Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS MAKNA METAFORIS DALAM UNGKAPAN DALIL

MORO

Dosen pengampuh

Adriani, S.Pd.,M.Pd

Oleh : kelompok II
Nama : Andina Saihudin
Fahyuni Ajid
Rahmawati Muksin
Hilal Sudirman
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antropologi linguistik (linguistic anthro-pology) merupakan bidang ilmu interdisipliner yang mempelajari
hubungan bahasa dengan seluk-beluk kehidupan manusia termasuk kebudayaan sebagai seluk-beluk inti kehidupan
manusia.
Dalam berbagai literatur, terdapat juga istilah linguistik antropologi (anthropological linguistics), linguistik budaya
(cultural linguistics), dan etnolinguistik (ethnolinguistics). Meskipun ada penekanan tertentu yang membedakan keempat
istilah tersebut, pada hakikatnyakajian-kajian keempat istilah tersebut tidak bisa dipisahkan, saling mengisi, dan saling
melengkapi, bahkan sering tumpang tindih. Hal itu berarti bahwa keempat istilah itu mengacu pada kajian yang hampir
sama walaupun harus diakui bahwa istilah antropologi linguistik (linguistic anthropology) lebih sering digunakan di
antara istilah itu. Beranalogi pada sosiolinguistik, psiko-l linguistik, dan neurolinguistik, istilah yang lebih netral untuk
digunakan adalah an-tropolinguistik (Sibarani, 2004:50).
kebudayaan merupakan aspek yang paling dominan atau paling inti dalam kehidupan manusia, segala hierarki
kajian bahasa dalam bidang antropolinguistik lebih sering dianalisis dalam kerangka kebudayaan.Studi bahasa ini disebut
dengan memahami bahasa dalam konteks budaya.Studi budaya dalam bidang antropolinguistik berarti memahami seluk-
beluk budaya dari kajian bahasa atau memahami kebudayaan melalui bahasa dari sudut pan-dang linguistik. Aspek-aspek
lain kehidupan manusia selain kebudayaan seperti politik, religi, sejarah, dan pemasaran juga dapat dipelajari melalui
bahasa sehingga hal itu juga menarik dalam kajian antropolinguistik.
Makna atau arti adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari
stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Makna
terbagi ke dalam dua kelompok besar: speaker-sense dan linguistic-sense. Yang disebut pertama merujuk pada tujuan
atau niat pembicara ketika mengatakan sesuatu.Sedangkan yang disebut terakhir merujuk pada makna linguistik yakni
yang lazim dipersepsi penutur bahasa.

Menurut Iskak dan Yustinah (2008:61), makna metaforis adalah makna yang didasarkan pada persamaan atau
perbandingan kata. Selain itu, makna metaforis juga dimaknai sebagai kata atau kelompok kata yang tidak mempunyai
arti sebenarnya. Makna kata ini juga disebut makna kias dan termasuk ke dalam jenis makna gramatikal, dimana makna
ini adalah makna kata yang muncul akibat adanya proses gramatikal atau proses tata bahasa. Proses tata bahasa yang
dapat merubah makna kata meliputi proses reduplikasi (pengulangan kata), proses afiksisasi (oemberian imbuhan), serta
proses kalimatisasi atau pembentukan kalimat. khusus untuk makna metaforis, makna ini terbentuk dari proese
pembentukan kalimat, dimana sebuah kata memiliki makna baru ketika dimasukkan ke dalam suatu kalimat tertentu.
Selain itu, makna metaforis juga diartikan sebagai kata atau kelompok kata yang tidak memiliki makna nyata.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Makna

Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer 2006 : 1). Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk
oleh suatu aturan, kaidah atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat
Bila aturan, kaidah, atau pola ini dilanggar, maka komunikasi dapat terganggu. Lambang yang digunakan dalam sistem
bahasa adalah berupa bunyi, yaitu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Karena lambang yang digunakan berupa
bunyi, maka yang dianggap primer di dalam bahasa adalah bahasa yang diucapkan, atau yang sering disebut bahasa
lisan. Karena itu pula, bahasa tulisan, yang walaupun dalam dunia modern sangat penting, hanyalah bersifat sekunder.
Bahasa tulisan sesungguhnya tidak lain adalah rekaman visual, dalam bentuk huruf-huruf dan tanda-tanda baca dari
bahasa lain. Pengertian bahasa menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002: 88) berarti sistem lambang
bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik
B. Metaforis

Menurut Bagus (1993:16), metafora secara leksikal berasal dari bahasa Yunani dari kata metadan
phereinyang berarti memindahkan. Makna awalnya merujuk pada membawa beban dari satu tempat ke
tempat lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:59), definisi metafora adalah pemakaian kata
ataupun kelompok kata bukan dengan arti sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan
persamaan atau perbandingan.

