Anda di halaman 1dari 40

Arsitektur

FKIP Universitas Riau


Filosofi
Penekanannya tidak pada bentuk;
Tapi, lebih ke filosofi hidup yang tertuang ke dalam
bangunan.
Bentuk bangunannya perwujudan dari “way of life”
masyarakat Melayu. Rendah hati, dll.
PEDAPUAN
Ruangan yang dipakai untuk memasak dan
meletakkan barang2 dapur. Juga digunakan
sebagai tempat berkumpulnya ibu2 yang
membantu persiapan makanan pada saat
berlangsungnya suatu acara.
PENCALANG
Bentuk rumah yang melengkung pada ujung-ujung
rumahnya. Pintu masuk berada di tengah sisi
memanjang. Merupakan analogi dari bentuk perahu.
Sensudung, sudung-sudung
Tradisi rumah Melayu di mulai dari bentuk sudung,
dari kata ‘tudung’ yang bermakna tempat bernaung.  

Tipologi: Tanpa lantai, tiang empat sebagai struktur


penopang atap, dengan atap yang miring ke satu sisi.
PONDOK
Perubahan dari bentuk bagan berkembang menjadi
“Pondok”. Walau masih menggunakan bentuk atap
yang miring ke satu sisi, tetapi pondok dapat dikenali
dari tiang panggung yang tinggi sehingga dibutuhkan
elemen tangga dan sudah adanya penambahan
dinding pada setiap sisinya.
RUANG BAWA
Ruang yang digunakan untuk tempat menjamu tamu
yang datang dan juga sebagai tempat bersembahyang.
Apabila pada saat acara-acara adat, ruang ini dipakai
untuk ninik mamak.
RUANG TONGA (TENGAH)
Ruang yang digunakan sebagai area ruang tidur,
terutama bagi kaum wanita. Pada saat acara
perkawinan, ruang ini digunakan untuk tempat gerai
mempelai (pelaminan).
SALANG
Bagian loteng rumah. Istilah ini dikenal di daerah
Kampar.
SENSUDUNG/SUDUNG
Tradisi rumah Melayu di mulai dari bentuk sudung,
dari kata ‘tudung’ yang bermakna tempat bernaung.
Kemudian lebih sering disebut dengan kata
“Sensudung/Sudung-sudung”.
SULO PADAN/ TELO
Ruang penghubung antara ruang bagian rumah utama
dengan pedapuan. Memiliki pintu samping untuk
keluar ke halaman.
SUNDAK LANGIT/ TIANG TUNJUK LANGIT
Balok kayu segi empat yang diletakkkan pada bagian
tengah kuda-kuda sebagai tumpuan atas kasau dan
perabung. Pada atap lontik, ukuran panjang sundak
langit semakin panjang pada sisi pinggir atap.
Sehingga di dapatkan bentuk melengkung (lontik).
Pada dunia arsitektur dikenal dengan istilah tiang
makelar.
TIANG GANTUNG
Secara harfiah adalah bentuk tiang yang
menggantung. Berfungsi sebagai pengikat balok
ataupun rasuk “overhang”. Terdapat pada bagian atap
(di dalam rumah) ataupun pada bagian ujung rumah
(di luar) yang biasanya menahan balok rak.
bendul

Batas
sosial,
adat
Belubur
disebut juga
dengan
kepuk atau
jelapang atau
baluh, dan di
daerah
Rantau
Kuantan
disebut juga
rangkiang
Balubu, balubua, belubua
Bangunan bertiang tempat menyimpan padi yang bertangkai
dan berada di luar rumah. Balubu disebut juga dengan kepuk
atau jelapang atau baluh, dan di daerah Rantau Kuantan
disebut juga rangkiang. Biasanya bangunan tersebut bersegi
empat makin ke atas makin besar. Ukuran balubu bergantung
pada hasil padi yang di­peroleh setiap tahun. Biasanya ukuran
balubu adalah lebih kurang 450 cm x 250 cm persegi,
berbentuk segi empat yang dibangun di atas tiang untuk
menghindari kelembaban pada padi. Balubu dibuat tidak
bertingkap dan hanya mempunyai sebuah pintu untuk
memasukkan atau mengeluarkan padi. Lantai dan
dindingnya terbuat dari kayu dan atapnya dari daun rumbia
atau seng. Untuk menghindari ancaman tikus, belubu selalu
diawasi. Belubu juga harus terjaga agar tetap bersih, sehingga
tidak dimasuki serangga. Pintu balubu terdapat di atas peran.
Untuk naik atau memasukkan padi harus memakai tangga.
Menjaga semangat padi
Lazimnya, padi untuk dipakai sendiri disimpan di
balubu supaya selalu dalam keadaan baik. Padi
dikeluarkan sedikit demi sedikit dan disukat supaya
cukup untuk keperluan keluarga untuk satu musim
menuai, sebelum menuai berikutnya.
Orang Baturijal selalu menjaga semangat padi dengan
cara, padi yang disimpan itu sentiasa dijaga dengan rapi,
misalnya pada waktu malam disediakan pelita untuk
meneranginya. Menurut adat, hanya laki-laki yang
boleh masuk ke dalam balubu agar semangat padi tidak
merajuk. Hal ini disebabkan semangat padi dipercaya
sebagai perempuan, dan se­mangat itu akan merajuk
atau bahkan lari dari balubu apabila melihat perem­
puan memasuki belubu itu.
Memasukkan padi ke dalam belubu
Memperhatikan hal-hal sbb.:
Pertama, memasukkan padi ke dalam belubu dilakukan
pada hari Jumat.
Kedua, pada hari yang bersamaan dengan hari meletakkan
padi ke dalam belubu, tidak boleh mengambil padi itu
untuk dijadikan beras, meskipun persiapan beras di
rumah sudah tidak ada lagi untuk di masak.
Ketiga, memasukkan padi kedalam belubu hendaklah
berturut-turut selama tiga kali pagi. Dengan kata lain,
selama tiga kali pagi tersebut petani tidak boleh
meletakkan hasil panen padi itu secara terputus-putus.
Memasukkan padi ke dalam belubu

Keempat, pada saat meletakkan hasil panen yang pertama, belubu diberi
pasapan (perasapan), yakni kemenyan yang diletakkan di suatu tempat dan
kemudian dibakar.
Kelima, setelah belubu diberi pasapan, kemudian pasapan itu diletakkan di luar
belubu. Kemudian belubu disembur dengan suatu ramuan yang telah diberi
‘doa’ berbentuk pantun, seperti dalam tradisi ‘menanam padi’. Penyemburan
belubu ini dilakukan selama tiga pagi berturut-turut. Adapun bahan-bahan
ramuan yang diberi ‘doa’ tersebut terdiri atas sirih, soda, dan jerangau.
Keenam, sebelum memberi pasapan dan penyemburan dari ramuan yang telah
‘doa’, hendaklah memperhatikan hal-hal tertentu yaitu terlebih dahulu
meletakkan tujuh tangkai padi yang memiliki keunikan tersendiri ke dalam
belubu tersebut. Padi yang memiliki keunikan yang dimaksud adalah bahwa
salah satu padi itu menjongkek ke atas pada pangkal tangkainya, sedangkan
buahnya yang lain menunduk ke bawah.
Memasukkan padi ke dalam belubu

