Cd adalah organ hati, plasenta, ginjal, paru-paru, otak dan tulang
23
■ Penyakit saluran pencernaan
Resiko kanker dan peningkatan BB wanita/pria meningkat akibat kelebihan estrogen.
Keracunan zat besi pd anak-anak < 5 thn (dlm bentuk ferrous sulfat, ferrous fumarate dan
ferrous glukonat, sbg vit saat hamil dan multivitamin). Tanda-tanda toksisitas pd dosis 10-20
mg/kg tab besi elemental. Keracunan berat jika > 60 mg/kg tablet besi elemental.
Kadar tinggi zat besi mengiritasi lambung dan sal cerna, shg kadang menyebabkan perdarahan.
Beberapa jam masuk ke dalam sel-sel tubuh dan mengganggu reaksi kimia di dlm tubuh.
Beberapa hari dapat tjd kerusakan hati.
Beberapa minggu setelah pemulihan dapat terbentuk jaringan parut akibat iritasi sebelumnya
pd lambung, sal cerna dan hati.
24
■ Penyakit hati
Fungsi hati terbatas keadaan dekompensasi (kegagalan)
Penyakit lain ( spt, perdarahan GI, infeksi sistemik, gangguan elektrolit, stress fisiologis
berat, pemberian dosis normal nontoksik) menambah beban fungsi hati
Pasien dgn dekompensasi hati bertahan hidup dgn tindakan supportif, yg lainnya dgn
transplantasi hati.
Keadaan-keadaan yg dpt menyebabkan gagal hati :
Nekrosis hati krn hepatitis virus, atau terpajan zat kimia hepatotoksik (asetaminofen,
halotan, keracunan jamur)
Penyakit hati kronis krn hepatitis kronis persisten (termasuk kelainan metabolik
bawaan) sirosis.
Disfungsi hepatik tanpa nekrosis (tjd pd toksisitas tetrasiklin, perlemakan hati akut,
kehamilan, atau disfungsi mitokondria yg disebabkan oleh terapi HIV).
25
c. Kapasitas Fungsional Cadangan
Organ memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan fungsinya, shg uji fungsi
organ tdk akan memperlihatkan kerusakan karena zat kimia yg sedikit.
Jika organ terpapar kadar toksik minimal suatu zat kimia, maka blm dapat
memperlihatkan keseluruhan toksisitasnya.
Gejala-gejala baru akan timbul sbg akibat paparan zat kimia yg sama dan
berkesinambungan selama jangka waktu yg Panjang.
26
d. Penyimpanan racun dalam diri makhluk hidup
Bila zat kimia msk ke dalam system sirkulasi, maka hrs dieliminasi dr system
sirkulasi.
Bila zat kimia dlm bentuk larutan sbg gas pd suhu tubuh maka zat tsb muncul di
dalam udara yg dihembuskan pd pernapasan makhluk hidup
Bila dlm bentuk senyawa yg tidak menguap ekskresi oleh ginjal mll system
kencing, keringat ataupun ludah.
Zat kimia yg dimetabolisme dan dideposit dlm lemak mengalami rentang kehidupan
yg pendek dlm darah dan jaringan tak berlemak.
27
e. Toleransi dan resistensi
Toleransi : kemampuan makhluk hidup untuk memperlihatkan respon yg kurang thd
dosis xenobiotika yg diperlihatkan sebelumnya dgn dosis yg sama.
Toleransi merupakan mekanisme adaptasi atau kekebalan thd efek berbahaya zat kimia
yg diperoleh secara alami.
Resistensi : lebih tahan terhadap dosis toksis suatu xenobiotika dr pd yg ditujukan oleh
individu lainnya.
28
DIAGNOSA DAN
PENANGGULANGAN
KERACUNAN
30
Diagnosa Keracunan
1. Lakukan intervensi awal thd pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental “ABCD”
31
2. Evaluasi terinci untuk membuat diagnosis spesifik :
a. Riwayat pasien: identifikasi jumlah dan jenis obat yang ditelan, lama waktu
terpapar. Informasi tentang peresepan obat yg diterima, obat bebas dan zat
berbahaya lain. Informasi dapat diperoleh dr kelurga, teman terdekat, polisi,
damkar, health care provider dll.
b. Pemeriksaan Fisik: tanda-tanda vital, mata dan mulut, kulit, abdomen, dan sistem
saraf.