Menurut pandangan retorika Aristoteles sendiri (Bagus, 1993:43), metafora merujuk pada, sebuah kata
yang digunakan dalam arti yang berubah‖.Suatu bentuk ucapan dimana suatu kata (ungkapan, pernyataan)
yang menunjukkan suatu hal diterapkan pada hal lainnya untuk memberikan suatu keserupaan antara hal-hal
itu.Dalam metafora sendiri menurut Bagus (1993:57), memuat 2 istilah yaitu sekunder dan primer.Istilah
sekunder merujuk deskripsi yang diberikan mengenai hal yang dilukiskan, kegunaan atau sifat metafora
dinilai dengan kriteria seperti a) jumlahpersamaan (kaitan) yang ada seperti hal-hal yang
dibandingkan.Kemudian b) jumlah persamaan yang tampil pada kesadaran yang sebelumnya tidak
diperhatikan.Adapun istilah primer sendiri merujuk pada hal yang dilukiskan
C. Makna Budaya

Wilson, (dalam Robert Sibarani, 2004 2) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah pengetahuan yang transmisi dan
disebarkan secara sosial, baik bersifat eksistensial, normatif maupun simbolis yang tercermin dalam tindakan (act) dan benda-
benda hasil karya manusia (artifact). Makna merupakan suatu asosiasi ide-ide yang berlaku secara umum menyebabkan
lambang yang dinterpretasi sebagai suatu acuan. Dari ilustrasi diatas makna adalah arti dibalik arti.

D. Hubungan Metaforis dan Budaya


Metafora sering diartikan ataupun dimasukkan ke dalam golongan gaya bahasa atau majas. Namun, pembahasan mengenai
mengapa metafora itu terbentuk jarang disampaikan. Untuk itu, dalam tulisan pendek ini, penulis akan menjelaskan konsep
dasar terbentuknya metafora dan bagaimana budaya memiliki pengaruh terhadap metafora yang ada di dalam tiap bahasa.
Selamat merenungkan.

Dalam menyampaikan maksud, manusia terkadang terbatasi oleh kosakata yang tersedia yang dirasa kurang bisa mewakili
ide atau emosi yang ingin disampaikan. Untuk mengatasi hal tersebut, manusia kemudian mengambil suatu perbandingan lain
yang dirasa memiliki kesamaan dengan ide atau emosi yang ingin disampaikan tersebut. Di sinilah kemudian metafora
muncul. Metafora merupakan salah satu cara yang dilakukan manusia untuk mengilustrasikan sesuatu yang abstrak agar lebih
mudah dimengerti.
E. Dalil Moro
Dalil moro adalah salah satu bentuk sajak puisi dalam sastra di Ternate yang hampir sama dengan pantun atau pandora,
yaitu memiliki ciri yang mirip dalam bentuk dan jumlah baris. Perbedaan Dalil Moro dengan Pandara adalah bahwa dalam
pandara terdapat empat baris yang mana dua baris pertama adalah sampiran atau pengantar, sementara baris ke tiga dan be
empat adalah isi, dimana tidak ada hubungan semantis antara kalimat sampiran dan kalimat isi. Sementara dalam Dalil Moro
juga secara umum terdapat empat baris, namun terdapat hubungan secara semantis dalam semua baris yang membentuk satu
kesatuan makna atau pesan.
Dalíl Moro, sebagaimana bentuk sastra lisan lain seperti peribahasa dan pantun, juga memiliki pesan peringatan, ajakan
untuk bersatu atau pesan kekeluargaan, nasehat dan lain sebagainya. Namun untuk memahami pesan yang terkandung di
dalam Dalil Moro bukanlah hal yang mudah. Agar memahami pesan yang terdapat dalam Dalil Moro ini, si pendengar
membutuhkan interpretasi yang dalam. Hal ini karena pemaknaannya sangat tergantung pada konteks dimana dituturkan.
Selain itu, penggunaan bentuk sastra ini juga sudah sangat jarang dituturkan dibandingkan dengan bentuk lainnya, sehingga
walau masih ada beberapa dalil moro yang masih tergarap oleh penulis, namun pemaknaannya masih sangat sulit.
BAB III
METODE PENELITIAN
 
A. Metode Penelitian
Penelitian ini mengunakan metede deskriptif Kualitatif. Sugiyono (2012 13) mengemukakan bahwa metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpativisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah (sebaga lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel
sumber data dilakukan secara purposive dan snowball menurut Kirk dan Niller (dalam Nasution, 2003 23) pada mulanya
bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentaskan dengan pengamatan kuantitatif. Lalu mereka mendefinisinn bahwa
metodologi kualitat adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental berasal pada pengamatan
manusia
Peneliti ini mengunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran interaksi
dan kelompok, Peneliti menekankan pada objektivitas dan kejujuran yang diajarkan dengan menjelaskan tujuan-tujuan peneliti
kepada informan. Data dan informasi yang didapat dalam penelitian ini melalul observasi langsung, dan catatan wawancara,
rekaman wawancara, dan foto kegiatan. informasi tersebut dalam bentuk dokumen dan catatan peristiwa yang diolah menjadi
data.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai