Psoariasis Vulgaris
Pembimbing: dr. Dina Fatmasari, Sp.DV
Oleh:
Kelompok D
Hanifa Yuniasari - 1918012007
Shafa Inayatullah - 1918012033
M. Irfan Adi Shulhan - 1918012032
Nabil Abdurrahman - 1918012040
02
Kesadaran
Compos mentis
05 Fisik
Kepala: DBN
Leher: DBN
Thorak: DBN
03 Abdominal: DBN
Status gizi
(BB: 50 kg, TB: 160 cm) 06 Extremitas: DBN
Gizi baik
KGB
Dalam batas normal
Status Dermatologis
Regio cervicalis anterior: eritema
difus ditutupi skuama sedang-kasar
selapis berwarna putih
● Terapi Sistemik
○ Metil prednisolone tab 24 mg/hari
TINJAUAN
PUSTAKA &
ANALISIS KASUS
TINJAUAN
PUSTAKA
13
DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit
kronik dengan dasar genetik yang kuat
dengan karakteristik perubahan
pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler, juga diduga
adanya pengaruh sistem saraf.
14
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klasik: Plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-titik
perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum sampai
dengan plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris.
Dapat menyerang: kulit, kuku, mukosa dan sendi, tetapi tidak mengganggu
rambut
• Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat mengenai pathogenesis
psoriasis, tetapi peranan autoimunitas dan genetic dapat merupakan
akar yang dipakai dalam prinsip terapi.
16
PATOGENESIS
Sel makrofag (APC/Antigen presenting cell)
melalui MHC
mempresentasikan antigen tersangka dan diikat
ke sel T naif.
↓
Sel T naif berproliferasi menjadi sel T efektor
dan memori
↓
Masuk ke sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke
kulit.
18
HISTOPATOLOGI PSORIASIS
Dijumpai tanda spesifik berupa :
-Penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam
dan penipisan epidermis di atas lapingan basal.
20
Fenomena Tetesan Lilin
skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan seperti lilin yang
digores, disebabkan oleh perubahan indeks bias.
Cara pemeriksaannya:
Pada lesi di gores dengan benda berujung agak tajam (ujung kuku, punggung
scalpel, atau pensil)
Bagian bening (skuama psoriasis) akan tampak lebih putih daripada sekitarnya
Kemudian akan tampak tidak transparan lagi dan berbentuk linier sesuai
goresan
Tes di nyatakan (+)
21
22
Fenomena Auspitz
Ketika pengerokan dilanjutkan maka akan dijumpai bintik-bintik perdarahan
berukuran kecil (pin point bleeding) disebabkan oleh papilomatosis. tanda
Auspitz
Cara pemeriksaannya:
mengerok skuama yang berlapis secara perlahan dengan menggunakan
object glass hingga skuama habis
setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan dengan pelan-pelan
karena jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik
melainkan perdarahan yang merata.
Positif
Positif bila
bila terdapat
terdapat bintik-bintik
bintik-bintik
perdarahan
perdarahan
23
24
FENOMENA KOEBNER (ISOMORFIK )
Kulit sehat yang sebelumnya digaruk oleh penderita dapat berkembang menjadi lesi dalam
jangka waktu kurang lebih 2 minggu
25
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HISTOPATOLOGI
26
TATALAKSANA NON MEDIKAMENTOSA
Identifikasi dan
Identifikasi Penyakit
penghindaran faktor
Penyerta
pencetus
27
PEMILIHAN
PENGOBATAN
Pilihan terapi sangat individual
Pemilihan terapi atau perpindahan terapi dari yang satu ke yang lain tergantung pada:
Berat dan tipe penyakit, adanya komorbiditas
Respons atau kegagalan terapi yang terdahulu
Kemampuan pasien untuk mengerti dan bekerjasama (dalam pengertian efek samping
obat)
Tersedianya fasilitas dan biaya terapi
Umur dan seks
Membutuhkan atau menginginkan terapi yang agresif
Pilihan pasien (kenyamanan) dan gaya hidup
Tingkat beratnya gangguan QOL
Untuk pengobatan jangka panjang, mengingat ada risiko berupa toksisitas obat maka
sebaiknya dipakai pengobatan rotasi.
