pentingnya
keterampilan
berbahasa dalam Oleh :
1. Dinda Sindu Utami
menunjang tugas 2. Nuri Qonitah Rahmah
3. Salsa Billah Zahra
profesional 4. Sri Revi Nuraini
seorang bidan 5. Zahra Tul Jannah
Pentingnya keterampilan produktif
Produktif
Menyimak
Berbicara
Menulis
A. Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak adalah keterampilan
memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Dengan
demikian disini berarti sekedar mendengarkan bunyi-
bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Ada
dua jenis situasi dalam dalam mendengarkan yaitu
situasi mendengarkan secara interaktif dan situasi
mendengarkan secara non interaktif. Mendengarkan
secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka
dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan
itu.
B. Keterampilan Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan
penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Henry,
2008:7). Keterampilan membaca adalah keterampilan
reseptif bahasa tulis. Keterampilan membaca dapat
dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan
mendengar dan berbicara. Tetapi, pada masyarakat yang
memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, seringkali
keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi
dengan keterampilan menyimak dan berbicara.
B. Keterampilan berbicara (speaking skills)
Berbicara merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa
ragam lisan yang bersifat produktif. keterampilan berbicara ada tiga
jenis situasi berbicara, yaitu :
interaktif,
misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat
telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan
menyimak, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi,
pengulangan atau kita dapat meminta lawan bicara memperlambat
tempo bicara dari lawan bicara. Contohnya : komunikasi konseling
antara bidan dengan pesien.
semiinteraktif
misalnya alam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam
situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap
pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari
ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka.
noninteraktif
misalnya berpidato melalui radio atau televisi.
b) Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar, biasanya dapat pula
menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya secara tepat tanpa diskusi lisan
pendahuluan tetapi dia masih perlu membicarakan ide-ide rumit yang diperolehnya
dari tangan kedua. Bila seorang anak harus menulis suatu uraian, menjelaskan suatu
proses, ataupun melaporkan suatu kejadian sejarah (yang secara pribadi belum
pernah dialaminya), maka dia mengambil pelajaran dari suatu diskusi kelompok
pendahuluan. Dengan demikian, dia dapat mempercerah pikirannya, mengisi
kekosongan-kekosongan, memperbaiki kesan-kesan yang keliru, serta mengatur ide-
idenya sebelum dia menulis sesuatu.
c. Aneka perbedaan pun terdapat antara komunikasi lisan dan
tulis. Ekspresi lisan cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih
sering berubah-ubah, tidak tetap, tetapi biasanya lebih kacau
serta membingungkan daripada ekspresi tulis. Kebanyakan
pidato atau pembicaraan bersifat informal, dan sering kali
kalimat-kalimat orang yang berpidato atau yang berbicara itu
tidak ada hubungannya satu sama lain. Sang pembicara
memikirkan ide-idenya sambil berbicara dan kerap kali dia lupa
bagaimana terjadinya suatu kalimat, lama sebelum dia
menyelesaikannya.
d. Membuat catatan serta merakit bagan atau kerangka
ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan
akan menolong para siswa untuk mengutarakan ide-ide
tersebut kepada para pendengar. Para siswa harus belajar
berbicara dari catatan-catatan dan mereka membutuhkan
banyak latihan berbicara dari catatan agar penyajiannya
jangan terputus-putus dan tertegun-tegun. Biasanya bagan
yang dipakai sebagai pedoman dalam berbicara sudah
cukup memadai kecuali dalam kasus laporan formal dan
terperinci yang memerlukan penulisan naskah yang
lengkap sebelumnya.
TERIMA KASIH