Ketujuh, padi yang telah dimasukkan ke dalam belubu,


kemudian mereka padati dengan cara menginjak-
injaknya dengan kaki. Namun sebelum memadatinya,
terlebih dahulu hendaklah membacakan sebuah
petuah.
Kedelapan, pada saat ingin keluar dari belubu,
hendaklah juga membacakan sebuah petuah
Menegakkan Rumah
Upacara sewaktu mendirikan bangunan dalam masyarakat suku Akit. Tujuannya untuk keselamatan tukang-tukang yang mengerjakan bangunan itu
dan sekaligus untuk keselamatan pemiliknya. Tempatnya adalah di mana bangunan itu akan didirikan, sedangkan waktunya ditentukan oleh Pawang,
biasanya pagi hari Jumat.
Hari Jumat dianggap sebagai hari mulia, karena hari itu adalah hari yang dimuliakan di dalam Islam. Hari Jumat, menurut kepercayaan masyarakat
tradisional Melayu Riau dianjurkan tidak bepergian jauh. Mereka umumnya hari Jumat selalu di rumah. Hari itu juga dipantangkan untuk "memainkan
parang", kalau bekerja dengan benda tajam akan mudah dapat musibah, luka dsb. Sebab itu, penduduk selalu di rumah dan tidak bekerja di ladang atau
di dalam hutan ataupun ke laut. Selain hari Jumat, juga dianjurkan Senin, Rabu, dan Kamis. Hari-hari itu dianggap baik pula. Yang selalu dielakkan
adalah hari Selasa dan Sabtu. Karena dianggap hari naas dan hari keras. Se­dangkan hari Minggu tidak dianggap baik dan tidak dipantangkan.
Upacara didahului dengan upacara menetau. Kemudian baru upacara menegakkan rumah. Persertanya sama dengan peserta upacara Menetau dan
ditambah dengan tukang-tukang yang akan mengerjakan bangunan itu. Tukang ini dipimpin oleh seorang Kepala Tukang, yang juga dianggap ahli
dalam pengetahuan tentang makhluk halus. Pimpinan upacara sama dengan pimpinan upacara Mene ­tau; Perlengkapan upacara adalah seperangkat
peralatan Tepung Tawar; Kain merah, kuning, kelapa 2 buah, limau purut 2 buah, air putih satu cerek atau kelalang. Kain itu harus ganjil warnanya, jadi
boleh 3 warna, 5 dan 7. Kalau 5 warna ditambah dengan putih dan hijau. Kalau 7 ditam ­bah lagi dengan warna coklat dan biru; Pekayuan bangunan,
terutama Tiang Seri.
 Tata pelaksanaan upacara. Pemilik rumah bersama Tukang berada dalam lingkaran tertentu diatas tanah perumahan yang akan didirikan, sedang
peserta lainnya berkeliling di luarnya. Ketentuan lainnya sama dengan upacara Menatau. Jalannya upacara. Pertama sekali Pawang menyuruh Tukang
menyiapkan Tiang Seri yang akan ditegakkan ditempat yang diinginkan. Kemudian pemilik bangunan dan tukang-tukang seluruhnya disuruh duduk di
tengah-tengah tanah perumahan. Kemudian Pawang menepungtawari mereka satu persatu. Sesudah itu Pawang merenjiskan tepung tawar kepada
Tiang Seri dan bahan pekayuan lainnya, lalu Pawang membacakan mantera dan ditutup dengan doa selamat yang dibacakan oleh Lebai. Sesudah doa
selamat dibacakan, seluruh hadirin dipersilahkan memasuki areal tanah perumahan, lalu dibagi-bagi dalam kelompok sebanyak 4 kelompok. Masing-
masing kelompok mengelilingi sebatang Tiang Seri, kemu­dian Pawang melekatkan kain warna warni itu kekepala Tiang Seri. Sesu­dah itu dengan
serentak keempat Tiang Seri itu didirikan sambil membaca Selawat kepada Nabi Muhammad Saw. Sebelum ditegakkan, kepala Ti ­ang Seri diberi tali
panjang yang gunanya untuk membantu menegakkan dan sekaligus dipergunakan oleh orang tua-tua sebagai "tanda ikut serta menegakkan rumah".
Setelah keempat tiang itu ditegakkan pada tempatnya, maka dipasang rasuk. Kemudian bagian-bagian lainnya yang dapat menguatkan berdirinya tiang
itu. Pawang menyuruh Kepala Tukang untuk mengikat buah kelapa pada salah satu Tiang Seri, lazimnya pada Tiang Seri di sudut kanan bagian muka
rumah. Barulah kemudian limau yang sudah di manterai Pawang diiris dan diremas di dalam air putih, lalu direnjiskan kepada Tiang Seri. Ampas limau
purut ditanam di tengah lapangan dan di bagian muka dan belakang tanah perumahan.
Perlu pula dicatat, bahwa menurut kepercayaan penduduk, buah kelapa 2 buah itu adalah sebagai lambang ‘ibu’ dan ‘ayah’, yang akan berkembang biak
di rumah itu. Kain warna-warni, adalah aneka ragam kehidupan manusia. Dipercayai pula bahwa warna-warni itu mengandung pengertian tertentu.
Merah adalah berani, putih kesucian, biru kedamaian, hijau kesuburan, coklat ketetapan hati, kuning kekuasaan dan hitam adalah tantangan.
 
[Rujukan: Ny.Wahyuningsih, BA, Rivai Abu, “Arsitektur Tradisional Daerah Riau”. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi Dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1986/1987]
Menaiki rumah
Upacara menaiki rumah setelah bangunan selesai dikerjakan. Kegiatannya memanjatkan doa selamat, berzikir, tahlil, dan tahmid sebagai wujud syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala rakhmat-Nya, sehingga bangunan dapat
sele­sai dan yang mengerjakan tidak mendapat halangan atau rintangan. Upacara ini dipimpin oleh orang yang dituakan, terutama Lebai. Upacara ini sekaligus sebagai pernyataan terima kasih pemilik bangunan kepada seluruh warga
masyarakat yang telah turut memberikan bantuannya.
 Tempat upacara di rumah atau di bangunan yang baru selesai dikerjakan itu. Waktunya ditentukan oleh Pawang dengan kesepakatan pemilik ba ­ngunan (untuk rumah pribadi) dan kesepakatan pemuka masyarakat untuk bangunan
umum.
Penyelenggaranya adalah pemilik bangunan atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakannya. Dalam hal ini, selalu diserahkan kepada keluarga tertua dan orang tua-tua. Pesertanya seluruh lapisan masyara ­kat, jika pemiliki bangunan
mampu, termasuk wanita dan anak-anak. Alat upacara yaitu kemenyan, setanggi, limau purut dan air putih.
Upacara diawali dengan kedatangan pemilik bangunan bersama Pa­wang, membawa air putih berisi irisan limau purut yang sudah "didoai" oleh Pawang. biasanya dilakukan menjelang matahari terbit. Air putih direnyiskan kesekeliling
bangunan, luar dan dalamnya. Kemudian barulah acara do'a selamat dimulai. Waktunya kadang-kadang siang tetapi boleh pula diundurkan sampai malam harinya. Pada saat membaca do'a selamat , kemenyan dan setanggi dibakar.
Namun demikian ada pula kebiasaan untuk menunda pelaksanaan upa­cara do'a selamat itu beberapa waktu kemudian. Ini terutama tergantung kepada kemampuan penyelenggara dan pemilik bangunan, Namun bagaimanapun jua
upacara itu harus mutlak harus diadakan, sebab kalau tidak, merupakan aib bagi pemilik bangunan.
Karena umunya masyarakat hidup dalam kekeluargaan yang erat, maka biaya tidaklah menjadi halangan pokok. Setiap akan menaiki rumah/bangunan, sanak keluarganya akan berusaha membantu sekuat dayanya. Sebab menaiki
rumah merupakan kebanggaan, bukan saja bagi pemiliknya, tetapi juga bagi keluarganya.
Kalau upacara manaiki rumah karena ketidak mampuan atau karena ti­dak ada sanak keluarganya yang turut membantu, hal itu menjadi aib bagi pemilik rumah dan aib pula bagi kelurganya. Mereka dianggap tidak tahu adat atau
dituduh "kedekut" (kikir). Sanksi lainnya, mereka dipercayai akan mendapat bahaya atau malapetaka, walaupun persyaratan lainnya te ­lah mereka penuhi. Bahaya itu dapat berupa penyakit bagi pemilik rumah, dapat pula penyakit bagi
keluarganya.
Setelah peralatan limau purut dan air putih siap, Pawang bersama pemi­lik bangunan begitu selesai sembahyang subuh, langsung pergi kerumah yang baru siap itu. Sampai di pintu rumah, Pawang membacakan doa, kemudian
menyerahkan cerek air yang berisi irisan'limau purut kepada pemilik rumah. Orang ini mulai merenjiskan air itu mulai dari pintu muka memutar kekanan dibagian dalam sampai seluruh ruangan. Kemudian merenjiskannya ketanah
menge-lilingi rumah. Ampasnya ditanam di depan pintu (depan tangga) atau di halaman muka dan halaman belakang. Setelah selesai, barulah barang-barang pindahan diangkut. Yang paling diutamakan adalah peralatan tempat tidur
(tikar bantal) dan peralatan dapur (periuk belanga), beras agak sepetanak dan air secerek, beserta asam garam. Barang-barang lainnya boleh diangkut beberapa waktu kemudiannya.
Biasa pula dilakukan, setelah barang-barang pindahan siap diangkut, ba­rulah dirundingkan kapan untuk mengadakan kenduri doa selamat. Apabila sudah ditetapkan waktunya, kenduri itupun dilakukan. Jadi waktunya tidaklah harus
serentak dengan kepindahan pemilik kerumah itu. Yang ha­rus di lakukan sebelum pindah adalah merenjiskan air limau purut itu.
Upacara-upacara pada bangunan tempat ibadah, tempat musyawarah dan lainnya sama saja dengan upacara untuk bangunan rumah tempat tinggal. Yang berbeda hanya tentang penanggung jawab biaya upacara. Bagi rumah tempat
tinggal, biaya ditanggung pemilik dengan bantuan keluarga-nya, sedangkan rumah ibadah dan musyawarah, menjadi tanggungan masyarakat seluruhnya.
Setelah seluruh peserta hadir (yang biasanya datang bersama dengan Pawang), mulailah dilakukan upacara membacakan mentera yang disebut motto pembukaan, yang bunyinya :
 
Tepung tawar tepung sejati
Tepuk anak siraja pati
Sial dibuang untung dicari
Motion kepada Ilqhi Rabbi.
 
