Anda di halaman 1dari 28

KONSEP & MODEL

TRIASE BENCANA
SERTA
KEBIJAKAN STRATEGIS
PENANGGULANGAN
BENCANA

Ns. Retno Setyawati, M.Kep., SpKMB


Merupakan sebuah sistem
yang dibentuk untuk
melakukan perawatan prioritas
dan transportasi yang
diberikan untuk
menyelamatkan nyawa
sebanyak mungkin.

TRIAGE Tujuan dari triage adalah


untuk mengidentifikasi pasien
yang membutuhkan tindakan
resusitasi segera, menetapkan
pasien ke area perawatan
untuk memprioritaskan dalam
perawatan dan untuk memulai
tindakan diagnostik atau terapi
Triage: Memilah pasien
• Anda tidak dapat melakukan
perawatan “one-on-one”
• Anda hanya memiliki sedikit waktu –
30 detik atau kurang per pasien
• Sangat terbatas ketersediaan
pengobatan
 Membuka jalan napas secara
manual
 Membersihkan jalan napas
menggunakan finger sweep
 Mengontrol perdarahan mayor
Primary and Secondary Triage
 Primary triage
• 1st contact
• Assign triage category
 Secondary triage
• ongoing process that takes place
after the patient has been moved
to a treatment/holding area
awaiting transport.
“START”
Focus on tagging the patients
 BEGIN…
Clear out all ambulatory patients –
tag Green
 Rest of the patients require MORE
triage – 3 steps: They will be either
red, yellow or black.
 Respiratory effort
 Pulses/perfusion
 Mental status
 Algoritme START (Simple Triage
and Rapid Treatment),
digunakan untuk memilah
menggunakan sistem kode
warna.
 Triase START menilai
pernapasan, pulse/perfusi, dan
status mental.
 Patients are classified according
to severity as green (uninjured or
minimally injured), yellow
(moderately injured or urgent),
Red (severely injured or
emergent), and Black (deceased).
Figure 1: START Triage Algorithm (Bhalla, 2015) 
Pelaksanaan Triage Metode S.T.A.R.T
Untuk memudahkan pelaksanaan triage maka
dapat dilakukan suatu pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Kumpulkan semua penderita yang dapat /
mampu berjalan sendiri ke areal yang
telah ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
2. Setelah itu alihkan kepada penderita yang
tersisa periksa :
3. Pernapasan :
    a. Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit
beri label MERAH.
    b. Bila penderita tidak bernapas maka
upayakan membuka jalan napas dan
        bersihkan jalan napas satu kali, bila
pernapasan spontan mulai maka beri
        label MERAH, bila tidak beri HITAM.
    c. Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit
nilai waktu pengisian kapiler.
 4. Waktu pengisian kapiler :
    a. Lebih dari 2 detik berarti
kurang baik, beri MERAH, hentikan
perdarahan
        besar bila ada.
    b. Bila kurang dari 2 detik maka
nilai status mentalnya.
    c. Bila penerangan kurang maka
periksa nadi radial penderita. Bila
tidak ada
        maka ini berarti bahwa tekanan
darah penderita sudah rendah dan
perfusi
        jaringan sudah menurun.
 5. Pemeriksaan status mental :
    a. Pemeriksaan untuk mengikuti
perintah-perintah sederhana
    b. Bila penderita tidak mampu
mengikuti suatu perintah
sederhana maka beri
        MERAH.
    c. Bila mampu beri KUNING.