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Prinsip
Pasien tidak perlu dirawat kecuali untuk pasien psoriasis pustulosa atau
eritroderma sebaiknya dirawat, untuk mendapatkan suplementasi cairan/elektrolit
dan pengawasan pengobatan sistemik.
• Kortikosteroid: kortikosteroid potensi sedang dan kuat dapat dikombinasi dengan obat
topikal lain, fototerapi, obat sistemik. Skalp: lotion, spray, solusio dan gel. Wajah: potensi
rendah, hindari poten-superpoten. Lipatan tubuh: potensi rendah bentuk krim atau gel.
Palmar dan plantar: steroid potensi sangat poten, hanya sedikit efektif.
• Keratolitik: asam salisilat adalah keratolitik yang paling sering digunakan. Jangan
digunakan pada saat terapi sinar karena asam salisilat dapat mengurangi efikasi UVB.
• Retinoid (topikal): paling baik dikombinasi dengan topikal kortikosteroid. Analog Vitamin
D: preparat yang tersedia adalah kalsipotriol, dapat digunakan sebagai terapi rumatan.
Kontraindikasi absolut: hamil, menyusui, alkoholisme, penyakit hati kronis, sindrom imunodefisiensi, hipoplasia
sumsum tulang belakang, leukopenia, trombositopenia, anemia yang bermakna, hipersensitivitas terhadap
metotreksat.
Kontraindikasi relatif: abnormalitas fungsi renal, hepar, infeksi aktif, obesitas, diabetes melitus.
Pemantauan: Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, fungsi hati dan renal,
biopsi sesuai anjuran, pemeriksaan kehamilan, uji HIV, PPD, foto toraks
TERAPI SISTEMIK
(KONVENSIONAL)
Siklosporin Toksisitas: Gangguan fungsi ginjal, hipertensi,
keganasan, nyeri kepala, hipertrikosis, hiperplasia
Dosis: 2,5-4 mg/kgBB/hari dosis
gingiva, akne memburuk, mual, muntah, diare, mialgia, flu
terbagi. Dosis dikurangi 0,5-1,0 like syndrome, letargia, hipertrigliserida, hipomagnesium,
mg/kgBB/hari bila sudah berhasil, hiperkalemia, hiperbilirubinemia, meningkatnya risiko
atau mengalami efek samping. infeksi dan keganasan.
Pengobatan dapat diulang setelah Interaksi obat: obat-obatan yang
masa istirahat tertentu, dan dapat menginduksi/menghambat sitokrom P450 3A4.
Menurunkan pembuangan (clearence) digoksin,
berjalan maksimal selama 1 tahun,
prednisolon, statin, diuretik (potasium sparing), tiazid,
selama tidak ada efek samping. vaksin hidup, NSAID, grapefruit.
Kontraindikasi: bersamaan dengan pemberian imunosupresan lain (metotreksat, PUVA, UVB, tar
batubara, radioterapi), fungsi renal terganggu, keganasan, hipersensitif terhadap siklosporin, hindari
vaksin, perhatian seksama bila diberikan pada pasien dengan infeksi berat juga diabetes melitus
tidak terkontrol.
TERAPI SISTEMIK
(KONVENSIONAL)
Toksisitas: keilitis, alopesia, xerotic, pruritus,
mulut kering, paronikia, parestesia, sakit kepala,
Retinoid pseudomotor serebri, nausea, nyeri perut, nyeri
Dosis: 10-50 mg/hari, untuk sendi, mialgia, hipertrigliserida, fungsi hati
mengurangi efek samping lebih abnormal.
baik digunakan dalam dosis rendah Interaksi obat: meningkatkan efek hipoglikemik
dengan kombinasi misalnya UV glibenklamid, mengganggu pil kontrasepsi:
dengan radiasi rendah. microdosedprogestin, hepatotoksik, reduksi
ikatan protein dari fenitoin, dengan tetrasiklin
meningkatkan tekanan intrakranial.