32
1) Tanda-tanda vital yg esensial:
Tekanan darah, Denyut nadi, Pernapasan, dan Suhu tubuh
o Hipertensi dan takikardia (khas pada amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan
antimuskarinik).
o Hipotensi dan bradikardia (karakteristik dr narkotika, klonidin, sedatif-hipnotik dan beta
bloker).
o Takikardia dan hipotensi (antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofilin).
o Pernapasan yang cepat (khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon
monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolic).
o Hipertermia (obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik).
o Salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot.
o Hipotermia (narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan
pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar)
33
2) Mata.
o Konstriksi pupil (miosis) (khas keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin,
insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya)
o Dilatasi pupil (midriasis) (amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat
antimuskarinik lain).
o Nistagmus horizontal (fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat sedatif lain).
o Nistagmus horizontal dan vertikal (karakteristik keracunan fensiklidin).
o Ptosis dan oftalmoplegia (karakteristik dari botulinum).
34
3) Mulut.
o Tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif atau jelaga dan inhalasi asap.
o Bau yang khas dari alcohol, pelarut hidrokarbon, paraaldehid atau amonia.
o Bau seperti bitter almonds pd keracunan dengan sianida.
o Bau seperti bawang putih pd keracunan Arsen dan organofosfat.
4) Kulit.
o Kulit tampak merah, panas, dan kering (pd keracunan atropin dan antimuskarinik lain).
o Keringat yang berlebihan (pd keracunan organofosfat, nikotin, dan obat-obat
simpatomimetik).
o Sianosis disebabkan hipoksemia atau methemoglobinemia.
o Ikterus disebabkan nekrosis hati (akibat keracunan asetaminofen atau jamur A manila
phailoides).
35
5) Abdomen.
o Ileus, (khas pd keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedative).
o Bunyi usus yang hiperaktif, kramp perut, dan diare (pada keracunan organofosfat,
besi, arsen, teofilin, dan jamur A.phalloides).
6) Sistem saraf.
o Kejang lokal atau defisit motorik menggambarkan lesi struktural (spt perdarahan
intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik.
o Nistagmus, disartria, dan ataksia (khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan
keracunan sedatif lainnya).
o Kekakuan dan hiperaktivitas otot (pada keracunan metakualon, haloperidol, fensiklidin
(PCP), dan obat-obat simpatomimetik).
o Kejang (sering krn keracunan antidepresan trisiklik, teofilin, isoniazid, dan fenotiazin).
o Koma ringan tanpa reflex, EEG isoelektrik terlihat pada koma yang dalam (karena obat
narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak).
36
Sindrom Toksik
Tabel 1 : Daftar karakteristik beberapa sindrom toksik
Golongan Obat Gambaran Klinik Intervensi
Antidepresan Gambaran antikolinergik umum: dilatasi pupil, Kontrol kejang, koreksi asidosis, dan
(amitriptilin, takikardia, kulit panas dan kering, Bising usus kardiotoksisitas dengan ventilasi dan
doksepin, maprotilin, menurun. Koma, konvulsi, dan masalah kardiak HCO3. Jangan gunakan fisostigmin
dll) merupakan penyebab kematian yang paling sering. atau flurnazenil. Awasi hipertermia
Gambaran diagnostik utama adalah pelebaran
kompleks QRS yang Iebih besar dari 0,1 detik pada
EKG (tidak terlihat pada amoksapin). Hipotensi dan
aritmia ventrikular umum ditemukan.
Obat-obat Halusinasi, delirium, koma. Kejang (tjd pd Kontrol hipertermia. Fisostigmin
antimuskarinik antidepresan trisiklik, antihistamin). Takikardia, mempunyai efek potensial tetapi tidak
(atropin, skopolamin, hipertensi. Hipertermia dengan kulit panas atau boleh diberikan untuk antidepresan
antihistamin, kering. Midriasis. Bising usus kurang, retensi urin. siklik
antidepresan trisiklik, Diperkirakan perlambatan pengosongan lambung.
Jimsonweed, Jamur
Amanitamuscar
37
Sindrom Toksik
Tabel 1: Daftar karakteristik beberapa sindrom toksik
38
Sindrom Toksik
Tabel 1 : Daftar karakteristik beberapa sindrom toksik
39
Sindrom Toksik
Tabel 1 : Daftar karakteristik beberapa sindrom toksik
Golongan Obat Manifestasi Klinik Intervensi
Sedatif-hipnotik Sangat bervariasi bergantung pada tingkat keracunan; Bantu pemapasan dan saluran napas.
(Benzodiazepine, mulai dengan disinhibisi dan kegaduhan, letargi lebih Hindari cairan yang berlebihan.
barbiturat, etanol) lambat, stupor, dengan koma yang dalam: hipotensi, Flurnazenil dapat memulihkan koma
pupil kecil. Nistagmus umum dengan keracunan yang disebabkan oleh benzodiazepine.
sedang. Bising usus menurun dengan koma yang
dalam. Tonus otot biasanya flasid. dapat dikaitkan
dengan hipotermia.
40
Uji Lab Rutin dalam diagnosis toksisitas
1. Gas darah arteri
o Hipoventilasi peningkatan PCO2 (hiperkapnia).
o PO2 rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru.
o Oksigenisasi jaringan yang kurang akibat hipoksia, hipotensi. atau keracunan sianida akan
menghasilkan asidosis metabolik.
2. Elektrolit:
o Natrium. kalium. klorida, dan bikarbonat.
o Anion gap dihitung dengan mengurangi anion dan kation-kation:
Anion gap = (NA+ + K+ ) - (HCO3- + CI- )
Normal, Anion gap < 12- 16 meq/L.
41
o Anion gap >> disebabkan asidosis metabolik (disebabkan ketoasidosis diabetik,
gagal ginjal, atau asidosis laktat yang diinduksi syok)) (termasuk aspirin, metanol,
etilen glikol. isoniazid, dan besi).
o Hiperkalemia menyebabkan aritmia jantung (termasuk kalium sendiri, penghambat
adrenoseptor-beta, glikosida digitalis, fluorida, dan litium).
o Hipokalemia (termasuk barium, agonis beta-adrenoseptor. kafein. teofilin, diuretik,
dan toluene).
42
3. Uji Fungsi Ginjal
o Efek Nefrotoksik: diukur kadar nitrogen urea darah dan kreatinin, urinalisis.
4. Osmolalitas Serum
o Perhitungan osmolalitas serum bergantung pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen
urea darah.
5. Elektrokardiogram
o Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah khas untuk takar lajak
antidepresan trisiklik dan kuinidin.
6. Gambaran sinar-X
o Foto polos abdomen (tablet besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque).
o Foto toraks dapat menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru.
o Bila dicurigai adanya trauma kepala, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.
43
Penanggulangan Keracunan
1. Rangsang Muntah
pemberian sirup ipekak per oral, dewasa : 30 mL untuk ; anak-anak : 10-15 ml (dpt
diulang / 15 menit).
2. Bilasan lambung
Bilasan lambung dilakukan bila pasien sadar atau bila saluran napas telah dilindungi
oleh pipa endotrakeal. Pipa yang digunakan harus sebesar mungkin.
Untuk mencegah hipotermia, larutan bilasan (larutan garam 0,9%) diberikan dalam
suhu yang sama dengan suhu tubuh.
3. Katarsis
Pemberian obat katartik akan mempercepat pengeluaran toksin
Sorbitol (70%) sbg katartik lebih disukai.
Magnesium sulfat dapat juga diberikan jika fungsi ginjal tidak rusak.
44
4. Arang Aktif
Dose
Adult and child Initial dose: 1 g/kg body weight or 10:1 ratio of activated
charcoal drug, whichever is greater. Following massive ingestions, 2 g/kg may be
indicated; however, it may be difficult to administer doses in excess of 100 g.
Repetitive doses
0.5 to 1 g/kg body weight every 2 to 6 h tailored to the dose and dosage form of
drug ingested (larger doses and shorter dosing intervals may occasionally be
indicated). Note: Do not use repetitive doses of cathartics routinely.
Procedure
45
Procedure :
1. Add 4-8 parts of water to chosen quantity of activated charcoal, if In powdered form.
This will form a transiently stable slurry that the patient can drink or have placed down
an urogastric hose.
2. The activated charcoal can be given in a mixture with the chosen cathartic.
3. If the patient vomits the dose, it should be repeated. Smaller, more frequent, or
continuous nasogastric ad ministration may be better tolerated. An antiemetic is
sometimes needed.
