Anda di halaman 1dari 16

GEL

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem


setengah padat yang terdiri dari suatu
disperse yang tersusun baik partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar
dan saling diresapi cairan (Ansel, 2008).
Penggolongan Gel

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV


penggolongan sediaan gel
1.Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang
dinyatakan sebagai magma (misalnya magma
bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan
menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus
dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin
homogenitas dan hal ini tertera pada etiket
Penggolongan Gel
2.Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal sendiri dari makromolekul organik
yang tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian
hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal
dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya
karbomer) atau dari gom alam (misalnya tragakan).
Keuntungan gel

1. Efek pendinginan pada kulit saat digunakan.


2. Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik.
3. Pelepasan obat yang baik.

4. Daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori


sehingga pernapasan pori tidak terganggu.
Kerugian gel

1. Harus menggunakan zat aktif yang larut dalam air.


2. Sangat mudah dicuci atau hilang ketika terkena
keringat.
Jenis – jenis Gelling Agent

Gelling agent atau basis gel digunakan sebagai bahan


pengikat pada sediaan semisolid. Bahan pengikat ini
akan meningkatkan viskositas sediaan dengan cara
meningkatkan viskositas fase cair sehingga dapat
mencegah pemisahan komponen pada cairan
(medium dispers), terutama pada saat penyimpanan
jenis Gelling Agent
1. Gom alam
Gom yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel
antara lain tragakan. Serbuk tragakan putih hingga
putih kekuningan. Gom tragakan mengembang dalam
air dengan kosentrasi 2% atau lebih kemudian
menghasilkan gel. Gel berbasis tragakan harus dibuat
dalam suhu kamar karena tidak stabil terhadap panas.
Tragakan dapat digunakan sebagai basis gel yang
stabil. Tragakan stabil pada pH 4-6 (Rowe dkk,2009)
jenis Gelling Agent
2. Turunan selulosa
Turunan selulosa yang banyak digunakan sebagai basis gel:
a. Metilselulosa
pH: 5,5-8, digunakan sebagai zat pengental dalam sediaan topical
seperti krim dan gel. Bentuk serbuk yang stabil walaupun
higroskopis. Stabil pada pH 3-11 dan temperature kamar. Pada
pemanasan, viskositasnya berkurang.

b. Karboksimetilselulosa natrium
Konsentrasi tinggi (4-6%) biasa digunakan untuk produksi gel
sebagai basis. CMC-Na stabil walaupun higroskopis. Larutan encer
stabil pada pH 2-10, d ibawah pH 2 akan terjadi endapan dan diatas
pH 10 viskositas larutan menurun drastis. Larutan menunjukkan
viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9.
Jenis Gelling Age
c. Hidroksipropil metilselulosa
pH: 5,5-8. Digunakan sebagai suspending agent,
emulsifier dan stabilizing agent pada gel dan salep.

d. Hidroksietilselulosa
pH: 5,5-8,5. Stabil walaupun bersifat higroskopis.
Relatif stabil pada 2-12. Pada pH dibawah 5 dapat
terjadi hidrolisi dan pada pH yang tinggi dapat terjadi
oksidasi. Kenaikan temperatur dapat mengurangi
viskositas dari larutan encer hidroksietilselulosa
Jenis Gelling Age
3. Karbomer
Karbomer adalah senyawa polimer sintetik yang
banyak digunakan dalam formulasi sediaan topikal.
Karbomer digunakan sebagai bahan pembentuk gel
konsentrasi 0,5-2%. Dalam media air, polimer ini
terdispersi perangkap dalam fase pendispersi
dibebaskan, gel dibuat dengan menambahkan
senyawa basa yang tepat supaya terjadi netralilsasi.
Sebelum netralisasi, kadar keasaman dispersi
karbomer berada pada kisaran pH 2,5-3
Evaluasi Gel
1. Uji organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan utnuk
mengetahui ada tidaknya perubahan warna dan bau
selama penyimpanan (Evrilia dalam Ainaro, 2015).

2. Uji homogenitas
Suatu sediaan dikatakan homogen jika tidak terlihat
partikel yang tidak tercampur secara merata.
Evaluasi Gel
3.Uji pH
Uji pH penting dilakukan untuk sediaan topikal karena pH
terlalu asam akan mengiritasi kulit dan pH terlalu basa akan
membuat kulit menjadi kering (Sutriningsih dan Astuti, 2017).
4. Uji daya sebar
Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kecepatan
penyebaran gel pada kulit. Gel yang baik membutuhkan waktu
yang lebih sedikit untuk tersebar dan memiliki nilai daya sebar
yang tinggi(Evrilia dalam Ainaro, 2015).Menurut Garg dalam
Ainaro (2015), daya sebar dengan diameter <5cm tergolong
dalam sediaan semikaku (semistiff), dan diameter daya sebar 5-
7cm tergolong dalam sediaan semi cair (semifluid).
Evaluasi Gel
5.Uji sineresis
Uji sinersis dilakukan dengan cara mengamati apakah
terbentuk lapisan cairan di permukaan gel penyimpanan
dipercepat. Sediaan gel dimasukkan ke dalam pot salep
kemudian disimpan pada suhu ±10ºC, pengamatan dilakukan
pada jam ke-24, 48 dan 72. Gel stabil tidak menunjukkan
adanya sineresis. Sineresis dihitung dengan mngukur
kehilangan bobot selama penyimpanan, lalu dibandingkan
dengan bobot awal sediaan gel (Kuncari dkk, 2014).
• Rumus perhitungan Sineresis: :
berat awal – berat akhir x 100%
berat awal
Evaluasi Gel
6.Uji viskositas
Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui
kekentalan sediaan gel menggunakan viskometer
Brookfield. Sediaan gel sebanyak 100 ml dimasukkan
ke dalam beaker glass, spindle diturunkan ke dalam
sediaan, jalankan spindle dan amati viskositasnya.
Pada SNI 16-4380-1996 nilai viskositassediaan gel
pembersihkulit yaitu 3.000- 50.000 cps (Pertiwi dkk,
2016).
Evaluasi Gel
7.Uji sifat alir
Rheologi sangat penting dalam farmasi karena
penerapannya dalam formulasi dan analisis dari
produk-produk farmasi seperti emulsi, pasta, krim,
suspensi, lotion, suppositoria, dan penyalutan tablet.
Misalnya, pabrik pembuat krim, pasta, dan lotion
harus mampu menghasilkan suatu produk yang
mempunyai konsistensi dan kelembutan yang dapat
diterima oleh konsumen (Martin dkk, 1993).

Anda mungkin juga menyukai