Prinsip
Pasien tidak perlu dirawat kecuali untuk pasien psoriasis pustulosa atau
eritroderma sebaiknya dirawat, untuk mendapatkan suplementasi cairan/elektrolit
dan pengawasan pengobatan sistemik.
○ Keterlibatan area luas pada kulit kepala yang tidak respon dengan obat
topikal
○ Keterlibatan daerah yang tampak, seperti tangan (palmo plantar) dan wajah
42
Anamnesis
Sejak 6 bulan lalu, pasien mengeluhkan muncul bercak kemerahan menebal pada leher bagian belakang
berukuran koin logam. Keluhan bercak kemerahan menebal tidak disertai rasa gatal, nyeri ataupun panas.
Kemudian pasien berobat ke dokter umum dan diberikan obat antibiotik, CTM, dan salep. Keluhan kulit yang
menebal sudah membaik namun bercak kemerahan masih ada dan bertambah luas.
Sejak 5 bulan lalu, pasien mengeluhkan kuku-kuku tangannya mulai rapuh dan lepas. Pasien tidak
memeriksakan kukunya dan hanya menunggu kukunya tumbuh kembali dengan sendirinya.
Sejak 4 bulan lalu, bercak kemerahan bersisik timbul di bagian perut dan dada, tanpa disertai rasa gatal
ataupun nyeri. Beberapa hari kemudian bercak kemerahan bersisik bertambah luas dan juga muncul di
punggung, tangan, kaki, dan wajah. Pasien hanya mengompreskan rivanol pada bercak kemerahan, namun
keluhan tidak membaik.
Sejak 3 bulan lalu, bercak kemerahan bersisik masih dirasakan hampir diseluruh tubuh pasien, dan terdapat
bercak kemerahan yang menebal terutama di kaki dan tangan pasien. Kemudian pasien kembali berobat ke
dokter umum dan diberikan obat yang sama, keluhan hanya membaik di daerah wajah. Pasien pernah
mengalami hal serupa pada tahun 2001 dan tahun 2011
Regio cervicalis anterior: eritema difus ditutupi skuama
sedang-kasar selapis berwarna putih
Kombinasi steroid topikal dengan analog vitamin D menunjukkan efikasi yang lebih baik dibandingkan
monoterapi dari masing-masing agen. Analog Vitamin D bekerja dengan cara berikatan dengan
reseptor vitamin D, memengaruhi ekspresi berbagai gen, dan membantu diferensiasi keratinosit.
Efikasi obat ini meningkat pada penggunaan secara kombinasi dengan steroid topikal, namun harus
diperhatikan adanya risiko iritasi pada area pemakaian dan hiperkalsemia pada pasien dengan
jumlah pemakaian berlebih.
● Gudjonsson, J. E., & Elder, J. T. (2011). Psoriasis. In L. A. Goldsmith, S. I. Katz, B. A.
Gilchrest, A. S. Paller, D. J. Leffel, & K. Wolff, Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine, 8th Ed, 2V (Vol. 1, pp. 197-231). New York: McGraw-Hill.
● AAD. (2010, 11). Psoriasis Clinical Guideline. Retrieved 16 September 2021, from AAD:
https://www.aad.org/practicecenter/quality/clinical-guidelines/psoriasis
● PPK, 2020, Psoriasis Vulgaris RSUD Dr Soetomo Surabaya, diakses tanggal 16
September 2021 : https://
rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wp-content/uploads/2021/02/ICD10_L.40_Kulit_Psoriasis-
Vulgaris_v081220.pdf