4. Repetitive doses are probably useful for drugs with a small volume of distribution, low
plsrna protein binding, biliary or gastric secretion, or active metabolites that recirculate.
46
Contraindications :
Caustic acids or alkalis (ineffective, and will accumulate in burned areas, making
endoscopy difficult).
Ilues (for repetitive dosing). Patients with a risk of aspiration and an unprotected
airway.
47
■ Peringatan:
Melindungi saluran napas adalah merupakan hal yang sangat esensial. Harus
disediakan semua peralatan gawat darurat yang diperlukan, seperti penghisap.
Kejang, refleks muntah yang negatif, dan ulserasi membran mukosa mulut
merupakan kontra indikasi untuk tindakan merangsang muntah.
Bilasan lambung dikontra indikasikan jika saluran pernapasan berisiko (misalnya,
pada pasien yang tidak sadar dengan refleks muntah yang tidak ada).
Zat-zat asam dan alkali yang korosif harus diencerkan tetapi tidak boleh dilakukan
netralisasi.
Para penolong tidak boleh menaruh jari-jarinya dalam kerongkongan pasien dan
tidak boleh menggunakan air garam atau mustard sebagai zat emetik.
48
CARA PENILAIAN
TOKSISITAS
■ Adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pd system biologi dan untuk
memperoleh data dosis-respon yg khas dari sediaan uji.
■ Hasil uji toksisitas tidak dpt digunakan secara mutlak untuk membuktikan keamanan
suatu bahan sediaan pd manusia, namun dpt memberikan petunjuk adanya toksisitas
relative dan membantu identifikasi efek toksik bila tjd pemaparan pd manusia.
50
Toksisitas dapat dinyatakan dengan
ukuran
a. LD50, yaitu jumlah (dosis) efektif senyawa kimia yang mampu menyebabkan kematian
50% populasi hewan coba yang terpapar dengan berbagai cara, dinyatakan dengan
satuan mg/kg berat badan. Semakin tinggi LD50, semakin rendah adalah toksisitas.
b. LC50, yaitu konsentrasi senyawa kimia dalam lingkungan (air dan udara) yang
menyebabkan kematian 50% populasi hewan coba dalam jangka waktu tertentu.
Dinyatakan dengan satuan mg/L (part per million=ppm).
c. ED50 (dosis efektif), adalah dosis yang menyebabkan efek spesifik selain mematikan
pada 50% hewan.
d. Ambang dosis, adalah tingkat dosis rendah ini dimana tidak ada efek yang dapat
diamati. Ambang batas diperkirakan ada untuk efek tertentu, seperti efek toksik akut;
tapi tidak untuk yang lain, seperti efek karsinogenik.
51
Toksisitas menurut kategori LD50
Kategori LD50
Supertoksik < 5 mg/kg
Amat sangat toksik 5 – 50 mg/kg
Sangat toksik 50 – 500 mg/kg
Toksik sedang 0,5 – 5 g/kg
Toksik ringan 5 – 15 g/kg
Praktis tidak toksik > 15 g /kg
52
Tiga kategori pengujian toksisitas
1. Uji Toksisitas Akut, uji yg dilakukan dgn memberikan zat kimia yg sedang diuji
sebanyak satu kali, dalam jangka waktu 24 jam.
2. Uji Toksisitas Subakut (jangka pendek), uji yg dilakukan dengan memberikan bahan
tsb berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu selama jangka waktu
kurang lebih 10% dari masa hidup hewan.
3. Uji Toksisitas Kronik (jangka Panjang), uji yang dilakukan dengan memberikan zat
kimia secara berulang-ulang selama masa hidup hewan percobaan
53
Uji Ketoksikan Akut
■ Untuk menentukan potensi ketoksikan akut (kisaran dosis toksik) suatu senyawa yg
diberikan atau dipejankan kepada subjek uji dgn takaran atau dosis tunggal.
■ Merupakan derajat efek toksik suatu senyawa yg tjd dlm waktu singkat setelah
pemberian dosis tunggal.
■ Pengamatan 24 jam.
54
Tingkatan Uji Toksisitas
55
o Dilakukan untuk:
Skrining kedua thd mutagenisiti
Uji teratologi, dan uji reproduktif
Uji farmakokinetik
Uji perilaku
Uji interaksi (sinergisme, antagonism, dan aditivisme), diselesaikan dlm waktu dua-
setengah tahun.