Kemudian dilanjutkan dengan membacakan mantera lainnya oleh Pa­wang yang ditujukan kepada makhluk halus yang diperkirakan ada disekitarnya.
Berikutnya Pawang mengambil hewan sembelihan, yang dengan bantuan para pembantunya menyemblih binatang itu pada lobang yang telah disediakan, yang berukuran sekitar 40 X 60 Cm. (Besar kecilnya lobang ini tergantung
kepada besar kecilnya hewan semblihan. Kalau ayam cukup seki­tar 15 x 15 Cm). Sesudah disembelih, bagian-bagian yang sudah ditentukan dibungkus dengan kain putih, lalu dimasukkan ke dalam lobang itu. Kemu ­dian dimasukkan
pula peralatan lainnya kecuali peralatan tepung tawar. Selesai itu, sebelum ditimbun dilakukan penepung tawaran. Sebelum menepung tawarkan lobang itu, Pawang membacakan mantera:
 
Dang empuk Dang melini
Selamat selabe meampai galah
Memberi tepuk kemurahan hati
Mohon selamat kepada Allah
 
Selesai membaca matera, mulailah dilakukan tepung tawar yang dila­kukan menurut urutan tertentu. Kemudian diambil air putih yang sudah disediakan dalam tempat khusus (seperti labu air, kelalang, cerek dan upih). Air putih
disiramkan kesekeliling tanah mulai dari tanah tengah, kearah utara, lalu memutar ke kanan. Air putih itu harus cukup dan tidak boleh terputus-putus menyiramkannya. Bila air itu tidak cukup, maka dianggap kurang baik.
Selanjutnya dibacakan doa selamat, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama di tempat yang punya hajat, atau di tempat yang telah ditentu ­kan.
 
[Rujukan: Ny.Wahyuningsih, BA, Rivai Abu, Arsitektur Tradisional Daerah Riau. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1987]
 
 
 
Memindai rumah
Suatu kegiatan atau upacara kenduri dan doa bersama sebelum bangunan yang siap ditunggu. Di
dalam upacara itu, dibacakan doa selamat dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa
bangunan telah selesai dan dapat ditunggui. Pagi hari, sebelum resmi pindah, pemilik rumah
bersama seorang Kepala Pesukuan atau salah seorang Datuk, pergi ke rumah itu dengan membawa
air putih yang berisi irisan limau purut yang sudah didoakan olehnya. Air itu disiramkan di
sekeliling rumah dan di dalam rumah. Ampas limau dita­nam di depan pintu, biasanya ditanam pula
benda lain yang dapat dianggap sebagai "tangkal". Benda itu tergantung kepada pemiliknya, ada
yang berupa besi berani, Inggu atau benda lainnya yang didapatnya dari Kepala Pe­sukuan atau dari
Datuk atau orang lain.
Setelah mereka pindah, barulah diadakan kenduri di rumah itu. Yang diundang adalah seluruh
orang yang terlibat dalam pembangunan itu dan beberapa orang lainnya. Upacara ini biasanya
dilakukan pada malam hari, dengan acara doa selamat didahului dengan membaca tahlil.
Dalam upacara itu pemilik bangunan atau yang mewakilinya menyampaikan terima kasih kepada
hadirin atas seluruh bantuan yang telah diberi­kan sehingga bangunan itu selesai. Sebaliknya para
hadirin memberikan ucapan selamat kepadanya.
Dalam kesempatan itu biasa pula hadirin memberikan sumbangan kepa­da pemilik rumah, baik
berupa alat rumah tangga maupun benda lainnya, apalagi yang baru pindah itu orang yang baru
membentuk rumah tangga. Setelah makan bersama dan pembacaan doa, berakhirlah upacara ini.

[Rujukan: Ny.Wahyuningsih, BA, Rivai Abu, Arsitektur Tradisional Daerah Riau. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1987]
 
 
Rumah Godang (1)
salah satu rumah godang Datuk
Bisai Rantau Kuantan

Rumah Datuk
Bisai
Rumah Godang (2)
 Rumah tradisional yang dimiliki bersama sebagai rumah pusaka oleh keluarga
matrilineal di negeri Melayu. Ru­mah ini menjadi pusat pengaturan segala yang
bersangkutan dengan kehidupan para kerabat matrilineal, dan juga melambangkan
semangat demokrasi karena di sinilah tempat rakyat bermusyawarah dan
melaksanakan acara adat serta acara keagamaan. Rumah godang di Riau ada antara
lain di Rantau Kuantan, Rantau Singingi, dan Kampar.
 Rumah godang berbentuk memanjang yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian
belakang sebagai bilik tidur dan bagian hadapan sebagai tempat pertemuan untuk
membicarakan segala masalah yang bersangkutan dengan urusan keluarga.
Beberapa bilik tidur yang sama bentuk dan luasnya terletak berderet di belakang
rumah. Atapnya dibuat tirus yang disebut dengan rumah lontik. Penutup atap
dibuat dari daun alang-alang, rumbia, atau ijuk, tetapi kini banyak dibuat dari zink.
 Berdasarkan model adatnya, ada dua macam bentuk rumah godang yaitu:
 Rumah godang menurut adat Koto Piliang adalah rumah yang dibuat beranjung
dan lantai bagian pinggir lebih tinggi dari bagian tengah dan lantai balairungnya
tidak rata. Hal ini menunjukkan perbedaan derajat dan tingkat adat Koto Piliang
yang menunjukkan bahwa penghulu (kepala kesatuan keturunan matrilineal) tidak
sama tingkatannya. Anjung ini merupakan rumah utama untuk berkumpul atau
mengadakan upacara.
Rumah Godang (3)
 Rumah godang menurut adat Bodi Caniago adalah rumah yang lantainya dibuat rata dan
tidak beranjung, sesuai dengan sistem pemerintahan yang menyatakan bahwa setiap
penghulu sama darjatnya.
 Jumlah bilik tidur di dalam rumah godang ditentukan oleh jumlah anak perempuan dari ibu
asal. Anak lelaki tidak tidur di rumah itu, sebaliknya mereka tidur di surau atau masjid atau
di rumah isterinya bagi lelaki yang sudah kawin. Dengan demikian, seorang suami
berhubungan dengan anggota rumah isterinya walaupun di sana dia hanya dianggap sebagai
'urang sumando'. Sebaliknya, seorang isteri biasanya tidak terlalu rapat hubungannya
dengan anggota rumah suaminya. Namun, pada peristiwa tertentu, kehadiran isteri di
rumah kaum suaminya diharuskan adat, misalnya ketika ada kelahiran, kematian & kenduri.
Di pihak rumah suaminya, seorang isteri disebut 'sumandan'.
 Pemilikan rumah godang berpihak kepada pe­rempuan. Oleh sebab itulah, ketua keluarga
dalam rumah itu adalah orang perempuan ataupun ibu tertua (bundo). Ibu tertua ini pula
yang secara praktis berkuasa terhadap penggunaan harta pusaka oleh setiap anggota
keluarga. Di samping peranan ibu tertua, peranan saudara lelaki ibu (mamak) juga sangat
besar dalam sesebuah rumah adat ini. Mamak berfungsi sebagai pemelihara kesatuan
anggota rumah dan penjaga martabat rumah ke luar lingkungannya. Mamak juga
mengawasi penggunaan atau pemanfaatan harta pusaka. Bundo dan mamak bersama-sama
berusaha mengembangkan dan menambah jumlah harta pusaka keluarga. Selain itu, tugas
se­orang mamak adalah sebagai pernbimbing dan peme­lihara kemenakannya.
 [Rujukan: Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu, edisi kedua cetakan pertama,
Selagor: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1999]
Bentuk-bentuk atap
Rumah Belah Bubung
Rumah Melayu yang atapnya berperabung lipat kajang Walau nama sebanyak itu
atau lipat pandan di tengah-tengahnya dengan berbagai Tidak banyak ragam coraknya
varian. Rumah Belah Bubung disebut juga "Rumah
Bubung Melayu" atau "Rumah Perabung Panjang". Bila
Lain nama sama maknanya
atapnya agak landai disebut "Rumah Lipat Kajang", bila Lain bentuk mengandung makna
atapnya curam disebut "Rumah Lipat Pandan". Bila Lain letak mengandung adat
atapnya dibuat bertingkat, disebut "Rumah Ampar labu" Lain gaya ada maksudnya
atau "Rumah Bertinggam" atau "Rumah Tebar Layar"  
atau "Rumah Bersayap". Secara umum dalam ungkapan
Tanda tuah berkekalan
dikatakan:
 