Setelah memberikan label kepada


penderita maka tugas anda
berakhir segera lanjutkan ke
penderita berikut.
SALT Mass Casualty Triage Algorithm (Sort,
Assess, Lifesaving Interventions, Treatment/
Transport)
Modified triage sieve action card. Adult (>140 cm) triage sieve.
risk management increases coping capacity, builds resilience.
MANAGEMENT

ED N PR
PAR
PRE ESS ED
IC

PROACTIVE
E
W A TI
AR RL ON
NI Y &
RISK

NG
TTII TTIIGGAA
OONN
MMII

PROTECTION
DISAS
TER

RECOVERY
MANAGEMENT

TTR
RREEC
RU

TT
UC

MEESSEESSSS
ACC
CO

REACTIVE
CTTIIO

ASS PPA
NTT
ON
CRISIS

N
NSS

M
IIM
ON

M
A
N

RE
H E
TATABIL SP ONS
ION I RE

crisis management treats the symptoms, not the causes.

16
Dalam setiap tahapan tersebut di atas, agar setiap
kegiatan dapat berjalan dengan terarah, maka
disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap
tahapan.
a. Pada Tahap Pencegahan dan Mitigasi, dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
(Disaster Management Plan) atau sering disebut
juga Rencana Kesiapan (Disaster Preparedness
Plan).
b. Pada Tahap Kesiapsiagaan, dilakukan Penyusunan
Rencana Kedaruratan (Emergency Response Plan)
atau lebih spesifik jika untuk menghadapi suatu
ancaman adalah Rencana Kontingensi
(Contingency Plan).
c. Pada Tahap Tanggap Darurat dilakukan
pengaktifan Rencana Operasi (Operation Plan)
yang merupakan operasionalisasi dari Rencana
Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi.
d. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan
Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi
rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana.
Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
Perencanaan
Pencegahan
Situasi Pengurangan Risiko
Tidak Ada Pendidikan
Bencana Pelatihan
Penelitian
Penaatan Tata Ruang

Prabencana

Situasi Terdapat Mitigasi


Potensi Peringatan Dini
Bencana Kesiapsiagaan

Kajian Cepat
Penyelengg Status Keadaan Darurat
araan Penyelamatan & Evakuasi
Saat Tanggap Pemenuhan Kebutuhan
Darurat Dasar
Perlindungan
Pemulihan

Prasarana dan Sarana


Rehabilitasi Sosial
Ekonomi
Kesehatan
Pascabencana Kamtib
Lingkungan
Rekonstruksi
KEBIJAKAN :UU NO. 24/2007 tentang PB
Penanggulangan Bencana adalah urusan bersama, hak dan
kewajiban seluruh stakeholder diatur

Pemerintah

Lembaga Usaha dan


Lembaga Masyarakat
Internasional

BNPB
BPBD Provinsi
BPBD Kab/KOTA
BERPATNER
Untuk
mewujudkan
Tata Kelola
yang Baik

Platform Nasional
Platform Daerah
Platform Tematic
Kebijakan Penanggulangan Bencana di
Indonesia
 Rangkaian bencana yang
terus terjadi mendorong
berbagai pihak termasuk DPR
mengembangkan
kelembagaan
penanggulangan bencana
dengan mengeluarkan
Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.
 Di dalam Undang-undang
tersebut, diamanatkan untuk
dibentuk badan baru, yaitu
Badan Nasional
Penanggulangan Bencana
(BNPB) menggantikan Badan
Koordinasi Nasional
Penanganan Bencana
(Bakornas-PB) dan Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD)menggantikan
Satkorlak dan Satlak di
daerah.
Manajemen Disaster 

• Pemerintah telah menetapkan bahwa


tanggungajawab terhadap pengelolaan bencana
adalah lembaga pemerintah non departemen
(LPND) yaitu Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) di tingkat pusat. 

• Tingkat daerah ada 29 buah BPBD di tingkat


provinsi dan 171 BPBD di tingkat Kabupaten /
Kota. 

• Skala dan status bencana menurut UU nomor 24


tahun 2007, ditentukan oleh presiden. 

• Penentuan skala dan status bencana ditentukan


berdasarkan kriteria jumlah korban dan material
akibat bencana, infrastruktur yang rusak, luas
area yang terkena, sarana umum yang tidak
berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan
kemampuan sumber daya lokal untuk
mengatasinya. 

Anda mungkin juga menyukai