56
■ Uji tingkat III (uji kronis)
o Dalam jangka panjang melebihi separuh usia hidup hewan percobaan, bias lebih dr
satu generasi.
o Yang dilihat adalah : rentang dosis yg menyebabkan efek ringan dan berat.
o Bila rentang sempit, maka zat berbahaya, sebaliknya dgn rentang yg lebar.
o Uji terpentingnya adalah : uji karsinogenesitas, teratogenisitas, dan reproduksi.
o Tujuannya untuk menguji :
57
o Tujuannya adalah untuk menguji :
Mutagenisiti pd mamalia
Karsinogenisiti thd tikus selama 2 tahun
Farmakokinetika pd manusia , bila relevan
Klinis pd manusia
Data epidemiologis untuk efek thd eksposur akut dan kronis
Pengujian suatu zat, tergantung penggunaannya dan kemungkinan eksposur yg dpt
diterima manusia/masyarakat.
58
IDENTIFIKASI BAHAN
BERACUN ASAL TANAH,
AIR DAN UDARA
Berdasarkan sumbernya:
■ Limbah cair
■ Limbah padat
■ Limbah gas
60
Identifikasi Efluen dan Limbah Cair
■ Hasil uji toksisitas baik di lab ataupun di tempat (on site) digunakan untuk
memperkirakan potensial toksisitas akut atau kronis dari efluen dan limbah cair,
berdasarkan:
LC50
NOEC
IC50
IC25
■ Dengan pengenceran yg sesuai
61
■ Penelitian toksisitas akut:
Efluen :
Multikonsentrasi atau tes definitive: terdiri dr control serta minimal 5 jenis
konsentrasi efluen.
Limbah air :
Menggunakan control dan limbah air tanpa pengenceran atau dgn satu seri
pengenceran (air yg digunakan sbg pengencer, tdk dianjurkan air kran krn
kandungan klor dlm air kran, kecuali telah dilakukan deklorinasi).
Hasil penelitian dinyatakan sbg konsentrasi dgn 50% kematian organisme uji
(LC50) dlm waktu eksposur relative pendek (1-4 hari).
Uji toksisitas dilakukan pd aliran air statis ataupun aliran air kontinu.
62
■ Penelitian toksisitas kronis
Uji toksisitas kronis dlm jangka waktu pendek.
Untuk melihat apakah suatu efluen atau limbah air mengandung senyawa toksik dlm
konsentrasi yg menyebabkan toksisitas kronis.
Metode dikembangkan untuk organisme pesisir pantai dan laut (ikan atau kehidupan
akuatik lain) di dalam limbah air.
Hasil akhir untuk menentukan efek merugikan toksikan, spt kematian dan bertahan
hidup; penurunan pertumbuhan dan reproduksi, aktifitas lokomotor, laju ventilasi
insang, laju jantung, kimia darah, histopatologi, aktifitas enzim, fungsi olfaktori,
serta rerata.
Nilai LC50 dan konsentrasi nilai ambang kematian akan menurun pd beberapa
senyawa dgn menambah waktu ekposur sampai satu siklus hidup atau lebih.
63
Identifikasi Limbah Padat
■ Metode TCPLP = Toxicity Concentration Leaching Procedure
■ Metode yg digunakan untuk meneliti tingkat toksisitas limbah padat.
■ Dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) perkotaan dgn system lumpur aktif, ditemukan logam
berat Al, Cd, Co, Cu, Cr, Fe, Mn, Hg, Mo, Ni, Pb, Ti dan Zn.
■ Filtrat dari lumpur bersifat toksik thd Ceriodaphnia dubia dgn nilai NOEC 24 g/L dan LOEC 30 g/L
untuk sampel tanah yg telah diolah dgn 35,2 ton/ha lumpur IPAL domestic.
■ Lahan urug saniter menghasilkan lindi yg sangat toksik.
■ Metode penelitian menggunakan hewan uji akuatik maupun terrestrial spt cacing untuk melihat
karakteristik toksisitas lindi.
■ Toksisitas akut (48 jam) thd Microtox dan C. dubia ; toksisitas kronis (96 jam) thd S. capricornutum.