Tanda hidup mengandung adat
Perabung lurus di tengah-tengah Tanda mati mengandung sifat
Atap mencucur kiri kanan Tanda Melayu berkekalan
Yang mengembang Lipat Kajang  
Yang mencuram Lipat Pandan Ungkapan menyebut
Lipat dua sama baginya Terdiri rumah bubung Malayu
Sama adil dengan timbangnya Belah bubung atap bertinggam
Sama sukat dengan takarnya Bersayap layar berampar labu
Yang bertingkat Rumah Bertinggam Tanda cahaya naik ke muka
Berempang leher Rumah Bersayap Tanda seri naik ke rumah
Bersusun-susun Rumah Ampar Labu Tanda tahu adat lembaga
Tadahan angin atap layar Tanda sesuai luar dalamnya
Tempat raja dengan daulatnya Tanda berangin membawa tuah
Tempat datuk dengan undangannya Tanda pasang membawa berkah
Tempat dubalang dengan kuasanya  
Tempat alim berkitabullah Ungkapan-ungkapan di atas menunjukkan dalam bangunan
  Rumah Melayu atau Rumah Belah Bubung ini terdapat lambang-
Ungkapan lain mengatakan: lambang dan falsafah yang hakekatnya dikaitkan dengan sifat yang
Rumah Melayu Perabung Panjang lurus dan benar adil dan menjunjung tinggi musyawarah dan
Banyak nama banyak gelarnya mufakat, kegotong-royongan, kesetiakawanan dan sebagainya.
Banyak sebutan diberikan orang  
Pertama disebut Lipat Kajang [Rujukan: H.Tenas Effendy dan Emmy Kadir, Ragam Hias pada
Kedua diimbau Lipat Pandan Rumah Melayu Riau, Pekanbaru: Sebati Riau Art Gallery, 2003]
Ketiga digelar Rumah Bertinggam
Rumah lontiok (1)
Rumah Lontik
Rumah Melayu yang bentuk tulang bubungan atapnya melentik ke atas. Asal mula nama lontik itu dilihat dari bentuk atapnya yang lentik dan bentuk kaki
dinding bangunan itu. Adanya ukiran yang memanjang dibagian kaki dinding bagian muka dan belakang rumah yang menjorok keluar layaknya seperti
bentuk lancang atau pencalang, seperti perahu layar tradisional Riau, sehingga rumah ini disebut juga rumah lancang atau rumah pencalang.
Rumah Lontik disebut juga Rumah Pencalang atau Rumah Lancang. Karena bentuk tulang bubungan atapnya melentik ke atas, dan bentuk ornamen kaki
dinding muka (ada juga yang belakangnya berbentuk perahu) yang disebut "lancang" atau "pencalang".
 Dahulu kala orang-orang Melayu terinspirasi oleh kebiasaan penduduk Rantau Limo Koto Kampar, yang dahulunya membuat perahu dengan rumah-
rumah perahu (disebut magon) yang hampir sama bentuknya dengan rumah kediaman mereka.
 Rumah Lontik termasuk dalam jenis bangunan tempat tinggal, dengan penyebarannya di daerah Lima Koto Kampar dan sebagian di Rantau Kuantan dan
Rantau Singingi. Rumah ini bertipologi rumah panggung dan persegi panjang, berbentuk rumah panggung disebabkan antara lain: menjaga kemungkinan
bahaya binatang buas dan banjir. Hal ini disebabkan masyarakat pada saat itu membangun rumahnya disepanjang aliran sungai. Kolong rumah dapat pula
dipergunakan sebagai tempat kandang ternak, tempat bertukang, tempat menyimpan kayu bakar untuk persiapan bulan puasa, tempat menyimpan perahu
dan tempat bermain.
 Adanya ketentuan adat yang mengharuskan jumlah anak tangga berjumlah lima anak tangga. Lima anak tangga ini mengandung makna Rukun Islam
yang ada lima. Ketentuan adat untuk mengatur, kalau bertamu ke rumah orang, disana ada lelakinya, tamu tersebut haruslah meletakkan sebelah kakinya
pada naka tangga teratas dan sebelah lagi ke bendul rumah.
 Adanya kebiasaan penduduk untuk mencuci kaki di pangkal tangga, dengan menyediakan tempayan air disana. Adanya kebiasaan penghuni rumah
terutama kaum wanita berpakaian seadanya (berkain kemban tanpa baju) di dalam rumah atau tidur-tidur di dalam rumah tanpa ada ruangan
penyeka/pelindung. Kalau rumah rendah atau tidak bertiang sama sekali, keadaan itu akan kelihatan oleh orang yang lalu-lalang di depan rumah.
 Untuk susunan ruang rumah biasanya hanya terdiri dari 3 ruangan saja, tetapi rumah Sompu terdiri dari empat ruangan. Berdasarkan keterangan yang
didapat, ruangan belakang dapat pula ditambah sesuai menurut keperluan pemiliknya atau dapat pula dibuat bangunan lain sebagai penambah ruangan,
yang letaknya terpisah sedikit dari ruangan belakang rumah.
 Susunan ruang pada rumah lontik sebagai berikut: Ujung bawah, pangkal rumah, dan ujung tengah. Pada dinding luar rumah lontik terdapat ukiran
dengan motif kaluk pakis. Ukiran ini ditempatkan pada bagian dinding luar diatas dari balok lantai atau pada bagian jendela, biasanya di selingi dengan
kisi-kisi. Ukiran ini dipasang pada dinding pemisah antara ruang depan dengan ruang tengah, ukiran tersebut dijadikan sebagai interior ruangan. Ukiran
pada ambang bawah jendela. Motif yang digunakan adalah motif kaluk pakis. Ukiran pada jendela bermotif bunga hutan. Ukiran ini terletak pada ambang
atas dari jendela dengan bentuk yang melengkung. Ukiran ini dibuat pada kayu keras dengan tebal 2 hingga 2,5 cm.
 Ukiran pada tiang rumah terdapat papan yang diberi ukiran berupa rakukan dengan motif daun dan bunga. Ukiran ini terbuat dari papan tebal 5-8 cm
dari bahan kayu yang keras. Pada sepanjang kaki dinding pencalang diberi hiasan gandoari dengan kombinasi dengan akar pakis/kaluk pakis dengan motif
awan larat. Dinding sebelah luar miring Balok kaki dinding sebelah muka disambing dengan sudut-sudut dinding sehingga membentuk melengkung
seperti perahu.
 Ukiran pada kasau berbentuk persegi, terbuat dari bahan kayu keras. Kayu kasau betina harus dapat liat dan mudah dibentuk menurut lengkung
tertentu. Pada bagian ujung kasau betina ini diberi ukiran berupa rakukan dengan motif akar-akaran.
Rumah lontiok (2)
Dalam ungkapan dikatakan:
 
Lontik rumah pada perabung
Lontik sepadan ujung pangkal
Tempat hinggap sulo bayung
Tempat bertanggam tanduk buang
 
Ungkapan lain mengatakan:
Rumah bernama Rumah Pencalang
Diimbau juga rumah lancing
Pencalang berukir di kaki dinding
Lancing mengambang berseluk paku
 
Jalar menjalar akar rotan
Jalin berjalin pucuk pakisnya
Yang di muka disebut Gando Ari Jantan
Yang di belakang diimbau Gando Ari betina
Tanda rumah asalnya sampan
Tanda hidup di atas air
Tanda Melayu berbilang kaum
 
Ungkapan lain mengatakan:
Kalau terdiri rumah lontik
Terdiri adat di dalamnya
Adat andiko empat puluh empat
Adat soko turun temurun
 
Di situ pusaka disalinkan
Di disitu gelar diturunkan
Di situ mamak dituakan
Di situ kemenakan dielokkan
 
Ungkapan-ungkapan di atas memberi petunjuk, bahwa rumah lontik adalah rumah sarat dengan lambang adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat. Bentuk bangunan yang berakar dari perahu atau sampan
atau disebut lancing atau pencalang itu, menunjukkan budaya melayu yang hidup melekat dengat laut. Budaya tetap melekat kepada bangunan tradisional mereka walaupun mereka sudah ratusan tahun hidup menetap di
darat.
 
[Rujukan: H.Tenas Effendy dan Emmy Kadir, Ragam Hias pada Rumah Melayu Riau, Pekanbaru: Sebati Riau Art Gallery, 2003; Ornamen Bangunan Tradisional Melayu Riau. Konservasi Mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Lancang Kuning; Pekanbaru. 2005]
Rumah Limas (1)
Rumah Limas
Bangunan yang atapnya berbentuk limas. Rumah Limas, suatu saat pernah menjadi bangunan khusus bagi kaum bangsawan Melayu Riau yang tidak boleh ditiru oleh
rakyat bukan bangsawan. Atap limas yang diberi tambahan ke muka (selasar) dengan bentuk atap tetap limas, disebut "Limas Penuh" atau "Limas Bungkus". Bila atap
tambahan itu berbentuk “Belah Bubung” baik Lipat Pandan maupun Lipat Kajang, disebut "Limas Berabung Melayu".
Rumah limas merupakan rumah sesudah era rumah lontik, menurut hasil survey di lapangan tahun pembuatan limas ini berkisar antara 1920-1940. Ada berbagai macam
perubahan rumah limas dari tahun ketahun berikutnya, berbagai inovasi dan filosofi baru seiring dengan munculnya berbagai kebutuhan dan perkembangan zaman.
Munculnya teknik-teknik baru menyebabkan rumah limas mempunyai beberapa bentuk baru, namun seperti namanya, rumah limas ini tetap mempertahankan
identitas limas pada langgam atapnya.
Rumah limas yang ada di Pulau Belimbing Kampar, bentuknya hampir sama, perbedannya terdapat pada variasi ornamen. Pada rumah limas di Pulau Belimbing I
menggunakan ornamen lebah bergantung pada listplank. Hiasan pada papan penutup lantai bermotif lebah bergantung. Hiasan pada penutup lantai rumah limas di
belimbing II terbuat dari papan tebal 2-2,5 cm. Lebah bergantung terbuat dari papan keras dengan tebal 2-2,5 cm. Hiasan pada tangga rumah limas disebut dengan
tangga pipih. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Anak tangga berjumlah ganjil. Hiasan pada jendela berupa jerajak atau disebut dengan larik yang terbuat
dari kayu bubutan. Jerajak selalu berjumlah lima (ganjil), yang melambangkan islam yang lima. Panjang disesuaikan dengan lebar jendela sedangkan tingginya 60-75 cm.
Kayu bubutan yang dipakai adalah kayu 4/4 cm.
 Hiasan pada lobang angin menggunakan motif bungasusun kelapa, hiasan ini terpengaruh oleh kebudayaan cina. Motif ini terbuat dari kayu papan dengan tebal 2,5
cm dan lebar di sesuaikan dengan ukuran pintu dan jendela..
 Hiasan pada listplank menggunakan motif lebah bergantung. Listplank terbuat dari papan keras dengan tebal 2 cm. Hiasan pada sudut listplank seperti kepala cicak,
terbuat dari papan dengan tebal 2,5 cm.
 Hiasan jala-jala berbentuk belah ketupat, yang disusun sejajar dan saling berlawanan arah. Jala-jala berwarna kecoklat-coklatan. Jala-jala ini ditempatkan sebagai janki
pada rumah limas. Ukurannya : panjang 3-4 m dan lebar 50-70 cm. Jala-jala terbuat dari kayu keras dengan tebal 1-2 cm.
 Hiasan jerajak terbuat dari kayu segi empat atau bubutan/larik. Biasanya terbuat dari papan dengan tebal 2 cm. Lebarnya disesuaikan dengan lebar jendela atau lebar
beranda (jika jerajak dipasang pada beranda).
Dalam ungkapan dikatakan:
 
Bersorong limas dengan limas
Padanan disebut limas penuh
Yang di muka selasar muka
Yang di belakang ke penanggah
 
Kalau berpaut limas dengan kajang
Berpadan dengan lipat pandan
Di situ tegak selembayung
Di situ terdiri kunyit-kunyit
Limas disebut "Limas Melayu"
Kiri kanan menjadi sayap
Muka belakang jadi selasar
Rumah limas (2)
 
Dalam adat dan tradisi Melayu Riau, bangunan limas dianggap bangunan "pilihan", maksudnya, bangunan yang mencerminkan "tuah" pemiliknya. Dari sisi lain bangunan limas lazim dipergunakan untuk bangunan istana, balai kerajaan, atau
kediaman orang-orang bangsawan atau orang berada. Karenanya limas dianggap lambang status sosial pemiliknya. Dalam ungkapan adat dikatakan:
 
Bila tertegak rumah limas
Tegak pula tuah marwahnya
Tegak daulat raja kuasa
Tegak martabat datuk-datuk
Tegak kuat hulubalang negeri
Tegak adat dengan lembaga
Tegak undang dengan hukumnya
 
Ungkapan lain mengatakan:
 
Bila terdiri rumah limas
Limas penuh ataupun tidak
Tanda terdiri daulat raja
Tanda tertegak kuasa datuk
Tanda kokoh kuat dubalang
Tanda cahaya naik ke rumah
Tanda sen masuk negeri
Tanda untuk masuk ke kampung
 
Selain itu, limas berkaitan pula dengan kepercayaan masyarakat melayu Riau, yang lambang dan falsafatnya digambarkan dalam ungkapan:
Rumah limas rumah berbangsa
Bertentu letak dengan tempatnya
Bertentu atur dengan susunannya
Bertentu bilik dengan ruangnya
Bertentu tinggi dengan rendahnya
 
Atap limas mengandung tuah
Tempat turun cahaya langit
Tempat naik cahaya bumi
Tempat singgah cahaya laut
Tempat berhenti cahaya budi
 
Di situ tuah ditegakkan
Di situ daulat didirikan
Di situ berlabuh orang ramai
Di situ berteduh 'akuan ssidi"
Di situ bermain dewa dan mambang
Di situ diam jin dan peri
Di situ umat berkekalan
 
 
[Rujukan: H.Tenas Effendy dan Emmy Kadir, Ragam Hias pada Rumah Melayu Riau, Pekanbaru: Sebati Riau Art Gallery, 2003; Ornamen Bangunan Tradisional Melayu Riau. Konservasi Mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Lancang
Kuning; Pekanbaru. 2005]
 
 
 
Kubah masjid
KUBAH KANTOR GUBERNUR: KUBAH ISLAM, INDIA, ATAU YAHUDI?
Agaknya, niat gubernur Riau akan mengubah kantornya dengan kubah mungkin tidak dapat dibendung lagi. Belum ada tanggapan dari tokoh masyarakat atau institusi yang menyanggah rencana ini, baru kawan-kawan kita dari IAI Riau sudah memberikan masukan. Dan, disimpulkan menentang keras rencana pengubahan gedung yang sudah menjadi icon Riau sejak puluhan tahun. Jika, nafsu-nafsi ingin mengubah bangunan ini dilanjutkan, mari kita mempertanyakan, apakah kubah yang akan dibangun ini menurut senibina Islam? India atau Pakistan atau bahkan Yahudi?
Mengingat dalam arsitektur dunia, bangunan yang memiliki kubah ada 3 kebudayaan besar, yakni kebudayaan Islam yang berakar dari kebudayaan Mesir kemudian Yunani, lalu dimanfaatkan oleh kebesaran Imperium Romawi, dan kemudian berakhir pada kejayaan Islam ketika menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 oleh Sultan Mehmed II. Lalu, ada kebudayaan India atau Pakistan yang wujud pada bangunan Taj Mahal, dan kubah Yahudi yang kehilangan akal mengambil pola yang sudah ada dimulai pada masa pendudukan Israel di sekitar Al Quds.
Ketiga bentuk kubah ini berbeda satu sama lain. Kubah India lebih kembang seperti bawang bombai, kubah Yahudi lebih kuncup, sedangkan kubah Islam bentuknya pertengahan antara kubah India dengan kubah Yahudi. Untuk lebih mengkonkritkan visualitas kita terhadap kubah tersebut maka kita dapat melihat Kubah Islam dapat dilihat pada Masjid Agung An-Nur Pekanbaru, bentuk Kubah India dapat dilihat pada senibina stasion kereta api Kuala Lumpur, sedangkan kubah Yahudi untuk di Riau dapat kita lihat pada Hotel Laena yang bersebelahan dengan konsulat Malaysia
di Jalan Sudirman Pekanbaru.
Kita belum tahun bentuk sebenarnya yang akan dipajangkan di Kantor Gubernur Riau itu. Namun yang jelas, kebanyakan kubah pada senibina di Rokan Hilir lebih cenderung ke bentuk kubah Yahudi.
 
Waduh, membuat saya terpaksa menulis panjang lebar juga ya. Kata “Islam” pada kubah itu berhubungan dengan kebudayaannya yang sangat luas dan jauh ke belakang. Kubah Islam itu karena banyak sekali bangunan di negara-negara Islam (negara yang rakyatnya menganut mayoritas kepercayaan Islam) itu rumah ibadahnya memakai perabung kubah, sehingga bagi pandangan umum disebut dengan kubah Islam. Padahal kan tidak demikian seperti yang sudah saya jelaskan pada postng di atas. Jadi, sy menulis istilah kubah Islam itu berhubungan dengan 2 kepercayaan
lainnya, Yahudi dan India yang menganut kepercayaan Hindu, Budha.
Lihat: Asher, Catherine B. (September 24, 1992). "Aurangzeb and the Islamization of the Mughal style". Architecture of Mughal India. Cambridge University Press. hlm. 256. ISBN 0-521-26728-5. Dalam arsitektur Islam seperti kita ketahui tidak semua memakai perabung kubah, ada juga yang tidak memiliki kubah, misalnya Masjid Turfan di Provinsi Xinjiang,China. Masjid ini dibangun abad ke-17 dan Masjid Xian, pengganti kubah pada bagian atasnya dibangun sesuatu bentuk etnikal yang lebih menyerupai atap kuil. Di Indonesia kebanyakan kubah masjid hingga pada tahun 1970-
an banyak yang menyerupai bentuk atap masjid Demak, yang jika ditelusuri lebih jauh merupakan bentuk candi yang berundak-undak. Namun, demikian atap seperti itu merupakan kreativitas dari masyarakat Melayu yang mengatasi persoalan-persoalan topis. Bukan hanya empat persegi yang berundak-undak tetapi ada juga variasi dari itu yakni atap segi lima yang berundak-undak. Di Riau dianggap oleh kebanyakan orang dianggap sebagai pengaruh arsitektur China yang pada suatu masa dulu mengalir dari Singapura kemudian ke Riau. Atap seperti itu dapat kita saksikan
atap Masjid Raja di Peranap.
Pemakaian istilah Yahudi pada posting saya di atas berhubungan dengan bangsa Yahudi penganut Judais atau Yehuddah. Dalam literatur Yehuddah sebenarnya tidak memiliki bentuk arsitektur yang baku. Di berbagai-bagai negara yang ada penganut Yehuddah-nya memiliki bentuk mengikuti bentuk tempatan (bentuk etnik), namun ada beberapa sinagog mereka memakai kubah dengan kode tertentu menyerupai kubah, namun bentuknya lebih kurang antara kubah India dengan kubah masjid, seperti yang saya katakan di posting. Kubah Yahudi ini bermula dari sebuah perang
Yahudisasi menghancurkan pelbagai bangunan di al Quds terutama di sekitar Baitul Maqdis. Dilakukan usaha-usaha mengaburkan dan memalsukan sejarah Islam bahkan menghapusnya secara Zionis, keseluruhan dan membentuknya kebohongan yang dibina di gang-gang al Quds. Mereka membangun sinagog yang sebagian masih berupa kubah masjid.
Pemakaian istilah kubah India atau Pakistan itu karena berhubungan dengan kebudayaan mereka, bukan agamanya. Kita mengetahui tempat ibadah Budha atau Hindu tidak memakai perabung kubah seperti yang kita kenal dewasa ini.
 
bangsa Mesir sekitar 6000 tahun yang lalu.
 