■ Hasil menunjukkan bahwa lindi bersifat sangat toksik bagi C. dubia dan S. capricornutum dgn EC50
< 10% dan < 15%. Penggunaan Microtox tdk terlalu sensitive thd lindi.
64
Identifikasi Polutan di Udara
■ Organisme target tumbuhan, hewan maupun manusia.
■ Dibagi dua bagian: udara terbuka dan udara indoor.
Toksikan di Udara Terbuka:
■ Toksikan : SO2, Partikulat (smoke) dan fog (smog), berasal dr proses industry, lalulintas,
kebakaran hutan ataupun aktifitas gunung api.
■ Smog dr hasil industry : partikel ukuran 10-100 µm,
■ yg berefek paling besar thd kesehatan : partikel ukuran < 2,5 µm (mengandung Cd, Pb, dan PAH.
■ Yg mjd perhatian utama dlm bidang toksikologi : partikel ukuran antara ~ 0,1 – 1 µm (mewakili ~
5% dr jumlah total partikel udara), 50% bagiannya merupakan senyawa organic (cth: partikel halus
di udara berasal dr smoke cigarette mengandung paling sedikit 117 senyawa organic, termasuk
hidrokarbon, asam organic, fenol, nikotin dan turunannya dan PAH.
65
Toksikan di dalam ruangan tertutup (indoor)
■ Formaldehide dr penutup dinding, stiren dan ftalat ester dari plastic, vinil klorida,
larutan pembersih yg mengandung klor, gas CO, asap rokok yg mengandung berbagai
zat toksik, serta paling penting adalah Radon.
66
PENGIRIMAN BAHAN
SAMPEL UNTUK
IDENTIFIKASI
68
Pengambilan dan penanganan sampel
■ Spesimen disimpan pada suhu 4ºC sebelum diangkut ke laboratorium.
■ Rambut dan kuku stabil pada suhu kamar.
■ Kertas saring yang diadsorpsi darah kering, merupakan cara mudah untuk menyimpan dan
mengangkut sampel darah untuk analisis jika transportasi dan penyimpanan berpendingin
tidak ada.
■ Setiap botol spesimen harus disegel dengan aman untuk mencegah kebocoran, dan dikemas
secara terpisah dalam kantong plastik terpisah.
■ Perhatian khusus harus diberikan pada kemasan sampel yang akan dikirim melalui pos atau
kurir agar sesuai dengan peraturan kesehatan dan keselamatan.
■ Volume sampel atau jumlah yang lebih kecil cukup memadai untuk melengkapi analisis yang
dibutuhkan.
■ Spesimen sisa harus disimpan pada suhu -20ºC atau di bawah sampai penyelidikan atas
kejadian telah selesai.
69
■ Dalam pemeriksaan postmortem, penggunaan tabung plastik keras sekali pakai (polystyrene)
steril direkomendasikan.
■ Jika urin diperoleh dengan menggunakan kateter. Kemasan yang sesuai untuk pengiriman
spesimen melalui pos juga dapat diberikan.
■ Saat kematian terjadi di rumah sakit dan keracunan dicurigai, spesimen antemortem residual
harus diperoleh sebagian dari laboratorium patologi rumah sakit (tidak hanya patologi dan
hematologi kimiawi, tetapi juga imunologi, obat transfusi, dan virologi mungkin sumber
spesimen semacam itu) dan diajukan untuk analisis toksikologi selain spesimen postmortem.
■ Perhatikan bahwa ketersediaan spesimen ante atau peri-mortem tidak meniadakan kebutuhan
untuk mengumpulkan spesimen postmortem.
70
■ Semua sampel organ dan jaringan, dan setiap botol tablet atau residu kejadian, harus ditempatkan
di wadah terpisah untuk menghindari kemungkinan kontaminasi silang.
■ Sampling melalui jaringan yang mengandung konsentrasi analit tinggi dapat menyebabkan
kontaminasi sampel.
■ Integritas sampel adalah perhatian utama jika ada implikasi medicolegal karena bukti mungkin
diperlukan di pengadilan.
■ Tindakan pencegahan untuk memastikan integritas sampel meliputi:
1) pelabelan sampel yang tepat,
2) penggunaan wadah anti-tamper,
3) pengumpulan sampel seperti rambut, kuku, dan darah femoral sebelum tindakan otopsi,
4) dokumentasi yang tepat (dokumen chain of custody).
71
Sekian … Terima Kasih
72