Lalu Pada abad ke-14 SM, di Mycenaean Greeks Yunani, sudah ditemukan bangunan makam berbentuk kubah (tholos tombs). 
Ada  pula yang menyatakan bahwa kubah mulai muncul pada masa Imperium Romawi, sekitar tahun 100 M. Salah satu buktinya adalah bangunan pantheon (kuil) di kota Roma yang dibangun Raja Hadria pada 118 M-128 M. 
Museum of Hagia Sophia, Istanbul
Pada era kekuasaan Bizantium, Kaisar Justinian juga telah membangun kubah kuno yang megah. Pada tahun 500 M, dia menggunakan kubah pada bangunan Hagia Sophia di Konstantinopel. Bangunan ini pada awalnya merupakan sebuah gereja namun kemudian diubah fungsinya menjadi mesjid dan dirubah namanya menjadi Aya Sophia pada tahun 1453 oleh Sultan Mehmed II setelah menaklukan Konstantinopel. Terakhir pada tahun 1937 bangunan ini dijadikan museum.
 
 
Kubah Mana yang hendak dipakai?
Akhir-akhir ini nyaring terdengar Gubernur kita akan mengubah atap Kantor Gubernur Provinsi Riau dari yang ada sekarang menjadi kubah. Hingga kini, bearti akan ada dua kali atap Kantor Gubernur Riau dipermak dari wajah asalnya berbentuk filosofis perahu lancang kuning. Kasihan betul kantor tersebut. Idea dasar gubernur yakni diubah berbentuk kubah seperti yang ada di kampung halamannya Rokan Hilir. Masalahnya sekarang seperti apakah kubah yang akan dibangun tersebut?
Bagi masyarakat kita, kubah (bumbung) merupakan salah satu ciri khas dari sebuah masjid. Seiring waktu, kubah diperluas menjadi sama luas dengan tempat ibadah di bawahnya. Walaupun kebanyakan kubah memakai bentuk setengah bulat, masjid-masjid di daerahIndia dan Pakistan memakai kubah berbentuk bawang.[37] (Asher, Catherine B. (September 24, 1992). "Aurangzeb and the Islamization of the Mughal style". Architecture of Mughal India. Cambridge University Press. hlm. 256. ISBN 0-521-26728-5.)
 
Tidak semua masjid memiliki kubah, ada juga yang tidak memiliki kubah, misalnya Masjid Turfan di Provinsi Xinjiang,China. Masjid ini dibangun abad ketujuh belas dan Masjid Xian, pengganti kubah pada bagian atasnya dibangun sesuatu bentuk etnikal yang lebih menyerupai atap kuil. Di Indonesia kebanyakan kubah masjid hingga pada tahun 1970-an banyak yang menyerupai bentuk atap masjid Demak, yang jika ditelusuri lebih jauh merupakan bentuk candi yang berundak-undak. Namun, demikian atap seperti itu merupakan kreativitas dari masyarakat Melayu yang
mengatasi persoalan-persoalan topis. Bukan hanya empat persegi yang berundak-undak tetapi ada juga variasi dari itu yakni atap segi lima yang berundak-undak. Di Riau dianggap oleh kebanyakan orang dianggap sebagai pengaruh arsitektur China yang pada suatu masa dulu mengalir dari Singapura kemudian ke Riau. Atap seperti itu dapat kita saksikan atap Masjid Raja di Peranap.
 
Istiqlal merupakan bentuk masjid zaman sekarang. Bentuk itu kombinasi dari bentuk masjid abad kedelapan belas dengan hiasan-hiasan masa kini. Selain Istiqlal, banyak masjid yang merupakan hasil karya umat islam. Bentuk-bentuk masjid tersebut bermacam-macam, mulai dari kubah, menara dan bentuk bangunannya. Banyak sekali bentuk masjid di dunia misalnya, Masjid Agung Al-Mutawakkil di Samarra. Menara spiral itu melambangkan kekuasaan para khalifah Abbasiyah abad kesembilan belas.
 
Kota-kota besar di Eropa, seperti Munich, London dan Paris memilki masjid yang besar dengan kubah dan menara. Masjid ini biasanya terletak di daerah urban sebagai pusat komunitas dan kegiatan sosial untuk para muslim di daerah tersebut. Walaupun begitu, seseorang dapat menemukan sebuah masjid di Eropa apabila di sekitar daerah tersebut ditinggali oleh kaum Muslim dalam jumlah yang cukup banyak.
 
Bentuk umum dari sebuah masjid adalah keberadaan menara. Menara di masjid biasanya tinggi dan berada di bagian pojok dari kompleks masjid. Menara masjid tertinggi di dunia berada di Masjid Hasan II Casablanca, Maroko. Masjid-masjid pada zaman Nabi Muhammad tidak memiliki menara, dan hal ini mulai diterapkan oleh pengikut ajaran Wahabiyyah, yang melarang pembangunan menara dan menganggap menara tidak penting dalam kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di Basra pada tahun 665 sewaktu pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Muawiyah I.
Muawiyah mendukung pembangunan menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng di gereja. Menara bertujuan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.
 
Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
 
Bangsa Yahudi penganut Judais atau Yehuddah, sebenarnya tidak memiliki bentuk arsitektur yang baku, di berbagai-bagai negara Yahudi memiliki bentuk mengikuti bentuk tempatan (bentuk etnik), namun ada beberapa sinagog mereka memakai kubah dengan kode tertentu menyerupai kubah, namun bentuknya lebih kurang antara kubah India dengan kubah masjid. Kubah Yahudi ini bermula dari sebuah perang Yahudisasi menghancurkan pelbagai bangunan di al Quds terutama di sekitar Baitul Maqdis. Dilakukan usaha-usaha mengaburkan dan memalsukan sejarah Islam
bahkan menghapusnya secara Zionis, keseluruhan dan membentuknya kebohongan yang dibina di gang-gang al Quds. Mereka membangun sinagog yang sebagian masih berupa kubah masjid
 
Sejak tahun 1967 Zionis Israel mendirikan bangunan palsu 61 sinagog Yahudi di sekitar dan dekat masjid al Aqsha yang sebelumnya warisan milik kaum muslimin dan sebagian besarnya di atas tanah wakaf Islam. Semuanya didirikan di atas tanah properti Islam yang diduduki sejak tahun 1967, yang sebagiannya berupa masjid yang berhasil dikuasai dan dirubah menjadi sinagog secara keji untuk mamalsukan peninggalan Islam.
 
Jamal Amr menambahkan, “Sebagian besar sinagog tersebut berada di bawah tanah di terowongan-terowongan yang dulu milik kaum Yebus (nenek moyang banngsa Palestina) dan sebagiannya di atas tanah. Penjajah Zionis Israel mendirikan sinagog-sinagog tersebut untuk menghapus hak Islam dan upaya menanamkan kebohongan hak Yahudi di tanah al Quds.”
 
Amr mengingatkan bahwa sebagian sinagog-sinagog tersebut akan didirikan di lokasi sekolah al Ayubiyah yang dibangun Shalahuddin al Ayyubi di kampung barat al Aqsha (al Magharibah) yang dihancurkan pada tahun 1967. Dia menyatakan bahwa sekolah tersebut salah satu karya arsitektur terindah di masa dinasti al Ayyubi dan berhasil dihancurkan untuk dibangun salah satu sinagog di atasnya.
 
 
Untuk mengenal sedikit tentang Yahudi dapat dibaca pada web berikut ini: Rahsia Simbol Yahudi-Ibnuyaacob (Part 1)
https://www.facebook.com/notes/pendedahan-konspirasi-penipuan-dunia/rahsia-simbol-yahudi-ibnuyaacob-part-1/202168939818453
 
 
 
Kubah, Corak Islami atau India?
Posted by Ngarayana in Antar agama | 41 comments
Siapa yang tidak mengenal kubah? Masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim tentunya sudah sangat akrab dengan bentuk bangunan yang satu ini. Hampir semua mesjid dan bahkan musola di Indonesia selalu dihiasi dengan atap berbentuk kubah. Bahkan ada wacana yang mengatakan kalau mesjid belumlah bisa dikatakan islami jika belum memiliki atap kubah di atasnya. Namun benarkah kubah adalah corak arsitektur islami?
Jika kita menengok sejarah Islam yang dimulai sejak jaman Nabi Muhammad, maka dapat kita telusuri bahwa pada masa itu Islam sama sekali belum mengenal arsitektur kubah sebagai ciri khas bangunan tempat sucinya. Bahkan Profesor K.A.C. Cresswell, seorang ahli arsitektur terkemuka mengungkapkan dalam Early Muslim Architecture, bahwa bentuk pertama Masjid Madinah (Masjid Nabawi) belum menggunakan kubah. Desain masjid pertama umat Islam sangatlah sederhana, “hanya berbentuk segi empat dengan dinding pembatas di sekelilingnya,” tulis Cresswell.
Arsitektur Islam tertua yang menggunakan arsitektur kubah adalah Kubah Batu (Qubbat as-Shakrah), tempat suci di dalam Masjid al-Aqsa di Yerussalem, yang dibangun Abdul Malik bin Marwan, khalifah Ummaiyyah, pada tahun 691 Masehi. Bangunan ini menjadi monumen Islam tertua yang masih bertahan hingga kini. Phillip K. Hitti dalam bukunya, History Of The Arabs mengatakan: “Pembangunan kubah itu dimaksudkan untuk mengungguli atap Gereja Sepulchre Suci yang indah”. Jadi sangat jelas bahwa kubah baru diadopsi menjadi bagian dari tempat suci Islam mulai
akhir abad keenam.
Kubah sudah lama menjadi bagian dari arsitektur kuno. Di daerah eropa, kubah biasanya terbuat dari dahan kayu sebagai penyangga yang berikutnya dipadatkan dengan lumpur atau batu. Salah satu bangunan kubah peninggalan Yunani dapat kita temukan pada Kubur Mikene Greeks (Mycenaean Greeks) yang berasal dari abad ke-14 SM. Penggunaan kubah meluas pada abad pertengahan setelah imperium Romawi mulai menggunakan struktur kubah yang diletakkan di atas bangunan berbentuk segiempat. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan Panthenon (kuil) di Kota Roma
yang dibangun pada 118 M-128 M oleh Raja Hadria. Honai, rumah adat suku Dani di Papua sudah mengenal bentuk bangunan kubah meskipun hanya dibangun secara sangat sederhana dengan menggunakan rumbai. Orang-orang Inuit di daerah kutub membangun kubah dari salju yang mereka sebut sebagai Igloo. Begitujuga orang Himba di Nabibia membuat bangunan yang juga serupa dengan Igloo yang selanjutnya dikenal sebagai sebutan Igloo padang pasir. Bangunan berbentuk kubah sederhana yang terbuat dari gading dan tulang mammoth yang diperkira berasal dari
tahun 19.280-11.700 SM ditemukan di daerah Ukraina pada tahun 1995 ketika seorang petani sedang mencoba menggali sebuah ruangan bawah tanah. Mungkin bangunan di Ukraina inilah bangunan kubah tertua yang masih tersisa sampai saat ini.
Pada abad keenam puluh sebelum masehi, perkembangan arsitektur kubah berkembang dengan sangat pesat di seluruh dunia. Di daerah Susiana-Iran, di situs kuno Chogha mish yang diperkirakan merupakan peninggalan tahun 6800 sampai 3000 SM ditemukan struktur kubah yang telah dibangun menggunakan batu bata dan dilapisi dengan lumpur. Bangunan yang serupa yang juga diperkirakan merupakan peninggalan dari abad yang sama juga ditemukan pada sisa kebudayaan Halaf dan Ubaid di daerah Mesopotamia. Di daerah Sumeria ditemukan struktur kubah modern
yang diperkirakan merupakan peninggalan tahun 2500 SM.
Di India sendiri terdapat sangat banyak bangunan-bangunan kuil kuno yang hampir semuanya menggunakan struktur bangunan kubah baik yang menggunakan struktur Corbel Dome, Onion Dome, Oval Dome, Parabolic Dome, Polygonal Dome, Sail, Saucer atau pun Umbrella Dome. Beberapa sumber mengatakan bahwa bangunan-bangunan kuil Hindu di India dengan bentuk dome atau kubah seperti yang masih bisa kita saksikan sampai saat ini sudah ada setidaknya sejak 520.000 tahun yang lalu. Kuil Aadhi Jeganadha yang terletak di Tamil Nandu diperkirakan sebagai kuil
yang tertua yang masih ada sampai saat ini yang menurut manuskrip yang ada merupakan peninggalan dari 26 Catur Yuga yang lalu. Kuil Akshardham yang terletak di Delhi juga diperkirakan telah berumur lebih dari 10.000 tahun meskipun saat ini sudah mengalami beberapa kali pemugaran. Akibat struktur bahan bangunan yang kurang baik, terutama sekali yang terbuat dari kayu dan batu bata serta tidak adanya perawatan yang memadai menyebabkan sangat banyak bangunan-bangunan kuil kuno yang sudah tidak berbekas. Apa lagi dengan adanya aksi pemusnahan kuil-kuil
Hindu yang pernah terjadi pada masa penjajahan raja-raja Muslim di India. Sangat banyak kuil yang akhirnya diratakan dengan tanah dan/atau diambil alih, dirombak dan diklaim sebagai bangunan mereka seperti contohnya bangunan Taj Mahal yang disabotase dari tempat pemujaan Hindu untuk dewa Siva, Kuil Tejo Himalaya.
Jadi dari uraian di atas, sudah sangat jelas bahwasanya Kubah bukanlah budaya asli Islam, tetapi Kubah telah dikenal sejak lama oleh berbagai suku bangsa di dunia. Di Indonesia, bangunan struktur kubah baru diadopsi oleh mesjid pada masa kekuasaan Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman (1833-1843) yang membangun mesjid Sultan di Riau. Hal ini diungkapkan oleh Taufik Ikram Jamil pada tulisannya dalam “Penggalan Kepala untuk Sultan Melayu”, yang dimuat Kompas, 1 Agustus 2003. Pada awal masuknya Islam ke Indonesia, masjid umumnya beratap tumpang
yang meniru bangunan-bangunan tradisional Hindu Nusantara sebelumnya. Pergantian bangunan mesjid berbentuk tumpang menjadi bentuk kubah semakin kelihatan setelah terjadinya Perang Rusia-Turki pada 1877-1878 antara Rusia, Romania, Serbia, Montenegro, dan Bulgaria melawan Kekaisaran Ottoman yang mencuatkan ide revitalisasi Islam dan Pan-Islamisme. Saat itu Kekaisaran Ottoman melancarkan gerakan budaya, termasuk pengenalan jenis masjid baru. Gerakan ini bergema di Asia Tenggara. “Masjid-masjid tradisional beratap tumpang digantikan masjid kubah
(qubbah) dengan minaret-minaret gaya Timur Tengah atau India Utara,” tulis Peter J.M. Nas dalam Masa Lalu Dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia. “Akhirnya lambat-laun kubah menjadi simbol arsitektur Islam paling modern, yang seakan-akan wajib ada pada masjid-masjid baru di Asia Tenggara,” tambah Peter J.M. Nas.
Perubahan itu terlihat pada Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Setelah dikuasai dan dibakar sebagian untuk meredam perlawanan rakyat Acheh, Belanda membangun kembali pada 1879 dan rampung dua tahun kemudian dengan tambahan sebuah kubah. Arsiteknya adalah kapten Zeni Angkatan Darat Belanda (Genie Marechausse) de Bruijn. Pembangunan kembali itu, menurut Abdul Baqir Zein dalam Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, merupakan strategi Belanda untuk mengambil hati rakyat Acheh.
Kubah kemudian menghiasi masjid-masjid di Nusantara, sebagaimana ditunjukkan Peter J.M. Nas. Dalam lukisan cat air bertahun 1822 karya J.W. van Zanten dan sebuah karya litografi tanpa warna dari Le Moniteur des Indes-Orientalis et Occidentalis (1846-1849), menara masjid Banten yang menyerupai mercusuar digambarkan mempunyai kubah. Pijper dalam Studien over de geschiedenis van de Islam, menduga masjid pertama di Jawa yang menggunakan kubah ada di Tuban, yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada 1894. Masjid Agung Ambon, yang dibangun pada
1837, dihiasi kubah. Di Kudus, sebuah beranda ditambahkan pada Masjid Al-Aqsa pada 1933 dilengkapi kubah yang sangat besar.
Jadi dari pemaparan panjang lebar di atas, masihkah kita beranggapan kubah merupakan arsitektur yang Islami? Ataukah kita akan mengatakan kubah adalah arsitektur yang keindia-indiaan?
Kubah awal
Kubah yang terawal kemungkinan besar merupakan bumbung pondok primitif, yang dibuat dari dahan kayu sebagai rangka dan disalut dengan selut dan lumpur. Ataupun menggunakan batu sebagai sangga. Contoh kubah seperti ini boleh dijumpai di dalam kubur Mycenae di Greece dan dalam seni bina Sicily di Itali. Kubah-kubah tersebut cuma digunakan untuk bangunan-bangunan yang kecil.
Zaman Pertengahan dan Pembaharuan
Di Zaman Pertengahan (Middle Age) semasa pemerintahan kerajaan Rom, singgah kubah telah dicipta bagi membolehkan struktur kubah yang bulat diletakkan di atas bangunan berbentuk segi empat. Ini menjadikan penggunaan kubah semakin meluas.
Kemudian pada zaman Pembaharuan (Renaissance), orang-orang Eropah telah memperkenalkan idea tanglung di puncak kubah, dan juga meletakkan kubah di atas suatu struktur bulat (seperti silinder) supaya ia kelihatan lebih tinggi.
Zaman moden
Manakala pada zaman moden, bentuk kubah geodesi telah diperkenalkan. Kubah ini berbentuk kemisfera dan menggunakan kekisi sebagai rangka, menjadikannya lebih ringan. Perkembangan teknologi juga membolehkan penggunaan cermin dan plastik sebagai salutan.
 
Kantor Gubernur Impian Atuk

ATAP LIMAS/BUNGKUS NASI

Bentuk atap limas dengan sudut atap yang beragam (umumnya 30-45 derajat) Di beberapa daerah dikenal sebagai atap bungkus nasi, dianalogikan dari bungkus nasi dari daun pisang yang ditelungkupkan.

 

ATAP LONTIK

Bentuk atap pelana dengan wuwung melengkung seperti lentiknya jari tangan. Bentuk atap ini banyak terdapat di daerah Riau daratan. Umumnya digunakan oleh rumah-rumah dengan usia yang lebih tua.

 

BAGAN

Dari bentung sudung, kemudian berkembang ke bentuk “Bagan”, yaitu tempat perhentian/ pangkalan. Dipakai oleh orang yang mencari kayu atau karet di hutan.

 

Tipologi: Berlantai panggung rendah, tiang empat sebagai struktur penopang atap, dengan atap yang miring ke satu sisi.

 

 

BENDUL

Merupakan ujung balok lantai (rasuk) rumah, yang dibentuk menjadi seperempat lingkaran dengan batas atas dan bawah. Berada di atas tiang pinggir, dikunci oleh tiang rumah.

 

CENGKEH

Bentuk dasar rumah yang berbentuk bujur sangkar dengan tambahan bangunan di salah satu sisi dengan perbandingan sepertiga atau dua perempat panjang sisi bangunan. Pintu muka terdapat pada bangunan tambahan ini, dengan posisi bervariasi dan umumnya difungsikan sebagai
ruang tamu.
 
GARAM SEBUKU
 
Bentuk dasar rumah yang berbentuk bujur sangkar, pintu masuk berada di bagian tengah salah satu sisi rumah. Biasanya pada sisi yang menghadap ke jalan atau sungai.
 
 
JENGKI
 
Pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga pada rumah limas Pekanbaru. Berbentuk seperti bangku kayu pada kedua sisi dinding, kaki dari papan setinggi 50 cm dan ditutup dengan papan lebar 20 cm pada bagian atasnya.
 
 
KASAU JANTAN
 
Balok kayu yang menjadi tempat bertumpunya penutup atap. Merupakan bagian dari konstruksi rangka atap. Saling ikat dengan sundak langit dan balok tarik. Pada dunia arsitektur dikenal dengan istilah kaki kuda-kuda.
 
PEDAPUAN
Ruangan yang dipakai untuk memasak dan meletakkan barang-barang dapur. Juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya ibu-ibu yang membantu persiapan makanan pada saat berlangsungnya suatu acara.
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PENCALANG

Bentuk rumah yang melengkung pada ujung-ujung rumahnya. Pintu masuk berada di tengah sisi memanjang. Merupakan analogi dari bentuk perahu.

 

PONDOK

Perubahan dari bentuk bagan berkembang menjadi “Pondok”. Walau masih menggunakan bentuk atap yang miring ke satu sisi, tetapi pondok dapat dikenali dari tiang panggung yang tinggi sehingga dibutuhkan elemen tangga
dan sudah adanya penambahan dinding pada setiap sisinya.

 


RUANG BAWA

Ruang yang digunakan untuk tempat menjamu tamu yang datang dan juga sebagai tempat bersembahyang. Apabila pada saat acara-acara adat, ruang ini dipakai untuk ninik mamak.

 

 

RUANG TONGA

Ruang yang digunakan sebagai area ruang tidur, terutama bagi kaum wanita. Pada saat acara perkawinan, ruang ini digunakan untuk tempat gerai mempelai (pelaminan).

 

SALANG

Bagian loteng rumah. Istilah ini dikenal di daerah Kampar.

 

SENSUDUNG/SUDUNG

Tradisi rumah Melayu di mulai dari bentuk sudung, dari kata ‘tudung’ yang bermakna tempat bernaung. Kemudian lebih sering disebut dengan kata “ Sensudung/Sudung-sudung”.

 

SULO PADAN/ TELO

Ruang penghubung antara ruang bagian rumah utama dengan pedapuan. Memiliki pintu samping untuk keluar ke halaman.

 

SUNDAK LANGIT/ TIANG TUNJUK LANGIT
 Balok kayu segi empat yang diletakkkan pada bagian tengah kuda-kuda sebagai tumpuan atas kasau dan perabung. Pada atap lontik, ukuran panjang sundak langit semakin panjang pada sisi pinggir atap. Sehingga di
dapatkan bentuk melengkung (lontik). Pada dunia arsitektur dikenal dengan istilah tiang makelar.

 

TIANG GANTUNG

Secara harfiah adalah bentuk tiang yang menggantung. Berfungsi sebagai pengikat balok ataupun rasuk “overhang”. Terdapat pada bagian atap (di dalam rumah) ataupun pada bagian ujung rumah (di luar) yang biasanya
menahan balok rak.

 

 

UMA GODANG

Berarti rumah besar, rumah adat atau rumah pesukuan di daerah Kampar dan Taluk Kuantan. Umumnya berbentuk rumah pencalang dengan atap lontik.

 

 

PONDOK SELUMPIR

Dengan berkembangnya kebutuhan, maka dibutuhkan penambahan ruang berupa selasar, denganbentuk pencerminan dari pondok, tetapi tanpa dinding. Bentuk ini disebut “Pondok Selumpir”. Pondok selumpir telah
memiliki bentuk atap lipat/ segitiga akibat pencerminan bentuk dasar pondok. Bisa dikatakan pondok selumpir adalah dasar dari pengembangan bentuk rumah-rumah tradisional berikutnya.

 

 

ARSITEKTUR

 

Sensudung/Sudung, Bangunan (rumah) kecil ditengah ladang untuk menjaga tanaman disitu.

 

Bagan, Bangunan (beratap atau tidak), lebih kecil dari pada jermal untuk tempat menangkap ikan secara musiman.

 

Pondok, Rumah sangatsangat sederhana.

 

Pondok Selumpir,

 

Teratak, Bangunan sementara, hanya ada tiang dan atap. Biasanya dibangun pada saat satu keluarga mengadakan helat. Teratak itu untuk tempat tamu-
tamu yang hadir dalam helat itu.
 
Rumah, Bangunan untuk tempat tinggal pada masa yang lalu rata-rata dari bahan kayu dalam lima tahun tahun terakhir sudah banyak yang
membangun rumah secara permanen.
 
Bangsal, Bangunan besar besifat hanya untuk sementara, seperti untuk tempat tinggal sementara buruh-buruh suatu proyek.
 
 
Balat, Belat, alat sistem penangkapan ikan yang dilaksanakan dalam sungai atau dekat pantai.
 
Barak, Lihat Bangsal.
 
Istana, Tempat kediaman raja (di Rokan tidak ada lagi peninggalannya).
 
Bedeng, Lihat Bangsal.
 
Atap Limas, ataprumah berpecah lima. Rumah kediaman sultan Siak, disamping belakang istana Sultan Siak.
 

Atap Lontik,

 

Bendul, Bagian dari pintu rumah, bila akan melalui pintu, maka harus melangkahi bendul ini.

 

Cengkeh, Nama bahan untuk ramuan rokok.

 

Garam Sebaku, Sebentuk garam, ukurannya kira-kira 15 x 15 x 10 cm3.

 

Jengki, Salah satu bentuk model atap rumah

 

Kasau Jantan, Rasul utama pada bagian atap rumah.

 

Pedapuan, Bagian dapur sebuah rumah.

 

Pendalang, Salah satu model sampan tradisional Melayu.

 

Ruang Bawa,

 

Tuang Tonga, Ruang tengah sebuah rumah.

 

Salang, Tempat menyimpan makanan.

 

Sulo, Alat untuk mengupas kelapa, Jawa , Selumbat.

 

Sundak Langit,

 

Tiang Gantung,

 

Uma Godang, Rumah besar, rumh induk, tempat tinggal orang tua dan anak-anaknya.

 

 

 

 

Sumber:
 Elmustian dkk. Atlas Kebudayaan Melayu Riau. Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau: Pekanbaru. 2008.

 

 

Anda mungkin juga menyukai